Anda di halaman 1dari 13

Makalah budaya organisasi rumah sakit

''Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah akk''

Dosen
pengampuh:
Diansanto
prayoga
,SKM,M.kes

Disusun oleh:

Kata pengantar
Syukur Alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucapkan kepada
Allah SWT, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah
makalah administrasi kesehatan kerja berjudul "budaya organisasi rumah sakit’’
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga
menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Kami mengucapkan
terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai
tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Dan terutama kami menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat bapak dosen
diansanto prayoga,S.KM,M.Kes yang telah membimbing kami dalm menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
maklah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Terima kasih dan
semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.

27,maret 2014
Penyusun

BAB 1
Pendahuluan
1.1 latar belakang
Organisasi adalah unit sosial, terdiri dari sekelompok orang yang berinteraksi
untuk mencapai rasionalitas tertentu. Sebagai inti sosial, organisasi terdiri dari orang-
orang dengan latar belakang sosial ekonomi, budaya, dan motivasi yang berbeda.
Pertemuan budaya dan motivasi orang-orang dari berbagai latar belakang yang berbeda
mempengaruhi perilaku individual dan menimbulkan problem dalam proses
keorganisasian kerena menyebabkan terjadinya benturan nilai-nilai individual yang dapat
menjadi faktor pengganggu dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu
setiap organisasi perlu menciptakan nilai-nilai yang dianut bersama untuk membangun
system keorganisasian guna menyeragamkan pemikiran dan tindakan serta mengubah
perilaku individual ke perilaku organisasional. Organisasi sebagai wadah dimana orang-
orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, dalam memanfaatkan
sumber daya organisasi secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Kerjasama yang terarah tersebut dilakukan dengan mengikuti pola interaksi
antar setiap individu atau kelompok dalam berinteraksi ke dalam maupun ke luar
organisasi. Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma,
keyakinan, nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan organisasi pola interaksi tersebut
dalam waktu tertentu akan membentuk suatu kebiasaan bersama atau membentuk budaya
organisasi yang senantiasa mengontrol anggota organisasi, dengan demikian budaya
organisasi yang kuat merupakan pembentuk kinerja organisasi yang tinggi. Budaya
organisasi kerap kali digunakan sebagai salah satu determinan alat dan kunci untuk
keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian strategi usaha organisasi. Upaya
peningkatan kinerja organisasi memerlukan adanya acuan baku yang diberlakukan oleh
organisasi yang secara sistematis menuntun anggotanya untuk meningkatkan komitmen
kerja pada organisasi. bahwa sebuah kelompok manusia yang hidup dalam kebersamaan
akan mempunyai nilai dan dilaksanakan bersama. Dengan nilai bersama tersebut, di
dalam organisasi masingmasing anggota yakin dan rasa saling percaya satu sama lain,
bahwa masing-masing bekerja di dalam kultur organisasi yang sama dan bergerak
seirama. Budaya organisasi merupakan bagian studi teori organisasi dilihat dari aspek
sekelompok individu yang bekerjasama untuk mencapai tujuan, atau organisasi sebagai
wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk mencapai
tujuan. Kerjasama dimaksud adalah kerjasama yang terarah pada pencapaian tujuan
dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu atau kelompok. Pola interaksi
tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma,dan nilai-nilai tertentu sebagaimana
ditetapkan organisasi itu. Keseluruhan pola interaksi tersebut akan membentuk suatu
kebiasaan bersama atau membentuk budaya organisasi. Teori organisasi berusaha
menerangkan atau memprediksi bagaimana organisasi dan orang-orang di dalamnya
berperilaku dalam struktur organisasi, budaya dan lingkungan. Membahas budaya
organisasi merupakan hal esensial bagi suatu organisasi atau rumah sakit, karena budaya
organisasi merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang
mewakili norma-norma perilaku dan diikuti oleh para anggota organisasi. Keutamaan
budaya organisasi merupakana pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku
manusia yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Budaya organisasi akan
memberikan suasana psikologis bagi semua anggota, bagaimana mereka bekerja,
bagaimana berhubungan dengan atasan maupun rekan sekerja dan bagaimana
menyelesaikan masalah merupakan wujud budaya yang khas bagi setiap organisasi.

1.2Rumusan Masalah
1.Apa Pengertian Rumah sakit ?
2.Apa teori budaya organisasi ?
3.Bagaimana Budaya Organisasi di Rumah Sakit ?
4.apa saja karateristik budaya organusasi rumahsakit?

1.3Tujuan

Untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan efektivitas organisasi pada


Rumah Sakit.

1.4Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis
Sebagaimana sumber informasi ataupun referensi bagi civitas akademika yang ingin
mengetahui tentang hubungan budaya organisasi dengan efektivitas organisasi pada
Rumah Sakit
2. Manfaat Praktis
Penemuan keterkaitan ciri budaya organisasi dengan efektivitas organisasi, maka secara
teknis dapat digunakan sebagai instrument pengukur tingkat kekuatan masing-masing
dimensi budaya terhadap efektivitas organisasi.

BAB II
Pembahasan
1. Pengertian
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia
merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsi-
fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai
kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Di samping melaksanakan fungsi
pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi pendidikan dan
penelitian (Boekitwetan 1997). Rumah sakit di Indonesia pada awalnya dibangun oleh
dua institusi. Pertama adalah pemerintah dengan maksud untuk menyediakan pelayanan
kesehatan bagi masyarakat umum terutama yang tidak mampu. Kedua adalah institusi
keagamaan yang membangun rumah sakit nirlaba untuk melayani masyarakat miskin
dalam rangka penyebaran agamanya. Hal yang menarik akhir-akhir ini adalah adanya
perubahan orientasi pemerintah tentang manajemen rumah sakit dimana kini rumah sakit
pemerintah digalakkan untuk mulai berorientasi ekonomis. Untuk itu, lahirlah konsep
Rumah Sakit Swadana dimana investasi dan gaji pegawai ditanggung pemerintah namun
biaya operasional rumah sakit harus ditutupi dari kegiatan pelayanan kesehatannya
(Rijadi 1994). Dengan demikian, kini rumah sakit mulai memainkan peran ganda, yaitu
tetap melakukan pelayanan publik sekaligus memperoleh penghasilan (laba ?) atas
operasionalisasi pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Mengingat
adanya dinamika internal (perkembangan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin
berkembang, rumah sakit dihadapkan pada upaya penyesuaian diri untuk merespons
dinamika eksternal dan integrasi potensi-potensi internal dalam melaksanakan tugas yang
semakin kompleks. Upaya ini harus dilakukan jika organisasi ini hendak
mempertahankan kinerjanya (pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus
memperoleh dana yang memadai bagi kelangsungan hidup organisasi). Untuk itu, ia tidak
dapat mengabaikan sumber daya manusia yang dimiliki termasuk perhatian atas kepuasan
kerjanya. Pengabaian atasnya dapat berdampak pada kinerja organisasi juga dapat
berdampak serius pada kualitas pelayanan kesehatan. Dalam konteks tersebut,
pemahaman atas budaya pada tingkat organisasi ini merupakan sarana terbaik bagi
penyesuaian diri anggota-anggotanya, bagi orang luar yang terlibat (misalnya pasien dan
keluarganya) dan yang berkepentingan (seperti investor atau instansi pemerintah terkait)
maupun bagi pembentukan dan pengembangan budaya organisasi itu sendiri dalam
mengatasi berbagai masalah yang sedang dan akan dihadapi. Namun sayangnya
penelitian atau kajian khusus tentang persoalan ini belum banyak diketahui, atau mungkin
perhatian terhadap hal ini belum memadai. Mengingat kondisi demikian, maka tulisan ini
bertujuan untuk menggambarkan berbagai aspek dan karakteristik budaya organisasi
rumah sakit sebagai lembaga pelayanan publik.
2.Teori Budaya Organisasi

