Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengomposan adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah
sampah organik. Dengan pengomposan sampah organik akan diubah menjadi
pupuk yang dapat di gunakan untuk menunjang kesuburan tanah ataupun tanaman.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alaminya.
Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi
sederhana, sedang maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan
teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang
terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga
pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi
pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi
permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-
kota besar, limbah organik industri serta limbah pertanian dan perkebunan.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan
organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau
anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aaerobik


maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting
Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau
menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Karena
kompos merupakan salah satu produk fermentasi untuk itu kami membuat
makalah “Pembuatan Kompos dengan Mikroba Effective Microba ( EM 4)” ini.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dibahas dalam laporan ini adalah :
1. Apakah itu kompos ?
2. Bagaimana cara membuat kompos ?
3. Bagaimana hasil yang didapatkan ?

1.3 Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Mendeskripsikan definisi dari kompos.
2. Menjelaskan cara pembuatan kompos.
3. Menjelaskan hasil dari percobaan pembuatan kompos.

1.4 Manfaat Percobaan


Manfaat dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mengolah bahan-bahan sampah yang tidak dipakai menjadi suatu
produk yang bernilai jual.
2. Untuk membantu mengurangi penimbunan sampah.
3. Untuk mengetahui proses pembuatan kompos dengan bantuan mikroba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kompos


Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan dan pembusukan bahan
organik seperti kotoran hewan, daun maupun bahan organik lainnya. Bahan
kompos tersedia di sekitar kita dalam berbagai bentuk. Beberapa bahan kompos
adalah, batang, daun, akar tanaman serta segala sesuatu yang dapat hancur.
Banyak dari bahan tersebut menumpuk menjadi sampah yang menggangu
kesehatan. Sampah organik dapat diolah menjadi kompos namun sampah anrganik
seperti plastik dan kaca tidak dapat diolah menjadi kompos (Soeryoko, 2011).
Pengomposan adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi
sampah yang tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan. Bahkan hasil
dari pengomposan dapat memberikan efek yang sangat baik bagi lingkungan
karena mengandung beberapa unsur hara. Pengomposan ini pada umumnya
dilakukan pada sampah organik. Dengan pengomposan dapat mengubah sampah
menjadi pupuk yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman. Akan tetapi
pengomposan belum banyak diterapkan untuk mengatasi sampah. Data dari
Kementerian Lingkungan Hidup hanya 1-6% sampah yang diolah dengan cara
pengomposan. Sisanya lebih banyak dibakar, ditimbun dan dibuang ke sungai atau
TPA. Oleh karena itu masih sangat terbuka sekali melakukan pengomposan
sebagai pupuk alternatif (Nugroho, 2012).
Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan yang penting dan
banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang
telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Pada awalnya kompos tersedia
di hutan dan ladang pertanian (bekas tebangan hutan). Kompos ini berasal dari
dedaunan dan ranting pohon yang mengalami pembusukan secara alami oleh
bakteri pengurai dan jamur. Kompos ini kemudian menjadi penyubur kawasan
hutan dan kadang-kadang dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar hutan.
Kompos awalnya dibuat dengan memasukkan dan menumpuk begitu saja
bagian-bagian tanaman yang bertekstur lunak ke dalam suatu tempat. Bahan-

3
4

bahan tersebut akan hancur dan dibusukkan oleh bakteri pengurai di alam
sehingga terbentuk kompos. Pembuatan kompos secara tradisional dilakukan
dengan cara menimbun dedaunan dan pupuk kandang atau menguburnya di dalam
sebuah lubang. Proses pembuatan kompos ini dapat memakan waktu hingga tiga
bulan. Namun saat ini telah ditemukan cara baru pembuatan kompos yang lebih
iencepat dan efisien. Kompos yang merupakan pupuk organik memiliki
kandungan unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur hara yang terdapat pada
kompos tidak akan merusak tanah seperti pupuk buatan pabrik (pupuk organik).
Kompos bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi tanaman walaupun
jumlah yang digunakan cukup banyak. Pupuk kompos yang dibuat dengan
bantuan EM4 memiliki kandungan nitrogen sekitar 1,5% P2O3, sekitar 1% dan
K2O sekitar 1,5% (Redaksi Agromedia, 2007).
Pengomposan merupakan proses menurunkan perbandingan (rasio) antara
karbohidrat dan nitrogen. Nilai ratio yang diperlukan adalah mendekati atau sama
dengan nilai rasio karbon dan nitrogen tanah. Semua tanaman hanya bisa
menyerap makanan dari zat yang mempunyai rasio C/N yang nyaris sama dengan
tanah. Tanah mempunyai perbandingan rasio C/N berkisar 10-12%. Sementara itu
rasio C/N bahan kompos melebihi 50%. Agar bahan tersebut dapat diserap oleh
tanaman maka bahan kompos harus dihancurkan atau diuraikan menjadi tanah.

2.2 Manfaat Kompos


Kompos selain dapat membersihkan sampah yang berserakan di
lingkungan kita juga mempunyai manfaat bagu dunia pertanian, diantaranya :
1. Pembenahan tanah : kompos merupakan benda yang dapat membenahi
atau memperbaiki mutu tanah. Lahan yang rusak dan kehilangan
kesuburannya dapat diperbaiki dengan pengolahan lahan dengan kompos.
Lahan yang telah diperbaiki dengan kompos akan tampak gembur dan
subur. Selain lahan pertanian, beberapa tempat bekas penambangan sering
menggunakan kompos untuk memperbaiki lahan yang rusak.
2. Penyedia makanan bagi tanaman : selain memperbaiki kualitas tanah,
kompos juga berfungsi menyediakan makanan bagi tanaman. Kompos
5

menjaga mikroorganisme dalam tanah untuk berkembang biak.


Mikroorganisme menghasilkan kesuburan tanah. Lahan yang penuh
dengan makanan menjadikan tanaman yang tumbuh di atasnya subur
sehingga akar akan menarik makanan yang tersedia dalam kompos
sebanyak-banyaknya.

2.3 Keunggulan Pupuk Kompos


1. Memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot
yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia terutama urea
(pupuk dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, liat dan asam.
Pupuk kompos yang ramah lingkungan akan memperbaiki pH dan
strukturnya.
2. Memiliki kandungan unsur mikro dan makro yang lengkap. Walaupun
kandungan unsur mikro dan makro di dalam kompos sedikit tetapi
kelengkapannya sangat diperlukan tanaman. Tanaman yang kekurangan
salah satu unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya
bahkan menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang
diperlukan.
3. Tidak ada rasa khawatir bila harga pupuk kimia naik atau pupuk kimia
hilang di pasaran.
4. Mampu memperbaiki kualitas biologi tanah. Cacing tanah akan
berkembang biak pada lahan organik.
5. Mampu menambah daya ikat air.
6. Membuat tanah menjadi gembur.
7. Tanah berpasir menjadi tanah yang mempunyai daya ikat air.
8. Dapat diproduksi sendiri

2.4 Memproduksi Kompos


Pemilihan bahan kompos akan menentukan kualitas kompos. Secara
umum cara membuat kompos dibedakan menjadi dua, yaitu :
6

2.4.1 Cara Konvensional


Untuk membuat kompos secara sederhana, anda perlu melakukan hal-hal
berikut :
1. Menumpuk bahan hingga hancur
Membuat kompos dengan menumpuk bahan sangatlah mudah untuk
dilakukan. Biasanya bahan kompos ditumpuk di sawah dan dibiarkan terkena
sinar matahari dan hujan. Proses ini memerlukan waktu hingga bertahun-tahun
agar bahan menajdi lapuk. Selain itu cara ini banyak kekurangan, diantaranya
unsur hara yang ada di dalam bahan akan hilang karena tersapu air hujan.
Akhirnya kompos yang dipanen tidak memberi manfaat apapun terhadap tanaman.
Contoh metode ini adalah penumpukan jerami di sawah.
2. Menimbun di dalam tanah
Cara pembuatan kompos dengan menimbun bahan di dalam tanah
umumnya dilakukan di kebun. Bahan yang ditimbun adalah kotoran hewan dan
daun. Metode ini dimulai dari penggalian tanah yang akan digunakan untuk
menumpuk bahan kompos. Setelah lubang cukup maka semua bahan dimasukkan
di dalam lubang dan ditutupi dengan tanah. Cara ini lebih cepat daripada cara
penumpukan, namun memiliki kekurangan. Tempat pembuatan kompos yang
dibiarkan terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung dapat mengurangi
unsur hara yang terdapat di dalam kompos tersebut.
2.4.2 Cara Modern
Pembuatan kompos ini menggunakan bantuan mikroba sebagai pembantu
penguraian bahan sehingga menghasilkan kompos yang lebih cepat daripada yang
konvensional. Beberapa syarat harus terpenuhi untuk memproduksi kompos
secara modern, diantaranya bahan kompos, alat penunjang pembuatan kompos
dan cara membuat kompos.
2.4.3 Bahan Kompos
Beberapa bahan kompos yang biasa digunakan oleh para pengusaha pupuk
organik adalah :
7

