Anda di halaman 1dari 17

MODUL II

Assembly Line Production Planning

Nama : Recha Sry Kurnya


NIM : 170403039
Kelompok : VIII
Hari : Rabu
Nilai Tugas :
Nilai Responsi :

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI


DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
I. Judul Praktikum
Assembly Line Production Planning

II. Tujuan Praktikum


1. Praktikan mampu merancang Struktur Produk dari sebuah produk.
2. Praktikan mampu membuat Bill of Materials dari sebuah produk.
3. Praktikan mampu menghitung waktu proses pembuatan sebuah produk.
4. Praktikan mampu membuat peta proses perakitan dari sebuah produk.
5. Praktikan mampu memahami pentingnya struktur produk, bill of material, dan
peta proses perakitan dalam membuat line production planning.
6. Praktikan mampu membuat precedence diagram dan mengetahui waktu
elemen kerja dalam perancangan lintasan produksi/perakitan.
7. Praktikan mampu menentukan waktu siklus perakitan dan jumlah stasiun kerja
minimum.
8. Praktikan mampu merancang keseimbangan lintasan produksi/perakitan secara
manual maupun menggunakan software.
9. Praktikan mampu mengetahui dan menentukan nilai parameter-parameter yang
digunakan dalam menganalisis performansi suatu lintasan perakitan dari setiap
metode yang digunakan.
10. Praktikan mampu melakukan pendekatan untuk memperbaiki metode yang
terpilih.
III. Landasan Teori dan Review Teori
3.1. Pengertian dari struktur produk dan Bill of Material
3.1.1. Struktur Produk
1
Strutur Produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen-
komponen dalam suatu proses assembling. Informasi ini dibutuhkan dalam
menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih suatu komponen. Selain itu,
struktur produk juga berisi informasi tentang “jumlah kebutuhan komponen” pada
setiap tahap assembling dan “jumlah produk akhir” yang harrus dibuat. Ketiga input
tersebut membentuk arsip-arsip yang saling berhubungan dengan bagian produksi
dan pembelian sehingga dapat menghasilkan informasi terbaru tentang pemesanan,
penerimaan dan pengeluaran komponen dari gudang.

3.1.2. Bill of Materials


2
Bill of Materials merupakan suatu tabular form yang menjelaskan
struktur/hirarkis antara part / komponen / sub-assembly yang membentuk produk
akhir disertai dengan informasi lain yang dibutuhkan dalam perencanaan kebutuhan
bahan. Informasi yang dimaksud antara lain ialah jumlah masing-masing part /
komponen / sub-assembly yang dibutuhkan dalam membentuk komponen / sub-
assembly diatas-nya (parent item), sifat masing-masing item apakah dibuat
(manufactured) atau dipesan dari luar (bought-out) dan sebagainya.
Struktur produk suatu sebuah diagram yang memperlihatkan hubungan part
komponen sedangkan Bill of Material transformasi dari struktur produk dalam
bentuk tabular form. Struktur produk dan bill of material menjelaskan sistematika
proses pembentukan atau penyusutan dari sebuah produk baik dari part maupun
komponen-komponennya yang secara berjenjang. Hasil penguraiannya ialah
sebuah daftar panjang yag berisi infromasi tentang part maupun komponen yang
harus dibuat, berapa banyak produk yang harus dibuat dan kapan produk tersebut
selesai dibuat sehingga jadwal perakitan suatu produk akhir dapat terstruktur.

1
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta. Graha Ilmu. Hlm. 170
2
Sinuligga. Sukaria.2017. “Perencanaan & Pegendalian Produksi”. Medan, Usu Press. Hal. 132
3.2. Jenis-jenis struktur Produk
3
Adapun jenis-jenis dari struktur produk adalah sebagai berikut :
1. Struktur Produk Standar, menunjukkkan lebih banyak subassemblies daripada
produk akhir, dan lebih banyak komponen daripada subassemblies (berbentuk
segitiga dengan puncak adalah produk akhir, bagian tengah adalah assemblies,
dan bagian bawah atau dasar adalah komponen dan bahan baku).
2. Struktur Produk Modular, terdapat pada produk seperti mobil, komputer,
menunjukkan dimana lebih sedikit subassemblies atau modules daripada
produk akhir (berbentuk dua buah segitiga dengan puncak yang bertemu di
tengah, dengan bagian atas adalah produk akhir, bagian tengah adalah
assemblies, dan bagian bawah adalah komponen dan bahan baku).
3. Strukur Inverted, terdapat pada produk seperti minyak, kertas, gelas. Lebih
sedikit subassemblies dibandingkan produk akhir, dan lebih sedikit komponen
dan bahan baku dibandingkan subassemblies (berbentuk segitiga terbalik,
dengan bagian atas adalah produk akhir, bagian tengah adalah assemblies, dan
bagian bawah adalah komponen dan bahan baku.
Struktur produk berisikan informasi-informasi mengenai hubungan part dan
komponen yang saling berhubungan. Dalam Struktur produk terdapat jenis-jenis
seperti struktur produk standar, struktur produk modular dan struktur produk
interval dimana jenis-jenis struktur produk ini digunakan untu mengetahui struktur
produk yang akan dipakai.

3
Gaspersz, Vincent. 1998. “Production Planning and Inventory Control “ Berdasarkan Pendekatan
Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. hlm. 148-149
3.3. Jenis-jenis Bill of Material
4
Ada beberapa format data yang ditampilkan dalam bill of material antara
lain ialah :
3.3.1. Single-level bill of materials
Single-level bill of material adalah sebuah bill of material yang ditransformasi
dari product structure tree seperti gambar dibawah ini:

SA-1 SA-2 P-1 P-2 P-3 P-4

Diagram product structure tree tersebut memperlihatkan hubungan antara


produk akhir A dan setiap part, komponen dan sub-assembly pembentuknya.

3.3.2. Indented bill of materials


Indented bill of materials menunjukkan setiap item pada levelnya masing-
masing sesuai dengan tahapan proses pembuatan. Penetapan level masing-masing
item akan sangat berguna dalam penentua time phased (jadwal pembuatan item
pada evel bawah) untuk memenuhi jadwal pembuatan / penylesaian parent item
(item yang setingkat berada diatasnya).

3.3.3. Summarized bill of materials


Summarized bill of materials mirip dengan indented bill of material kecuali
pada summarized bill of materials, item yang sama hanya terlihat satu kali saja
dengan cara menjumlahkan semua kebutuhan item yang sama tersebut.

4
Sinuligga. Sukaria.2017. “Perencanaan & Pegendalian Produksi”. Medan, Usu Press. Hal. 134-
136
3.4. Pengertian dan Jenis-jenis Peta Kerja5
3.4.1. Pengertian Peta Kerja
Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa melihat
semua langkah atau kejadian yang dilami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk
ke pabrik (berbentuk bahan baku); kemudian menggambarkan semua langkah yang
dialaminya seperti; transportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan; sampai
akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari
suatu produk lengkap.

3.4.2. Jenis-jenis Peta Kerja


Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi dalam dua kelompok besar berdasarkan
kegiatannya, yaitu:
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganlisis kegiatan kerja keseluruhan.
Disebut keseluruhan bila melibatkan sebagian besar atau semua system kerja
yang diperlukan untuk membuat produk yang bersangkutan. Adapun peta kerja
keseluruhan adalah:
- Peta Proses Operasi - Peta Proses Kerja Kelompok
- Peta Aliran Proses - Diagram Alir
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan.
Sementara yang dimaksud dengan kegiatan kerja setempat, apabila hal itu
menyangkut hanya satu system kerja saja yang biasanya hanya melibatkan
orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Adapun peta kerja setempat adalah:
- Peta Pekerja dan Mesin
- Peta Tangan Kanan-Tangan Kiri

5
Sutalaksana. Iftikar. Dkk. 2006. “Teknik Perancangan Sistem Kerja”. Bandung. ITB. Hlm. 17-22
3.5. Pengertian dan Lambang-lambang Dalam Assembly Process Chart
3.5.1. Pengertian Assembly Process Chart
6
Peta proses perakitan (Assembly Process Chart) atau disingkat APC
merupakan peta yang menggambarkan langkah-langkah proses perakitan yang akan
dialami komponen berikut pemeriksaanya dari awal sampai produk jadi selesai

3.5.2. Lambang-lambang Assembly Process Chart


7
Adapun lambang-lambang yang digunakan dalam Assembly Process Chart
(APC) adalah sebagi berikut:

1. Operasi, Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami


perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi.
2. Pemeriksaan, Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja
atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun
kuantitas. (jika melakukan pemeriksaan pada suatu objek)
3. Transportasi, Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja,
pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan
merupakan bagian dari suatu operasi.
4. Menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja ataupun perlengkapan
tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu (biasanya
sebentar).
5. Penyimpanan, Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja di
simpan untuk jangka waktu yang cukup lama.
6. Aktivitas gabungan, Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi
dan pemeriksaan dilakukan bersamaan pada suatu tempat kerja.

6
Sugiarto Atok, Dkk. Desain Alat Bantu Pada Magnet Assembly Process Guna Mengoptimalkan
Pemakaian Lem Dengan Metode QFD Studi Kasus Di PT. Shimano batam. 2014. Batam
7
Maryana,dkk. 2015. Perbaikan Metode Kerja Pada Bagian Produksi Dengan Menggunakan
Man and Machine Chart. Vol. 02 No. 2. Hal 3.
3.6. Metode 5W+1H
8
Teknik 5W 1H adalah singkatan dari “What, Who, When, Where, Why, How"
yang dalam bahasa Indonesia diartikan menjadi kata apa, siapa, kapan, dimana,
mengapa dan bagaimana. Teknik 5W+1H adalah suatu konsep dasar untuk
pengumpulan informasi agar dapat memperoleh cerita yang utuh tentang suatu hal.
Kalimat tanya biasa disebut juga kalimat untuk menggali informasi. Konsep ini
menekankan bahwa kalimat tanya yang dipergunakan, dirumuskan dengan 5W 1H,
yaitu what (apa), where (di mana), who (siapa), when (kapan), why (mengapa), dan
how (bagaimana).
Adapun langkah-langkah teknik 5W 1H adalah sebagai berikut :
1. What dalam bahasa Indonesia adalah “ apa” menunjukakan benda
2. Who dalam bahasa Indonesia adalah “siapa” bisa diibaratkan tokoh dalam
cerita (subjek)
3. When diartikan “kapan” atau bisa disebut waktu kejadian
4. Where diartikan “dimana” menunjukan tempat kejadian
5. Why diartikan “mengapa” menunjukan keterangan
6. How diartikan “bagaimana” menunjukan suatu cara
Contoh 5W 1H :
o What ( apa ini ? )
o Who ( siapa yang tidak hadir hari ini ? )
o When ( kapan Andi berobat ke Dokter ? )
o Where ( dimana Andi akan berlibur ? )
o Why (mengapa kamu tidak ke Jakarta?)
o How (bagaimana mengerjakan tugas ini?)

8
Misrah, dkk. "Peningkatan Kemampuan Siswa Membuat Kalimat Tanya Melalui Teknik 5W 1H
di Kelas IV SD Inpres Lobu Gio”. Vol. 1 No. 4. Hal 2-3.
3.7. Pengertian, Tujuan Utama dn Permasalahan dalam Line Balancing
3.7.1. Pengertian Line Balancing
9
Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang
dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintaa Perakitan)
biasanya terdiri dari sejumlah ara kerja yang dinamakan stasiun kerja yang
ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan
menggunakan bermacam-macam alat.

3.7.2. Tujuan Utama Line Balancing


10
Adapun tujuan utama dalam penyusunan Line Balancing adalah untuk
membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap
stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan
mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stausiun kerja, dimana antara
stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang
tidak seimbang.

3.7.3. Masalah Line Balancing


11
Masalah pada lintasan produksi akan kelihatan pada proses perakitan jika
dibandingkan dengan proses pabrikasi. Dalam pabrikasi part-part biasanya
membutuhkan mesin-mesin berat dengan waktu siklus yang panjang. Bila beberapa
operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan dalam seri-seri, maka akan
sangat sulit untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin, yang pada
akhirnya akan menghasilkan rendahnya penggunaan kapasitas. Semakin besar
fleksiilitas dalam mengkombinasikan tugas-tugas tersebut, semakin tinggi pula
derajat keseimbangan yang daoat dicapai.

