Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang UU N. 36 TAHUN 2009
PASAL 71 SAMPAI 78 ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih kepada Dosen Mata Kuliah ETIKOLEGAL yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
Dasar hukum dan Wewenang Bidan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang.

Sekiranya hanya ini yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan,
akhir kata kami ucapkan Terimakasih.

jambi, february 2018

penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bidan adalah seorang wanita seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan yang diakui,
telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau
memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan. Pada umumnya kita hanya
mengetahui bahwa tugas bidan adalah untuk membantu proses persalinan dan masyarakat umum
menganggap bahwa bidan sama halnya seperti dokter. Mereka tidak mengetahui bahwa kenyataannya
bidan tidak dapat disamakan dengan dokter.

Bidan dan dokter memiliki tugas dan ruang lingkup pelayanan yang berbeda. Karena tugas dan
wewenang bidan terbatas pada ibu dan anak dari bayi hingga lainnya, namun dalam kapasitas keadaan
yang norma. Misal persalinan yang dapat dilayani oleh bidan adalah persalinan normal. Jika
persalinan tersebut terjadi komplikasi atau jika harus dilakukan tindakan pembedahan maka harus
ditangani oleh seorang dokter.

Bahkan tindakan praktik bidan, dari registrasi hingga pemberian pelayanan yang dilakukan oleh
bidan sudah diatur dalam PERMENKES Nomor 1464 Tahun 2010. Namun yang kami bahas dalam
makalah ini terbatas pada pencatatan dan pelaporan. Jadi, pada saat melakukan tindakan bidan juga
membuat catatan. Kemudian selanjutnya akan dilaporkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa isi dari UU No. 36 tahun 2009 pasal 71- 78 ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa isi dari UU No. 36 tahun 2009

2. Untuk memenuhi tugas etikolegal yang diberikan oleh Ibu Istri selaku dosen mata kuliah
Etikolegal.

BAB II

TINJAUAN KASUS
2.1 Deskripsi kasus
CONTOH KASUS
Malpraktek Bidan (Aborsi)
Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi di Kediri. N (21), warga Dusun Gegeran,
Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan
janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh
bidan puskesmas. Peristiwa nahas ini bermula ketika N diketahui mengandung seorang bayi
hasil hubungannya dengan S (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri.
Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil
hubungan gelap yang sudah dilakukan oleh N dan S. Tn. S sendiri sebenarnya sudah menikah
dengan Ny. S, Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di
Hongkong, Tn. S kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan
N yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, S merasa menemukan pengganti istrinya.
Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat N hamil 3
bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, S memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut
atas persetujuan N. Selanjutnya, keduanya mendatangi E (40), yang sehari-hari berprofesi
sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah S
mendengar informasi jika bidan E kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara
suntik. Pada mulanya E sempat menolak permintaan Tn. S dan N dengan alasan keamanan.
Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua
pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan E setelah turun menjadi
Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan E yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri
melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan bidan E cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan
rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin
B12 ke tubuh N. Menurut pengakuan bidan E, pasien yang disuntik obat tersebut akan
mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya. "Ia (bidan E)
mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia
lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di
kantornya, Minggu (18/5/2008). Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, N terlihat
mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Tn. S
menuju rumahnya, N terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi
organ intimnya terus mengelurkan darah. Warga yang melihat peristiwa itu langsung
melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke
RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup
menyelamatkan N hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Tn. S di rumah sakit.
Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk bidan E di
rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas
menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini bidan E berikut Tn. S
diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian N. Tn. L (50), ayah
N yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami
anaknya. Sebab selama ini N belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta
kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.

2.1 Masalah kasus


BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Isi kasus
UU RI NO. 36 TENTANG KESEHATAN
PASAL 24
Tenaga kesehatan sebagaimana

Pasal 75
a) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
b) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
1. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
2. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:


a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana
Pasal 78
a) Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan
bagi pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
b) Pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat
dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.
c) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

3.2 Pembahsan
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta meiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Penyelanggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang


bertanggungjawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan
yang sudah diatur dalam perundang-undangan dan terus menerus harus ditingkatkan
mutunya.

4.2 Saran

Bidan sebagai seorang tenaga kesehatan harus mampu menjalankan tugas dan
kewajibannya dengan baik sesuai dengan Undang-undang Nomer 36 tahun 2009. Selain
itu, bidan harus bisa mengembangkan kemampuan dan keahliannya sesuai perkembangan
zaman dengan mengikuti seminar dan pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai