Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


CKR
I. Definisi
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek
sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia Anderson Price, 1985)
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, otak, cedera
paling sering dan merupakan penyakit neuroligist yang serius diantara
penyakit neurologist dan merupakan proporsi epodemik sebagai hasil
kecelakaan jalan raya. (Bruner & Suddart, 2002)
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala merupakan suatu cedera
atau trauma pada kulit kepala, tengkorak, otak yang diakibatkan oleh suatu
benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak,
merupakan penyakit neuroligis yang seirus diantara penyakit neurologis
karena menyebabkan kematian / kecacatan terutama pada kelompok usia
produktif.
II. Etiologi
a. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat, seperti luka tembus peluru, pisau.
b. Trauma oleh benda tumpul
Contoh : Pukulan, tabrakan mobil, terjatuh, cedera saat berolah raga,
dan lain-lain yang dapat menyebabkan cedera menyeluruh (difus).
Kerusakan terjadi ketika energi atau kekuatan diteruskan ke substansi
otak. Energi diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit,
kepala, tengkorak dn otak
III.Manifestasi Klinis
Berdasarkan letak perdarahan tanda dan gejalanya sebagi berikut :
a. Epidural hematoma
Perdarahan di ruang epidural diantara tulang tengkorak dan
durameter. Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak
dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah atau cabang-cabang
arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah
ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
1. Penurunan kesadaran
2. nyeri kepala
3. Muntah
4. Hemaparesis
5. Dilatasi pupil ispilateral
6. pernafasan dalam cepat kemudian dangkal iregular
7. penurunan nadi
8. peningkatan suhu
b. Subdural hematoma
Perdarahan di ruang subdural antara durameter dengan araknoid.
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi
akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan
vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan
sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan
kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Gejala yang terjadi yaitu :

1) Nyeri kepala
2) Bingung
3) Mengantuk
4) Menarik diri
5) Berpikir lambat
6) Kejang
7) Odem perut
c. Subaraknoid hematoma
Perdarahan di ruang subaraknoid antara araknoid dengan
piameter. Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya
pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera
kepala yang hebat.
Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri
2) Penurunan kesadaran
3) Hemiparese
4) Dilatasi pupil ipsilateral
5) Kaku kuduk
d. Hematoma intraserebral
Perdarahan pada jangka otak karena pecahnya pembuluh darah arteri,
kapiler, vena. Gejala yang terjadi yaitu :
1) Nyeri kepala
2) Penurunan kesadaran
3) Perubahan tanda-tanda vital
4) Dilatasi pupil
IV. Patofisiologis
Cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Cedera primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang
tengkorak, robek pembuluh darah, (hematomi), kerusakan jaringan
otak (termasuk robeknya durameter, laserasi ,kontusio).
2. Cidera sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.

V. Alur masalah CKR


VI. Klasifikasi

a. Menurut jenis luka atau cedera


1) Cedera kepala terbuka
Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
2) Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gagar otak ringan dengan
edema serebral yang luas
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Gaslow Coma Scale)
1) Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan )
kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak
ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun
hematoma
2) Cedera kepala sedang: (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
3) Cedera kepala berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan
atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio
cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

VII. Komplikasi

1. Herniasi otak : akibat dari edema dan peningkatan TIK


2. Hidrosefalus : akibat peningkatan akumulasi cairan serebrospinal
3. Infeksi : terjadi pada cedera kepala terbuka
4. SIADH : terjadi bila lesi mengenai hipotalamus

VIII. PENATALAKSANAAN
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan hemastatis otak dan
mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi
kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral
adekuat. Hemoragi terkontrol, hipovotemia diperbaiki, dan nilai - nilai gas
darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan.
a. Pedoman Resusitasi dan Penilaian Awal
1) Menilai jalan nafas : Bersihkan jalan nafas dari debris atau muntahan,
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan
memasang kolar servikal, pasang guedel bila ditolerir, jika pasien
cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus
diintubasi.
2) Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan atau
tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien
bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti
pneumotorak. Pasang oksimetri nadi jika tersedia dengan tujuan
menjaga saturasi oksigen minimun 95%.
3) Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi.
Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya, perhatikan
secara khusus adanya cedera intraabdomen atau dada, ukur dan catat
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan
EKG. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk
meperiksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glutosa dan
analisa gas darah arteri.
4) Menilai tingkat kesadaran :
a) Cedera kepala ringan (GCS13-15)
b) Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
c) Cedera kepala berat (GCS 3-8

b. Mengontrol TIK pada cedera kepala :

1) Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30 derajat


2) Pertahankan kepala dan leher pasien dalam kesejajaran sentral (tidak
memutar).
3) Memberikan medikasi yang diserarkan untuk menurunkan TIK
(misal : diuretik, kortikosteroid)
4) Mempertahankan suhu tubuh normal
5) Hiperventilasi pasien pada ventilasi mekanik : memberikan O2
6) Mempertahankan pembatasan cairan
c. Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Membuka mata (E)
4 : spontan atau membuka mata spontan.
3 : terhadap rangsang suara atau membuka mata bila dipanggil atau
diperintah.
2 : terhadap rangsang nyeri membuka mata bila ada tekanan padajari.
1 : tidak ada atau mata tidak membuka terhadap rangsang apapun.
2) Respon verbal (V)
5 : orientasi baik : dapat bercakap-cakap, mengetahui siapa dirinya,
dimana berada, bulan dan tahun.
4 : bingung : dapat bercakap-cakap, tetapi ada disorientasi.
3 : kata-kata yang diucapkan tidak tepat : percakapan tidak dapat
bertahan, susunan kata-kata kacau atau tidak tepat.
2 : tidak dapat dimengerti atau mengeluarkan suara (msl : merintih)
tetapi tidak ada kata - kata yang dapat dikenal.
1 : tidak ada : tidak mengeluarkan kata-kata.
3) Respon motorik (M)
6 : mematuhi perintah misal ”angkat tangan”
5 : melokalisasi nyeri : tidak mematuhi perintah tetapi berusaha
menunjukkan nyeri dan menghilangkan nyeri tersebut
4 : reaksi fleksi : lengan fleksi bila diberikan rangsang nyeri dan
tanpa posisi fleksi abnormal
3 : fleksi abnormal terhadap nyeri : lengan fleksi disiku dan pronasi
tangan mengepal (postur dekortitasi)
2 : ekstensi abnormal terhadap nyeri : ekstensi lengan disiku, lengan
biasanya adduksi dan bahu berotasi ke dalam (postur deserebrasi)
1 : tidak ada : tidak ada respon terhadap nyeri : flaksid.
d. Pemeriksaan sistem motorik
Mencakup pengkajian pada ukuran otot , tonus atot, kekuatan otot,
koordinasi dan keseimbangan. Pasien diintruksikan untuk berjalan
menyilang di dalam ruangan , sementara pengkaji mencatat postur dan
gaya berjalan. Lihat keadaan ototnya, dan bila perlu lakukan palpasi untuk
melihat ukuran dan keadaan simetris. Keadaan atrofi atau gerakan tidak
beraturan (tremor) perlu dicatat. Tonus otot dievaluasi dengan palpasi
yaitu dengan berbagai variasi pada saat otot istirahat dan selama gerakan
pasif. Pertahankan seuruh gerakan tetap dicatat dan didokumentasikan .
keadaan tonus yang tidak normal mencakup spastisitas (kejang), rigititas
(kaku atau fleksiditas).
1) Kekuatan otot
Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien
untuk melakukan fleksi dan ekstremitas sambil dilakukan penahanan.
Beberapa dokter mempunyai lima angka untuk menilai ukuran
kekuatan otot. Nilai 5 adalah indikasi terhadap kekuatan konstraksi
maksimal, nilai 4 untuk kekuatan sedang, nilai 3 indikasi kekuatan
hanya cukup untuk mengatasi kekuatan gravitasi, nilai 2 menunjukkan
kemampuan untuk menggerakkan tapi tidak dapat mengatasi kekuatan
gravitasi, nilai 1 mengindikasikan kekuatan kontraksiminimal, dan 0
mengindikasikan ketidakmampuan sama sekali dalam melakukan
kontraksi.

2) Keseimbangan dan koordinasi


Pengaruh serebelum pada sistem motorik terliahat pada kontrol
keseimbangan dan koordiasi. Koordinasi tangan dan ekstremitas atas
dikaji dengan cara meminta pasien melakukan gerakan cepat,
berselang-seling dan ini manunjuk satu titik ke titik lain. Pertama
pasien diminta untuk menepukkan tangan ke paha secepat mungkin ,
masing-masing tagan diuji secara terpisah. Kemudian pasien
diinstruksikan untuk membalikkan tangan dari posisi telentang ke
posisi telungkup dengan gerakan cepat. Selanjutnya pasien
diperintahkan untuk menyenyuh masing-masing jari dengan ibu
jarisecara berurutan.catat setiap gerakan cepat, simetris dan derajat
kesulitan.
e. Pemeriksaan saraf kranial
1. Saraf olfaktorius.
Sensasi terhadap bau-bauan.
Pemeriksaan dilakukan dengan mata tertutup, pasien diperintahkan
mengeidentifikasikan bau yang sudah dikenal (kopi, tembakau).
Masing-masing lubang hidung di uji secara terpisah.
2. Saraf optikus
Ketajam penglihatan
Pemeriksaan dengan kartu snellen, lapang pandang, pemeriksaan
oftalmoskopi.
3. (Okulomotorius, Traklear, abdusen)
Fungsi saraf kranal III, IV, dan VI dalam pengaturan gerakan-gerakan
mata :
4. Syaraf kranial III turut dalam pengaturan gerakan kelopak mata,
kontrol otot pada pupil dan otot siliaris dengan mengontrol akomodasi
pupil. Pemeriksaan : kaji rotasi akular, mengkonjugasikan gerakan
nistagmus, kaji reflek pupil dan periksa kelopam mata terhadap
adanya patosis

5. (Trigeminal)
1) Sensasi pada wajah
Pemeriksaan : anjurkan pasien menutup kedua mata,
sentuhkan kapas pada dahi, pipi dan dagu, bandingkan kedua sisi
yang berlawanan. Sensitivitas terhadap nyeri daerah permukaan
diuji dengan menggunakan benda runcing dan diakhiri dengan
spatel lidah yang tumpul, lakukan pengkajian dengan benda tajam
dan tumpul secara bergantian.
2) Refleks kornea
Pemeriksaan : pada saat pasien melihat ke atas, lakukan
sentuhan ringan dengan sebuah gumpalan kapas kecil di daerah
temporal masing – masing kornea, bila terjadi kedipan mata
keluarnya air mata adalah respons yang normal.
3) Mengunyah
Pegang daerah rahang pasien dan rasakan gerakan dari sisi ke
sisi.Palpasi otot maseter dan temporal, apakah kekuatannya sama
atau tidak sama.
6. (Fasial)
Gerakan otot wajah, ekspresi wajah, sekresi air mata dan ludah.
Observasi simetrisitas gerakan wajah saat : tersenyum, bersiul,
mengangkat alis, mengerutkan dahi, saat menutup mata rapat-rapat.
Rasa kecap : dua pertiga anterior lidah.
Pasien mengekstensikan lidah, kemampuan lidah membedakan rasa
gula dan garam.
7. Vestibulokoklear (auditorius)
Keseimbangan dan pendengaran
Pemeriksaan : uji bisikan suara / bunyi detak jam, uji untuk lateralisasi
(weber), uji untuk konduksi udara dan tulang (Rinne).
8. Glosofaringeus
Rasa kecap : sepertiga lidah bagian pasterior.

9. Vagus
Konstraksi faring dengan tekan spatel lidah pada lidah posterior, atau
menstimulasi faring posterior untuk menimbulkan refleks menelan.
Gerakan simetris dari pita suara, gerakan simetris palatum mole minta
pasien mengatakan ah, observasi terhadap peninggia ovula simetris
dan palatum mole.
10. Aksesorius spinal
Gerakan otot sternokleidomastoid dan trapezius
Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius pada saat pasien mengangkat
bahu sambil dilakukan penekanan.
Palpasi dan catat kekuatan otot sternokleidomastoid pasien saat
memutar kepala sambil dilakukan penahanan dengan tangan penguji
ke arah yang berlawanan.
11. Hipoglosus
Gerakan lidah
Bila pasien menjulurkan lidah keluar, terdapat devlasi atau tremor.
Kekuatan lidah dikaji dengan cara pasien menjulurkan lidah dan
menggerakkan ke kiri atau kanan sambil diberi tahanan.
X. Pemeriksaan Penunjang

1. CT-Scan : untuk menentukan tempat luka atau jejas, mengevaluasi


gangguan strukrutal
2. MRI : mengidentifikasi kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
3. X-Ray : mendeteksi dan mengidentifikasi fraktur
4. AGP : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan sirkulasi
5. Cerebral Anglography : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,
seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
6. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
7. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
8. EEG : untuk memperlihatkan keadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
IX. Masalah keperawatan
Maslah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera
kepala adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut b.d agen injury fisik.
2. Gangguan rasa nyaman myeri b.d laserasi pada kepala
3. Gangguan istirahat tidur b.d nyeri
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.doutput yang
berlebih.

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

IIX. Asuhan keperawatan secara teori


1. Pengkajian

 Data fokus yang perlu dikaji:


Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera
terjadi, penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat
kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera:
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)
b) Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara,
pupil, orientasi waktu dan tempat)
c) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan
kepatenan jalan nafas)
d) Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan
frekuensi)
e) Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu
makan/ minum, peristaltik, eliminasi)
f) Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/
lesi)
g) Sistem reproduksi
h) Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
1) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah
kebiasaan merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat
obatan)
b) Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing,
kelelahan, dan kelemahan otot)
c) Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
d) Pola eliminasi
e) Pola tidur dan istirahat
f) Pola kognitif dan perceptual
g) Persepsi diri dan konsep diri
h) Pola toleransi dan koping stress
i) Pola seksual dan reproduktif

2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
2. Gangguan rasa nyaman myeri b.d laserasi pada kepala
3. Gangguan istirahat tidur b.d nyeri
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.doutput yang
berlebih.
3. Perencanaan
 Diagnosa 1
 Tujua : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x 24
jam, klien dapat mengontrol tingkat nyeri secara mandiri.
 Kriteria hasil :

1. klien dapat Nengontrol nyeri, dengan mengenal faktor-faktor


penyebab
- Mengenal onset nyeri
- Tindakan pertolong-an non farmakologi
- Menggunakan anal-getik
- Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
- Nyeri terkontrol
2. Klien dapat Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
- Melaporkan nyeri
- Frekuensi nyeri
- Lamanya episode nyeri
- Ekspresi nyeri wajah
- Kehilangan nafsu makan

3. Klien dapat meningkatkan kenyamanan, dengan indikator :


- Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
 Rencana intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidak nyamanan secara verbal dan non
verbal.
3. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui
respon penerimaan klien terhadap nyeri.
4. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
5. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan
selain obat untuk meringankan nyeri.
7. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
 Diagnosa 2
 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x
24 jam, klien diharaplan nyeri menghilang.
 kriteria hasil :
- pasien merasa nyaman
- pasien bias tidur dengan normal.
 Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada pasien
2. Jelaskan pada pasien tentang setiap tindakan yang akan
dilakukan
3. Kaji tingkat nyeri pasien
4. Bantu pasien mendapatkan posisi yang paling nyaman
5. Observasi TTV
6. Kaloborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi
(analgesik)

 Diagnosa 3
 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x
24 jam, klien diharaplan rasa nyeri menghilang dan pasien
dapat istirahat tidur dengan normal.
 Kriteria hasil :
- Pola tidur pasien normal
- Malam + 8 jam
- Siang + 1 jam
 Intervensi :
1. Jelaskan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
2. Kaji tingkat nyri pasien
3. Ciptakan lingkungan yang nyaman
4. Bantu pasien mengambil posisi yang nyaman mungkin untuk
tidur
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi
 Diagnosa 4
 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x
24 jam, klien diharapkan kebutuhan cairan pasien
terpenuhi.
 Kriteria hasil :
- Kebutuhan cairan pasien terpenuhi dan asupan pasien
terpenuhi
 Intervensi :
1. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan
2. Kaji out put dan input pasien
3. Anjurkan pada pasien untuk minum setiap setelah muntah.
4. observasi
5. kolaborasi dengan tim medis atau dokter untuk pemberian
terapi.

4. Evaluasi
Setelah di lakukan tindakan keperawatan di atas masalah klien dapat
di atasi seperti mampu mengontrol tingkat nyeri, pasien tidak mengalami
susah tidur, pasien tidak mengalami kekurangan cairan, dan pasien tidak
mengalami mual muntah.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Volume Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA. 2014. Nursing Diagnosis: Definition and Classification.
Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.
Nurarif huda2015.nanda nic-noc medication:jogjakarta

Anda mungkin juga menyukai