Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FUNGSI MANUSIA
Makalah untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: M. Mualif

Disusun oleh :
1. Sonny Setyawan 1841230119
2. Azril Fajar Susilo 1841230035

POLITEKNIK NEGARI MALANG


TEKNIK MESIN
PRODI D4 TEKNIK MESIN PRODUKSI DAN PERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB I
Pembahasan
A. Tanggung jawab manusia terhadap Allah dan Agamanya
Manusia adalah hamba Allah, hamba yang diharuskan selalu berbakti kepada
majikannya yaitu tuhan semesta alam Allah SWT. Manusia sesungguhnya berada dalam
kerugian jika ia mengabaikan Tuhannya. Manusia itu fana. Tidak berarti di hadapan Allah
SWT, melainkan hanya nilai ketakwaannya yang dapat membuat manusia itu bernilai dan
dimuliakan oleh Allah SWT. Segala ketakwaan hanya akan bernilai dan diterima oleh Allah
SWT jika berlandaskan ketulusan mengerjakannya berdasarkan landasan ketauhidan
kepada Allah SWT.
Posisi manusia sebagai hamba Allah harus benar-benar diusahakan dan
diperjuangkan. Setiap individu manusia mempunyai tanggung jawab terhadap tugas yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Tugas yang harus dijalankan dengan keimanan dan
kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Kelak manusia akan dimintai
pertanggungjawabannya, tetang apa yang telah ia lakukan dan bagaimana ia menjalankan
tugas sebagai hamba-Nya.
Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan
kewajiban manusia dalam hidupnya sebagai suatu wujud dan yang maujud. Didalam
hidupnya manusia tidak lepas dari adanya hubungan dan ketergantungan. Adanya
hubungan ini menyebabkan adanya hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan allah
adalah hubungan makhluk dengan khaliknya. Dalam masalah ketergantungan, hidup
manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta
ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang maha kuasa, yang maha perkasa, yang
maha bijaksana, yang maha sempurna, ialah allah rabbul’alamin, Allah Tuhan yang Maha
Esa
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ : 59)
Ayat diatas menjelaskan tentang kewajiban umat islam untuk mentaati perintah
Allah Ta’ala dan Rasul Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam, dengan berpegang
teguh terhadap Al-Quran.
“Wahai orang-orang yang beriman ! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar dan
keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim : 6)
Tugas yang dipertanggung jawabkan adalah ibadah dan ketakwaan yang manusia
persembahkan hanya kepada Allah SWT.Nabi SAW bersabda: Tidaklah bergeser kedua
telapak kaki seorang hamba pada Hari Kiamat hingga ia ditanya tentang lima hal. Pertama,
tentang umurnya dihabiskannya untuk apa. Kedua, tentang masa mudanya dimanfaatkan
untuk apa. Ketiga, tentang hartanya, di peroleh dari mana dan dihabiskan untuk apa. Dan
kelima, tentang ilmunya, bagaimana ia mengamalkannya. (Hadits Hasan riwayat Tirmidzi).
Umur yang dimaksud adalah meliputi masa muda dan juga masa-masa yang
lainnya. Dalam hadis ini masa muda disebutkan secara khusus, karena masa muda adalah
sebuah jenjang usia yang memiliki daya kekuatan yang berbeda dengan jenjang lainnya. Di
masa-masa itulah manusia lebih patut bekerja keras untuk melakukan ketaatan. Yang
dimaksud ialah dorongan untuk menghabiskan usia dalam ketaatan kepada Allah SWT, dan
bersabar dalam ketaatan itu sampai mati.
Karena itu pula digambarkan oleh Nabi SAW, bahwa kelak di akhirat ada tujuh
kelompok orang yang akan dinaungi oleh Allah pada saat umat manusia merasakan
panasnya padang Mahsyar. Adapun salah satu dari tujuh kelompok itu adalah kelompok
pemuda yang menghabiskan waktu-waktunya untuk beribadah kepada Allah.
Allah SWT berfirman, yang artinya “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud [shalat]. Dan sembahlah Tuhanmu
sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Q.S. Al-Hijr: 98-99).
Karena kematian itu tidak dapat diprediksikan kapan datangnya dan kapan
waktunya secara tepat, maka sudah selayaknya setiap jiwa muslim tidak menunda-nunda
dalam upaya mengumpulkan pundi-pundi pahala sebanyak-banyaknya, yaitu dengan
banyak beribadah kepada Allah dan beramal baik.
Kematian seseorang itu tidak mengenal batas waktu. Adakalanya bayi yang baru
lahir, langsung meninggal dunia. Terkadang di kalangan remaja pun sering terjadi kematian
yang tidak terduga sebelumnya. Orang dewasa yang masih segar bugar juga tidak dapat
menjamin dirinya akan hidup awet dan panjang umur sesuai keinginannya. Apalagi orang
yang sudah tua renta, maka jemputan malaikat pencabut nyawa pasti akan lebih dekat untuk
menghampirinya.
Allah SWT berfirman,yang artinya “Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat
untuk dirimu, niscaya kamu memperoleh [balasannya] di sisi Allah sebagai balasan yang
paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (Q.S. Al-Muzzammil: 20).
Jadi, jangan ragu untuk melakukan kebaikan sekecil apapun, walau tampak tidak
bernilai di hadapan orang lain. Sebaliknya, jangan menyepelekan kejahatan sekecil apapun,
karena Allah adalah Dzat yang tidak pernah lalai dan tidak pernah tidur sejenakpun.
Allah SWT berfirman, “pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan
yang bermacam-macam supaya memperlihatkan kepada mereka [balasan] pekerjaan
mereka. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya ia akan
melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun,
niscaya ia akan melihat [balasan] nya pula.” (Q.S. Az-Zalzalah: 6-8).
Manusia dengan segala bentuk dan profilnya, tentu memiliki tanggung jawab
kepada Allah Sang Pencipta, karena Allah telah memberi banyak kenikmatan hidup yang
tak terhitung pada setiap orang yang pernah lahir di dunia ini. Wa in ta`uddu ni`matallahi
laa tuhshuuha (Apabila engkau akan menghitung banyaknya kenikmatan dari Allah, maka
engkau tidak akan mampu menghitungnya).
Tuntutan ibadah dan ketakwaan tersebut bukan berarti bahwa Allah memerlukan
ibadah dan ketakwaan tersebut bukan berarti bahwa Allah memerlukan ibadah dan
ketakwaan itu, sebab Allah akan tetap Maha Agung dan Maha Besar walaupun tak ada
seorang pun manusia yang menyembahnya, Dia akan berdiri sendiri dengan Dzat-Nya
sendiri. Allah tidak akan terjangkau oleh akal pikiran kita jika terus dipikirkan dan
sesungguhnya memikirkan bentuk fisik Allah adalah suatu hal yang mustahil. Allah tidak
sama dengan Makhluk ciptaannya. Ia bukanlah sesuatu. Namun Ia adalah Allah SWT yang
berdiri sendiri dengan Dzat-Nya sendiri. Kata Dzat tersebut jangan diartikan sama dengan
Dzat kimia. Sudah tentu keliru.

Berikut perincian tanggung jawab manusi terhadap allah swt adalah seperti berikut :
1. Mengabdikan diri kepada Allah swt dengan beriman dan melakukan amal soleh mengikut
syariat yang ditetapakan oleh agama.
2. Melaksanakan amanah Allah swt memelihara dan mengawal agama Allah serta ajaran
Allah swt seperti FirmanNya: “Sesungguhnya Kami telah kemukakan tanggung jawab
amanah (Kami) kepada langit dan bumi serata gunung-gunung (untuk memikul) maka
mereka enggan memikulnya dan bimbang tidak dapat meyempurnakannya (karena tidak
ada pada mereka persediaan untuk memikulnya) dan (pada ketika itu) manusia (dengan
persediaan yang ada padanya) sanggup memikulnya. (ingatlah) sesungguhnya tabiat
kebanyakan manusia adalah suka melakukan kezaliman dan suka pula membuat perkara-
perkara yang tidak patut dikerjakan.” (Surah Al Ahzab: 72)
3. Melaksanakan amar makruf, nahi mungkar, yaitu sebagai khalifah Allah swt bertanggung
jawab menyebarkan Islam.
4. Menjaga kesucian agama, dengan menegakkan Islam dengan berdakwah dan melaksanakan
syariat Islam yang telah ditetapkan agama.
5. Bertanggung jawab menjauh dan memelihara diri dan keluarga dari azab neraka
Tuntutan ibadah dan ketakwaan tersebut bukan berarti bahwa Allah memerlukan ibadah
dan ketakwaan tersebut bukan berarti bahwa Allah memerlukan ibadah dan ketakwaan itu,
sebab Allah akan tetap Maha Agung dan Maha Besar walaupun tak ada seorang pun
manusia yang
Fungsi manusia dalam islam
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah
sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah.
Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah,
seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.

Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan
Allah, diantaranya adalah :
1. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada ayat
pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
2. Mengajarkan ilmu (Al Baqoroh : 31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka
wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu Allah
adalah Al Quran dan juga Al Bayan
3. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya untuk
disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri dahulu agar
membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada manusia.
1. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada Allah
dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada nafsu dan
syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan apapun
perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan
pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat : 56 “Dan
tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”
2. Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah bahwa
hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir
nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi orang tuanya
yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum
dalam QS Al A’raf : 172 “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku
ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi
saksi”.(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini(keesaan Tuhan)”
3. Khalifah Allah. Sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi
yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan bumi.
Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi
yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu
memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat
manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul tanggung jawab ini.
Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.
Kebahagian manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridho allah.
Dan untuk itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya.
Maka untuk mencapainya kebahagian dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus
mengikuti ketentuan-ketentuan dari allah SWT.
Setiap gerak-gerik kehidupan di dunia ini harus senantiasa ada
pertanggungjawaban. Orang yang diberi amanah (mandat) harus
mempertanggungjawabkan amanahnya kepada orang yang memberikan amanah
kepadanya. Seorang karyawan harus mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada
atasannya. Buruh akan mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada majikannya. Lurah
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Camat, dan Camat
mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Bupati, dan seterusnya sampai kepada
Presiden yang harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada rakyat melalui MPR.
Fenomena ini sudah lazim bagi kita di dunia ini. Bahkan, akan tetap lazim dan up to date
bagi kita sampai memasuki alam yang baru nanti, yaitu alam akhirat. Semua manusia harus
mempertanggungjawabkan perbuatan dan amalnya kepada Allah SWT besok di hari
akhirat karena manusia adalah makhluk ciptaan-Nya serta menjadi khalifah-Nya di muka
bumi ini.
Dalam hal ini setidaknya ada empat hal yang harus kita pertanggungjawabkan
kepada Allah SWT kelak di hari kiamat. Nabi saw bersabda dalam sebuah hadisnya:

"Dari Abu Barazah A-Islami berkata, Rasulullah saw bersabda, "Kedua kakinya seorang
hamba besok di hari kiamat tidak akan terpeleset sehingga dia ditanyai tentang empat hal:

1. Tentang umur, untuk apa umur itu dihabiskan.


2. Tentang ilmu, untuk apa ilmu itu difungsikan.
3. Tentang harta benda, dari mana harta benda itu diperoleh.
4. Tentang kondisi tubuh, untuk apa kenikmatan itu digunakan." (HR Tirmidzi dan berkata:
hadis tersebut Hasan-Sahih
Keempat hal tersebut mari kita rinci dan uraikan satu per satu.
1. Mengenai Umur
Allah SWT memberikan umur kepada manusia sesuai dengan kehendak-Nya, ada
yang panjang, ada yang pendek, dan ada yang sedang-sedang saja. Yang jelas umur yang
diberikan kepada manusia itu ada batasnya, dan pada waktunya, manusia akan diwafatkan
oleh Allah SWT. Allah berfirman dalam Alquran, " Tiap-tiap umat mempunyai batas
waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (Al-A'raaf: 34)
Berkaitan dengan umur ini umat Muhammad adalah umat yang paling pendek
umurnya dibandingkan dengan umat-umat yang terdahulu. Nabi saw sendiri umurnya
hanya 63 tahun, sebuah umur yang relatif pendek bila dibandingkan dengan para Nabi
sebelumnya. Secara umum umat Muhammad berumur dalam kisaran 60 sampai 70 tahun,
sebagaimana yang pernah beliau tegaskan dalam hadisnya, "Rata-rata umur umatku antara
60 sampai 70 tahun."
Dengan umur sependek itu, pertanyaan yang perlu dikedepankan adalah untuk apa
umur yang begitu singkat itu kita habiskan? Realitas sosial menunjukkan bahwa
kebanyakan manusia selalu menunda-nunda melakukan amal saleh padahal tidak jarang
manusia yang masih muda, bahkan masih kecil, secara mendadak di wafatkan oleh Allah
SWT, Bagaimana menghadap kepada Allah SWT sedangkan mereka ini dalam keadaan
tidak siap mati karena semasa hidupnya belum membekali dirinya dengan bekal-bekal
kehidupan akhirat. Mereka menunda-nunda di sisa umurnya, tapi di tengah perjalanan ke
sana mereka terlebih dahulu sudah diwafatkan oleh Allah SWT. Kalau memang begini
jadinaya, siapa yang rugi?

Oleh karena itu, kita memang harus selalu stand by dan siap dalam menghadapi
yang namanya maut itu. Kapan pun, di mana pun, dan saat apa pun kita harus siap merespon
panggilan yang terakhir dari Allah di dunia ini. Dengan demikian, bekal taqwa dan ibadah
yang selalu menyertai kita di mana pun kita berada adalah yang terbaik bagi kita.
2. Mengenai Ilmu
Ciri yang membedakan antara manusia dan binatang adalah adanya akal. Dengan
akal manusia mampu mengakses kebaikan-kebaikan, informasi-informasi, dan lain-lain.
Dengan akal pula manusia mampu menghasilkan ilmu. Berbekal ilmulah manusia mencari
kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan di akhirat. Semakin banyak ilmunya, semakin
dekat pula dia kepada Sang Pencipta (apabila digunakan sebagaimana mestinya).
Rasulullah saw telah bersabda, "Apabila datang kepadaku suatu hari, di mana pada hari itu
aku tidak bisa menambah ilmu, maka tidak ada keberkahan bagiku pada hari itu."

Dengan ilmu yang dimiliki, manusia diharapkan akan menjadi orang yang baik
dalam semua lini kehidupannya, terutama ilmu agama. Namun, jika ada orang yang
pengetahuan agamanya lebih dari cukup, lalu tindakan kesehariannya tidak sesuai dengan
ilmunya, bahkan bertentangan,

