Anda di halaman 1dari 2

8 Retret STMKG 2016

5 Kerendahan HATI
Para penulis spiritual di timur banyak menggarisbawahi peran hati, untuk
membedakan dari dunia barat yang rasionalis, yang kerap melupakan hati sebagai
dasar kehidupan kristiani.
Beberapa ungkapan yang sering muncul: menjaga hati, perhatian pada hati,
kemurnian hati, pikiran, hasrat, mencari jawaban di suara hati, doa hati, kehadiran
ilahi di dalam hati dst.
Menurut Kitab Suci, hati menyimpan di dalam dirinya sendiri kepenuhan hidup
rohani. Oleh sebab itu, dia harus merangkul manusia seutuhnya dengan segala
fakultas dan aktivitasnya. Dalam hatilah berdiam Allah (Rm 10,10). Tidak
mengherankan bila dalam pemikiran barat, istilah lev, levav kerap diganti dengan
istilah noûs. Traktat spiritual di abad pertengahan dalam dunia barat
mempertentangkan cordis affectus pada intelektualitas dan akal budi (rasio). Bagi
St. Thomas dari aquinas, perintah untuk mencintai Allah dengan segenap hati (Lk
10:27) itu hanyalah sekedar actus voluntatis quae hic significatur per cor (Tommaso
d’Aquino, Summa theologiae II-II, q.44, a. 5). Ternyata, reaksi muncul di tengah
umat dalam praktek-praktek kesalehan modern, yang lebih mengedepankan
perasaan (sentiment).
Bagi Teofane il Recluso, pendalaman dari konsep hati dengan menempatkannya
dalam struktur psikologis manusia, untuk memahami fungsi hati dalam kehidupan
spiritual telah mengungkapkan beberapa hasil cukup ambigu.
Kalau kita berangkat dari fakta: Mengapa banyak tokoh spiritual berkecimpung
dalam problematika hidup manusia, termasuk juga yang mereka tidak mengenal
minat pada filsafat. Apakah arti “mengenal diri sendiri”? Filone menjawab bahwa
pengenalan diri harus memiliki tujuan moral, yaitu mengatur segala sesuatu menjadi
lebih baik, berangkat dari mempelajari struktur diri sendiri untuk berkembang daam
kesempurnaan budi yang mengatur dunia.
Pengenalan diri sendiri adalah sebuah ilmu yang obyeknya adalah keutamaan-
keutamaan dan cacat-cacat jiwa, tidak hanya sekedar mengenal makna dari jiwa,
tetapi memahami dan melihat berbagai kemungkinan, kapasitas yang dimiliki oleh
diri untuk bertumbuh dalam kemurahan hati dan kebijaksanaan (Origenes, In
Canticum Canticorum 2)
Pengenalan akan diri akan menuntun manusia untuk selalu mengingat Allah (Basilio,
Homilia in illud, Attende 7): semakin manusia mengenal Allah, dia akan makin
memahami asal dan tujuan hidupnya, situasi konkretnya tentang dirinya sendiri dan
posisinya dalam relasi dengan dunia.
Kenalilah dirimu sendiri, sahabat! Kenalilah asal muasalmu dan jati dirimu. Inilah
jalan langsung untuk mencapai keindahan model pertama! (Gregorio di Nazianze,
Carmina, 1,2,31)
Obsecramus pro Christo, riconciliamini Deo 9

Bahasa para asketis itu sangat sederhana. Penderitaan dan kemuliaan manusia,
kelemahan dan kekuatannya, ketidaktahuannya tentang dirinya sendiri dan
kemampuan pengenalan diri sendiri di hadapan Allah punya satu nama: kerendahan
hati. “Kerendahan hati adalah satu jalan turun menuju ketinggian” (Gregorio di
Nissa, De vita Moysis, PG 44)
Origenes mengomentari Magnificat tentang kerendahan hati (tapeínôsis): absennya
gelembung (atyphía) atau ukuran yang benar (metriótês) atau tahu diri.
Dalam tradisi biblis: kerendahan hati berkaitan dengan pengalaman manusiawi
tentang kemiskinan yang menyakitkan yang dihidupi di sebuah masyarakat yang
tidak rapuh. Ini adalah sebuah pengalaman yang berkarakter moral, religius dan
eskatologis. Berbahagialah orang yang miskin hatinya: orang yang sadar akan akan
kekurangan dan keterbatasannya dalam relasi dengan Allah (Lk 1:49). Semangat
atau jiwa anak-anak adalah sinonim lain dari kerendahan hati. Kristuslah model
kerendahan hati. Maka, kerendahan hati itu sesuatu yang ilahi, misterius dan tidak
bisa dijelaskan..terutama dalam kehidupan orang kudus.
Kerendahan hati itu seperti matahari. Tidak sanggup kita mendeskripsikan
keutamaannya, substansinya..tetapi bisa dirasakan buah-buahnya dan kualitasnya
(Giovanni Climaco, Scala paradisi 25)
Kerendahan hati itu pertama-tama adalah pengenalan akan diri sendiri, pengakuan
akan keterbatasan dari kerapuhan manusiawi (Giovanni Crisostomo, Ecloga de
humilitate, PG 63).
Dalam relasi dengan diri sendiri: “Apakah dengan demikian, maka, bagi setiap
manusia, keselamatan itu berawal dengan menghukum diri sendiri?” (Evagrio,
Capita paraenetica 1, sotto il nome di Nilo)
Dalam relasi dengan orang lain, kerendahan hati memerintahkan untuk tidak
mempermalukan siapapun, tidak mengadili sesama, tidak mendominasi siapapun.
(Giovanni Climaco, Scala Paradisi 25).
Dalam relasi dengan Tuhan, praktek kerendahan hati adalah silentium, kepatuhan,
ketaatan, tidak melawan pimpinan, membenci istirahat, selalu bekerja, bekerja dan
bekerja, selalu waspada (Abate Isaia, Oratio 20 de humilitate, PG 40). Orang yang
rendah hati akan melihat Allah dalam segalanya. Sikap ini akan menuntunnya pada
situasi sebelum manusia jatuh ke dalam dosa. Maka orang yang rendah hati itu
selalu besar, penuh dengan anugerah dari Allah.
Tidak mengherankan madah Mzm 8 yang memuji keagungan manusia sebagai
ciptaan Allah lebih dari ciptaan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai