BAB I
PENDAHULUAN
Air asam tambang merupakan salah satu isu lingkungan yang berpotensi terjadi
di kegiatan penambangan baik batubara maupun bijih. Air asam tambang terbentuk
karena adanya mineral sulfida yang tersingkap akibat kegiatan penggalian dan
penimbunan batuan penutup. Mineral sulfida tersebut kontak dan teroksidasi oleh
oksidator utama yakni oksigen dan membentuk produk-produk oksidasi. Produk-
produk oksidasi tersebut kemudian terlindi oleh adanya air (air hujan). Hal ini
menyebabkan peningkatan keasaman di badan air penerima yang ditandai dengan
rendahnya nilai pH. Selain peningkatan keasaman, pembentukan air asam tambang
juga menyebabkan peningkatan terhadap konsentrasi logam-logam terlarut di badan
air penerima. Pada pertambangan batubara yang menerapkan metode tambang terbuka
(open pit mine), air asam tambang berpotensi terbentuk di dua lokasi yakni pit
penambangan (mine pit) dan timbunan batuan penutup (over burden disposal).
Pembentukan air asam tambang di pit penambangan tidak dapat dihindari ketika
lapisan batuan penutup yang berpotensi membentuk air asam tambang tersingkap
menjadi dinding pit dan kontak dengan oksigen dan air. Oleh karena itu, air asam
tambang yang bersumber dari pit penambangan berpotensi memiliki kualitas yang
tidak memenuhi baku mutu lingkungan sehingga harus dialirkan ke sistem pengolahan
air asam tambang sebelum masuk ke badan air penerima. Sedangkan pembentukan air
asam tambang di timbunan batuan penutup berpotensi dapat terbentuk ketika timbunan
tersebut belum final dan jika tidak adanya upaya pencegahan pembentukan air asam
tambang yang salah satunya dapat dilakukan melalui metode enkapsulasi.
Mempelajari tentang air asam tambang adalah hal yang utama pada industri
pertambangan khususnya pada tambang batubara. Sebagai seorang sarjana teknik
pertambangan alangkah baiknya mengetahui hal-hal yang seperti ini karena sangat
diperlukan pengetahuan tentang air asam tambang terutama pencegahan dan
pengolahannya. Oleh kerana itu mempelajari air asam tambang dalam suatu praktikum
laboratorium adalah hal yang sangat dibutuhkan terutama pemahaman tentang bahaya
yang ditimbulkan bagi lingkungan seperti pencemaran air dan tanah pada lingkungan.
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari praktikum air asam tambang 1 yaitu agar kami dapat
mengetahui bagaimana tingkat keasaman pada sempel tanah dan batubara yang ada
disekitar area pertambangan dan juga dapat mengimplementasikan dalam dunia
pertambangan yang tarkait masalah air asam tambang tersebut.
1.2.2 Tujuan Praktikum
1. Kami mampu mengetahui pengertian air asam tambang.
2. Kami mampu menghitung nilai parameter-parameter pada pengujian air asam
tambang.
3. Kami dapat megetahui faktor-faktor yang mempengaruhi air asam tambang.
1.3.1 Alat
1. Alat tulis menulis.
2. Corong.
3. Labu ukur.
4. Gelas ukur.
5. Intelegent Meter.
8. Lap halus
1.3.2 Bahan
1. Aquades.
2. Tanah.
3. Tissue
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air asam tambang terbentuk karena adanya mineral sulfida yang tersingkap
akibat kegiatan penggalian dan penimbunan batuan penutup. Mineral sulfida tersebut
kontak dan teroksidasi oleh oksidator utama yakni oksigen dan membentuk produk-
produk oksidasi. Produk-produk oksidasi tersebut kemudian terlindi oleh adanya air
(air hujan). Hal ini menyebabkan peningkatan keasaman di badan air penerima yang
ditandai dengan rendahnya nilai pH. Selain peningkatan keasaman, pembentukan air
asam tambang juga menyebabkan peningkatan terhadap konsentrasi logam-logam
terlarut di badan air penerima. Di pertambangan batubara yang menerapkan metode
tambang terbuka (open pit mine), air asam tambang berpotensi terbentuk di dua lokasi
yakni pit penambangan (mine pit) dan timbunan batuan penutup (overburden
disposal). Pembentukan air asam tambang di pit penambangan tidak dapat dihindari
ketika lapisan batuan penutup yang berpotensi membentuk air asam tambang
tersingkap menjadi dinding pit dan kontak dengan oksigen dan air. Oleh karena itu, air
asam tambang yang bersumber dari pit penambangan berpotensi memiliki kualitas
yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan sehingga harus dialirkan ke sistem
pengolahan air asam tambang sebelum masuk ke badan air penerima. Sedangkan
pembentukan air asam tambang di timbunan batuan penutup berpotensi dapat
terbentuk ketika timbunan tersebut belum final dan jika tidak adanya upaya
pencegahan pembentukan air asam tambang yang salah satunya dapat dilakukan
melalui metode enkapsulasi. Mineral sulfida merupakan mineral yang secara alami
berdasarkan proses pembentukannya sudah terkandung didalam batuan. Mineral yang
menjadi sumber pembentuk air asam tambang ini berpotensi dapat ditemukan di area
penambangan baik tambang batubara maupun mineral.
