NIM: 1708062167
Kelas: A
1. Apotek X di jogja selalu mengganti obat generic dengan obat paten tanpa persetujuan dokter
dan atau pasien. Berikan pendapat saudara terkait kaasus tersebut.
Jawab:
Berdasarkan Permenkes No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 Tahun 2010 tentang Kewajiban
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah, pasal 7
menyatakan bahwa “Apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat
generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter
dan/atau pasien”.
Artinya seorang apoteker hanya bisa melakukan pergantian obat bila ada persetujuan dari
dokter atau pasien atau minimal mendapat persetujuan dari dokter atau pasien.
Dan pergantian obatnya juga harus dengan obat yang komponen/kandungan/komposisi
senyawa aktif dan dosis yang sama persis dengan obat sebelumnya yang tertera dalam resep.
Hal ini sesuai dengan PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, pasal 24 poin b
yang mengatakan bahwa “Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat : (b) mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang
sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien”.
Kesimpulan: seorang apoteker tidak boleh mengganti obat bila tidak ada persetujuan dari
dokter dan atau pasien, karena hal ini terkait dengan standar operasional, etika profesi, hak
pasien, dan standar pelayanan yang mengutamakan kepentingan pasien.
2. Agus (48 th) seorang apoteker mengalami diare saat mau berangkat ke Jakarta dengan cii-
ciri disebabkan bacterial. Dia bermaksud beli sanprima, lodia di jogja, dating ke apotek tetapi
tidak ada yang melayani pembelian sanprima. Kemudian melakukan pembelian sanprima saat
di Jakarta lewat aplikasi halodoc.
A. Bagaimana pendapat saudara terkait apotek jogja yang menolak melayani pembelian
sanprima tersebut!
Jawab:
Sanprima mengandung trimetroprim dan sulfametoksazol.
Dalam hal ini obat tersebut mengandung 2 komponen antibiotik.
Menurut BPOM pembelian antibiotik harus menggunakan resep dokter. Hal ini bertujuan
agar tidak terjadi resistensi antibiotik karena tidak patuh aturan pakai dan tanpa resep dokter.
Oleh karena itu, apabila sudah terjadi resistensi antibiotik, maka dapat mengakibatkan biaya
kesehatan menjadi lebih tinggi karena penyakit menjadi lebih sulit diobati, dan dibutuhkan
waktu perawatan yang lebih lama, serta membawa risiko kematian yang lebih besar.
Oleh karena itu apotek di jogja hanya melayani pembelian antibiotik dengan resep dokter
saja, karena apoteker sebagai tenaga kesehatan yang berwenang dalam pemberian obat, perlu
mengontrol dengan baik penyerahan antibiotik di apotek. Apoteker di jogja juga sudah peduli
terkait masalah resistensi penggunaan antibiotik yang sudah menjadi ancaman serius.