Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan hidayahNya maka tugas ini dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas
perkuliahan Pendidikan Agama Islam.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penyajian dan
referensi yang dapat penyusun pergunakan dan menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini banyak kelemahan dan kekurangan sehingga diharapkan kritik dan
saran dari Bapak Drs. H. Zaenal Fanani, M.Pd. sebagai dosen pengampu mata
kuliah Pendidikan Agama Islamdemi perbaikan dan kesempurnaan pemahaman
yang penyusun dapatkan dalam pembuatan tugas-tugas lainnya. Demikian tugas ini
disusun semoga bermanfaat bagi semua pihak.

Penyusun

DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
………………………………………………………………………………………
…….. 5
1.2 Rumusan Masalah
………………………………………………………………………………………
… 5
1.3 Tujuan Masalah
………………………………………………………………………………………
…… 6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 AQIDAH
2.1.1 Definisi
Aqidah………………………………………………………………………………
…. 7
2.1.2 Kedudukan Aqidah dalam
Islam…………………………………………………………. 7-8
2.1.3 Apa sumber-sumber
Aqidah………………………………………………………………… 9
2.1.4 Tingkatan
Aqidah……………………………………………………………………………….
10
2.1.5 fungsi
Aqidah………………………………………………………………………………
……. 11
2.1.6 Istilah tentang
Aqidah………………………………………………………………………… 12-
13
2.2 SYARIAH
2.2.1 Definisi
Syariah………………………………………………………………………………
…. 14
2.2.2 Macam-macam hukum
Syariah…………………………………………………………….. 15-16
2.3 AKHLAK
2.3.1 Definisi
Akhlak………………………………………………………………………………
….. 17-18
2.3.2 Macam-macam
Akhlak……………………………………………………………………….. 18-20
2.3.3 Sumber dan ciri-ciri
Akhlak…………………………………………………………………. 20-21

BAB III PEMBAHASAN


HUBUNGAN AQIDAH, SYARIAH DAN
AKHLAK ………………………………. 22
PENUTUP
1 Kesimpulan
………………………………………………………………………………………
……………. 23
2 Saran
23
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah
dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman
(akidah), Islam (syariat), dan ihsan (akhlak). Tetapi sekarang-sekarang ini ada yang
mengabaikan salah satu dari tiga hal ini. Sehingga kehidupannya menjadi jauh dari
agama.
Di sini para penyusun akan menjelaskan tentang hubungan antara ketiganya,
sehingga kemantapan seorang mukmin akan terjaga. Semoga apa yang para
penyusun susun dalam makalah ini berguna untuk semua kalangan umat Islam.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi Aqidah?


2. Bagaimana kedudukan Aqidah dalam Islam?
3. Apa sumber-sumber Aqidah?
4. Bagaimana tingkatan Aqidah?
5. Apa fungsi Aqidah?
6. Apa saja istilah tentang Aqidah?
7. Apa definisi Syariah?
8. Apasaja macam-macam hukum Syariah
9. Apa definisi Akhlak?
10.Apa macam-macam Akhlak?
11.Apa sumber dan ciri-ciri Akhlak?
12.Apa hubungan Aqidah, Syariah dan Akhlak?
1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui definisi Aqidah.


2. Mengetahui kedudukan Aqidah dalam Islam.
3. Mengetahui sumber-sumber Aqidah.
4. Mengetahui tingkatan Aqidah.
5. Mengetahui fungsi Aqidah.
6. Mengetahui saja istilah tentang Aqidah.
7. Mengetahui definisi Syariah.
8. Mengetahui macam-macam hukum Syariah.
9. Mengetahui definisi Akhlak.
10.Mengetahui macam-macam Akhlak.
11.Mengetahui sumber dan ciri-ciri Akhlak.
12.Mengetahui hubungan Aqidah, Syariah dan Akhlak.

BAB II
ISI

2.1 AQIDAH

2.1.1 Definisi Aqidah


Kata Aqidah berasal dari kata ( ‫“ )عقد‬Al-Aqdu”yang berarti ikatan (ar-rabth),
pengesahan (al-Ibraam), penguatan (al-Ihkam), menjadi kokoh dan kuat (at-
Tawatstsuq), keyakinan (al-Yaqiin). Secara istilah aqidah dapat diartikan sebagai
keyakinan hati atas sesuatu. Kata ‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran
yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar
Islam. Sehingga ada istilah aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar
atau lurus dan ada aqidah yang sesat atau menyimpang.

