Anda di halaman 1dari 9

BAB 4

PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas lebih rinci tentang data dasar

pengkajian pada landasan teori dalam BAB 2 dengan hasil pengkajian kasus yang

telah diuraikan dalam BAB 3. Pembahasan dilakukan dengan membandingkan

antara landasan teoritis dan tinjauan kasus pada pasien Ulkus diabetic Foot Grade

II tidak jauh berbeda, tetapi apabila kita bahas satu persatu secara terperinci dan

sistematis maka akan terlihat beberapa masalah yang berbeda antara landasan

teoritis dengan hasil yang ditemukan dilahan praktik.

Untuk mendapatkan pembahasan yang sistematis maka penulis akan

membahas dengan proses keperawatan, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,

rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.

6.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dalam data dari berbagai sumber, data untuk mengevaluasi

dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian yang akurat, lengkap

sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu

diagnosa keperawatan, serta memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan

respon individu, sebagaimana yang telah di tentukan dalam standar praktik dari

ANA ( American Nurse Association) (Handayaningsih, 2007).

Saat melakukan pengkajian terhadap pasien dan penulis menggunakan metode

wawancara dan observasi. Pada metode wawancara merupakan metode

80
81

komunikasi yang direncanakan dan meliputi tanya jawab antara penulis dan

pasien. Pada saat melakukan pengkajian dengan metode wawancara penulis tidak

menemukan kesulitan karena pasien dan keluarga sangat kooperatif, mampu

menjawab semua pertanyaan yang diajukan penulis dan mampu bekerja sama

dengan baik.

Metode kedua yang digunakan penulis dalam melakukan pengkajian adalah

observasi. Adapun hasil pengkajian pada tanggal 07 oktober 2019 diruangan

Kelas III Wanita dengan diagnosa Ulkus dibetes mellitus Grade II bahwa klien

mengeluh nyeri pada jari kaki kanan digiti II,III,IV,V dikarenakan adanya luka

gangren akibat tertusuk duri, nyeri terasa panas dan perih, skala nyeri 5. Dari hasil

observasi ditemukan klien terlihat meringis kesakitan, gelisah dan lemah, TD:

150/80 mmHg, HR:89 x/i, RR:20 x/i, T: 36,9oC.

Pada saat melakukan observasi penulis menemukan kesulitan karena tidak

setiap saat dapat melakukan observasi dikarenakan penulis hanya melakukan

observasi disaat jam dinas.

Data fokus yang ditemukan penulis dalam pengkajian kasus Ny. M tidak jauh

berbeda dengan data fokus yang ada pada teoritis sehingga terdapat

kesinambungan antara teori dengan kasus nyata. Hasil pengkajian yang dilakukan

pada tanggal 07 Oktober 2019 data fokus yang terdapat pada kasus adalah klien

mengeluh nyeri dikarenakan adanya luka gangreng pada jari kaki kanan digiti

II,III,IV,V, klien juga mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas sehingga

pemenuhan ADL dibantu oleh suami dan anaknya.


82

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada persamaan antara data yang

terdapat pada kasus dengan teori yang ada.

6.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai pengalaman/respon

individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan

potensial. Diagnosa keperawatan memberi dasar pemilihan intervensi

keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga perawat menjadi akuntabel,

NANDA (North American Nursing Diagnosis Association, 2012).

Berdasarkan data-data yang didapatkan penulis di ruangan Kelas III Wanita

RSUD Rantauprapat, diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:

1. Nyeri kronis berhubungan dengan iskemik jaringan ditandai dengan klien

mengatakan nyeri pada daerah jari kaki kanan digiti II,III,IV,V, tampak adanya

luka gangren, klien tampak meringis, skala nyeri 5, TD: 150/80 mmHg, HR:

89 x/i, RR: 20 x/i, T: 36,9°c.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder

ditandai dengan tampak adanya luka gangren pada jari kaki kanan digiti

II,III,IV,V, TD: 150/80 mmHg, HR:89x/i, RR: 20x/i, T: 36,9°c .

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak ditandai

dengan klien mengatakan kakinya sulit digerakkan karena adanya luka

gangren, ADL dibantu oleh keluarga, TD: 150/80 mmHg, HR: 89x/i, RR: 20

x/i, T: 36,9°c.

Dapat dilihat bahwa dari diagnosa tersebut disusun tidak secara diagnosa yang

terdapat pada teori Nanda yang terdapat dalam laporan ini, dikarenakan
83

disesuaikan berdasarkan kebutuhan pasien pada saat itu. Berikut ini adalah

beberapa diagnosa berdasarkan teoritis, yaitu:

1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan, kegagalan mekanisme

regulasi d/d peningkatan suhu tubuh, peningkatan konsistensi urin, kulit kering,

membran mukosa kering.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defisiensi

insulin/penurunan intake oral d/d mual, muntah selama 3 hari, frekuensi 3-4

x/hari, tidak nafsu makan, makanan habis ¼ porsi.

3. Nyeri b/d adanya ulkus (luka diabetes mellitus) d/d skala nyeri 6 dengan

interval 0-10.

4. Kerusakan integritas kulit b/d terputusnya inkontunuitas jaringan kulit d/d luka

ulkus (luka diabetes mellitus.

5. Resiko infeksi b/d penurunan fungsi leukosit/gangguan sirkulasi d/d leukosit

menurun 1700 mm3 , teraba panas, edema di bagian luka ulkus dextra pedis

d/d susah tidur.

6. Hambatan mobilitas fisik b/d keterbatasan gerak ditandai dengan klien

mengatakan kakinya sulit digerakkan karena adanya ulkus, ADL dibantu oleh

keluarga.

7. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan

pengobatan b/d kurang informasi d/d ketidak akuratan mengikuti isntruksi,

perilaku tidak sesuai.

8. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d hiperglikemia d/d peningkatan

kadar glukosa darah, nafas berbau aseton


84

Perbedaan atau kesenjangan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada

tinjauan kasus dan landasan teoritis adalah: pada landasan teoritis muncul 8

diagnosa keperawatan, sedangkan berdasarkan data subjektif dan obkejtif yang

didapatkan dari hasil pengkajian sesuai prioritas masalah yang penulis jumpai

pada Ny. M hanya 3 diagnosa keperawatan saja, sedangkan 4 diagnosa

keperawatan lainnya tidak ditemukan data subjektif dan data objektif yang

mendukung dalam penegakan diagnosa tersebut.

6.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah tahap perencanaan memberi kesempatan kepada

perawat, klien, keluarga dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana

tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang ada pada klien, dan

perencanaan merupakan suatu petunjuk atau bukti tertulis yang menggambarkan

secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai

dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan (Asmadi, 2008).

Dalam perencanaan ini penulis akan membahas rencana asuhan keperawatan

yang sesuai dengan tiga diagnosa yang ditemukan pada tinjauan kasus. Diagnosa

pertama yaitu nyeri kronis b/d iskemik jaringan. Menurut Doengus (1999), pada

landasan teoritis yang diintervensikan adalah mengkaji secara komprehensif

tentang nyeri, meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, mengajarkan teknik

relaksasi, memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri, meningkatkan istirahat

atau tidur untuk memfasilitasi managemen nyeri, mengobservasi reaksi nonverbal

ketidaknyamanan.
85

Pada tinjauan kasus yang diintervensikan antara lain kaji keluhan nyeri, kaji

tanda-tanda vital, berikan obat sesuai indikasi, atur posisi klien, anjurkan klien

untuk istirahat, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Dari landasan teoritis dan

intervensi pada tinjauan kasus terdapat beberapa kesenjangan diantaranya pada

landasan teoritis berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai

indikasi tidak mungkin direncanakan pada tinjauan kasus karena ruangan rawatan

Ny. M dirawat adalah ruangan dalam bentuk bangsal, maka intervensi

memberikan lingkungan yang tenang dan ruangan agak gelap tidak mungkin

dilakukan.

Diagnosa yang kedua adalah kerusakan integritas kulit b/d kerusakan jaringan

sekunder, pada landasan teoritis intervensi yang diberikan adalah inspeksi daerah

luka, monitor adanya infeksi, monitor warna kulit serta suhu kulit, melakukan

perawatan luka serta mengajarkan kepada keluarga tentang prosedur perawatan

luka.

Diagnosa yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik b/d keterbatasan gerak.

Sesuai dengan masalah yang ditemukan penulis menyusun intevensi yaitu

mengkaji respon individu terhadap aktivitas, hal ini dilakukan untuk mengetahui

respon fisiologis terhadap stres, kaji aktifitas secara bertahap, dampingi dan bantu

pasien saat mobilisasi dan bantu dalam pemenuhan kebutuhan ADL.

Intervensi dilakukan berdasarkan teori Nanda. Semua intervensi yang ada

didalam Nanda diambil dan disusun untuk rencana perawatan laporan. Intervensi

yang ada di dalam Nanda tersebut disaring untuk disusun dalam laporan ini karena
86

penulis mengaggap intervensi tersebut sangat diperlukan oleh pasien karena

dianggap sesuai dengan kebutuhan yang dialami pasien selama masa perawatan.

6.4 Implementasi Keperawatan

Impelemntasi merupakan pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Implementasi membantu klien mencapai tujuan yang telah

ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Asmadi, 2008).

Berdasarkan kajian diatas didapatkan diagnosa utama adalah nyeri kronis b/d

iskemik jaringan. Penulis melakukan implementasi pada tanggal 07 Oktober 2019

sebagai berikut: mengkaji tingkat nyeri, mencatat karakteristik nyeri.

Menganjurkan klien istirahat, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua kerusakan integritas kulit

yaitu: inspeksi daerah luka, monitor adanya infeksi, monitor warna kulit serta

suhu kulit, melakukan perawatan luka serta mengajarkan kepada keluarga tentang

prosedur perawatan luka.

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa ketika hambatan mobilitas fisik

yaitu: mengkaji respon individu terhadap aktivitas, hal ini dilakukan untuk

mengetahui respon fisiologis terhadap stres, kaji aktifitas secara bertahap,

dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu dalam pemenuhan kebutuhan

ADL.

Faktor pendukung dalam tahap pelaksanaan ini adalah adanya peran aktif

penulis untuk menjalankan setiap intervensi dan kesediaan klien untuk mengikuti
87

intervensi serta respon klien yang mengharapkan agar kegiatan ini dapat terus

dijalankan dengan baik.

6.5 Evaluasi

Evaluasi adalah sebagian dari yang direncanakan dan diperbandingkan dengan

sistematik pada kasus kesehatan pasien. Dengan mengukur perkembangan klien

dalam mencapai suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan format SOAP

meliputi data subjektif, objektif, analisa data dan data perencanaan.

Hasil yang diperoleh pada pengkajian ini bisa dilihat tujuan masing-masing

diagnosa yang telah ditetapkan. Untuk diagnosa prioritas pertama memberikan

hasil bahwa dihari keempat pemantauan keperawatan yang dilakukan sudah

menunjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan. Yaitu klien mengatakan nyerinya

berkurang, tanda vital dalam batas normal. Semula dihari pertama pengkajian

didapatkan skala nyeri 5 menjadi skala nyeri 3 dihari ke empat . Hal ini

menandakan bahwa keadaan klien sudah memenuhi tujuan hasil yang diharapkan

pada intervensi keperawatan.

Kemudian berdasarkan implementasi diatas, penulis melakukan evaluasi untuk

diagnosa nyeri kronis pada hari terakhir 10 oktober 2019 sebagai berikut:

masalah nyeri kronis b/d iskemik jaringan sudah teratasi sebagian dengan data

klien mengatakan nyeri sudah sedikit berkurang dengan skala nyeri 3 terasa senut-

senut pada bagian jari kaki kanan digiti II,III,IV,V, klien sudah terlihat sedikit

rileks, namun tetap melanjutkan intervensi.

Kemudian untuk diagnosa kedua kerusakan integritas kulit b/d kerusakan

jaringan sekunder, penulis melakukan evaluasi pada tanggal 10 oktober 2019


88

sebagai berikut: masalah kerusakan intergritas kulit belum teratasi dikarenakan

proses penyakit yang dialami oleh klien, sehingga intervensi masih harus

dilanjutkan dan control ke RS untuk melakukan ganti verban 2 hari sekali.

Kemudian untuk diagnosa yang ketiga yaitu hambatan mobilitas fisik, penulis

melakukan evaluasi pada tanggal 10 oktober 2019 sebagai berikut: masalah

hambatan mobilitas fisik sudah teratasi sebagian dikarenakan adanya luka gangren

pada jari kaki kanan digiti II,III,IV,V sudah mulai mongering sehingga klien sulit

melakukan dapat beraktifitas walaupun masih dibantu keluarga, dan intervensi

masih harus tetap dilanjutkan di rumah .

Pada tanggal 10 Oktober 2019 pasien sudah diperbolehkan PBJ dari dr.

spesialis Interna untuk perwatan mandiri dan sudah di beri kan penkes untuk

perawatan di rumah dan semua tujuan keperawatan sudah dapat dilakukan dengan

maksimal.

Anda mungkin juga menyukai