tambang (mine waste) sebelum ataupun setelah keluar tambang atau fasilitas
pengolahan.
mempengaruhi komposisi air penyaliran tambang terdiri dari faktor utama seperti pH,
kondisi redoks, komposisi kimia dari air penyaliran, pembentukan mineral sekunder,
penyerapan (adsorption), reaksi penetralan dan fotokimia. Faktor lainnya adalah faktor
fisika seperti kondisi iklim, hujan, pergerakan air serta suhu dan faktor biologi seperti
ekologi serta kinetika pertumbuhan mikrobial.
Air asam tambang dapat terbentuk dengan adanya mineral sulfida, air dan
oksigen serta mikroorganisme Acidithiobacillus ferroxidans sebagai katalis. Semua
faktor tersebut paling sering dijumpai dalam kegiatan pertambangan. Beberapa jenis
mineral sulfida yang sering dijumpai di wilayah pertambangan disajikan dalam tabel
berikut.
Tabel 2.1. Mineral Sulfida dalam Pertambangan.
Dari semua mineral sulfida yang disebutkan di atas, pyrite merupakan mineral
sulfida yang paling reaktif dalam pembentukan air asam tambang dibandingkan
dengan mineral-mineral sulfida yang lainnya. Ini dikarenakan molar metal/sulfur rasio
dari pyrite kurang dari 1. Pada pertambangan batubara, mineral pyrite biasanya
terdapat di dalam sedimen terutama di lapisan atas (roof) dan lantai (Floor) batubara,
serta pada pengotor di lapisan batubara. Jumlah kandungan sulfur yang ada dalam
batubara tidak selalu berkorelasi langsung, artinya walaupun batubara memiliki
kandungan sulfur rendah, bukan berarti batu bara tersebut tidak berpotensi dalam
pembentukan air asam tambang. Pada pertambangan bijih, potensi terbentuknya air
asam tambang sering terdapat pada bijih yang dapat berkorelasi dengan mineral sulfida
seperti bijih tembaga, emas, timbal dan seng (Gautama, 2014).
2.3.1. Reaksi Pembentukan Air Asam Tambang
Dalam proses pembentukan air asam tambang, produk yang dihasilkan dari
reaksi oksidasi sulfida adalah keasaman, spesies sulfur, bahan terlarut total (TDS) dan
logam. Produk keasaman tergantung pada jenis mineral sulfida yang teroksidasi,
mekanisme reaksi (pengaruh oksigen dan ion feri sebagai oksidan), dan kehadiran
spesies pengkonsumsi asam seperti karbonat dan aluminosilikat. Jenis spesies sulfur
yang dihasilkan dari proses oksidasi sulfida ini adalah sulfat. Selanjutnya TDS secara
langsung berkorelasi dengan jumlah sulfat, klorida, atau bikarbonat di dalam air.Yang
terakhir adalah logam yang dihasilkan berasal dari sulfida yang teroksidasi dan
pelarutan dari mineral pengkonsumsi asam.
Secara umum, tahapan pembentukan air asam tambang ditunjukkan pada
persamaan reaksi kimia di bawah ini.
4. Pengawet dengan penambahan NaOH sampai pH12 untuk parameter H2S dan
CN.
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
Adapun Prosedur kerja yang kami lakukan pada mata acara 5 di laboratorium
lingkungan tambang, yaitu:
1. Pertama-tama mempersiapkan Alat dan Bahan dimana alatnya berupa Air
Aquades, labu Erlenmeyer, sample batubara, corong, gelas ukur, Intelegent Meter,
dan tissue.
2. Masukkan kertas saring kedalam buchner funnels, lalu tempatkan buchner funnels
ke rak yang berisi lampu yang telah di sedikandan
4. Masukkan material sample kedalam buchner funnels, lalu lakukan proses pelindian
sample dengan air aquades dengan cara di semprot .
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari hasil penelitian pada sampel tanah dan batubara yang telah diteliti pada
praktikum air asam tambang diperoleh hasil:
Tabel 4.1. Hasil penelitian
Nama: Shelli Mayastiarti Kum Hari/Tanggal: Senin/04 November 2019
Stambuk : 093 2016 0140 Frekuensi/klp: Senin Pagi/klp 3
NO SAMPEL PH TDS ORP EC
4.2 Pembahasan
Dari hasil percobaan mengenai air asam tambang pada 3 sampel yang berbeda
yaitu dari sampel tanah Top soil, batubara, Floor diperoleh data yaitu:
4.2.1 Top soil
Pada sampel air dari material top soil (300 ml) yang telah diteliti dengan alat
Intelegent Meter yaitu diperoleh hasil pada nilai pH sebesar 6,69, pada nilai TDS-nya
150,4 mg/L, nilai ORP sebesar 226 mL, nilai pada EC yaitu 210 uS dan TSS yaitu 542
mg/L yang menyatakan bahwa kandungan pada Top soil dengan pengujian kinetik
(siklus harian) pada sampel air top soil masih dalam keadaan netral. Pada diagram eH-
pH diperoleh besi (Fe) yaitu Fe(OH)3 dan diagram eH-pH pada mangan (Mn) yaitu
Mn+2. Dari hasil perbandingan pada sampel air top soil dengan baku mutu lingkungan
masi dalam keadaan netral atau tidak melebihi baku mutu.