1. Kotoran Ternak
Kotoran ternah dari sapi, kambing, burung puyuh dan ayam pedaging
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama kompos. Kotoran ternak
banyak mengandung nitrogen yang digunakan tanaman untuk
pertumbuhan. Tanaman yang mendapat nitrogen yang cukup akan tampak
hijau.
2. Eceng Gondok
Dalam beberapa penelitan disebutkan bahwa eceng gondok berfungsi
menahan logam berat sehingga tanah di sekitar eceng gondok menjadi lahan yang
bersih dari bahan kimia berbahaya.
3. Batang Pisang
Batang pisang mengandung fosfor dan kalium. Keduanya berperan dalam
proses pembungaan dan pembuahan. Tanaman yang kekurangan fosfor dan
kalium akan mudah rontok buahnya.
4. Jerami
Jerami merupakan bahan kompos yang tidak bisa ditinggalkan. Bahan ini
dapat kita ambil dari pakan ternak yang tersisa. Jerami mengandung kimia pupuk
yang lengkap.

2.5 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan


Sebelum membuat kompos ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu komposisi bahan, reaksi kimiawi, tempat dan waktu yang menunjang
pembuatan kompos. Tujuannya agar hasil kompos yang kita buat memenuhi
standar. Saat pembuatan kompos, di dalam tumpukan bahan-bahan organik akan
terjadi berbagai perubahan yang dilakukan oleh jasad-jasad renik. Perubahan
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (Teti, 2009) :
1. Susunan bahan
Jika bahan kompos merupakan campuran dari berbagai macam jenis
tanaman, proses penguraiannya relatif lebih cepat daripada yang berasal dari satu
jenis tanaman.
8

2. Ukuran bahan
Semakin kecil ukuran potongan bahan asalnya, semakin cepat proses
penguraian bahan. Ukuran ideal pemotongan bahan mentah sekitar 4 cm. Jika
potongannya terlalu kecil, timbunan menjadi padat sehingga tidak ada sirkulasi
udara.
3. Suhu optimal
Proses pengomposan berlangsung optimum pada suhu 30-42.
4. Derajat keasaman atau pH tumpukan kompos
Derajat keasaman bahan baku kompos diharapkan berkisar pada pH 6,5-8.
Agar proses penguraian berlangsung cepat pH dalam tumpukan kompos tidak
boleh terlalu rendah (asam). Karena itu bahan ditaburi dengan kapur atau abu.
pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,5 hingga 7,4. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH
bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau
lokal akan menyebabkan penurunan pH sedangkan produksi ammonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-
fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang mendekati netral.
5. Kandungan air dan oksigen
Idealnya kadar air bahan mentah 50-70%. Jika tumpukan kompos kurang
mengandung air, bahan akan bercendawan. Hal ini merugikan karena proses
penguraian bahan berlangsung lambat dan tidak sempurna. Aktivitas perombakan
bahan organik secara aerob memerlukan oksigen. Karena itu untuk
memaksimalkan proses pengomposan buat lubang atau celah di dasar komposer
agar sirkulasi udara terjaga.
6. Kandungan Nitrogen (N)
Semakin banyak kandungan senyawa nitrogen maka akan semakin cepat
bahan terurai karena jasad-jasad renik memerlukan senyawa N untuk
perkembangannya.
7. C/N rasio
C/N rasio adalah perbandingan jumlah karbon ( C ) dengan nitrogen (N)
dalam suatu bahan. Idealnya perbandingan C dan N dalam proses pengomposan
9