Aqidah secara bahasa berarti ikatan, secara terminology berarti landasan yang
mengikat yaitu keimanan, itu sebabnya ilmu tauhid disebut juga dengan ilmu aqaid
(aqidah) yang berarti ilmu mengikat. Dalam ajaran Islam sebagaimana
dicantumkan dalam Qur’an dan Sunnah aqidah merupakan ketentuan-ketentuan
dan pedoman keimanan.

Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seseorang secara pasti
adalah aqidah, baik itu benar ataupun salah. Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-
aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam rukun
iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-
Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal ini didasarkan kepada Hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin Khathab r.a.
yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.

2.1.2 Kedudukan Aqidah dalam Islam

Ajaran Islam dalam bidang akidah terdiri atas seperangkat keyakinan yang benar
dari sudut keharusan doktrin, yakni adanya kesesuaian antara pemahaman atau ide
dan realitas serta landasan dan pendorong dalam mewujudkan amal saleh, yakni
amal yang membuahkan kebaikan bagi kehidupan didunia dan akhirat.
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti
ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang
dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada
gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban
apa saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan. Allah swt
berfirman,

‫صا ِل ًحا َوالَيُ ْش ِركُ بِ ِعبَادَةِ َربِِّ ِه أ َ َحدًا‬ َ ‫فَ َم ْن َكانَ يَ ْر ُجوا ِلقَآ َء َربِِّ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل‬.
َ ً‫ع َمال‬

Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di


akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun
dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)

Allah swt juga berfirman,

‫ع َملُكَ َولَت َ ُكون ََّن‬ َ َ‫ى ِإلَيْكَ َو ِإلَى الَّذِينَ ِمن قَ ْبلِكَ لَئِ ْن أ َ ْش َر ْكتَ لَيَحْ ب‬
َ ‫ط َّن‬ ِ ُ ‫َولَقَ ْد أ‬
َ ‫وح‬
َ‫منَ ْالخَا ِس ِرين‬. ِّ ِ

Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi


sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh
amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang
merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul
mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek
yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di
kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang
waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam
rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah
mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti
menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan
yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran
dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu
yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi
pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau
keimanan dalam ajaran Islam.

2.1.3 Sumber-Sumber Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya
dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber
ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada Al-Quran dan Sunnah saja. Karena, tidak
ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang
lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah SAW.
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Artinya apa saja yang
disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Rasulullah dalam sunnah-nya wajib
diimani, diyakini, dan diamalkan.

Akal fikiran sama sekali bukan sumber aqidah Islam, tetapi merupakan instrumen
yang berfungsi untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber
tersebut dan membuktikan secara ilmiyah kebenaran yang disampaikan oleh Al-
Qur’an dan Sunnah. Itupun harus didasari oleh suatu kesadaran penuh bahwa
kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemapuan semua
makhluk Allah. Akal tidak akan mampu menjangkau masa’il ghaibiyah (masalah-
masalah ghaib), bahkan akal tidak akan sanggup menjangkau sesuatu yang tidak
terikat oleh ruang dan waktu.

Misalnya, akal tidak mampu menunjukan jawaban atas pertanyaan kekekalan itu
sampai kapan? Atau akal tidak sanggup menunjukan tempat yang tidak ada di darat
atau di laut, di udara dan ditempat lainnya dialam semesta. Karena kedua hal
tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu.

Oleh sebab itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan
menjawab pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu
membuktikan jujurkah atau bisakah kejujuran si pembawa risalah tentang hal-hal
ghaib itu bisa dibuktikan secara ilmiyah oleh akal fikiran.

Berkenaan dengan peneyelidikan akal untuk meyakini aqidah Islam, terutama yang
berkenaan dengan hal-hal ghaib di atas, manusia dipersilahkan untuk mengarahkan
pandangan dan penelitianya kepada alam semesta ini, di bumi, di langit, dan
rahasia-rahasia yang terseimpan pada keduanya.

2.1.4 Tingkatan Aqidah

Tingkatan aqidah seseorang berbeda-beda antara satu dengan yang lainya


tergantung dari dalil, pemahaman, penghayatan dan juga aktualisasinya. Tingkatan
aqidah ini paling tidak ada empat, yaitu:

1. Tingkat ‘Taqlid’

Tingkat Taqlid berarti menerima suatu kepercayaan dari orang lain tanpa diketahui
alasan-alasanya. Sikap taklid ini dilarang oleh agama Islam sebagaimana
disebutkan dalam QS al-Isra’ (17): 36.
َ َ‫ص َر َو ْالفُ َؤادَ ُك ُّل أُولَئِكَ َكان‬
ً ُ ‫ع ْنهُ َم ْسئ‬
‫وال‬ َ َ‫س ْم َع َو ْالب‬
َّ ‫ْس لَكَ ِب ِه ِع ْل ٌم إِ َّن ال‬ ُ ‫َو َال ت َ ْق‬
َ ‫ف َما لَي‬
Artinya :“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.

2. Tingkat ‘Ilmul Yaqin’

Tingkat Ilmul Yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu yang
bersifat teoritis. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS at-takatsur (102): 1-5.
ِ ‫ف ت َ ْعلَ ُمونَ ! َك َّال لَ ْو ت َ ْعلَ ُمونَ ِع ْل َم ْاليَ ِق‬
‫ين‬ َ ‫ف ت َ ْعلَ ُمونَ !ث ُ َّم َك َّال‬
َ ‫س ْو‬ َ ‫!أ َ ْل َها ُك ُم الت َّ َكاث ُ ُر! َحتَّى ُز ْرت ُ ُم ْال َمقَابِ َر! َك َّال‬
َ ‫س ْو‬
Artinya : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke
dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika
kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.”

3. Tingkat ‘Ainul Yaqin’


Tingkat Ainul Yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan
mata kepala secara langsung tanpa perantara. Hal ini disebutkan di dalam QS at-
Takatsur (102): 6-7.
ِ ‫عيْنَ ْاليَ ِق‬
‫ين‬ َ ‫!لَت ََر ُو َّن ْال َج ِح‬
َ ‫يم!ث ُ َّم لَت ََر ُونَّ َها‬
Artinya : “Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin”.

4. Haqqul Yaqin

Tingkat Haqqul Yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan
dan penghayatan pengamalan (empiris). Sebagaimana disebutkan di dalam QS al-
Waqi’ah (56): 88-89.
‫س َال ٌم لَكَ ِم ْن‬ ِ ‫ب ْاليَ ِم‬
َ َ‫ين!ف‬ ِ ‫ص َحا‬ ْ َ ‫!وأ َ َّما ِإ ْن َكانَ ِم ْن أ‬ ٌ ‫فَأ َ َّما ِإ ْن َكانَ ِمنَ ْال ُمقَ َّربِينَ !فَ َر ْو ٌح َو َر ْي َح‬
َ ‫ان َو َجنَّةُ نَ ِع ٍيم‬
‫ص ِليَةُ َج ِح ٍيم!إِ َّن َهذَا لَ ُه َو َح ُّق‬ْ َ ‫!وت‬َ ‫!وأ َ َّما إِ ْن َكانَ ِمنَ ْال ُم َك ِذِّ ِبينَ الضَّا ِلِّينَ !فَنُ ُز ٌل ِم ْن َح ِم ٍيم‬
َ ‫ب ْاليَ ِمي ِن‬ ْ َ‫أ‬
ِ ‫ص َحا‬
‫سبِِّحْ ِباس ِْم َر ِبِّكَ ْال َع ِظ ِيم‬
َ َ‫ين!ف‬ ْ
ِ ‫!اليَ ِق‬

Artinya : “Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan
(kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta surga
keni`matan. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatan
bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan adapun jika dia termasuk
golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air
yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang disebutkan ini)
adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang Maha Besar”.

2.1.5 Fungsi Aqidah

1. Akidah Dapat Menimbulkan Optimisme Dalam Kehidupan.

Sebab manusia yang di dalam dirinya tertanam akidah atau keyakinan yang kuat,
akan selalu merasa optimis dan merasa akan berhasil dalam segala usahanya.
Keyakinan ini didorong oleh keyakinan yang lain bahwa Allah sangat dekat
padanya, bahkan selalu menyertainya dalam usaha dan aktivitas-aktivitasnya.