4.2.2 Batubara
Pada sampel air dari material batubara (300 ml) yang telah diteliti dengan alat
Intelegent Meter yaitu diperoleh hasil pada nilai pH sebesar 4, pada nilai TDS-nya
0,464 mg/L, nilai ORP sebesar 2,68 mL, nilai pada EC yaitu 240 uS dan TSS yaitu
542 mg/L yang menyatakan bahwa kandungan pada batubara dengan pengujian
kinetik (siklus harian) pada sampel air batubara sudah dalam keadaan asam. Pada
diagram eH-pH diperoleh besi (Fe) yaitu Fe+2 dan diagram eH-pH pada mangan (Mn)
yaitu Mn+2. Dari hasil perbandingan pada sampel batubara dengan baku mutu
lingkungan sudah dalam keadaan asam atau sudah melebihi baku mutu.
4.2.3 Floor
Pada sampel air dari material floor (300 ml) yang telah diteliti dengan alat
Intelegent Meter yaitu diperoleh hasil pada nilai pH sebesar 6,87, pada nilai TDS-nya
160 mg/L, nilai ORP sebesar 201 mL, nilai pada EC yaitu 240 uS dan TSS yaitu 542
mg/L yang menyatakan bahwa kandungan pada material floor dengan pengujian
kinetik (siklus harian) pada sampel air floor masih dalam keadaan netral. Pada diagram
eH-pH diperoleh besi (Fe) yaitu Fe(OH)3 dan diagram eH-pH pada mangan (Mn) yaitu
Mn+2. Dari hasil perbandingan pada sampel air floor dengan baku mutu lingkungan
masi dalam keadaan netral atau tidak melebihi baku mutu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Air asam adalah air yang telah mengalami perubahan pada nilai pH-ya akibat
adanya mineral sulfida yang tersingkap akibat kegiatan penggalian dan penimbunan
batuan penutup. Mineral sulfida tersebut kontak dan teroksidasi oleh oksidator utama
yakni oksigen dan membentuk produk-produk oksidasi. Produk-produk oksidasi
tersebut kemudian terlindi oleh adanya air (air hujan). Hal ini menyebabkan
peningkatan keasaman di badan air penerima yang ditandai dengan rendahnya nilai
pH. Selain peningkatan keasaman, pembentukan air asam tambang juga menyebabkan
peningkatan terhadap konsentrasi logam-logam terlarut di badan air
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi oksidasi sulfida dalam
pembentukan air asam tambang terdiri dari faktor fisika dan kimia serta faktor
biologis. Faktor fisika dan kimia yaitu jenis, luas permukaan, enkapsulasi, bentuk
kristal dan morfologi dari mineral sulfida, selanjutnya pH, potensial redoks, suhu,
sumber air lingkungan sekitar dan jenis (oksigen dan ion feri) serta ketersediaan
oksidan. Faktor biologis juga dapat mempengaruhi laju reaksi dari oksidasi sulfida
yang ditandai dengan kemampuan bakteri Acidithiobacillus ferrooxidans dalam
mengkatalis oksidasi sulfida dan ion fero Acidithiobacillus ferrooxidans adalah bakteri
aerobik autotrop yang membutuhkan oksigen dan harus mereduksi CO2 menjadi
karbon organik untuk menghasilkan bio massa. Bakteri ini dapat bekerja pada suhu
optimum yaitu 35oC dalam kondisi asam (pH antara 1,5-3,5). Bakteri lainnya adalah
Acidithiobacillus thioooxidans walaupun hanya mampu sebagai katalis oksidasi sulfur.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
SHELLI MAYASTIARTI KUM MUH. IKRA RAMBU
09320160140 09320150137
PRAKTIKUM LINGKUNGAN TAMBANG
LABORATORIUM LINGKUNGAN TAMBANG
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
AIR ASAM TAMBANG 1
Abfertiawan, M.S. Model Transpor Air Asam Tambang Melalui Pendekatan Daerah
Tangkapan Air. 2016. Disertasi Doktor. Institut Teknologi Bandung. Bandung
Evangelou VP. Pyrite Oxidation and its Control. New York7 CRC Press; 1995. 275
pp.
Johnson DB, Hallberg KB. The microbiology of acidic mine waters.Res Microbiol
003;154:466–73.