adalah 25:1 hingga 30:1. Jika salah satunya berlebih, proses pengomposan akan
berlangsung lebih lama dan kompos yang dihasilkan kurang baik.
Mikroba memecah senyawa karbon sebagai sumber energu dan
menggunakan N sebagai sintesa protein. Pada rasio C/N di antara 30 sampai 40
mikroba mendapatkan cukup karbon untuk energi dan nitrogen untuk sintesa
protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi mikroba akan kekurangan N untuk
sintesa protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Tabel 2.1 Kondisi yang optimal untuk mempercepat pengomposan
Kondisi Kondisi yang bisa Ideal
diterima
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembapan 40-65% 45-62% berat
Konsentrasi oksigen tersedia > 5% > 10%
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi
Bulk density 1000 lbs/cp yd 1000 lbs/cp yd
pH 5,5-9,0 6,3-8,0
Suhu 43-660C 54-600C
Sumber : (Nugroho, 2012)
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum
strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu :
1. Memanipulasi kondisi atau faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum
mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk
membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi
dicampur dengan bahan yang mengandung C/N rendah seperti kotoran
ternak. Untuk bahan yang besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil
dan ideal untuk pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan
air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum
proses pengomposan.
10

2. Menggunakan aktivator pengomposan. Menambahkan organisme yang


dapat mempercepat proses pengomposan yaitu mikrobs pendegradasi
bahan organik dan vermikompos (cacing). Organisme lain yang banyak
dipergunakan adalah mikroba baik bakteri, aktinomicetes maupun kapang
atau cendawan. Saat ini banyak sekali beredar aktivator-aktivator
pengomposan misalnya MARROS, Bio-Activa, Green Phoskko(GP-1).
Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec dan lainya. Promi,
OrgaDec, SuperDec dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian
Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini dimanfaatkan masyarakat.
Sementara MARROS, Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti
mikroba tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta. Aktivator
pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki
kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik
seperti Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma
harzianum, Pholyota sp, Agtaily sp dan FPP (fungi pelapuk putih).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua. Strategi proses pengomposan
yang saat ini banyak dikembangkan adalah menggabungkan dua strategi di
atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan
menambahkan aktivator pengomposan.

2.6. Effective Mikroorganisme (EM)


Pupuk EM adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi
menggunakan bakteri (mikroorganisme). Sampah organik dengan proses EM
dapat menjadi pupuk organik yang bermanfaat meningkatkan kualitas tanah EM
sendiri adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme
Lactobacillus sp, bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri
fotosintetis yaitu Streptomycetes sp dan ragi. EM mampu meningkatkan
dekomposisi limbah dan sampah organik sehingga sangat bagus digunakan untuk
mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, meningkatkan
11

ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan


mikroorganisme patogen.
EM diaplikasikan sebagai inokulum untuk meningkatkan keragaman dan
populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman yang selanjutnya dapat
meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman
secara berkelanjutan. EM tidak mengandung mikroorganisme yang secara genetik
telah domodifikasi tetapi terbuat dari kultur campuran berbagai spesies yang
terdapat dalam lingkungan alami (Nugroho, 2012).
EM memiliki kandungan mikroorganisme yang sangat banyak yang
beberapa diantaranya sering dipakai untuk fermentasi yaitu bakteri Streptomyces,
ragi (yeast), Lactobacillus dan bakteri fotosintesis.
EM dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung mikroorganisme
pengurai antara lain isi perut binatang atau ternak ruminansia. Selain itu
dibutuhkan juga susu, terasi. Bahan-bahan ini akan menjadi starter bagi hijauan
segar, agar dapat terurai menjadi kompos siap pakai. Kompos yang dibuat
menggunakan EM disebut juga Bokashi (Redaksi AgroMedia, 2007).
BAB III
METODOLOGI PEMBUATAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-Alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah :
1. Tong plastik
2. Parang
3. Pengaduk

3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Batang pohon pisang
2. Pupuk kandang
3. Serbuk kayu
4. Gula merah cair
5. EM4

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah :
1. Cacah batang pohon pisang agar bentuknya lebih rapi dan kecil untuk
memudahkan proses penguraian. Kemudian bersihkan pupuk kandang dari
sampah organik seperti ranting dan batang rumput yang dapat menggangu
proses pembuatan atau pengadukan, campurkan seluruh bahan utama dan
aduk merata.
2. Kemudian ditambahkan bahan tambahan berupa sekam atau serbuk gergaji
dan aduk lagi hingga merata.
3. Lalu, tambahkan gula merah cair yang sudah diberi EM4 sebanyak dua
tutup botol, dicampurkan kedalam wadah yang telah diisi dengan batang
pisang,pupuk kandang dan serbuk gergaji. Aduk hingga benar-benar
tercampur merata.

12
4. Tutup wadah dengan menggunakan plastik, karung atau terpal. Usahakan
dengan rapat penutupnya, agar tidak terkontaminasi oleh apapun.
5. Aduk setiap minggu dengan membalik bahan sedemikian rupa sehingga
bagian bawah menjadi berada di bagian atas dan sebaliknya. Hal ini
dilakukan agar suhu bahan tidak terlalu panas. Pada saat fermentasi, suhu
akan meningkat menjadi 500C. Proses fermentasi siap jika ciri bahan
gembur, dingin dan tidak mengeluarkan bau.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kami melakukan beberapa kali pengecekan dan pengadukan di dalam
beberapa minggu, untuk itu kami akan menyimpulkannya dalam perminggu yang
dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan
Minggu Perubahan
Pertama Suhu tong menjadi panas, warna
masih cokelat dengan tekstur seperti
serbuk kayu dan bau masih seperti
biasa dengan kadar air 10%
Kedua Terdapat ulat kecil, warna cenderung
cokelat kehitam-hitaman dan bau
cenderung seperti kotoran ayam
dengan kadar air 10%
Ketiga Ulat menghilang, warna menjadi
hitam, batang pisang tidak terlihat
bentuknya dan bau yang dihasilkan
tidak menyengat dengan kadar air
10%

4.2 Pembahasan
Pada minggu pertama setelah dimasukkan EM4 ke dalam campuran tadi,
dilakukan pendiaman selama beberapa hari. Pada hari pertama pengecekan setelah
dimasukkan EM4, batang pisang masih berupa dan masih bisa dikenalin dengan
dengan warna masih hijau. Setelah didiamkan selama 3 hari juga masih sama
dengan intensitas bentuk yang masih dikenali dengan warna yang cenderung
hijau. Suhu tong menjadi panas, ini menandakan bahwa mikroba hidup dan

14
mengurai batang pisang tersebut. EM4 ini sebagian besar mengandung
mikroorganisme Lactobacillus sp, bakteri penghasil asam laktat, serta dalam
jumlah sedikit bakteri fotosintetis yaitu Streptomycetes sp dan ragi. EM4 mampu
meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik sehingga sangat bagus
digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan,
meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga
hama dan mikroorganisme patogen.
Pada minggu kedua, didapatkan ulat-ulat kecil (bukan belatung) pada
capuran dan menimbulkan bau seperti kotoran ayam. Ini menandakan bahwa
proses fermentasi telah terjadi dan bau yang dihasilkan akibat dari mikroba yang
mengurai zat-zat karbon sebagai sumber energinya dan nitrogen di dalam batang
pisang untuk proses sintesanya dan pH kotoran ternak (pupuk kandung) umumnya
berkisar antara 6,5 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan
perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses
pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH
sedangkan produksi ammonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen
akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan sehingga menjadi
berbau menyengat.
Pada minggu ketiga didapatkan ulat sudah menghilang dan warna
menghitam dan tidak ditimbulkan bau. Sebenarnya proses ini telah siap dan bisa
digunakan, namun karena kurangnya waktu yang tersedia maka kami hanya dapat
memaparkan informasi berikut.

15
16

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Proses fermentasi berhasil dan terhenti di minggu ketiga dengan kompos
yang dihasilkan berwarna hitam.
2. Karena serbuk kayu sangat kecil sehingga mudah terurai oleh mikrobia
sehingga proses fermentasi lebih cepat.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama pengomposan adalah jenis bahan
yang digunakan, rasio C/N, ukuran bahan, suhu, pH dan kelembapan.
4. Penggunan EM4 hanya mempercepat proses penguraian sampah menjadi
kompos. EM4 digunakan karena merupakan kultur campuran yang berisi
banyak mikroba pengurai untuk sampah organik.

5.2 Saran
Sebaiknya proses pengomposan ini menggunakan alat bantu pH meter agar
mengetahui tingkat pH optimumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Panji. 2012. Panduan Membuat Pupuk Kompos Cair. Yogyakarta :


Pustaka Baru Press

Redaksi Agromedia, 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Jakarta : PT.


Agromedia Pustaka

Soeryoko, Hery. 2011. Kiat Pintar Memproduksi Kompos dengan Pengurai


Buatan Sendiri. Yogyakarta : Lily Publisher

Suryati, Teti. 2009. Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah : Membuat Kompos dar
Sampah Rumah Tangga. Jakarta : Agromedia Pustaka

17
LAMPIRAN

FOTO PEMBUATAN KOMPOS

18
Hasil kompos pada minggu ketiga

19

Anda mungkin juga menyukai