Konsep budaya telah menjadi arus utama dalam bidang antropologi sejak awal
mula dan memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku organisasi.
Bagaimanapun juga, baru-baru ini saja konsep budaya timbul ke permukaan sebagai
suatu dimensi utama dalam memahami perilaku organisasi (Hofstede 1986). Schein
(1984) mengungkapkan bahwa banyak karya akhir-akhir ini berpendapat tentang peran
kunci budaya organisasi untuk mencapai keunggulan organisasi. Mengingat keberadaan
budaya organisasi mulai diakui arti pentingnya, maka telaah terhadap konsep ini perlu
dilakukan terutama atas berbagai isi yang dikandungnya. Banyaknya definisi tentang
budaya organisasi diajukan oleh para pakar seperti halnya Robbins (1996) yang telah
mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu "persepsi bersama yang dianut oleh
anggota-anggota organisasi itu dan menjadi suatu sistem dari makna bersama." Sementara
itu, Schein (1991) memilih definisi yang dapat menjelaskan bagaimana budaya
berkembang, bagaimana budaya itu menjadi seperti sekarang ini, atau bagaimana budaya
dapat diubah jika kelangsungan hidup organisasi sedang dipertaruhkan. Untuk itu
diperlukan definisi yang dapat membantu memahami kekuatan-kekuatan evolusi dinamik
yang mempengaruhi suatu budaya berkembang dan berubah.

3.Budaya Organisasi di Rumah Sakit

Budaya artinya budi dan akal. Budaya adalah suatu dampak dari proses yang
berkesinambungan. Proses terjadinya suatu budaya dimulai dari tindakan misalnya
bekerja hati-hati yang terjadi berulang-ulang menjadi kebiasaan, yang apabila terus
berlangsung lama menjadi tabiat berhati-hati individu. Bangsa yang berbudaya dapat
dilihat dari tingginya tingkat budi dan akal serta keanekaragaman hasil budayanya.
Contohnya didalam hal organisasi, misalnya rumah sakit. Tinggi rendahnya budaya
organisasi dapat dilihat dari tingkat komitmen anggota rumah sakit terhadap nilai-nilai
dan keyakinan dari pimpinan hingga ke semua lapisan karyawannya.
Faktor nilai-nilai dan keyakinan dasar tersebut sangat berperan dalam membentuk
etika, sikap, perilaku anggota organisasi dan membentuk cara pandang mereka terhadap
masalah, baik internal maupun eksternal yang dihadapi dalam kehidupan berorganisasi.
Di beberapa rumah sakit, suatu rencana yang telah berhasil disusun oleh suatu tim khusus
dan disahkan oleh pimpinan tidak berjalan mulus dalam penerapannya. Sebab hal itu
terjadi karena tidak didukung oleh komitmen karyawan terhadap nilai-nilai dan
keyakinan dasar. Untuk membangun komitmen tinggi itulah diperlukan dukungan suatu
kultur atau budaya organisasi rumah sakit yang positif.
Budaya kerja organisasi adalah bentuk etika, sikap, perilaku dan cara pandang
bersama dari kelompok yang tergabung dalam organisasi tersebut terhadap setiap masalah
atau perubahan lingkungan yang bervariasi. Ada empat macam fungsi budaya kerja yang
sangat penting dalam membawa organisasi menuju sukses. Pertama, identitas organisasi
(simbol dan harapan), sehingga anggota organisasi merasa bangga terhadap organisasinya
dan pihak eksternal menaruh respek. Kedua, kestabilan organisasi sehingga secara
internal seluruh karyawan merasa tenang dan yakin, demikian pula pihak eksternal yang
berkepentingan. Ketiga alat pendorong organisasi, sehingga mampu menjadi dasar dan
pendorong untuk mencapai tujuan organisasi. Keempat, komitmen organisasi sehingga
mampu sebagai katalisator dalam membentuk komitmen untuk pelaksanaan berbagai ide
atau suatu rencana strategis.
Budaya Melayani di sebuah rumah sakit harus dikembangkan budaya kerja yang
positif, maksudnya budaya kerja yang mendukung pencapaian visi, misi dan tujuan.
Sementara budaya organisasi timbul dari budaya kelompok individu yang tergabung
dalam organisasi tersebut.
Adanya perubahan positif, baik etika, sikap, perilaku maupun cara pandang individu,
yang berkembang menjadi tabiat kelompok individu (dari atasan hingga bawahan), maka
akan membentuk perubahan budaya kerja baru yang positif pula.
Sesuai dengan perkembangan baru dalam paradigma pelayanan, budaya kerja rumah sakit
yang positif adalah budaya kerja melayani. Caranya adalah dengan contoh membiasakan
arah orientasi tindakan dan sikap serta perilaku kepada kepentingan orang lain yang
dilayani, bukan kepentingan diri sendiri.
Namun, apabila orientasi tindakan ke arah kepentingan diri sendiri akan
bertentangan dengan "budaya kerja melayani" tersebut di atas. Contoh tindakan yang
negatif adalah karyawan rumah sakit yang suka membolos atau terlambat datang.
Kemudian perawat yang kurang perhatian terhadap pasien orang miskin, dan dokter
menyuruh pasien membeli obat atau alat di apotik tertentu. Apabila tindakan yang positif
dari setiap individu dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus menerus akan
menghasilkan tabiat positif. Pada akhirnya secara kelompok akan menghasilkan budaya
kerja positif. Jadi budaya kerja positif apapun yang akan kita kembangkan, yang penting
pelaksanaannya harus secara konsisten, mulai dari pimpinan dan terus menerus. Juga
bisa ditempuh pola pengembangan budaya kerja sama. Meningkatkan citra positif rumah
sakit dan partisipasi masyarakat dengan cara mengembangkan budaya melayani, serta
meningkatkan mutu pelayanan bagi semua karyawan.