2. Akidah Dapat Menumbuhkan Kedisiplinan.

Disiplin dimaksud, seperti disebut oleh beberapa Ulama, adalah kepatuhan dan
ketaatan dalam mengikuti semua ketentuan dan tata tertib yang berlaku, termasuk
hukum alam (sunnah Allah) dengan kesadaran dan tanggung jawab. Akidah yang
mantap akan mampu menempatkan diri seseorang sebagai makhluk berdisiplin
tinggi dalam kehidupanya. Disiplin adalah kata kunci untuk keberhasilan. Karena
itu bila seseorang muslim ingin berhasil, ia harus berdisplin. Tanpa dsiplin, tidak
munngkin seseorang dapat meraih kesuksesanya. Dalam konteks peningkatan
kualitas hidup displin sangat dituntut terutama. Disiplin perilaku dan disiplin
waktu.

 Istilah Tentang Aqidah

1. Iman
Ada yang menyamakan istilah Iman dengan Aqidah, dan ada yang
membedakannya. Bagi yang membedakan, aqidah hanyalah bagian dalam (aspek
hati) dari iman, sebab iman menyangkut aspek dalam dan aspek luar. Aspek
dalamnya berupa keyakinan dan aspek luar berupa pengakuan lisan dan
pembuktian dengan amal.

Sedangkan kalau kita mengikuti definisi iman menurut jahmiyah dan Asy’ariyah
yang mengatakan bahwa iman hanyalah at-tashdiq (membenarkan dalam hati)
maka iman dan aqidah adalah dua istilah yang bersinonim. Senada dengan ini,
adalah pendapat Abu Hanifah yang mengatakan bahwa iman hanyalah I’tiqad,
sedangkan amal adalah bukti iman, tetapi tidak dinamai iman. Sebaliknya jika kita
mengikuti definisi iman menurut ulama salaf (imam Malik, Ahmad, Syafi’I) yang
mengatakan bahwa iman adalah : ” sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan
dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh “ maka iman dan aqidah tentu
tidak persis sama.

2. Tauhid

Tauhid artinya mengesakan (mengesakan Allah-Tauhidullah). Ajaran tauhid adalah


tema sentral aqidah dan iman, oleh sebab itu aqidah dan iman diidentikan juga
dengan istilah tauhid.

3. Ushuluddin

Ushuluddin artinya pokok-pokok agama. Aqidah, iman dan tauhid disebut juga
ushuluddin karena ajaran aqidah merupakan pokok-pokok ajaran agama Islam.

4. Ilmu kalam

Kalam artinya berbicara, atau pembicaraan. Dinamakan ilmu kalam karena banyak
dan luasnya dialog dan perdebatan yang terjadi antara pemikir masalah-masalah
aqidah tentang beberapa hal. Misalnya tentang al-Qur’an apakah khaliq atau
bukan, hadist atau qadim. Tentang taqdir, apakah manusia punya hak ikhtiar atau
tidak. Tentang orang berdosa besar, kafir atau tidak dan lain sebagainya.
Pembicaraan dan perdebatan luas seperti itu terjadi setelah cara berfikir rasional
dan falsafati mempengaruhi para pemikir dan ulama Islam.

5. Teologi Islam

Teologi berasal dari dua suku kata, yaitu teo (Tuhan) dan logos (ilmu). Jadi teologi
adalah ilmu menegnai Tuhan. Dalam pengertian yang umum, teologi diartikan
dengan “pengetahuan yang berkaitan dengan seluk beluk tentang Tuhan. Para ahli
agama-agama mengartikan teologi dengan pengetahuan tentang Tuhan dan
hubungan manusia dengan Tuhan serta hubungan Tuhan dengan alam semesta,
dengan demikian keyakinan terhadap Tuhan menyangkut tentang aqidah atau
kepercayaan.

Sebagai ilmu yang membicarakan ketuhanan, maka kata ini digunakan oleh semua
agama. Sementara untuk teologi Islam mengkaji seluk beluk ketuhanan yang
terdapat dalam ajaran Islam. Dengan demikian kata teologi bersifat netral, bisa
digunakan kepada agama apa saja, sesuai dengan karakter dari agama yang
menjadikan ketuhanan sebagai kajian utamanya.

6. Ilmu Ma’rifat

Disebut sebagai ilmu ma’rifah, karena ilmu ini dapat mengenal atau
memperkenalkan ajaran-ajaran aqidah Islam, sehingga dalam pembahasanya
meliputi: Pertama, ma’rifat al-mabda’ yaitu mengenal Allah dengan segala sifat,
af’al dan asma-Nya. Kedua, ma’rifat al-wasithat yaitu mengenal utusan-utusan
Allah meliputi malaikat, rasul dan kitab-kitab Allah. Ketiga, ma’rifat al-ma’ad
yaitu mengenal dan mempercayai hari akhir dan segala sesuatu yang terjadi di
alam ini merupakan iradah dengan takdir Allah swt.

 SYARIAH

2.2.1 Definisi Syariah


Secara bahasa syariat berasal dari kata syara’ yang berarti menjelaskan dan
menyatakan sesuatu atau dari kata Asy-Syir dan Asy-Syari’atu yang berarti suatu
tempat yang dapat menghubungkan sesuatu untuk sampai pada sumber air yang tak
ada habis-habisnya sehingga orang membutuhkannya tidak lagi butuh alat untuk
mengambilnya. Menurut istilah, syariah berarti aturan atau undang-undang yang
diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur
hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.

Perkataan Syariah, yang pada mulanya berarti peraturan-peraturan agama yang


diturunkan oleh tuhan, syari’, kepada nabi-nabinya. Dalam kalangan syufi,
mempunyai arti yang tertentu, bagi mereka syariah itu ialah amal ibadah lahir dan
urusan muamalat mengenai hubungan antara manusia dengan manusia,
sebagaimana yang diuraikan dalam ilmu fiqih, dan juga bernama hukum syariah,
baik mengenai pokok-pokoknya, usul, maupun mengenai cabang-cabangnya, furu’.

Syariah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus
taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan
kepada Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur
sedemikian rupa oleh syariah Islam. Syariah Islam mengatur pula tata hubungan
antara seseorang dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang
saleh.

Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran Islam
itu sendiri. Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum dari
ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum demikian
karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa dilepaskan
dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari syariah itu
sendiri. Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan
diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).

Syariah meliputi dua bagian utama :


1. Ibadah,

yaitu hubungan manusia dengan Allah (secara vertikal). Tatacara dan syarat-
rukunya terinci dalam Al-Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa

1. Mu’amalah,

yaitu hubungan horizontal manusia dan lingkungannya. Dalam hal ini aturannya
aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.

Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqih. Dalam
menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan : Berpegang
teguh kepada Al-Quran dan Sunah menjauhi bid’ah (perkara yang diada-adakan).
Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram, maka :
Tinggalkan yang subhat (meragukan) Ikuti yang wajib, dan jauhi yang haram,
Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah,
Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma’ruf
nahi munkar

2.2.2 Macam-Macam Hukum Syariah

1. Pengertian

Hukum syariah adalah perintah Allah yang berhubungan dengan mukallaf dalam
bentuk tuntunan untuk memilih dan berbuat/meningglakan perbuatan itu.

2. Jenis hukum syariah


3. Hukum Taklifiy

Adalah sesuatu yang menghendaki adanya tuntunan untuk memilih berbuat atau
meningglakan perbuatan itu. Tuntunan/pilihan itu meliputi:
Wajib : bersifat pasti
Sunnah : dituntut tapi tidak pasti
Haram : meningglakan, bentuk pasti
Makruh : meninggalakn, tapi tidak pasti
Mubah : memilih mgerjakan atau meninggalkan

1. Hukum Wad’i

Adalah titah Allah yang berhubungan dengan sesuatu yang berkaitan dengan
hukum taklifiy. Dengan kata lain yang mengatur proses pelaksanaan dari hukum
taklifiy. Yang menjadi bagian dari hukum wad’i adalah:
Sebab : Sesuatu yang melatarbelakangi peruatan/pertandanya
Syarat : Berada diluar, tetapi menjadi bagian yang menentukan, yang harus
dipenuh. Sesuatu akan menjadi tidak sah tanpa adanya syarat . Tetapi syarat bukan
bagian dari perbuatan itu.
Rukun : Perbuatan sah kalau rukun itu ada dan terpenuhi. Dan Rukun itu
adalah bagian dari perbuatan itu.
Contoh: Salah satu perbuatan yang kita namai shalat. Syarat sah shalat adalah
wudlu, (bukan bagian dari perbuatan shalat). Rukun shalat salah satunya adalah
takbiratur ikhram (bagian dari gerakan dalam perbuatan shalat).
 AKHLAK

2.3.1 Definisi Akhlak


Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti,
kelakuan. Sebenarnya kata akhlak berasal dari bahasa Arab ‘khuluqun’ ‫)) ُخلُ ٌق‬, dan
jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia bisa berarti perangai, tabiat. Sedang arti
akhlak secara istilah atau terminology berarti tingkah laku seseorang yang
didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang
baik, dua pakar di bidang akhlak berpendapat:

1. Ibnu Miskawaih (421 H/1030 M) mengatakan bahwa

َ ‫َحا ًل ِللنَّ ْف ِس دَا ِعيَةٌ ل َها َ اِلَى ا َ ْف َعا ِل َها ِم ْن‬


‫غي ِْر فِ ْك ٍر َو ُر ِويَّ ٍة‬
Artinya : “Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.

1. Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan

‫غي ِْر‬ ُ ‫صد ُُر اْ َال ْف َعا ُل ِب‬


َ ‫س ُه ْولَ ٍة َويُس ٍْر ِم ْن‬ َ ‫ع ْن َه ْيئ َ ٍة فِى النَّ ْف ِس َرا ِس َخ ٍة‬
ْ َ ‫ع ْن َها ت‬ َ َ‫ا َ ْل ُخلُ ُق ِعب‬
َ ٌ ‫ارة‬
‫َحا َج ٍة اِلَى فِ ْك ٍر َو ُر ِويَّ ٍة‬
Artinya : “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan
pertimbangan pikiran(lebih dahulu)”.

1. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut dengan akhlak
ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan
sesuatu, maka kebiasaan itulah yang dinamakan akhlak. Dalam penjelasan
beliau, kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan sesudah bimbang,
sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
dikerjakan. Jika apa yang bernama kehendak itu dikerjakan berulang-kali
sehingga menjadi kebiasaan, maka itulah yang kemudian berproses menjadi
akhlak.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah segala


sesuatu yang berkaitan dengan perilaku/perbuatan manusia. Dalam Encyclopedia
Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu, akhlak yang mempunyai arti sebagai studi
yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik maupun nilai buruk.

Akhlak bersumber pada agama. Akhlak sendiri mengandung pengertian sebagai


suatu sifat dan watak yang merupakan bawaan seseorang. Pembentukan akhlak ke
arah baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari dalam diri sendiri maupun dari
luar, yaitu kondisi lingkungannya. Sebagai contoh lingkungan yang paling kecil
adalah keluarga, melalui keluargalah kepribadian seseorang dapat terbentuk.

 Macam-macam akhlak
1. Akhlak terhadap Allah SWT

Akhlak terhadap Allah SWT adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah. Dia memiliki sifat – sifat terpuji. Demikian agung sifat itu, yang
jangankan manusia, malaikatpun tidak akan mampu menjangkau hakikat_Nya.

1. Akhlak terhadap manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan


terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam larangan
melakukan hal negatif seperti membunuh, menyakiti atau mengambil harta tanpa
alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan
menceritakan aib seseorang dibelakngnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Al-
Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara wajar. Nabi
Muhammad SAW, misalnya dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang
lain. Namun dinyatakan sebagai manusia seperti manusia yang lain, akan tetapi
dinyatakan pula bahwa beliau adalah rasul yang memperoleh wahyu dari Allah
SWT. Atas dasar adalah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi
manusia lain. Sebab Allah Maha besar. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah : 30).

1. Akhlak terhadap lingkungan

Yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan adalah segala sesuatu yang
berada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda
tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan oleh Al-Qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifaan menuntut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam.
Kekhalifaan juga mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.

Menurut Soegarda Purbakawatja, ada tiga aspek pokok yang memberi corak
khusus akhlak seorang muslim menurut ajaran Islam, yakni :

1. Adanya wahyu Allah yang memberi ketetapan kewajiban-kewajiban pokok


yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim, yang mencakup seluruh
lapangan hidupnya, baik yang menyangkut tugas-tugas terhadap Tuhan,
maupun terhadap masyarakat. Dengan ajaran kewajiban ini menjadikan
seorang muslim siap berpartisipasi dan beramal saleh, bahkan bersedia
mengorbankan jiwanya demi terlaksananya ajaran agamanya.
2. Praktek ibadah yang harus dilaksaanakan dengan aturan-aturan yang pasti
dan teliti. Hal ini akan mendorong tiap-tiap orang muslim untuk memperkuat
rasa berkelompok dengan sesamanya secara terorganisir.
3. Konsepsi Al-qur’an tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia
secara harmonis dan seimbang dibawah perlindungan Tuhan. Ajaran ini juga
akan mengukuhkan konstruksi kelompok (Soegarda Purwakawatja, 1976:9).

Waso’al Dja’far, menerangkan sifat – sifat seorang muslim adalah, sebagai berikut
:

1. Siddiq, lurus dalam perkataan, lurus dalam perbuatan.


2. Amanah, jujur, boleh dipercaya tentang apa saja.
3. Sabar, takan menanggung barang atau perkara yang menyusahkan, tahan uji.
4. Ittihad, bersatu didalam mengerjakan kebaikan dan keperrluan.
5. Ihsan, berbuat baik kepada orang tuanya, kepada keluarganya dan kepada
siapapun.
6. Ri’yatul Jiwar, menjaga kehormatan tetangga-tetangga.
7. Wafa ‘bil ahdi, memenuhi dan menepati kesanggupan atau perjanjian.
8. Tawasau bil haq, pesan memesan, menepati dan memegang barang hak atau
kebenaran.
9. Ta’awun, tolong menolong atas kebaikan.
10.Athfi ‘alad-dla’if, sayang hati kepada orang-orang yang lemah dan papa.
11.Muwasatil faqier, menghiburkan hati orang fakir atau miskin.
12.Rifqi, berhati belas kalian kepada hewan sekalipun (Waso’al Dja’far,
Addien, 1951:25).

Secara garis besar, akhlak dibagi menjadi dua macam yaitu :

1. Akhlak yang terpuji (Al-Akhlaqul Mahmudah) yaitu perbuatan baikterhadap


Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya yangdapat membawa
nilai- nilai positif bagi kemashlahatan umat.
2. Akhlak yang tercela (Al-Akhlaqul Madzmumah) yaitu perbuatan
burukterhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya dan
dapatmembawa suasana negatif bagi kepentingan umat manusia.

 Sumber dan Ciri-Ciri Akhlak Islami

Persoalan “Akhlak” di dalam islam banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Sumber tersebut merupakan batasan-batasan dalam tindakan
sehari-hari bagi manusia. Ada yang menjelaskan arti baik dan buruk. Memberi
informasi kepada umat, apa yang semestinya harus diperbuat dan bagaimana harus
bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah perbuatan itu terpuji
atau tercela, benar atau salah.

Akhlak Islam merupakan system akhlak yang berdasarkan kepercayaan kepada


Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri.
Dengan demikian, dasar/sumber pokok daripada akhlak islam adalah Al-Qur’an
dan Al-Hadits yang merupakan sumber utama dari agama islam itu sendiri.
Dinyatakan dalam sebuah hadits Nabi:

ِ‫َاب هللا‬ َّ ‫َضلُّ ْوا ما َ ت َ َم‬


َ ‫س ْكت ُ ْم ِب ِه َما ِكت‬ ِ ‫ ت ََر ْكتُ فِ ْي ُك ْم ا َ ْم َري ِْن لَ ْن ت‬: ‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ع ْن اَن َِس ب ِْن ماَلِكٍ قَا َل النَّبُّى‬
َ
ُ ‫سنَّةَ َو َر‬
‫س ْو ِل ِه‬ ُ ‫َو‬

Artinya: “Dari Anas Bin Malik berkata: Bersabda Nabi Saw: Telah kutinggalkan
atas kamu sekalian dua perkara, yang apabila kamu berpegang kepada keduanya,
maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya”.

Memang tidak disangsikan lagi dengan bahwa segala perbuatan/tidakan manusia


apapun bentuknya pada hakikatnya adalah bermaksud untuk mencapai kebahgiaan
(saadah), dan hal ini adalah sebagai “natijah” dari problem akhlak. Sedangkan
saadah menurut system moral/akhlak yang agamis (islam), dapat dicapai dengan
jalan menuruti perintah Allah yakni dengan menjahui segala larangan Allah dan
mengerjakan segala perintah-Nya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar
hidup bagi setiap muslim yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Dengan demikian dapat ditegasakan disini bahwa dasar dari akhlak islam secara
global hanya ada dua yakni: Percaya adanya Tuhan dan percaya adanya hari
kemudian/ pembalasan, sebagai disebutkan oleh Abul A’la Maududi bahwa system
moral/akhlak ada yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan
setelah mati.

Akhlak Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun


peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit social dari jiwa dan mental.
Tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan kebahagiann di dunia dan akhirat.
Dua simbolis tujuan inilah yang diidamkan manusia bukan semata berakhlak
secara islami hanya bertujuan untuk kebahagiaan dunia saja.

BAB III
PEMBAHASAN

HUBUNGAN AKIDAH, SYARIAH DAN AKHLAK

Aqidah, Syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
Islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Aqidah
sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah
sebagai system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sedangkan akhlak sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yang
hendak dicapai agama.
Aqidah, Syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
Islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Aqidah
sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah
sebagai system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sedangkan akhlak sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yang
hendak dicapai agama.

Islam tidak hanya memberi tuntunan ritual, dalam rangka hubungan manusia
dengan Tuhan, tetapi juga memberi bimbingan dalam hubungan antar manusia,
bahkan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya, baik lingkungan
wujud nyata maupun yang tak nyata (Yaa ‘alimal ghaibi wa syahadah).

Tuntunannya bukan hanya menyangkut hal-hal besar melainkan juga yang kecil-
kecil, dan boleh dianggap remeh oleh sementara orang, lalu yang remeh itu pun
dikaitkan dengan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Aneka aktivitas, bahkan
makan dan berpakaian, tidur, cara tidur, bangun tidur, mandi atau ke wc, termasuk
kaki mana yang hendaknya didahulukan melangkah ketika masuk dan keluar,
semua ada aturan dan tuntunannya, dan semua dikaitkan dengan Allah SWT.

Semua persoalan yang dihadapi oleh umat manusia dapat ditemukan tuntunannya
secara eksplisit atau implisit dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Islam menyatukan dalam tuntunan akidah, syariah dan akhlak, ketiganya
merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan, dan di situlah letak
kekuatan Islam.
Aqidah adalah bentuk jamak dari kata Aqaid, adalah beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Aqidah adalah
sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu (yang didengar) dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati, dan
ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Aqidah, syariah dan akhlak dalam Al-Qur’an disebut amal saleh. Iman
menunjukkan makna aqidah sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian
syariah dan akhlak.
Seseorang yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah,maka
perbuatannya hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu
dipandang benar oleh Allah SWT. Sedangkan perbuatan baik yang didorong oleh
keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh.
Karena itu didalam Al-Qur’an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.
Akidah dengan syariah itu tidak dapat di pisahkan (bisa di bedakan tetapi tidak
dapat di pisahkan). Akidah sebagai akarnya dan syariah sebagai batang dan dahan
– dahannya. Seseorang yang beriman tanpa menjalankan syariah adalah fasik.
Sedangkan bersyariah tetapi berakidah yang bertentangan dengan akidah islamiah
adalah munafik. Dan seseorang yang tidak berakidah dan bersyariah islamiah
adalah kafir.
Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang
mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan pada Allah
sehingga tergambar akhlak terpuji pada dirinya.
Akidah dengan seluruh cabangnya tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon
yang tidak dapat dijadikan tempat perlindung kepanasan, untuk berteduh
kehujanan dan tidak ada pula buahnya yang dapat dipetik, sebaliknya akhlak tanpa
akidah hanya merupakan bayangan-bayangan bagi benda yang tidak tetap yang
selalu bergerak.

2. Saran

Seseorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi


oleh aqidah atau keimanan, maka orang itu termasuk kedalam kategori kafir.
Seseorang yang mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan
syariah, maka orang tersebut disebut fasik. Sedangkan orang yang mengaku
beriman dan melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yang tidak lurus
disebut munafik. Oleh karena itu, kita selaraskan Aqidah , Syariah dan Akhlak
kita.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://afrizalrkwaruwu.blogspot.com/2013/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://hukumk.blogspot.com/2013/05/hubungan-aqidah-syariah-dan-akhlak.html

http://ragab304.wordpress.com/2007/05/10/islam-akidah-syariah-dan-akhlak/

Anda mungkin juga menyukai