3. Mengenai Harta Benda


Dalam hal harta benda, ada dua pertanyaan yang akan ditanyakan Allah kepada
kita. Pertama, dari mana harta itu dihasilkan? Kedua, untuk apa harta itu dibelanjakan?
Harta yang ada pada kita itu semata-mata titipan Allah SWT, karena itu kita harus pandai-
pandai memperoleh dan membelanjakannya. Harta yang kita dapatkan harus melalui jalan
dan cara yang halal. Apabila tidak seperti itu, maka pada hakikatnya hanya
menyengsarakan kita. Rasul saw bersabda, "Setiap daging yang tumbuh dari barang yang
haram, maka neraka lebih berhak untuk memakan (menyiksa) daging itu."
Setelah harta tersebut kita peroleh dari jalan yang halal, maka kita pun wajib
membersihkan (menzakati) harta itu jika sudah mencapai satu nishab. Nishab harta benda
senilai 85 gram emas dan kita keluarkan 2 ½ % nya. Alquran menjelaskannya, "Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu mmembersihkan dan menyucikan
mereka, dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (At-Taubah: 103)
4. Mengenai Kesehatan dan Kondisi Tubuh
Kebanyakan manusia ketika sehat dan bugar sering lupa akan kewajibannyan
kepada Yang Maha Kuasa dan selalu lupa untuk melakukan hal-hal yang dapat
mendekatkan diri kepada-Nya. Demikian pula ketika terbuka kesempatan yang luas
dihadapannya, yaitu ketika mereka sedang menjadi orang yang penting, mereka lupa akan
hal-hal tersebut. Namun, ketika semuanya itu sudah sirna di hadapannya, yang sibuk sudah
menjadi tidak sibuk, yang pegawai (karyawan) menjadi pensiun dan yang militer sudah
menjadi purnawirawan, mereka semua ini baru sadar akan pentingnya hal-hal tersebut.
Orang-orang semacam ini masih beruntung karena penundaan mereka masih membuahkan
hasil dan tidak sia-sia. Akan tetapi, alangkah ruginya bagi orang-orang yang suka menunda-
nunda amal saleh, akan tetapi maut segera menjemputnya dengan tiba-tiba. Alangkah sia-
sianya penundaan mereka. Oleh karena itu, Rasul saw mengingatkan kepada kita dalam
sabdanya, "Ada dua kenikmatan, kebanyakan manusia terlena dengan keduanya (sehingga
mereka tidak diberkahi Allah), yaitu kesehatan dan kesempatan." (HR Al-Bukhari)
Dalam riwayat yang lain Rasul saw pernah memberi nasihat kepada Ibnu Umar,
"… dan (manfaatkanlah) kesehatanmu sebelum datang waktu sakitkanmu…."
Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar diberi-Nya kekutan untuk
mempersiapkan bekal selama hidup di dunia ini dengan mengabdi kepada-Nya, sehingga
kita bisa mempertanggungjawabkan keempat hal tersebut di hadapannya dengan benar dan
penuh kemudahan, amin.

B. Hak dan Tanggungjawab Manusia sebagai anggota Keluarga


1. Ayat Pokok Tentang Tanggungjawab Terhadap Keluarga Dan Masyarakat
Tanggung jawab merupakan sesuatu yang mendampingi hak asasi manusia sejak
lahir. Dapat kita lihat tanggung jawab mengandung 2 unsur kata yaitu menangggung dan
menjawab. Menanggung sendiri yaitu memikul sesuatu baik nyata ataupun tidak sedangkan
menjawab adalah sesuatu hasil yang mutlak dari sebuah reaksi manusia dalam merespon
sesuatu disekitarnya. Dapat diartikan tanggung jawab adalah sesuatu yang ditanggung dan
harus dilakukan oleh manusia baik terlihat maupun tidak terlihat. Tanggung jawab sendiri
erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari manusia maka dari itu diperlukan sebuah
tekad untuk melaksanakan sebuah tanggung jawab.
Contoh sehari-hari sebuah tanggung jawab yaitu:
a. Seorang anak yang telah menerima hak untuk disekolahkan oleh orang tuanya maka
harus belajar dengan giat dan menjadi seorang siswa/siswi yang berprestasi
b. TUHAN menciptakan manusia ke dunia dan memberikan hak untuk hidup namun
manusia tersebut harus taat dan mematuhi larangannya agar tetap selamat.
Tanggung jawab terhadap keluarga, yaitu tiap anggota keluarga wajib bertanggung
jawab kepada keluarganya terhadap nama baik keluarga, tetapi tanggung jawab juga
merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan,dan kehidupan. Tanggung jawab
terhadap masyarakat, yaitu manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai
dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial.

QS. At-Tahrim : 6 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
a. Sebab Turunnya surat Attahrim (Asbabun Nuzul) :
Ibnu katsir setelah menulis ayat At-Tahrim beliau juga menukil pendapat yang
mengatakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan atas dirinya
Maria Al-Qibtia[1][1] tapi kemudian beliau menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa
sebab turunnya ayat tersebut adalah Nabi mengharamkan atas dirinya madu. Kemudian
Syaikh Utsaimin menguatkan pendapat yang mengatakan sebab turunnya ayat ini adalah
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan atas dirinya madu.
b. Penjelasan Ayat
Melalui ayat ini Allah memerintahkan kepada umat manusia yang percaya kapada
Allah dan Rasulnya agar mereka menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka yang
bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu,yaitu dengan taat dan patuh melaksanakan
perintah dan meninggalkan larangannya dan mengajarkan kepada keluarganya supaya
mereka melaksanakan perintah agama dan meninggalkan apa yang dilarangnya,sehingga
mereka selamat dari kobaran api neraka.
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka”,
Adh Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, mereka mengatakan bahwa :“Setiap muslim
berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, berbagai hal
berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Allah Ta’ala kepada mereka dan apa yang
dilarang-Nya.” Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan
dan cegahlah mereka.”
c. Tafsir Mengenai Ayat Ini
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka
yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan
perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada
perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Di antara cara
menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana
firman Allah SWT.

d. Terjemahan Kata Perkata

‫قُوا‬ Bentuk jamak dari fiil amr ‫ق‬yang berarti peliharalah


ُ ‫َوقُود‬ Bahan bakar
ُ ‫ارة‬َ ‫ْالح َج‬ Batu

‫غ ََلظ‬ Kasar

‫شدَاد‬ Keras

2. Ayat Munasabah Tentang Tanggungjawab Terhadap Keluarga Dan Masyarakat


a. Surah Taha : 132
132. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang
memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
1) Penjelasan Surah Taha : 132
Ayat 132 di atas, menjelaskan bahwa salah satu kewajiban kepala keluarga adalah
memerintahkan anggota keluarganya untuk melaksanakan dan memelihara shalat dengan
baik. Perintah melaksanakan shalat ini disampaikan kepada anak-anaknya ketika mereka
mulai menginjak usia tujuh tahun. seperti termuat dalam hadits,yang
Artinya: "Perintahkanlah mereka untuk melakukan shalat ketika menginjak usia tujuh
tahun. Dan ketika mereka menginjak usia sepuluh tahun belum mengerjakan shalat
maka berilah sanksi agar mereka mau mengerjakan shalat. "
Di dalam shalat terkandung nilainilai pendidikan yang luhur yang dapat membina
seseorang menjadi dewasa dalam segala hal. Nilai-nilai itu antara lain :
a) shalat menanamkan sikap selalu dekat dengan Allah
b) shalat menanamkan sikap disiplin,sikap peduli terhadap kawan
c) shalat menanamkan sikap kebersamaan
d) shalat menanamkan sikap selalu bersih
e) shalat menanamkan sikap patuh kepada atasan
Sikap berikutnya yang perlu ditanamkan kepada anak adalah sifat sabar, terutama
dalam melaksanakan shalat karena memang shalat itu adalah berat kecuali bagi orang-
orang yang jiwanya telah khusyuk. Di samping itu, perlu ditanamkan pula sifat sabar dalam
menjalankan perintah yang lain, sabar dalam menjauhi larangan, dan sabar dalam menerima
musibah. Sabar bukan berarti pas-rah terhadap keadaan, tetapi yang dimaksud sabar adalah
teguh pendirian dan tabah dalam menghadapi godaan.
Dalam akhir ayat di atas, Allah menyatakan : "Kami tidak me-minta rezeki darimu,
tetapi Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan balasan yang baik adalah bagi orang-
orang yang taqwa ".
2) Analisis
Maksud dari ungkapan ini adalah bahwa yang diminta Allah dari manusia adalah
ibadah dan taqwanya kepada Allah, bukan balasan rezeki seperti yang diminta oleh para
pembesar manusia dari bawahannya. Dan tuntutan ibadah serta ketaqwaan pun bukan berarti
bahwa Allah memerlukan ibadah dan ketaqwaan itu, sebab Allah akan tetap besar dan
agung meskipun tak seorang pun manusia menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Tetapi,
ibadah dan taqwa itu mengandung hikmah, kegunaan, manfaat nilai-nilai luhur seperti yang
telah disebutkan di atas. Ini semata-mata untuk keperluan manusia sendiri. Selanjutnya
pahala ibadat akan diterimanya pula nanti di akhirat.
3) Maknanya
Tugas seorang kepala keluarga bagi putra-putrinya dan anggota keluarga lainnya adalah :
a) Mengajari mereka untuk melaksanakan shalat sejak dini.
b) Menanamkan sifat sabar kepada mereka dalam melaksanakan shalat dan perintah-
perintah Allah yang lain.
c) Memberikan pengertian kepada mereka bahwa manfaat shalat adalah untuk kepentingan
dirinya sendiri.

b. Surat An Nisa : 36
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
dan membangga-banggakan diri.
Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan
kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim.
4) Penjelasan Ayat :
Ayat 9 di atas menjelaskan fungsi keluarga, yaitu menjaga kelangsungan hidup
keluarga dari kepunahan dengan cara menyiapkan generasi penerus yang lebih kuat, baik
fisik maupun mentalnya. Dari segi fisik, mereka harus dibekali dengan makanan dan
minuman yang bergizi, disamping sandang, pangan dan perumahan yang memadai.
Sedangkan dari segi mental, mereka harus dibekali dengan pendidikan agama yang dapat
menuntut mereka kepada jalan yang benar. Akhir ayat itu pun menganjurkan kepada para
orang tua untuk memperlakukan semua anggota keluarganya dengan tegur saga atau
ucapan-ucapan yang baik yang menunjukkan sikap kasih sayang dan mendidik.
c. Surah Hud : 117-119
117. Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim,
sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.
118. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka Senantiasa berselisih pendapat,
119. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah
menciptakan mereka. kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya
aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.

Penjelasan Ayat :
Pada ayat 117,dijelaskan bahwa tidak ada dibinasakan suatu negeri, jika penduduk
negeri itu masih suka berbuat kebaikan dan tidak bebuat dzalim.Siksa Allah SWT. Akan
datang apabila manusia itu suka berbuat dzalim.
Selanjutnya, pada ayat 118, dijelaskan Bahwa Allah SWT. Mampu menjadikan
manusia sebagai umat yang satu dalam beragama. Akan tetapi, Allah SWT. Menjadikan
manusia itu dilengkapi dengan akal. Mereka mempunyai kemampuan berbuat dan
berikhtiar tanpa ada paksaan.selain itu,mereka mempunyai kemampuan dan pengetahuan
yang berbeda beda. Oleh karena itu, timbul perbedaan pendapat dan perselisihan yang tak
ada habis habisnya.
Kemudian, pada ayat 119, dijelaskan bahwa orang-orang yang tidak berselisih,
merekalah yang mendapat rahmat, topik,dan hidayah Allh SWT. Mereka bersatu serta
selalu mengupayakan persatuan agar manusia taat pada ketentuan dan peraturan Allah
SWT. Mereka itulah yang termasuk orang – orang yang berbahagia dan diakhirat akan
dimasukkan kedalam surga. Adapun yang selalu berselisih, mereka termasuk orang orang
yang celaka dan akan menjadi penghuni neraka.pada akhir ayat ini,Allah SWT menegaskan
bahwa dia akan memenuhi neraka jahannam dengan jin dan manusia,yaitu mereka yang
selalu berbuat jahat dan onar dimuka bumi
3. Hadist Tentang Tanggung Jawab Manusia Terhadap Keluarga & Masyarakat

ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫سم ْعتُ َر‬ َ ‫ي هللاُ َع ْن ُه َما قَا َل‬
َ ‫ع َم َر َرض‬ ُ ‫َع ْن َعبْد هللا بْن‬
‫ ًكلُّ ُك ْم َراعٍ َو َكلُّ ُك ْم َم ْسؤ ُْول َع ْن َرعيَّته َواإل َما ُم‬:ُ‫سلَّ َم يَقُ ْول‬
َ ‫َعلَيْه َو‬
‫الر ُج ُل َراعٍ فى أ َ ْهله َو َم ْسؤ ُْول َع ْن َرعيَّته‬ َّ ‫ع ْن َرعيَّته َو‬ َ ‫َراعٍ َو َم ْسؤ ُْول‬
‫َو ْال َم ْرأَة ُ َراع َية فى َبيْت زَ ْوج َها َو َم ْسؤ ُْولَة َع ْن َرعيَّت َها َو ْالخَاد ُم َراعٍ فى‬
‫الر ُج ُل َراعٍ فى‬ َّ ‫ َو‬: ‫ع ْن َرعيَّته َوقَا َل َحس ْبتُ أ َ ْن قَا َل‬ َ ‫سيِّده َو َم ْسؤ ُْول‬ َ ‫َمال‬
‫َمال اَبيْه َو َم ْسؤ ُْول َع ْن َرعيَّته َو ًكلُّ ُك ْم َراعٍ َو َكلُّ ُك ْم َم ْسؤ ُْول َع ْن َرعيَّته‬
)‫(رواه البخارى ومسلم والترمذى‬
Terjemahan Hadist :
Dari Abdullah bin Umar ra. ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
"Setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Imam
adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Lelaki adalah pemimpin dalam
keluarganya dan bertanggung jawab atas anggota keluarganya.
Dan seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya, dan ia
bertanggung jawab atas semua anggota keluarganya. Seorang pembantu adalah
pemimpin bagi harta majikannya, dan ia bertanggung jawab atas ke selamatan dan
keutuhan hartanya". Abdullah berkata : 'Aku mengira Rasulullah mengatakan pula bahwa
seseorang adalah pemimpin bagi harta ayahnya dan bertanggung jawab atas keselamatan
dan keutuhan hartanya itu. Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab
atas'segala yang dipimpinnya.
(HR. Bukhari Muslim dan Turmudzi)

1. Penjelasan Hadist :
Hadits di atas menjelaskan bahwa pada hakikatnya semua manusia itu adalah
pemimpin bagi segala hal yang ada di b awah wewenangnya sesuai dengan tingkat dan
kedudukan masing-masing, mulai dari pemimpin formal sampai dengan pemimpin
yang non-formal. Dengan demikian, semua orang harus mempertanggungjawabkan segala
sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Disebutkan dalam hadits tadi umpamanya
seorang pembantu adalah pemimpin bagi harta majikannya dan ia bertanggung jawab atas
keutuhan dan keselamatan harta majikannya itu. Ini artinya bahwa seorang pembantu
tugasnya bukan hanya melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepadanya,
tetapi ia juga harus bertanggung jawab dan berusaha untuk menjaga kekayaan majikannya
dari kerusakan atau kehilangan, apakah itu diakibatkan oleh pencurian, kebakaran,
kelalaian, dan sebagainya.
C. Hak dan Tanggungjawab Manusia Terhadap Negara dan Keemanusiaan
Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam batas-batas tertentu telah difahami
orang, akan tetapi karena setiap orang melakukan akitivitas yang beraneka ragam dalam
kehidupan kenegaraan, maka apa yang menjadi hak dan kewajibannya seringkali
terlupakan. Dalam kehidupan kenegaraan kadang kala hak warga negara berhadapan
dengan kewajibannya. Bahkan tidak jarang kewajiban warga negara lebih banyak dituntut
sementara hak-hak warga negara kurang mendapatkan
perhatian.
Hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan kenegaraan maupun hak dan
kewajiban seseorang dalam kehidupan pribadinya, secara historis tidak pernah dirumuskan
secara sempurna, karena organisasi negara tidak bersifat statis. Artinya organisasi negara
itu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia. Kedua konsep hak
dan kewajiban warga negara/manusia berjalan seiring. Hak dan kewajiban asasi marupakan
konsekwensi logis dari pada hak dan kewajiban kenegaraan juga manusia tidak dapat
mengembangkan hak asasinya tanpa hidup dalam organisasi negara.
Hak dan kewajiban warga negara dan hak asasi manusia dewasa ini menjadi amat
penting untuk dikaji lebih mendalam mengingat negara kita sedang menumbuhkan
kehidupan demokrasi. Betapa tidak, di satu pihak implementasi hak dan kewajiban menjadi
salah satu indikator keberhasilan
tumbuhnya kehidupan demokrasi. Di lain pihak hanya dalam suatu negara yang
menjalankan sistem pemerintahan demokrasi, hak asasi mnusia maupun hak dan kewajiban
warga negara dapat terjamin.

Pengaturan hak asasi manusia maupun hak dan kewajiban warga negara secara
lebih operasional ke dalam pelbagai peraturan perundang-undangan amat bermanfaat.
Pengaturan demikian itu akan menjadi acuan bagi penyelenggara negara agar terhindar dari
tindakan sewenang-wenang tatkala
mengoptimalisasikan tugas kenegaraan. Sedangkan bagi masyarakat/warga negara hal itu
merupakan pegangan/pedoman dalam mengaktualisasikan hak-haknya dengan penuh rasa
tanggung jawab. Akan tetapi bagaimana substansi HAM maupun hak dan kewajiban warga
negara Indonesia dalam perundang-undangan/ hukum positif menarik untuk menjadi
bahan kajian. Dengan kejelasan substansi tersebut dapat memotivasi warga untuk
memahaminya lebih mendalam serta memberdayakan hak dan kewajibannya dalam
konteks pelaksanaan otonomi dan semangat demokratisasi di daerah.
1. Hak Asasi Manusia (HAM)
Istilah HAM pertama kali diperkenalkan oleh Roosevelt ketika Universal
Declaration of Human Rights dirumuskan pada tahun 1948, sebagai pengganti istilah the
Rights of Man. Dalam konstitusi Indonesia (UUD 1945) digunakan istilah hak warga
negara yang oleh the Founding Father di maksudkan sebagai pemenuhan hak asasi
manusia. Namun kedua istilah ini ( Ham dan hak serta kewajiban warga negara)
dipergunakan
secara resmi oleh MPR sebagaimana tercantum dalam 4 Amandemen kedua UUD 1945
(Bab X dan Bab X A) maupun dalam ketetapan MPR RI Nomor : XVII/1998. HAM
merupakan suatu pemikiran yang dituangkan dalam bentuk hukum. Pemikiran HAM itu
sangat legal formal dan bermula di Eropa Barat sebagai tempat munculnya pemikiran
liberal. Para pemikir liberal seperti John Locke dan John S. Mill yang menekankan pada
kebebasan manusia dan Montesquieu serta Rouseau yang menekankan pada equality,
menghendaki perlunya pembatasan peran negara/pemerintah. Menurut pemikiran liberal,
negara hanya berperan semata-mata sebagai alat untuk melindungi, menjamin unsur
kehidupan,
kesejahteraan dan kebebasan. Bahkan lebih ekstrim dapat dikatakan peran negara hanya
peronda malam. Pemikiran liberal yang menekankan pada “ kebebasan”, pada dasarnya
menjunjung tinggi kepentingan individu. Hal mana berbeda dengan pemikiran aliran kiri
yang menitikberatkan pada
“golongan.”
Berlainan halnya dengan konsepsi liberal dan aliran kiri, konsepsi HAM menurut versi
Indonesia adalah HAM menurut susunan masyarakat Indonesia. Dapat dikatakan pula
konsepsi HAM di Indonesia menitikberatkan pada keseimbangan antara hak Azasi dengan
kewajiban asazasi. Perbedaan konsepsi itu terletak pada ide dan aplikasi. HAM meskipun
demikian secra substansial, HAM merupakan suatu konsep universal yang di dalamnya
terdapat aspek-aspek kemanusiaan sebagai dasar yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun
dan dalam kondisi
apapun. HAM merupakan hak kodrat, hak dasar manusia, hak mutlak
Menurut Jan Matenson, HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia, yang
tanpa dengannya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Dalam ketetapan MPR RI Nomor : XVII/1998 disebutkan bahwa HAM merupakan
hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati, universal dan abadi
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup,
kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat yang tidak boleh diabaikan,
dirampas atau diganggu gugat oleh siapapun. Sedangkan dalam Undang-
Undang nomor 39 tahun 1999 ditegaskan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dari rumusan ini
jelaslah bahwa hak azasi berbarengan dengan kewajiban dasar azasi manusia. Bertitik tolak
dari pemikiran maupun rumusan HAM di atas maka pada hakikatnya HAM terdiri dari dua
hak dasar yang paling fundamental yakni hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua
hak dasar ini lahir HAM lainnya. Dengan kata lain tanpa kedua hak dasar ini maka Hak
Azasi Manusia lainnya sulit akan ditegakkan. Lazimnya hak azasi dibagi dalam dua jenis
yakni : hak azasi individual dan hak azasi sosial.
Hak azasi individual sebagai hak fundamental yang melekat pada pribadi
manusia individual ialah hak hidup dan perkembangan hidup. Umpamanya : hak atas
kebebasan batin, kebebasan menganut agama kebebasan dalam hidup pribadi, hak atas
nama baik, hak untuk kawin dan hak membentuk keluarga. Sedangkan hak asazi sosial
merupakan hak yang melekat pada pribadi manusia sebagai mahluk sosial yang meliputi
hak ekonomis, sosial dan kultural. Umpamanya hak untuk memenuhi
kebutuhan hidup (pangan, sandang), kesehatan, kerja, pendidikan. Dalam posisinya sebagai
mahluk sosial, individu mempunyai kewajiban untuk membangun hidup bersama agar
hak-hak di maksud dapat terwujud. Konsepsi HAM yang diakui oleh negara kita seperti
halnya negara lain menurut hukum dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:
a. Hak-hak pokok yang hanya dimiliki oleh para warga negara.
b. Hak-hak pokok yag pada dasarnya dimiliki oleh semua orang yang bertempat tinggal di
suatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya.
Konsepsi dasar HAM mengalami perkembangan Menurut pendapat
para ahli bahwa HAM dibagi atas 4 generasi yakni :
1) Generasi I : menitik bertkan pada hak-hak pribadi politik dan hukum;
2) Generasi II : menekankan pada hak-hak dasar ekonomi, sosial dan budaya.
3) Generasi III : menekankan pada hak-hak suatu komunitas untuk berkembang.
4) Generasi IV : menekankan pada perimbangan hak dan kewajiban warga negara.
Berdasarkan pembagian ini nyatalah bahwa budaya terkait erat dengan HAM. Budaya
dapat memotivasi manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya
dengan bebas, bahkan dengan budaya apa yang dibutuhkan mnusia dapat terpenuhi.
Sebaliknya budaya akan berkembang sejalan dengan aktivitas dan kreativitas manusia
dalam mengaktualisasikan hak dan kewajiban azasinya. Oleh sebab itu dapatlah dikatakan
budaya merupakan suatu komplex aktivitas dan tindakan manusia yang berpola, salah satu
diantaranya hukum positif yang melindungi, dan menjamin perwujudan HAM.
2. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak warga negara adalah suatu kewenangan yang dimiliki oleh warga negara guna
melakukan sesuatu sesuai peraturan perundangundangan. Dengan kata lain hak warga
negara merupakan suatu keistimewaan yan menghendaki agar warga negara diperlakukan
sesuai keistimewaan tersebut. Sedangkan Kewajiban warga negara adalah suatu keharusan
yang tidak boleh ditinggalkan oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarkat berbangsa
dan bernegara. Kewajiban warga negara dapat pula diartikan sebagai suatu sikap atau
tindakan yang harus diperbuat oleh seseorang warga negara sesuai keistimewaan yang ada
pada warga lainnya. Erat kaitannya dengan kedua istilah ini ada beberapa istilah lain yang
memerlukan penjelasan yaitu : tanggung jawab dan peran warga negara. Tanggunjawab
warga negara merupakan suatu kondisi yang mewajibkan seorang warga negara untuk
melakukan tugas tertentu. Tanggung jawab itu timbul akibat telah menerima suatu
wewenang. Sementara yang dimaksud dengan peran warga negara adalah aspek dinamis
dari kedudukan warga negara. Apabila seorang warga negara melaksanakan hak dan
kewajiban sesuai kedudukannya maka warga tersebut menjalankan suatu peranan. Istilah
peranan itu lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.
Istilah peranan mencakup 3 halyaitu :
a. Peranan meliputi norma yang dihubungkn dengn posisi seseorang dalam masyarakat.
Dalam konteks ini peranan merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang
dalam kehidupan kemasyarakatan.
b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu
dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat. Dari pengertian di atas tersirat suatu makna bahwa hak dan kewajiban warga
negara itu timbul atau bersumber dari negara. Maksudnya negaralah yang memberikan
ataupun membebankan hak dan kewajiban itu kepada warganya. Pemberian/pembebanan
dimaksud dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sehingga warga negara
maupun penyelenggara negara memiliki
peranan yang jelas dalam pengaplikasian dan penegakkan hak serta kewajiban tersebut.
BAB II
Penutup
A. Kesimpulan
1. Kebahagian manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan ridho allah.
Dan untuk itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya.
Maka untuk mencapainya kebahagian dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus
mengikuti ketentuan-ketentuan dari allah SWT.
2. Antara hak azasi manusia dengan hak dan kewajiban warga negara terdapat
perbedaan namun tidak dapat dipisahkan.
3. HAM bersumber dari kodrat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang Maha Esa,
bersifat universal dan abadi tidak tergantung kepada peraturan perundang-undangan.
Sedangkan hak dan kewajiban warga negara timbul karena adanya peraturan perundang-
undangan.
4. Peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari hukum positif yang menjamin
perwujudan HAM dan yang mengatur hak serta kewajiban warga negara amat diperlukan
sebagai kontrol dan pedoman penyelenggaraan negara serta aktivitas warga negara .
5. Pengakuan HAM dan hak serta kewajiban warga negara merupakan salah satu
atribut dari negara demokrasi yang berdasar atas hukum.

Anda mungkin juga menyukai