4.Karakteristik Kebudayaan Rumah Sakit (Organisasi)


Pertama, asumsi karyawan tentang keterkaitan lingkungan organisasi yang menunjukkan
bahwa organisasi mereka didominasi dan sangat dipengaruhi oleh beberapa pihak
eksternal, yaitu pemilik saham, Departemen Kesehatan sebagai pembina teknis, dan
masyarakat pengguna jasa kesehatan sebagai konsumen. Peran masyarakat kini begitu
dirasakan sejak RS menjadi institusi yang harus mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa
mengandalkan subsidi lagi dari PTPN XI. Pada situasi seperti ini, karyawan menyadari
betul fungsi yang harus dimainkan ketika berhadapan dengan konsumen, yaitu mereka
harus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien dan keluarganya, serta para
pengunjung lainnya.
Nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepada karyawan dalam memberikan pelayanan
kepada konsumennya tadi dapat terungkap dari pandangan mereka bahwa justru
konsumenlah orang terpenting dalam pekerjaan mereka. Pasien adalah raja yang mana
semua karyawan bergantung padanya bukan pasien yang bergantung pada karyawan.
Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan karyawan namun merekalah tujuan karyawan
bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk menolong pasien, namun keberadaan pasienlah
yang menolong karyawan karena pasien tersebut telah memberikan peluang kepada
karyawan untuk memberikan pelayanan. Oleh karena itu jika terdapat perselisihan antara
karyawan dan pasien maka karyawan haruslah mengalah karena tidak ada yang pernah
menang dalam berselisih dengan konsumen. Dengan melihat nilai yang ditanamkan pada
setiap karyawan tersebut maka dapat dijelaskan tentang berlakunya asumsi fungsi
pelayanan di RS.
Kedua, tentang pandangan karyawan mengenai bagaimana sesuatu itu dipandang sebagai
fakta atau tidak (kriteria realitas) dan bagaimana sesuatu itu ditentukan sebagai benar atau
tidak (kriteria kebenaran). Kriteria realitas yang dominant berlaku di RS X adalah realitas
sosial yang berarti bahwa sesuatu itu dapat diterima sebagai fakta bila sesuai dengan
kebiasaan yang telah ada atau opini umum yang berkembang di lingkungan RS X.
Sementara itu, karyawan RS X juga berpandangan dominan bahwa kebenaran lebih
ditentukan oleh rasionalitas. Dengan kata lain, sesuatu itu dapat dipandang sebagai benar
bergantung pada rasioanalitas kolektif di lingkungan RS X dan bila telah ditentukan
melalui proses yang dapat diterima dalam saluran organisasi.
Ketiga, tentang pandangan karyawan berkenaan dengan hakikat sifat dasar manusia.
Sebagian besar karyawan rupanya berasumsi bahwa manusia atau teman sekerja mereka
itu memiliki sifat yang pada dasarnya baik, yaitu rajin bekerja, sangat memperhatikan
waktu kerja (masuk dan pulang kerja tepat waktu), siap membantu pekerjaan rekan-rekan
lainnya. Namun demikian mereka juga berpandangan bahwa sifat ini tidak selamanya
berlaku konsisten. Akan ada selalu godaan atau kondisi yang dapat mengubah sifat
manusia. Mereka percaya betul bahwa tidak ada sifat yang kekal, sifat baik dapat saja
berubah menjadi buruk, begitu pula sifat buruk bisa berubah menjadi baik.
Keempat, mengenai asumsi karyawan tentang hakikat aktivitas manusia yang
menunjukkan bahwa aktivitas manusia itu harmoni atau selaras dengan aktivitas
organisasi. Tidak hanya aktivitas manusia saja yang mampu menentukan keberhasilan
organisasi. Namun mereka juga menolak bahwa aktivitas organisasi semata yang
menentukan keberhasilan organisasi karena mereka memandang bahwa aktivitasnya juga
memberikan kontribusi atas keberhasilan organisasi. Pada intinya, mereka memandang
bahwa aktivitasnya yang meliputi curahan waktu, tenaga, dan pikiran harus selaras
dengan aktivitas organisasi secara keseluruhan yang berupa kinerja sumber daya manusia,
keuangan, aktiva tetap, infra dan supra struktur organisasi.
Kelima, berkenaan dengan asumsi hakikat hubungan manusia yang hasilnya
menunjukkan bahwa hubungan antar karyawan lebih bersifat kekeluargaan. Kekeluargaan
10 tidak dipahami sebagai nepotisme atau usaha keluarga, namun kekeluargaan dipahami
sebagai hubungan antar inidividu dalam suatu kelompok kerja sebagai suatu kerja sama
kelompok yang lebih berorientasi pada konsensus dan kesejahteraan kelompok. Dalam
suatu kelompok kerja seorang karyawan terkadang tidak hanya menjalankan tugas hanya
pada bidang tugas yang tertera secara formal karena ia harus siap membantu bidang tugas
yang lain yang dapat ditanganinya. Seorang perawat di unit bedah dengan tugas khusus
sterilisasi tidak hanya menangani tugasnya saja. Ia harus siap membantu karyawan
lainnya untuk juga menangani instrumen dan pulih sadar. Semua pekerjaan itu dilakukan
sebagai suatu kerja sama kolektif dalam mencapai efektivitas organisasi. Hubungan antar
karyawan tidak sebatas hubungan kerja, kerapkali mereka jauh lebih terikat secara pribadi
dan saling mengerti tentang karakteristik pribadi lainnya. Suasana guyub terlihat dalam
suasana saling membantu tidak hanya dalam konteks kerja tetapi juga di luar pekerjaan

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia
merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsi-
fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai
kelompok profesi dalam pelayanan penderita.
Budaya artinya budi dan akal. Budaya adalah suatu dampak dari proses yang
berkesinambungan. Proses terjadinya suatu budaya dimulai dari tindakan misalnya
bekerja hati-hati yang terjadi berulang-ulang menjadi kebiasaan, yang apabila terus
berlangsung lama menjadi tabiat berhati-hati individu. Bangsa yang berbudaya dapat
dilihat dari tingginya tingkat budi dan akal serta keanekaragaman hasil budayanya.
Contohnya didalam hal organisasi, misalnya rumah sakit. Tinggi rendahnya budaya
organisasi dapat dilihat dari tingkat komitmen anggota rumah sakit terhadap nilai-nilai
dan keyakinan dari pimpinan hingga ke semua lapisan karyawannya.

Jadi budaya organisasi rumah sakit merupakan proses kesinambunan yang di


lakukan untuk mencapai tujuan di dalam rumah sakit.

Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai