Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis bagi umat Islam merupakan suatu yang penting karena di dalamnya terungkap
berbagai tradisi yang berkembang masa Rasulullah saw. Tradisi-tradisi yang berkembang
masa kenabian tersebut mengacu kepada pribadi Rasulullah saw., sebagai utusan Allah swt. Di
dalamnya syarat akan berbagai ajaran Islam karenanya keberlanjutanya terus berjalan dan
berkembang sampai sekarang, seiring dengan kebutuhan manusia. Adanya keberlanjutan
tradisi itulah sehingga umat manusia zaman sekarang bisa memahami, merekam, dan
melaksanakan tuntunan ajaran Islam yang sesuai dengan yang dicontohkan nabi Muhammad
saw.

Terkait erat dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks
dan diiringi adanya keinginan untuk melaksanakan ajaran Islam yang sesuai dengan yang
diajarkan nabi Muhammad saw., maka hadis menjadi suatu yang hidup di masyarakat. Istilah
yang lazim dipakai untuk memaknai hal tersebut adalah living hadis.
2

BAB II
1
PEMBAHASAN

A. Living Sunah pada Generasi Awal

Nabi Muhammad saw. sebagai penjelas (mubayyin) al-Qur’an dan musyari’


menempati posisi yang penting dalam agama Islam. Selain dua hal tersebut, nabi berfungsi
sebagai contoh teladan bagi umatnya. Dalam rangka itulah, apa yang dikatakan, diperbuat,
dan ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw. Dikenal dengan hadis yang di dalam ajaran
Islam sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an.1 Namun dalam perjalanan sejarahnya,
muncul adanya pergeseseran pengertian sunnah ke hadis.

Adanya pergeseran pandangan mengenai tradisi Nabi Muhammad saw. yang


berujung pada adanya pembakuan dan menjadikan hadis sebagai suatu yang mempersempit
cakupan sunnah, menyebabkan kajian living hadis menarik untuk dikaji secara serius dan
mendalam. Kenyataan yang berkembang di dalarn masyarakat mengisyaratkan adanya
berbagai bentuk dan macam interaksi umat Islam dengan ajaran Islam kedua setelah
Alqurantersebut. Penyebabnya tidak lain adalah adanya perubahan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang diaksesnya. Selain itu, pengetahuan yang terus berkembang melalui
pendidikan dan peran para juru da'i dalam memahami dan menyebarkan ajaran
Islam.Justru di sinilah, masyarakat merupakan objek kajian dari living hadis.Karena di
dalamnya termanifestasikan interaksi antara hadis sebagai ajaran Islam dengan masyarakat
dalarn berbagai bentuknya.

Untuk membahas living sunnah pada generasi awal secara gamblang, maka akan
dimulai dengan memaparkan pengertian hadis dan sunnah menurut pendapat para tokoh
serta pengertian living quran, living sunnah, dan living hadis.

1. Pengertian Sunnah

1Endang Soetari Ad., Otentisitas Hadis Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer, (Bandung: Rosdakarya, 2004) hlm 1.
3

a. Sunnah menurut ulama’ hadis (muhadditsun) adalah, segala riwayat yang berasal dari
Nabi Muhammad saw.,baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir), sifat
fisik, dan tingkah laku, baik sebelum diangkat menjadi Rasul atau setelahnya.2

b. Sunnah menurut ulama ushul fiqh (fuqoha) adalah, segala sesuatu yang disandarkan
pada Nabi Muhammad saw., selain al-Qur’an, baik perkataan, perbuatan, ketetapan
(taqrir), yang dapat dijadikan dalil hukum syari’ah.3

c. Sunnah menurut para ulama fiqh (fuqoha) adalah, segala perbuatan yang ditetapan
Nabi Muhammad saw., lebih utama untuk diamalkan, namun pelaksanaanya tidak
sampai pada tingkatan wajib.4
2
d. Sunnah menurut Mahmud Abu Rayyah yang senada denganal-Syafi’i adalah, tradisi
yang patut dilakukan oleh Nabi.5

e. Sunnah menurut Muhammad Mushthofa Azami adalah, teladan kehidupan Nabi.6

f. Sunnah menurut Fazlur Rahman adalah,teladan Nabi yang berupa tindakan (practical
tradition atau silent tradition).7

Dari beberapa pengertian di atas, sunnah bisa diartikan sebagai, konsep perilaku
dan teladan kehidupan Nabi. Sunnah, bisa jadi-merangkum lebih dari sebuah hadis.8

2. Pengertian Hadis

a. Hadis menurut Fazlur Rahman adalah, verbal tradition, transmisi verbal (riwayat) dan
laporan dari sunnah Nabi.9

b. Hadis menurut Muhammad Mushthofa Azami adalah, segala sesuatu yang


dinisbatkan pada Nabi.10

2 Umi Sumbulah, Kajian Kritik Hadis, (Malang: UIN Press, 2010), hal 6.

3 Sumbulah, Kajian…, hal 7.

4 Sumbulah, Kajian…, hal 8.

5 Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Metodologi Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Penerbit
Teras, 2007), hal 99.

6 Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi Living…, hal 99.

7 Fazlur Rahman, Islam, terj. Muhammad Ahsin (Bandung: Pustaka, 1984), hal 68.

8Muhammad Mushthofa Azami, Metodologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992, hal 19.

9Muhammad Alfatih Suryadilaga, Aplikasi Penelitian Hadis Dari Teks ke Konteks, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009), hal 175.

10 Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi Living…, hal 99.


4

c. Hadis menurut ulama mutaqaddimin adalah, segala perkataan, perbuatan atau


ketetapan yang disandarkan kepada Nabi pasca kenabian.11

d. Hadis menurut ulama muta’akhirin adalah, segala ucapan, perbuatan atau ketetapan
Nabi.

Beberapa kajian atas hadits pada dasarnya memiliki tujuan agar mampu
mendudukkan pemahaman terhadap hadits pada tempat yang proporsional, kapan
dipahami secara tekstual, kontekstual, universal, temporal, situasional maupun local.
Karena bagaimanapun juga pemahaman yang kaku, radikal dan statis sama artinya dengan
menutup keberadaan islam yang sâlih likulli zamân wa al-makân.

Sehingga, hadis bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan pada Nabi.
Kesepakatan kaum Muslimin dalam menerima sunnah dan menisbatkanya pada Nabi,
kemudian berlanjut pada-formulasi sunnah dalam bentuk verbal dan kemudian disebut
dengan istilah hadis.

3. Living Qur’an

Teks al-Qur’an merupakan obyek kajian penelitian, yang menghasilkan sesuatu dan
dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.Hal tersebut juga merupakan upaya
mengatasi problem kehidupan dan mencapai Ridho-Nya. Seperti bagaimana al-Qur’an
menerangkan dirinya sendiri (self-referentiality) dan pada saat al-Qur’an memaparkan kisah-
kisah Nabi serta umat terdahulu, semuanya adalah caraal-Qur’an menyampaikan pesan.

Berinteraksi dengan Qur’an merupakan salah satu pengalaman beragama yang


berharga bagi seorang Muslim.Setiap Muslim berkeyakinan bahwa al-Qur’an merupakan
wahyu Allah yang diturunkan kepada umat manusia sebagai petunjuk dan pembimbing
hidup.Respon masyarakat muncul karena resepsi mereka terhadap teks tertentu dan hasil
penafsiran tertentu. Resepsi sosial terhadap al-Qur’an dapat ditemui dalam kehidupan sehari-
hari, seperti pentradisian bacaan surat atau ayat tertentu pada serimoni sosial keagamaan

Teks al-Qur’an yang hidup di masyarakat itulah yang disebut dengan the living quran,
sementara pelembagaan hasil penafsiran tertentu dalam masyarakat dapat disebut dengan the
living tafsir.Penelitian di atas merupakan contoh penelitian yang menggabungkan antara
cabang ilmu al-Qur’an dan cabang ilmu sosial.

11Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi Living…, hal 89.


5

Sebuah riwayat menyebutkan, Nabi pernah menyembuhkan penyakit dengan ruqyah


lewat surat al-Fatihah, atau menolak sihir dengan surat al-Mu’awwizatain. 12Dari contoh
tersebut dapat dilihat bahwa, al-Qur’an diperlakukan sebagai pemangku fungsi di luar
kapasitasnya sebagai teks.Namun pada waktu itu dunia Muslim belum terkontaminasi oleh
berbagai pendekatan ilmu sosial, sehingga dimensi sosial kultural yang membayang-bayangi
kehadiran quran tampak tidak mendapat porsi sebagai obyek studi.

Apa yang pernah dilakukan oleh Nabi tersebut berlanjut sampai generasi berikutnya,
apalagi pada saat al-Qur’an berada pada wilayah yang memiliki kesenjangan kultural dengan
wilayah di mana al-Qur’an pertama kali turun. Peluang untuk memperlakukan al-
Qur’ansecara khusus semakin besar, mengingat kelompok masyarakat tertentu yang begitu
asing lidah dan telinga mereka bersinggungan dengan teks berbahasa Arab.

Anggapan-anggapan tertentu terhadap al-Qur’an dari berbagai komunitas baru


merupakan salah satu pendukung munculnya praktik memfungsikan al-Qur’an dalam
kehidupan praksis, di luar kondisi tekstualnya.Sehingga sebetulnya lahirnya cabang-cabang
ilmu al-Qur’an, berakar dari problem-problem tektualitas al-Qur’an.Baik cabang-cabang yang
berkonsentrasi pada aspek eksternal teks atau yang terpusat pada aspek internal teks
tersebut.Keduanya merupakan kajian menarik bagi peminat studi Qur’an klasik.Di mana
kajian atau studinya lebih berorentasi pada keberpihakan keagamaan.

Respon akademis muncul, berawal dari fenomena di masyarakat, sehingga hal itu
mulai diinisiasikan ke dalam wilayah studi al-Qur’an.Studi al-Qur’an yang lahir dari latar
belakang paradigma ilmiah murni, di awali oleh para pemerhati studi Qur’an non
Muslim.Bagi mereka banyak hal yang menarik di sekitar al-Qur’an di tengah kehidupan kaum
Muslim yang berujud berbagai fenomena sosial.Sehingga, permulaan dari fenomena Qur’an
in Everyday Life13 merupakan awal dari sejarah Living Qur’an.

Model studi yang menjadikan fenomena yang hidup di tengah masyarakat Muslim
terkait dengan al-Qur’an sebagai obyek studi, pada dasarnya tidak lebih dari studi sosial
dengan keragamanya.Hanya karena fenomena sosial ini muncul lantaran kehadiran Qur’an,
maka kemudian diinisiasikan ke dalam wilayah studi Qur’an.Demikian juga yang terjadi pada
Living hadis.

12Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi Living…, hal 3.

13Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi Living…, hal 5.


6

Berbeda dengan studi Qur’an yang obyek kajianya berupa tekstualitas Qur’an maka
studi Qur’an yang obyek kajianya berupa fenomena lapangan semacam ini tidak memiliki
kontribusi langsung bagi upaya penafsiran al-Qur’an yang lebih bermuatan agama.Akan tetapi
hasil dari studi ini lebih pada nilai yang dapat bermanfaat bagi agama, sebentuk evaluasi dan
perbandingan bobot manfaat atau madlaratnya berbagai praktek tentang Qur’an yang
dijadikan obyek studi.

Neil Robinson, Farid Essac atau nasr Abu Zaid, adalah para pemerhati studi quran
atas dasar paradigma ilmiah, yang memasuki wilayah baru studi Qur’an. Farrid Essac banyak
mengeksplorasi pengalaman tentang quran di wilayahnya sendiri. Sedangkan Neil Robinson,
merekam kasus-kasus tentang Qur’an, seperti bagaimana Taha Husein dalam mempelajari al-
Qur’an di Mesir, dan dia juga mencatat bagaimana pengalaman komunitas Muslim di Anak
Benua India tentang Qur’an.14

4. Living Sunnah

Living sunnah atau sunnah yang hidup adalah kesepakatan kaum Muslimin
tentang praktik keagamaan (’amal, al-amr al-mujtama’ ’alaih). 15Kesepakatan tersebut
merupakan formulasi ijma’ kaum Muslimin16 dan di dalamnya terdapat ijtihad para
ulama, hasil penafsiran para ulama, penguasa dan hakim atas sunnah itu sendiri, sesuai
dengan situasi yang mereka hadapi.17Di bawah ini, contoh living sunnah.

Unta yg terlepas dari pemiliknya:

Pada zaman Nabi, beliau melarang siapapun menangkap unta yang terlepas, ketika
ditanyakan, belaiu menjawab :

Hadis riwayat Zaid Bin Khalid Al-Juhani, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi
untuk bertanya tentang barang temuan. Rasulullah bersabda: Kenalilah wadah dan
talinya, lalu umumkanlah setahun, jika pemiliknya datang, maka berikanlah. Kalau
tidak, maka terserah kepadamu. Orang itu bertanya lagi: Bagaimana kalau temuan itu
berupa kambing? Rasulullah bersabda: Untukmu atau untuk saudaramu atau untuk
serigala (berarti boleh diambil). Orang itu kembali bertanya: Bagaimana jika temuan itu
berupa unta? Rasulullah bersabda: Apa pedulimu terhadapnya? Dia (unta itu) sudah
membawa wadah air dan sepatunya sendiri (kuat menahan dahaga beberapa hari dan

14Neal Robinson, Discovering the Qur’an (London: SCM Press, 1996), hal. 14-24. Telah dikutip dari Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi
Living…, hal 8.

15Muhammad Mushthofa Azami, Menguji Keaslian Hadis-Hadis Hukum , Sanggahan atas The Origins of Muhammadan Jurisprudence
Joseph Schacht, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004) hlm 35.

16Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Studi Hadis, diterjemahkan dari Al-Madkhal Li Dirasah As-Sunnah An-nabawiyyah, (Bandung: Pustaka
Setia, 2007) hlm 82.

17 Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi Living…, hal 93.


7

kuat berjalan).Dia dapat datang ke tempat air dan memakan pepohonan sampai
ditemukan oleh pemiliknya. (Shahih Muslim No.3247)

Apa yang dilakukan Rasulullah ini sampai kepada masa kekhalifahan Abu Bakar dan
Umar, namun sampai kepada sahabat Usman, kebijakan ini diubah dengan
menangkapnya dan menjualnya. Bila pemiliknya datang maka uang hasil jualan tersebut
diserahkan.

“….di zaman Umar bin al- Khattab, unta-unta yang tersesat dibiarkan berkeliaran dan
beranak pinak sendiri, tidak seorangpun menyentuhnya. Sampai ketika masa Usman, ia
memerintahkan agar unta-unta itu ditangkap kemudian diumumkan didepan umum
( untuk mengetahui siapa pemiliknya) kemudian dijual. Kemudian apabila pemiliknya
datang maka diberikanlah harganya.”

Di saat manusia telah berubah sikapnya, dari menjaga amanat menjadi berkhianat dan
dari menjaga diri dari hak orang lain, maka tindakan membiarkan unta-unta yang
tersesat berkeliaran sama saja dengan membiarkan pamiliknya mengalami kerugian.
Oleh karenanya merupakan keharusan untuk mencegah madharat yang diperkirakan
akan terjadi.Ali bin Abi Thalib sebagai salah satu dari sahabat senior menyetujui apa
yang dilakukan oleh Usman tersebut. Bahkan beliau melakukan perbaikan kebijakan
tersebut dengan mengusulkan bahwa menjual unta mungkin saja bisa merugikan
pemiliknya karena harganya yang menurun. Maka yang lebih baik setelah ditangkap
adalah dengan memeliharanya oleh negara ( bait al-mâl ) sampai pemiliknya
mengambil.

5. Living hadis

Living sunnah kemudian berkembang dengan pesat seiring dengan


berkembangan Imperium Besar Islam. Perbedaan dalam praktek diantara mereka
menjadi semakin besar meski dalam memahami satu hadits. Maka kemudian dirasa
perlu adanya formalisasi sunnah Nabi.Jarak yang lama antara Nabi, sahabat bahkan
pengikut yang berikutnya akan kehilangan otoritatif sebagai pegangan utama dan
referensi hukum mereka jika sunnah tidak dikanonisasi. Sehingga tidak terjadi campur
baur antara sunnah yang memang berasal dari Nabi dan yang bukan. Bahkan
sebagaimana diungkapkan oleh al-Syafi’i yang memberikan persyaratan yang ketat
terkait dengan sunnah ini : “konsep sunnah hanya mencakup sunnah Rasulullah saja”.
Konsekuensinya dalam perkembangan selanjutnya pemilahan terhadap berbagai cerita
dan laporan dilakukan dengan ketat, siapapun harus bisa membuktikan bahwa ini benar-
benar berasal dari Nabi.

Mahmud Rayyah juga menolak komentar para sahabat terhadap tradisi Nabi
yang disertai beberapa tambahan.Menurutnya ini sudah tidak asli lagi.Proses formalisasi
“sunnah yang hidup” ini merupakan sebuah keberhasilan tersendiri, karena diakui atau
tidak bahwa tranformasi dari “sunnah yang hidup” ke “kanonisasi hadis” telah melawati
tiga generasi yaitu sahabat, tabi’in dan tabi tabi’in. itu artinya telah terbentuk rantaian
8

periwayatan, namun demikian masih bisa dilakukan.Namun formalisasi hadis ini pada
hakikatnya juga menghendaki untuk ditafsirkan dalam menghadapi situasi dan problem
baru. Dengan demikian hadits akan tetap dinamis, inilah yang disebut “living hadis”.

Kita juga tidak akanmampu melakukan dinamisasi hadis tanpa memahami sisi
historitas sebuah hadits.Ini mutlak diperlukan, agar jiwa yang terkandung dalam teks
hadits tersebut tetap kita pahami dan kita pegang.Sehingga living hadis merupakan
penafsiran hadis dalam situasi-situasi baru untuk menghadapi problema-problema baru,
baik dalm bidang sosial, spiritual, politik, moral, dan diproyeksikan sesuai dengan hadis
yang dinamis.18Menuangkan hadis ke dalam sunnah yang hidup berdasarkan penafsiran
historis sehingga dapat menyimpulkan norma untuk diri kita sendiri melalui suatu etika
yang memadai dan mewujudkan hukum-hukum yang baru dari teori tersebut.

B. Living Sunah/ Hadist dalam Konteks Sekarang

Menyebut Indonesia, sangat erat kaitanya dengan Islam. Mengingat sebagian besar
penduduknya adalah Muslim. Pembahasan living sunnah/ hadist dalam konteks sekarang,
tidak mungkin terlepas dari berbagai peristiwa sosial yang terjadi dan bagaimana
penerapan penelitian hadis tersebut dalam sebuah komunitas Muslim.

Lingkungan masyarakat sebagai suatu tempat berinteraksi antara satu manusia


dengan manusia yang lain memiliki bentuk yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam
merespon ajaran Islam, khususnya yang terkait erat dengan hadis. Ada tradisi yang
dinisbatkan kepada hadis Nabi Muhammad saw. dan kental dilaksanakan oleh berbagai
negara seperti Mesir dan sebagainya terdapat praktik khitan perempuan. Sementara di
negara Indonesia yang masuk dalam kategori agraris masih banyak ditemukan adanya
praktek magis. Di antara tradisi ada juga yang mengisyaratkan akan tujuan tertentu.
Namun, kadang-kadang, tradisi yang dinisbatkan pada hadis hanya sebatas tujuan sesaat
untuk kepentingan politik.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa hadis Nabi Muhammad saw. yang
menjadi acuan ummat Islam telah termanifestasikan dalam kehidupan masyarakat luas.
Dalam pada itu, paling tidak ada tiga variasi dan bentuk living hadis.Ketiga bentuk tersebut
adalah tradisi tulis, tradisi lisan, dan tradisi praktik.Uraian yang digagas ini mengisyaratkan
adanya berbagai bentuk yang lazim dilaukan dan satu ranah dengan ranah lainnya
terkadang saling terkait erat.Hal tersebut dikarenakan budaya praktek umat Islam lebih

18 Dosen Tafsir Hadis…, Metodologi Living…, hal 100.


9

meggejala dibanding dengan dua tradisi lainnya, tradisi lesan dan lisan. Ketiga bentuk
tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1. Tradisi Tulis

Tradisi tulis menulis sangat penting dalam perkembangan living hadis. Tulis
menulis tidak hanya sebatas sebagai bentuk ungkapan yang sering terpampang dalam
tempat-tempat yang strategis seperti bus, masjid, sekolahan, pesantren, dan fasilitas umum
lainnya. Ada juga tradisi yang kuat dalam khazanah khas Indonesia yang bersumber dari
hadis Nabi Muhammad saw. sebagaimana terpampang dalam berbagai tempat tersebut.

Tidak semua yang terpampang dalam tempat-tempat yang strategis seperti bus,
masjid, sekolahan, pesantren, dan fasilitas umum berasal dari hadis Nabi Muhammad saw.
atau di antaranya ada yang bukan hadis namun di masyarakat daianggap sebagai hadis.
Seperti kebersihan itu sebagian dari iman ( ‫ )النظافممة مممن اليإمممان‬yang bertujuan untuk
menciptakan suasana kenyamanan dan kebersihan lingkungan, mencintai negara sebagaian
dari iman ( ‫ ) حب الوطن من اليإمان‬yang bertujuan untuk membangkitkan nasionalisme dan
sebagainya.

Di masa kampanye presiden di Makassar banyak terpampang tulisan: ‫لن يإفلح قومولو‬
‫أمرهة إمرأة‬.19 Tentu saja, berbagai ungkapan tertulis dari hadis Nabi Muhammad saw. tidak
diungkap secara langsung secara lengkap. Jargon tersebut muncul untuk menanggapi
pesaing politik Golkar yaitu Megawati Soekamo Putri tahun 1999. Padahal jika dirunut ke
belakang tidak demikian. Pernaknaan akan kelengkapan redaksi hadis dan konteks hadis
tersebut perlu sekali dilakukan. Hadis yang di dalamnya terdapat adanya Isyarat kejayaan
suatu pemerintahan yang dipimpin oleh seorang wanita dengan ungkapan tidak akan
makmur dan sukses. Sebagaimana ungkapan Nabi Muhammad saw.:

‫لن يإفلح قوم ولو أمرهة إمرأة‬

Jumhur ulama dalam menentukan persyaratan seorang pemimpin (khalifah), hakim


pengadilan dan jabatan-jabatan lainnya adalah laki-laki berdasarkan teks dari hadis di

19 Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, juz IV, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), 228.
Ahmad ibn Hanbal, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz V(Beirut: al-Maktab al-Islami, 1978), 38, 43 dan
47.Kutipan dari, http:/Variant Living Sunnah.blogspot.com.2010.10, diakses 17112011.
10

atas.Perempuan menurut syara, hanyalah bertugas untuk menjaga harta suaminya.20 Oleh
karena itu, tidak heran kalau al-Syaukani, al-Khattabi, dan beberapa ulama lain
berpendapat seperti hal itu.

Membahas dan menyarah hadis tidak dapat diartikan secara tekstual belaka.Oleh
karena itu, perlu membaca dan menelaah latar belakang adanya hadis tersebut. Hadis
tersebut tidak dapat berlaku umum karena ada peristiwa khusus yakni respon Nabi
Muhammad saw. dalam suksesi kepemimpinan di kerajaan Persia. (HR. Ahmad, Turmuzi
dan Bukhari). Dengan demikian, pemahaman terhadap hadis nabi harus dilakukan dengan
pendekatan temporal, lokal, dan kontekstual sebagaimana yang digagas oleh M. Syuhudi
Ismail.

Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. di antaranya adalah mengajak


pemimpin negara untuk memeluk Islam. Salah satu negera yang diberi surat oleh
Rasulullah saw. adalah Persia melalui utusan beliau yang bernama Abdullah ibn Hudafah
al-Sami. Ajakan Rasulullah saw. tersebut tidak disambut dengan baik dan bijaksana
melainkan dihina dan dirobek kertas surat tersebut. Berita itu sampai di telinga Rasulullah
saw. dan beliau bersabda: siapa saja yang telah merobek surat saya, dirobek-robek (dari
kerajaan) orang itu. Peristiwa ini terjadi jauh sebelum nabi mengungkapkan sabda di atas.

Hari berganti hari, waktu pun terus berjalan seiring dengan pergeseran
kepemimpinan.Raja Persia tersebut dibunuh oleh keluarga dekatnya dan oleh sebab itu
terjadi kekisruhan di lingkungan kerajaan.Secara alamiah, raja yang berkuasa digantikan
oleh anak laki-laki raja (putera mahkota).Kekisruhan tersebut memakan banyak korban.
Namun, apa yang terjadi sebaliknya, yang diangkat seorang perempuan yang bernama
Buwaran binti Syairawaih ibn Kisra pada abad 9 H. Di sisi lain, perjalanan sejarah panjang
Persia yang mendudukkan laki-laki sebagai pemimpin menunjukkan bahwa pengangkatan
kaisar perempuan adalah menyalahi tradisi dan memang pada waktu itu martabat
perempuan jauh berada di bawah laki-laki. Perempuan dipandang tidak cakap dalam
mengurusi urusan masyarakat dan negara.Kenyataan ini terjadi juga di Jazirah Arab. Oleh
karena itu, wajar jika Nabi Muhammad saw. mengungkapkan demikian. Mustahil
perempuan yang dalam kondisi tersebut dijadikan pemimpin. Dengan demikian, perkatan
20 Lihat misalnya dalam al-Syaukani, Nail al-Aut”ar, juz VII (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, t.th.), 298,
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, juz III(Semarang: Toha Putera, t.th.), 315.
11

Nabi Muhammad saw., tersebut di atas bukan sebagai Rasulullah melainkan sebagai
pribadi yang mengungkapkan realitas sosial masyakarakat yang ada pada masa tersebut.

Respon pribadi Rasulullah saw., di atas terjadi dengan dua kemungkinan: Pertama, Sabda
Nabi Muhammad saw. tersebut adalah do’a agar pemimpin Persia tersebut tidak sukses
dalam meimpin negara karena sikapnya yang memusuhi dan menghina Islam. Kedua,
Berdasarkan realitas yang ada nabi beranggapan tidak pantas hal tersebut dilakukan. Oleh
karena itu, jika realitas sudah berubah maka pemahaman semacam hal itu juga berubah
tidak taken for granted.

Masalah lain adalah pengungkapan masalah jampi-jampi yang terkait erat dengan
daerah tertentu di Indonesia yang mendasarkan diri dengan hadis dilakukan oleh Samsul
Kurniawan. Fokus kajian yang dilakukan dalam laporan akhirnya memotret dua kitab
mujarrobat yang digunakan masyarakat setempat dalam merangkai jampi-jampi.Kedua kitab
tersebut masing-masing ditulis oleh Syaikh Ahmad al-Dairabi al-Syafi'i dan Ahmad Saad Ali.

Di antara hadis-hadis tentang masalah jampi adalah: rahmat Allah terputus jika
perbuatan tanpa diawali dengan basmallah, diampuni dosa-dosa orang yang menulis bismillah
dengan baik, faidah surat al-muawwidatain dan lain sebagainya. Bagi masyarakat Pontianak
banyak khaisat yang diperoleh dalam jampi-jampi yang disandarkan dari hadis, antara lain
dapat menyembuhkan penyakit kencing, kepala luka-luka, perut, mata, pegal linu dan lain
sebagainya. Bahkan dapat digunakan sebagai penglaris dagangan, mendatangkan ikan dari
berbagai penjuru dan memlihara wanita dan anak yang dikandungnya.

Dari uraian di atas, tampak bahwa adanya pola tradisi hadis secara tulis merupakan
salah statu bentuk propaganda yang singkat dan padat dalam mengajak lapisan umat Islam di
Indonesia yang religius.

b. Tradisi Lisan

Tradisi lisan dalam living hadis sebenamya muncul seiring dengan praktik yang
dijalankan oleh umat Islam.Seperti bacaan dalam melaksanakan shalat shubuh di hari
jum'at.Di kalangan pesantren yang kiayinya hafiz Alquran, shalat shubuh hari Jum'at relatif
12

panjang karena di dalam shalat tersebut dibaca dua ayat yang panjang, yaitu hamim al-sajadah
dan al-insan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.:21

‫عحودثععنا أعبجبو بعبكرر ببنن أعنبىِ عشبيبعةع عحودثععنا ععببعدةج ببجن جسلعبيعماعن ععبن جسبفعياعن ععبن جمعخوونل ببنن عرانشرد ععبن جمبسلننم ابلبعنطبيننععبن عسنعبيرد ببنن ججبعبيرر ععبن اببممنن‬
‫صولىِ اج ععلعبينه عوعسلوعم عكاعن يإعبقعرأجنفيِ ع‬
‫صعلنة ابلفعبجنر يإعبوعم ابلججبمععنة الم تعبننزبيإجل الوسبجعدنة عوهعممبل أعتعممىِ ععلعممىِ بانلبنعسممانننحبينن نمممبن‬ ‫يِ ع‬‫س أعون النوبن و‬
‫ععوبا ر‬
‫ب‬ ‫ب‬
. ‫صعلنة الججبمععنة جسبوعرةج الجججمععنة‬ ‫ج‬ ‫ب‬ ‫و‬
‫صلىِ اج ععلعبينه عوعسلعم عكاعن يإعقعرأ نفيِ ع‬ ‫و‬ ‫ع‬
‫الودبهنر عوأون النوبن و‬
‫يِ ع‬

Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. ketika shalat shubuh pada hari Jum'at membaca ayat
alif lam mim tanzil. .. (Q.S. al-sajadah) dan hal ata ala al-insan minal-dahr (Q.S. al-insan).
Adapun untuk shalat Jum'at Nabi Muhammad saw. membaca Q.S. al-jumu'ah dan al-
Munafiqun.

Berdasarkan hadis di atas, untuk shalat Jum'at kadang-kadang sang imam membaca
surat al-jumu'ah dan al-munafiqun. Namun untuk kedua surat tersebut kadang-kadang hanya
dibaca tiga ayat terakhir dalam masing-masing surat. Di samping itu, untuk shalat Jum'at
kadangkala dibaca surat surat al-a'la dan al-ghasyiyah dengan berdasarkan hadis lain.

Demikian juga terhadap pola lisan yang dilakukan oleh masyarakat terutama dalam
melakukan zikir dan do'a seusai shalat bentuknya macam-macam.Ada yang melaksanakan
dengan panjang dan sedang.Dalam kesehariannya, umat Islam sering melaksanakan zikir dan
do'a. Keduanya merupakan rutinitas yang senantiasa dilakukan mengiringi sholat dan paling
tidak dilakukan minimal lima kali dalam sehari semalam. Rangkaian zikir dan do’a tidak lain
merupakan sejumlah rangkaian yang dianjurkan oleh Allah dalam Alqurandan Rasulullah saw.
dalam hadis-hadis usai mengerjakan shalat lima waktu (maktubah). Atau lebih dari hal itu,
kebiasaan zikir dan do’a juga dapat dilakukan usai melaksanakan sholat sunnah tertentu dan
dalam keadaan apa saja.

Sebagaimana menjadi kesepakatan bahwa dasar pelaksanaan dan tata cara beribadah
harus datang dari pembuat undang-undang, yakni Allah dan rasul-Nya. Kaidah tersebut juga
berlaku dalam masalah zikir dan do'a.Dua bentuk kegiatan tersebut pelaksanaannya diatur dan
ditentukan di dalam Alqurandan hadis.Walaupun di dalam Alqurandan hadis tidak ada dalil
satupun yang menunjukkan kewajiban melaksanakan kedua hal tersebut, namun dua hal
tersebut merupakan tradisi yang harus dilaksanakan umat Islam sebagai hamba Allah

21Lihat hadis riwayat Imam Muslim no. 1454 dalam CD ROM Mawsu’at al-Hadis al- Syarif.
13

swt.Umat manusia yang baik adalah senantiasa mengingat tuhannya dan meminta pertolongan
dan perlindungan terhadap-Nya.Orang yang tidak berbuat demikian termasuk orang yang
sombong karena yakin dengan kekuatannya sendiri dan tidak perlu bantuan lagi.

Kewajiban berzikir dan berdo'a hanya dapat ditemukan seusai sholat lima waktu.
Rasulullah saw. mencontohkan dalam rentang kehidupannya selalu melaksanakan dengan
baik dan tidak pemah meninggalkannya. Namun, dalam kaidah Usul Fiqh dijelaskan bahwa
sesuatu yang menyempurnakan kewajiban maka hukumnyan wajib (ma la yutimmu al-wajib
fahua al-wajib).Berkacamata dengan kaidah tersebut, maka zikir dan do'a dalam sholat
merupakan suatu kewajiban.Bukankan sholat itu artinya al-du'a dan sekaligus mengingat
Allah? Di samping itu do'a tidak lain adalah inti dari ibadah itu sendiri (al-du'a muhh al-
ibadah).

Istilah zikir berarti menyebut dan mengucapkan asma Allah swt. 22 Zikir bisa juga
diartikan dengan mengagungkan dan mensucikan nama Allah. Adapun secara istilah zikir
adalah rangkaian untaian kalimat tertentu yang ditujukan untuk mengagungkan dan
mensucikan nama Allah yang dapat dilakukan kapan saja tidak hanya seusai menjalankan
shalat lima waktu. Sedangkan istilah do'a diartikan dengan memanggil, mengundang,
meminta dan memohon.23Biasanya secara istilahi term do'a dikhususkan atas permohonan
atau permintaan kepada sesuatu yang lebih tinggi dan biasanya dilakukanatas umat manusia
atau hamba Alllah terhadap Allah.Adapun permintaan yang dilakukan sesama manusia
walaupun salah satunya berkedudukan lebih tinggi tidak dinamakan dengan do’a melainkan
al-amar atau perintah.

Berbagai bentuk zikir dan do’a merupakan manifestasi dari hadis Nabi Muhammad
saw.24

22 Lihat Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1986).
482

23Ibid., 438.

24Hadis riwayat Imam Muslim no. 4832 CD ROM Mawsu’at al-Hadis al- Syarif.
‫‪14‬‬

‫صمولىِ‬ ‫ش ععبن أعنبيِ هجعربيإعرةع عقاعل قعمماعل عرجسمموجل انمم ع‬ ‫ب عواللوبفظج لنقجتنبيبعةع عقالع عحعدثععنا عجنربيإنر ععنن ابلعبععم ن‬ ‫عحودثععنا قجتعبيبعةع ببجن عسنعبيرد عوجزهعبيجر ببجن عحبر ر‬
‫ب‬‫ل هجبم عخبينرنمبنهجبم عوإنبن تعقعممور ع‬ ‫ل عذعكبرتعهج نفىِ عم ع ر‬ ‫ب‬ ‫ع‬
‫ظنن ععببنديِ نبيِ عوأعنا عمععهج نحبيعن يإعذجكجرننيِ نفىِ عم ع ر‬ ‫اج ععلعبينه عوعسلوعم يإعقجبوجل اج ععوز عوعجول أعونا نعبنعد ع‬
‫ت نمبنهج عباةعا عوإنبن أععتاننيِ يإعبمنشىِ أعتعبيتجهج هعبرعولعةة عحودثععنا أعجبو بعبكرر ببجن أعبنمميِ عشممبيبعةع‬ ‫ب إنلع و‬
‫يِ نذعراةعا تعقعوربب ج‬ ‫ت إنلعبينه نذعراةعا عوإنبن تعقعور ع‬
‫نمننيِ نشببةرا تعقعوربب ج‬
‫ت نمبنهج عباةعا ‪.‬‬ ‫يِ نذعراةعا تعقعوربب ج‬ ‫ب إنلع و‬ ‫ب‬
‫ش بنهععذا ا ب نلبسعناند عولعبم يإعذجكبر عوإنبن تعقعور ع‬ ‫ع‬ ‫ع‬
‫ب عقالع عحعدثععنا أجبو جمععانويإعةع ععبن ابلبععم ن‬ ‫عوأعجبو جكعربيإ ر‬

‫‪Hadis di atas menceritakan tentang betapa dekatnya hamba pada Tuhan-Nya.Segala‬‬


‫‪aktivitas umat manusia kepada Alloh swt.tergantung kepada sejauh mana prasangkanya pada‬‬
‫‪Tuhan yang menciptakan alam ini. Jika manusia ingat kepada Allah, maka Allah akan‬‬
‫‪senantiasa ingat terus menerus. Rasulullah saw berzikir lebih dari 70 kali dalam sehari‬‬
‫‪semalam. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw.:25‬‬

‫ب ععبن أعنبيِ عسلععمةع ععبن أعنبيِ هجعربيإعرةع أعنوهج عسنمعع عرجسوجل انمم ع‬
‫صممولىِ اجمم ععلعبيممنه عوعسمملوعم قعمماعل‬ ‫ث ععبن يإعنزبيإند ععبناببجن نشعها ر‬ ‫س عحودثععنا لعبي ج‬
‫عحودثععنا يإجبونج ج‬
‫ب‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫عوان إنننيِ علعبستعغفنجر اج عوأتجبو ج‬
‫ب إنلعبينه نفىِ اليعبونم أكثععر نمبن عسببنعبيعن عمورةة‬ ‫ع‬ ‫ب‬

‫‪Abu Hurairah mendengar Rasulullah saw. bersabda demi Allah sesungguhnya saya beristigfar‬‬
‫‪dan minta ampun kepada Allah dalam setiap harinya lebih dari 70 kali.‬‬

‫‪Di dalam hadis lain juga diungkapkan bahwa kalimat yang paling baik adalah La hawla‬‬
‫‪wa la quwwata illa billah:26‬‬

‫ضمعيِ اجمم ععبنمهج عقماعل لعوممما‬ ‫صرم ععبن أعنبيِ جعبثعماعن ععبن أعنبيِ جمبوعسمىِ ابلعبشممععانريِ عر ن‬ ‫عحودثععنا جموعسىِ ببجن إنبسعمانعبيعل عحودثععنا ععببجد ابلعوانحند ععبن ععا ن‬
‫صعواتعهجبم نبالتوبكبنبينر عاج أعبكبعممجر عاجمم اعبكبعممجر عل إنلعممهع إنلو اجمم فعقعمماعل‬‫س عععلىِ عوارد فععرفعجعوا أع ب‬ ‫ف الونا ج‬ ‫صولىِ اج ععلعبينه عوعسلوعمأ عبشعر ع‬ ‫تععووجهع عرجسوجل ان ع‬
‫ع‬
‫صوم عولع عغائنعبا إننوجكممبم تعممبدجعبوعن عسممنمبيةعا قعنربيإبةمما عوهجممعو عمععجكبمعوأنعمما‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ع‬
‫صولىِ اج ععلعبينه عوعسلعم اعبربعجعبوا ععلعىِ أبنفنسجكبم إننوجكبم عل تعبدجعبوعن أ ع‬
‫و‬ ‫عرجسبوجل اللنه ع‬
‫ك عيإمما‬‫ت لعبوبي ع‬ ‫ب‬ ‫ج‬
‫س قل ع‬ ‫و‬ ‫ج‬ ‫ج‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫و‬
‫صلىِ اج ععلعبينه عوعسلعم فععسنمععننيِ عوأعنا أقبوجل لع عحبوعل عولع قووةع إنل نبالن فععقاعل نليِ عيإا ععببعد ان ببجن قعبي ر‬ ‫و‬ ‫ف عدابونة عرجسونل ان ع‬ ‫عخبل ع‬
‫ك اعنبيِ عوأجوميِ عقاعل لع عحبوعل عوعل قجووةع إنول نبالن ‪.‬‬ ‫ت بععلىِ عيإا عرجسوعل ان فععدا ع‬ ‫ك عععلىِ عكلنعمرة نمبن عكبنرزنمبن جكنجبورز ابلعجنونة قجبل ج‬ ‫عرجسوجل ان عقاعل أععل أعجدلل ع‬

‫‪Dari Abu Musa al-Asy'ari berkata ketika berperang bersama Rasulullah saw. di Khaibar atau‬‬
‫‪berkata ketika Rasulullah saw. berjumpa orang yang mulia pada suatu tempat yang bersuara‬‬
‫‪lantang dengan takbir kepada Allah; Allahu akbar la ilaha illallah, maka bersabda Rasulullah‬‬
‫‪saw, jagalah suara kalian ketika berzikir dan berdoa sesungguhnya engkau tidak berdoa‬‬
‫‪kepada zat yang tuli dan yang tidak ada sesungguhnya engkau berdo’a kepada zat yang‬‬
‫‪mendengar lagi dekat dan Dia bersamamu. Saya berada disamping Rasululloh saw. yang‬‬
‫‪mendengar aku dan aku berkata la haula wala quwwata illa billah. maka Rasulullah saw‬‬
‫‪25 Lihat ibid.,al-Bukhari al-da’wat no. 5832, al-Tirmizi Tafsir al-Qur’an an Rasulullah saw. no. 3182 dan‬‬
‫‪Ahmad, 8137.‬‬

‫‪26Ibid., Lihat hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari al-Magazi no. 3883, Muslim al-zikr wa al-du’a wa al-‬‬
‫‪tawbat no. 4873, 4874, 4875, al-Tirmizi al-da’wat an Rasulullah saw. no. 3296, 3384, Abu Dawud al-salat 1305,‬‬
‫‪ibn Majah al-adab no. 3814, Ahmad no. 18699, 18754, 18774, 18758, 18780, 18818, 18910, dan 18920.‬‬
15

berkata kepadakuwahai abdullah ibn Qays, saya menjawab ya Rasulalloh sawbersabda. saya
tunjukkan kepadamu kalimat yang dapat memenuhi surga?saya berkata ia ya rasul maka dari
itu ayah dan ibuku mengucapkan la haula wala quwwata ilIa billah. (HR. al-Bukhari).

Dalam hadis lain juga diungkapkan tentang seutama-utama zikir adalah la ilaha illallah:27

‫ت عجممابنرر‬ ‫ت طعبلعحةع ببعن نخعرا ر‬


‫ش عقاعل عسممنمبع ج‬ ‫صانريِ عقاعل عسنمبع ج‬ ‫ب ببجن عععرنبيِ عحودثععنا جمبوعسىِ ببجن إنببعرانهبيعم ببجن عكثنبيرر ابلعبن ع‬
‫عحودثععنا يإعبحعيىِ ببجن عحبنبي ن‬
‫ب‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ن‬
‫ضممجل الممذكنر عل إنلممهع إنل انمم عوأف ع‬
‫ضممجل المملدععانء‬ ‫ب‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫و‬ ‫ع‬
‫صلىِ اج ععلبينه عوعسلعم يإعقممبوجل أف ع‬ ‫و‬ ‫ت عرجسبوعل ان ع‬ ‫ج‬ ‫ب‬
‫ضعيِ اج ععنهجعما يإعقبوجل عسنمبع ج‬ ‫ببجن ععببجد ان عر ن‬
. ‫ابلعحبمجد نولن‬

Jabir ibn Abdullah r.a. berkata bahwa ia mendengar Rasulullah saw. Bersabda seutama-utama
zikir adalah la ilaha illah allah dan seutama-utamanya doa adalah al-hamdulillah. (HR. al-
Tirmizi)

Dari bentuk pemahaman masyarakat atas do'a dan zikr sekarang terus berkembang
terutama dikaitkan dengan zikr yang sifatnya entertaiment yang melibatkan berbagai
komponen bangsa baik politisi, birokrat, pesantren, dan bahkan artis-artis.Pengolahannnya
bermacam-macam tidak murni dilaksanakan setelah shalat semata melainkan sudah menjadi
bentuk rutinitas dilaksanakan di tempat selain masjid seperti hotel, lapangan luas atau ruang
publik lainnya.Secara tradisional bentuk pemahaman semacam itu terimplikasi adanya
peringatan kematian yang biasanya dengan membaca kalimat thayyibah berupa tahlil.
Tentunya pemahaman akan usaha tersebut terealisasi atas pemahaman Alquran dan hadis Nabi
Muhammad saw.

Selain bentuk pembacaan dalam shalat, zikir dan do'a di atas terdapat pula tradisi yang
berkembang di pesantren ketika bulan Ramadhan. Selama bulan yang penuh berkah tersebut,
santri-santri dan masyarakat lain yang menginginkan berpartisipasi dalam pembacaan kitab
hadis al-Bukhari. Istilah yang lazim digunakan adalah Bukharinan.Hadis-hadis yang termuat
dalam kitab Sahih al-Bukhari yang jumlahnya sebanyak empat jilid dibaca dan diberi arti
dengan bahasa Jawa selama sebulan penuh.Bentuk semacam ini merupakan upaya pengisian
bulan Ramadhan dengan amalan yang baik.

27 Ibid,, hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari al-Magazi no. 3883, Muslim al-zikr wa al-du’a wa al-
tawbat no. 4873, 4874, 4875, al-Tirmizi al-da’wat an Rasulullah saw. no. 3296, 3384, Abu Dawud al-salat 1305,
ibn Majah al-adab no. 3814, Ahmad no. 18699, 18754, 18774, 18758, 18780, 18818, 18910, dan 18920.
16

Nampak dari berbagai bentuk tradisi lesan di atas ada keterkaitan erat dengan masalah
peribadatan atau bentuk-bentuk lain yang tujuannya untuk mencari pahala seperti yang terjadi
praktik pembacaan Kitab Sahih al-Bukhari dalam bulan Ramadhan.Bentuk semacam ini
senantiasa ada dan berkembang di masyarakat.

c. Tradisi Praktik

Tradisi praktek dalam living hadis cenderung banyak dilakukan oleh umat Islam.Hal ini
berdasarkan sosok Nabi yang senantiasa menyampaikan ajaran Islam.

Contoh lain adalah tentang tradisi khitan perempuan. Tradisi khitan 28telah ditemukan
jauh sebelum Islam datang.Berdasarkan penelitian etnolog menunjukkan bahwa khitan sudah
pernah dilakukan masyarakat pengembala di Afrika dan Asia Barat Daya, suku Semit (Yahudi
dan Arab) dan Hamit.29Mereka yang dikhitan tidak hanya laki-laki, tetapi juga kaum
perempuan, khususnya kebanyakan dilakukan suku negro di Afrika Selatan dan Timur.30

Lahirnya kebiasaan tersebut diduga sebagai imbas atas kebudayaan totemisme. Menurut
Munawar Ahmad Annes tradisi khitan di dalamnya terdapat perpaduan antara mitologi dan
keyakinan agama.31Apa yang dikatan Anees di atas ada benamya, walaupun dalam ritus
agama Yahudi, khitan bukan merupakan ajaran namun kebanyakan masyarakat
mempraktekkannya. Hal senada juga sarna dengan yang terjadi di masyarakat Kristen."

Sedangkan di dalam Islam, dalam teks ajaran Islam tidak secara tegas menyinggung
masalah khitan ini. Sebagaimana disebut dalam Q.s. an-Nahl (16): 123-124, umat Nabi
Muhammad saw. agar mengikuti Nabi Ibrahim sebagai bapaknya nabi, termasuk di dalamnya
adaIah tradisi khitan. Dalam perspektif ushuI fiqh hal tersebut dikenal dengan istilah syar'u
man qoblana."32

28Waharjani, Khitan dalam Tradisi Jawa-Jurnal Profetika UMS II, vol 2, Juli 2000, 205.

29Ahmad Ramali, Peraturan-Peraturan untuk Memelihara Kesehatan dalam Hukum Syara’ Islam (Jakarta: Balai Pustaka, 1956), 342-344.

30Mahmoud Karim, Female genital Multlation Circumcion (Ilustrated) Social,Religious, Sexual and Legal Aspect (Kairo: Dar al-Ma’arif,
1995), 37-38.

31Munawar Ahmad Annes, Islam dan Masa Depan Biologis Umat Manusia, Etika, Jender, Teknologi terj.
Rahmani Astuti (Bandung: Mizan, 1992), 65-66.

32Pada dasarnya penggunaan dasar hukum syar’u man qablana masih terdapat perbedaan di kalangan ulama.
Lihat Abdul Wahab Khallaf, Ilm Usul al-Fiqh (Kairo: Da>r al-Qalam, 1978), 93-94.
17

Hal tersebut secara tidak langsung muncul anggapan khitan perempuan merupakan
suatu keharusan. Karena Nabi Ibrahim a.s. adalah bapak para nabi dan agama Islam
merupakan agama yang bersumber darinya. Asumsi tersebut juga didukung oleh informasi
dari hadis Nabi Muhammad saw. yang menyebutkan adanya tradisi khitan perempuan di
Madinah.33

‫ب ببنن ععببند الورنحبينم ابلعبشعجنعليِ عقالع عحعدثععنا عمبرعواجن عحعدثععنا جمعحومجد ببجن عحوسمماعن قعمماعل‬ ‫عحودثععنا جسلعبيعماجن ببجن ععببند الوربحعمنن الودعمبشقنليِ عوععببجد ابلعووها ن‬
‫صممولىِ اجمم‬ ‫ب ابلجكبوفنليِ ععبن ععببجد ابلعملننك ببنن جععمبيرر ععبن أجلم ععنطيونة ابلعبن ع‬
‫صانريإونة أعون ابمعرأعةة عكانعبتتعبختنجن نبابلعمندبيإنعممنة فعقعمماعل لعهعمما النوبنمميِ ع‬ ‫ععببجد ابلعووها ن‬
. ‫ب إنعلىِ ابلبعبعنل‬
‫ظىِ لنبلعمبرأعنة عوأععح ل‬
‫ك أعبح ع‬
‫ععلعبينه عوعسلوعم لع تجبننهنكيِ فعإ نون عذلن ع‬

Diceritakan dari Sulaiman ibn Abd al-Rahman al-Dimasyqi dan Abd al-Wahhab ibn Abd al-
Rahim al-Asyja'i berkata diceritakan dari Marwan menceritakan kepada Muhammad ibn
Hassan berkaia Abd al-Wahlzab al-Kufi dari Abd al-Malik ibn Umair dari Ummi Atiyyah al-
Ansari sesunggguhnya ada seorang juru khitan perempuan di Madinah, maka Nabi
Muhammad saw. bersabda tangan berlebilz-Iebihan dalam memotong organ kelamin
perempuan, sesungguhnya hal tersebut akan dapat memuaskan perempuan dan akan lebih
menggairahkan dalam bersetubuh. (H.R. Abu Dawud)

Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa di masyarakat Madinah terjadi suatu tradisi
khitan perempuan. Nabi Muhammad saw. memberikan wejangan agar kalau mengkhitan
jangan terlalu menyakitkan karena hal tersebut bisa mengurangi nikmat seksual. Tidak
dijelaskan siapa yang terlibat dalam kegiatan khitan perempuan tersebut baik yang dikhitan
ataupun orang yang mengkhitan.

Informasi lain didapatkan bahwa khitan merupakan bagian dari fitrah manusia.
Sedangkan fitrah manusia yang lain adalah mencukur buIu di sekitar kemaluan, memotong
kumis, memotong kuku, dam mencabut bulu ketiak.

‫ب ععبن أعنبيِ هجعربيإممعرةع عر ن‬


ِ‫ضممعيِ اجمم ععبنممهج ععممنن النوبنممي‬ ‫ب ععبن عسنعبيرد ببننابلجمعسيو ع‬ ‫عحودثععنا يإعبحعيىِ ببجن قععزععةع عحودثععنا إنببعرانهبيجم ببجن عسبعرد ععبن اببنن نشعها ر‬
‫ب‬ ‫ع‬ ‫ب‬
. ‫ب عوتعقلنبيجم ابلظعفانر‬
‫ص الوشانر ن‬ ‫ف ا ب نلببنط عوقع ل‬ ‫س ابلنخعتاجن عوبانلبستنبحعداجد عونعبت ج‬
‫طعرةج عخبم ن‬‫صولىِ اج ععلعبينه عوعسلوعم عقاعل ابلفن ب‬ ‫ع‬

Diceritakan dari Yahya ibn Qaza'ah, diceritakan dari Ibrahim ibn Saad dari Ibn Syihab dari
Said ibn al-Musayyab dari Abu Hurairali r.a. bahwasanya Nabi Muhammad saw. bersabda

33Lihat Abu Dawud 4587 CD ROM Mawsuat al-Hadis al-Syarif.


18

fitrah itu ada lima macam, yaitu khitan, mencukur bulu di sekitar kemaluan, mencabut bulu
ketiak, memotong kumis dan memotong kuku. (H.R. Ibn Majah)

Istilah khitan lazim digunakan oleh fuqaha' dalam berbagai term, khsusunya jika
dihubungkan dengan masalah salah satu sebab yang menyebabkan seseorang mandi setelah
berhubungan badan.Jika telah bertemu dua khitan.maka telah wajib mandi. Hal tersebut sesuai
dengan hadis Nabi Muhammad saw.:

‫عحودثععنا ععلنليِ ببجن جمعحومند الطوعنافننسليِ عوععببجد الوربحعمنن ببنن إنببعرانهبيعم الودعمبشمقنليِ عقمالع عحمعدثععنا ابلعولنبيممجد ببمجن جمبسمملنرم عحمودثععنا ابلعبوعزانعممليِ أعبنبعأ ععنما ععببممجد‬
‫ب ابلعغبسممجل‬ ‫صولىِ اج ععلعبينه عوعسلوعم عقالعبتإ نعذا ابلتععقىِ ابلنخعتاعنانن فعقعبد عوعجمم ع‬ ‫ج النونبيِ ع‬ ‫الوربحعمنن ببنن ابلعقانسنم أعبخبععرعنا ابلعقانسنم ببنن جمعحومرد ععبن ععائنعشةع عزبو ن‬
. ‫صولىِ اج عععلينه عوعسلوعمفعأ عبغتععسبلعنا‬
‫فعععبلتعهج أععنا عوعرجسبوجل ان ع‬

Diceritakan dari Ali ibn Muhammad al- Tanafasi dan Abd ai-Rahman ibn Ibrahim al-
Dimasyqi berkata keduanya dari al-Walid ibn Muslim diceritakan dari al-Auza'i bahwa ia
diceritakan dari Abd al-Rahman ibn al-Qasim yang diceritakan dari al-Qasim ibn Muhammad
dari Aisyah r.a. istri Nabi Muhammad saw. berkata jika telah bertemu dua kitanan maka
sungguh telah wajib mandi, saya melaksanakan yang demikian dengan Rasulullah saw., maka
mandilah. (H.R. Ibn Majah)

Nabi Muhammad saw. menyebutkan bahwa khitan laki-laki merupakan sunnah


sedangkan perempuan dianggap sebagai suatu kehormatan. Sebagaimana terdapat dalam HR.
Ahmad No. 19794 di bawah ini:

‫صممولىِ اجمم ععلعبيممنه عوعسمملوعم‬ ‫ح ببممنن أجعسمماعمةع ععممبن أعبنبيممنه أعون النوبنمم و‬
‫يِ ع‬ ‫ج ععممبن أعبنممنيِ ابلعملنبيمم ن‬
‫عحودثععنا جسعربيإنج عحودثععنا جعوباند يإعبعننيِ اببعن ابلععووانم ععنن ابلجحوجا ن‬
. ‫عقاعلبلنخعتاجن جسنوةن نللورججنل جمعكورعمةن نللننعسانء‬

Diceritakan dari Suraij diceritakan dari Abbad yakni Ibn al-Awwam dari al-Hajjaj dari Abi al-
Malih ibn Usamah dari Ayahnya sesungguhnya Nabi Muhammad saw. bersabda khitan itu
sunnat bagi laki-laki dan nagi perempuan merupakan suaiu kemuliaan. (H.R. Ahmad)

Contoh lain adalah masalah ziarah kubur bagi perempuan. Persoalan ziarah kubur
merupakan suatu yang terushidup di masyarakat, terutama di kalangan masyarakat
Tradisional.

Redaksi hadis riwayat Abu Dawud, jandiz, hadis no. 2817.34


19

ِ‫صممولى‬
‫س عقاعل لععععن عرجسبوجل انمم ع‬ ‫ح يإعبحعد ج‬
‫ث ععبن اببجن ععوبا ع‬ ‫ت أععبا ع‬
‫صالن ر‬ ‫عحودثععنا جمعحومجد ببجن عكثنبيرر أعبخبععرعنا جشبعبعةج ععبن جمعحومند ببنن ججعحاعدةععقاعل عسنمبع ج‬
. ‫ت ابلقجبجبونر عوابلجمتونخنذبيإعن ععلعبيعها ابلعمعسانجعد عواللسجرعج‬
‫اج ععلعبينهعوعسلوعم عزائنعرا ن‬

Rasulullah saw. melaknat peziarah kubur perempuan dan orang-orang yang menjadikan
kuburan sebagai masjid dan bangunan lainnya.34

Dalam masalah wanita pergi zaiarah kubur Maliki, sebagian ulama Hanafi memberikan
keringanan.Sedangkan di antara ulama ada yang mnghukumi makruh bagi wanita yang
kurang tabah dan emosional.Adanya laknat tersebut oleh al-Qurtubi dialamatkan kepada para
wanita yang sering pergi ke makam dengan menghiraukan kewajibannya terhadap masalah
rumah tangga, tugas-tugas keseharian dan sebagainya.

Contoh lain adalah tentang ruqyah. Kegiatan ini sering dilakukan oleh sebagian
masyarakat Indonesia dan nampak dalam beberapa tayangan live di televisi. Salah satu fungsi
dari ruqyah adalah untuk menahan sesorang dari gangguan kerasukan jin (al-sar’u). Jika
dirunut ke belakang, nampak bahwa ruqyah ini merupakan warisan sebelum Islam datang. Hal
tersebut sesuai dengan:35

‫ك‬‫ف ببممنن عمالنمم ن‬ ‫ح ععممبن ععببممجد الوربحعمممنن ببممنن ججبعبيممرر ععممبن أعبنبيممنه ععممبن ععممبو ن‬
‫صالن ر‬‫ب أعبخبععرننيِ جمععانويإعنة ببنن ع‬‫طانهنر أعبخبععرعنا اببجن عوهو ر‬ ‫عحودثعننيِ أعجبو ال ط‬
‫س بنمماللرعقىِ عمممالعبم يإعجكممبن‬ ‫ب‬
‫يِ جرعقاجكبم لع بعأ ع‬ ‫ضوا ععلع و‬ ‫ف تععرىَ نفىِ عذلنعكفععقاعل ابعنر ج‬ ‫بالعبشعجنعنيِ عقاعل عكعنا نعبرنقيِ نفيِ ابلعجانهلنيونة فعقجبلعنا عيإا عرجسبوجل ان عكبي ع‬
‫فنبينه نشبر ن‬
.‫ك‬

Kami melakulam ruqyah pada zaman Jahiliyyah, kemudian kami bertanya kepada Rasulullah
saw. "Wahai Rasulullah saw. bagaimana pendapat anda tentang ruqyah tersebut. Kemudian
Rasulullah saw. menjawab: Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian, tidak ada dosa dalam
ruqyah selagi di dalamnya tidak ada syirik. (HR. Muslim).

Informasi lain tentang praktek ruqyah zarnan Nabi Muhammad saw. dapat dilihat dalam teks
hadis di bawah ini:36

34Abu Dawud, Sunan Abu Dawud Ditahqiq oleh Muhammad Jamil, juz III (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), 172.

35Lihat Abu al-Husain Muslim al-Hajjaj, Sahih Muslim Hadis No. 4079 dalam CD ROM Mawsu’at al-Hadis al-
Syarif.

36Ibid., Hadis No. 4056.


20

ِ‫ضعرةع ععممبن أعبنمميِ عسممنعبيرد أعنونجببنربيإممعل أعتعممى‬ ‫ب ععبن أعنبيِ نع ب‬


‫صهعبي ر‬ ‫ث عحودثععنا ععببجد ابلععنزبيإنز ببجن ج‬‫ف عحودثععنا ععببجد ابلعوانر ن‬ ‫صووا ج‬ ‫عحودثععنا بعبشجر ببجن نهعلرل ال و‬
‫س أبو عحاعسند‬ ‫ع‬ ‫ك نمبن عشنر جكنل نعبف ر‬ ‫ك نمبن جكنل عشبيِرء يإجبؤنذبيإ ع‬ ‫ع‬
‫ت فععقاعل نعععبم عقاعل نبابسنم ان أبرقنبي ع‬ ‫صولىِ ان ععلعبينه عوعسلوعم فععقاعل عيإا جمعحومجد ابشتععكبي ع‬ ‫يِ ع‬ ‫النوبن و‬
‫ع‬ ‫ان يإعبشفنبي ع‬
‫ك نبابسنم اللنهأبرقنبي ع‬
‫ك‬

Jibril mendatangi Nabi Muhammad saw. kemudian berkata: Wahai Muhammad apakah
engkau sakit? Kemudian Nabi Muhammad saw. mejawabnya benar. Jibril berdoa: dengan
menyebut nama Alalh swt. Al-Qur'an meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu dari
kejahatan yang berjiwa atau 'ain orang yang dengki.Semoga Alalh swt.menyembuhkanmu.
Dengan nama Alalh aku meruqyahmu. (HR. Muslim).

Gagasan tentang ruqyah zaman Nabi Muhammad saw. tentu berbeda dengan apa yang
terjadi di masyarakat.Ada penambahan atas segala ramuan dari bacaan yang ada. Zaman Nabi
Muhammad saw. kebolehan ruqyah hanya sebatas dengan membaca mu’auiwizatain (sur at al-
Iklas, al-Falaq dan al-Nas).

Di era modern ini, makna livingsunnah bagi masyarakat tercermin pada masyarakat
sebagai suatu tempat berinteraksi antara satu manusia dengan manusia yang lain memiliki
bentuk yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam merespons ajaran Islam, khususnya
yang terkait erat dengan hadis. Ada tradisi yang dinisbatkan kepada hadis Nabi Muhammad
saw. dan kental dilaksanakan oleh berbagai negara seperti Mesir dan sebagainya terdapat
praktik khitan perempuan. Sementara di negara Indonesia yang masuk dalam kategori agraris
masih banyak ditemukan adanya praktek magis. Di antara tradisi ada juga yang
mengisyaratkan akan tujuan tertentu. Namun, kadang-kadang, tradisi yang dinisbatkan pada
hadis hanya sebatas tujuan sesaat untuk kepentingan politik.

BAB III

KESIMPULAN

1. Living hadis merupakan suatu bentuk pemahaman hadis yang berada dalam level
praksis lapangan. Oleh karena itu, pola pergeseran yang digagas oleh Fazlur Rahman
berbeda sama sekali dengan kajian living hadis. Apa yang dijalankan di masyarakat
kebanyakan tidak sama sesuai dengan misi yang diemban Rasulullah saw.,
21

melainkan berbeda sesuai dengan konteks yang ditujunya. Ada perubahan dan
perbedaan yang menyesuaikan karakterristik masing-masing lokalitasnya.

2. Living quran dimulai dari adanya fenomena yg hidup di tengah masyarakat muslim
terkait dg Alquransebagai obyek studinya sehingga masuk wilayah kajian sosial,
fenomena ini muncul oleh kehadiran Alquran, maka kemudian diinisiasikan ke
dalam studi Alquran. Demikian pula yang terjadi pada living hadis.

3. Pembahasanliving hadis dapat dilihat dalam tiga bentuk, yaitu tulis, lisan, dan
praktik. Ketiga model dan bentuk living hadis tersebut satu dengan yang lainnya
sangat berhubungan.Pada awalnya gagasan living hadis banyak pada tempat praktik.
Hal ini dikarenakan prektek langsung masyarakat atas hadis masuk dalam wilayah
ini dan dimensi fiqh yang lebih memasyarakat ketimbang dimensi lain dalam ajaran
Islam. Sementara dua bentuk lainnya, lisan dan tulis saling melengkapi keberadaan
dalam level praksis.Bentuk lisan adalah sebagaimana terpampang dalam fasilitas
umum yang berfungsi sebagai jargon atau motto hidup seseorang atau masyarakat.
Sementara lisan adalah berbagai amalan yang diucapkan yang disandarkan dari hadis
Nabi Muhammad saw. berupa zikir atau yang lainnya.Untuk membahas berbagai
aras living hadis perlu pemahaman metodologi yang sesuai dengan obyek kajiannya,
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Soetari Ad., EndangOtentisitas Hadis Studi Kritis Atas Kajian Hadis Kontemporer. Bandung:
Rosdakarya, 2004.

Sumbulah, UmiKajian Kritik Hadis. Malang: UIN Press, 2010.


22

Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Metodologi Living
Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: Penerbit Teras, 2007.

Rahman, Fazlur Islam, terj. Muhammad Ahsin. Bandung: Pustaka, 1984.

Mushthofa Azami, Muhammad. Metodologi Kritik Hadis, terj. A. Yamin. Jakarta: Pustaka
Hidayah, 1992.

Alfatih Suryadilaga, Muhammad. Aplikasi Penelitian Hadis Dari Teks ke


Konteks,.Yogyakarta: Penerbit Teras, 2009.

Robinson, Neal Discovering the Qur’an (London: SCM Press, 1996).

Mushthofa Azami, Muhammad. Menguji Keaslian Hadis-Hadis Hukum, Sanggahan atas The
Origins of Muhammadan Jurisprudence Joseph Schacht. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.

Al-Qardhawi, YusufPengantar Studi Hadis, diterjemahkan dari Al-Madkhal Li Dirasah As-


Sunnah An-nabawiyyah. Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, juz IV.Beirut: Dar al-
Fikr, t.th.
23

Anda mungkin juga menyukai