9
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta. Graha Ilmu. Hlm. 205
10
Ibid. Hlm. 205
11
Ibid. Hlm. 209
3.8. Pengertian Istilah-istilah berikut :
3.8.1. Precedence Diagram
12
Ada beberapa cara untuk menggambar kondisi precedence untuk
menggambarkan kondisi ini secara efektif yaitu dengan menggunakan diagram
precedence. Maksud dari diagram ini adalah untuk menggambarkan situasi lintasan
yang nyata dalam bentuk diagram. Precedence diagram dapat disusun
menggunakan dua simbo dasar yaitu :
1. Elemen Simbol, adalah lingkaran denga nomor atau huruf elemen terkandung
di dalamnya.
2. Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak panah untuk menyatakan
hubungan dari elemen simbol yang satu terhadap elemen pada eleme simbol
lainnya.

3.8.2. Idle Time


13
Idle time adalah waktu menganggur dan operator atau mesin terhadap proses
produksi, yang dapat terjadi oleh faktor-faktor yang sulit dihindarkan maupun
faktor yang sebenarnya dapat dihindari. Idle time dapat diperoleh dari hasil
perkalian antara jumlah stasiun kerja dengan waktu stasiun kerja tersebut dikurangi
dengan jumlah waktu yang sebenarnya tiap stasiun kerja.

3.8.3. Balance Delay


14
Balance delay adalah persentase keseimbangan waktu senggang antara tiap
proses yang diperoleh dan perkalian jumlah stasiun kerja dengan waktu stasiun
kerja terbesar, dikurangi jumlah waktu yang sebenarnya seluruh stasiun kerja
kemudian dibagi dengan perkalian jumlah stasiun kerja dengan waktu stasiun kerja
terbesar lalu dikalikan seratus persen.

12
Ibid. Hlm. 208
13
Siska Mery. Dkk. 2012. “Analisis Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi CV. Bobo
Bakery”. Pekanbaru. Hlm. 483
14
Ibid. Hlm. 483-484
3.8.4. Efisiensi Stasiun Kerja
15
Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap stasiun
kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar.

3.8.5. Line Efficiency


16
Line efficiency adalah efisiensi lintasan produksi yang dicapai dan
pembagian antara jumlah waktu sebenarnya seluruh stasiun kerja, dengan perkalian
jumlah stasiun kerja dan waktu stasiun kerja terbesar lalu dikalikan seratus persen.

3.8.6. Work Station


17
Work Station merupakan tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan
dilakukan.

3.8.7. Smoothness Index


18
Smoothes Index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran
relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu.
Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi
kerja, serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk
memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya.
Semua istilah diatas tentunya saling berkaitan terhadap pekerjaan yang dilakukan
oleh operator.

15
Fudianto Dupi. Dkk. 2017. “Rancangan Keseimbangan Lintasan Stasiun Kerja Guna
Meningkatkan Efisiensi Waktu Siklus Operasi Produk Es Balok (Studi Kasus: Perusahaan Es Balok,
Pt.X Pandaan Pasuruan)” Pasuruan. Hlm. 29
16
Siska Mery. Op.Cit. Hlm. 484
17
Fudianto. Op.Cit. Hlm. 29
18
Ibid. Hlm. 29
3.9. Pembagian Metode atau Teknik Dalam Line Balancing
19
Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yag
dikemukakan oleh para ahli yang menelitidi bidang ini. Metode ini secara garis
besar dibagi mnejadi dalam dua bagian yaitu :

3.9.1. Pendekatan Analitis


Penyeimbangan lintasan perakitan dengan pendekatan analitis terbagi atas:
1. Metode 0-1 (zero-one)
Kita dapat melihat model zero-one yang dikemukakan oleh Patterson dan
Albracht untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi problem
penyeimbang line balancing, maka kita dapat menggunakan notasi :
tk+ ∑j=Pk tj
Ek = 1, untuk tk +b∑ti = 0, k= 1, 2, … dan | | untuk lainnya
c
tk+ ∑j=Pk tj
Lk = M, untuk tk +b∑j∈Sk tj = 0, k= 1, 2, … dan | | untuk lainnya
c

2. Metode Helgeson dan Birnie


Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked potition weight system atau
sistem RPW. Langkah pertama adalah membuat diagram preccendence atau
matriks preccendence. Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap
elemen yang diperoleh dari penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut
dengan waktu pengerjaan elemen lain yang mengikuti elemen tersebut.

3.9.2. Pendekatan Heuristik


Penyeimbangan lintasan perakitan dengan pendekatan heuristik terbagi atas:
1. Metode Kilbridge and Wester (Region Approach)
Dalam metode ini diagram preccedence dengan element-elementnya
dikelompokkan dalam sejumlah kolom. Semua element yang tergabung dalam
sebuah kolom independent karenanya dapat dipermutasikan diantara mereka
dalam berbagai cara tanpa melanggar kaidah preccendence. Elemen-elemen
juga bisa di transferkan dari kolom satu ke kolom lain dikanannya tanpa

19
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta. Graha Ilmu. Hlm. 212
mengubah preccendence dengan menjaga permutabilitas dalam kolom yang
baru.
2. Metode Integer (Berdasarkan Formulasi Problem Line Balancing-U)
Perakitan terdiri rangkaian stasiun kerja kumpulan dari tugas yang dinyatakan
berdasarkan rangkaian tugas-tugas. Masalah dalam pemilihan dan
pengelompokan subjek pada rangkaian ini terdiri atas rangkaian stasiun kerja
yang diberikan berdasarkan langkah-langkah produksi atau pemaksimalan
rata-rata produksi diberikan berdasarkan jumlah stasiun kerja yang biasanya
dalam lintasan perakitan.

3.10. Zoning Constraint Dalam Line Balancing


20
Selain preccendence constraint , pengalokasian dari elemen-elemen kerja
pada stasiun kerja juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau
mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning
constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pad stasiun yang
sama. Misalnya operasi 1 mempunyai sifat antagonis dengan operasi 2 sebab bisa
menyebabkan percikan/konseling api maka tidak dapat disatukan walaupun dari
segi makna dapat disatukan. Sebaliknya zoning constraint yang positif
menghendaki pengelompokan elemen-elemen kerja pada 1 stasiun yang sama
dengan alasan misalnya menggunakan peralatan yang sama dan peralatan itu mahal.
Zoning Constraint memebatasi elemen-elemen kerja yang mana zoning
constrain terbai atas dua yaitu positive zoning constrain dan negative zoning
constrain. Kedua zoning constrain ini memilik maksud yang berbeda-beda. Positive
zoning constraint berarti bahwa elemen-elemen pekerjaan tertentu harus
ditempatkan saling berdekatan dalam stasiun kerja yang sama. Negative zoning
constraint menyatakan bahwa jika satu elemen pekerjaan dengan elemen pekerjaan
lain sifatnya saling mengganggu maka sebaiknya tidak ditempatkan saling
berdekatan.

20
Ibid. Hlm. 209
3.11. Rating Factor, Allowance, Waktu Siklus, Waktu Normal, dan Waktu
Baku
3.11.1. Rating factor
21
Rating factor merupakan teknik untuk menyamakan waktu hasil observasi
terhadap seorang operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dengan waktu
yang diperlukan oleh operator normal dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut
Besarnya harga faktor penyesuaian (p) memiliki tiga batasan, yaitu
1. p > 1 bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di atas normal (terlalu
cepat)
2. p < 1 bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja di bawah normal
(terlalu lambat)
3. p = 1 bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar

3.11.2. Allowance
22
Allowance dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada operator
untuk melakukan hal-hal yang harus dilakukannya, sehingga waktu baku yang
diperoleh dapat dikatakan data waktu kerja yang lengkap dan mewakili sistem kerja
yang diamati. Kelonggaran yang diberikan antara lain:
1. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
2. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (fatique)
3. Kelonggaran untuk hal-hal yang tidak dapat dihindarkan.

3.11.3. Waktu Siklus


23
Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan
baku mulai proses di tempat kerja yang bersangkutan. Misalnya waktu siklus untuk
merakit pulpen adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengambil komponen-
komponen pulpen dari wadahnya, menggabungkan bagain bawah pulpen, pegas, isi
dan bagian atasnya sehingga merupakan suatu pulepn yang lengkap.

21
Erwin Sitorus. Dkk. 2017. “Optimasi Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Waktu Standard”.
Medan. Hlm. 11
22
Ibid., Hlm. 11
23
Sutalaksana. Iftkar. Dkk. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung. Pegerbit ITB
Ws 
X i

3.11.4. Waktu Normal


24
Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan
faktor penyesuaian, yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan faktor
prnyesuaian.
Waktu normal = Ws x Rf
Waktu normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan
faktor penyesuaian, yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan rating factor.

3.11.5. Waktu Baku


25
Waktu baku adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan yang telah diteliti (diukur) pada waktu yang lalu.
Wb = Wn + L (Wn)
Dimana L adalah kelonggaran atau Allowance yang diberikan kepada
pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
Istilah-istilah diatas memiliki fungsi yang berbeda-beda seperti Rating
Factor digunakan untuk mengetahui keterampilan operator, Allowance digunakan
untuk mengetahui kelonggran operator, Waktu Siklus digunakan untuk
mengetahui waktu penyelesaian suatu produk dari awal produk diambil sampai
produk disiapkan, Waktu Normal digunakan untuk mengukur waktu yang
digunakan dalam proses pengerjaam produk dan untuk Waktu baku digunakan
untuk megetahui waktu yang dipakai untuk mengerjakan produk.

24
Sitorus Erwin. Op.Cit. Hlm. 12
25
Djafar Syamsir Kiayi. 2010. Analisis Perancangan Waktu Kerja Dengan Menggunakan Metode
Work Sampling (Studi Kasus di Kawasan Industri Agro Terpadu Kab. Bone Bolango). Hlm. 181
3.12. Metode-metode Pengukuran Waktu
26
Pengukuran waktu dilakukan untuk menentukan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan, dengan asumsi bahwa standar telah
ditetapkan.
Pengukuran waktu kerja secara langsung dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Work Sampling, suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan
terhadap aktivitas kerja dari mesin, proses, atau pekerja..
2. Stopwatch Time Study, dari hasil pengukuran akan diperoleh waktu baku yang
selanjutnya akan digunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaaan bagi
semua pekerja yang melakukan pekerjaan yang sama.
Metode pengukuran waktu terbagi atas dua yaitu work sampling dan
stopwatch time study yang mana metode ini digunakan untuk menegtahui waktu
yang dibutuhkan oleh operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang
diberikan dengan waktu standar.

26
Widagdo, Gratia Utomo. Analisis Perhitungan Waktu Baku Dengan Menggunakan Metode Jam
Henti Pada Produk Pulley di CV. Putra Mandiri Jakarta. Vol. XII. No. 2. Hal 3.
Daftar Pustaka

Erwin Sitorus. Dkk. 2017. “Optimasi Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Waktu
Standard”. Medan.
Gaspersz, Vincent. 1998. “Production Planning and Inventory Control “
Berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju
Manufakturing 21. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Maryana,dkk. 2015. Perbaikan Metode Kerja Pada Bagian Produksi Dengan
Menggunakan Man and Machine Chart. Vol. 02 No. 2
Misrah, dkk. "Peningkatan Kemampuan Siswa Membuat Kalimat Tanya Melalui
Teknik 5W 1H di Kelas IV SD Inpres Lobu Gio”. Vol. 1 No. 4.
Sinuligga. Sukaria.2017. “Perencanaan & Pegendalian Produksi”. Medan, Usu
Press.
Siska Mery. Dkk. 2012. “Analisis Keseimbangan Lintasan pada Lantai Produksi
CV. Bobo Bakery”. Pekanbaru.
Sugiarto Atok, Dkk. Desain Alat Bantu Pada Magnet Assembly Process Guna
Mengoptimalkan Pemakaian Lem Dengan Metode QFD Studi Kasus Di
PT. Shimano batam. 2014. Batam
Sutalaksana. Iftikar. Dkk. 2006. “Teknik Perancangan Sistem Kerja”. Bandung.
ITB
Widagdo, Gratia Utomo. Analisis Perhitungan Waktu Baku Dengan Menggunakan
Metode Jam Henti Pada Produk Pulley di CV. Putra Mandiri Jakarta. Vol.
XII. No. 2.

Anda mungkin juga menyukai