Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai bagian dari Asia mencatat bahwa tumor ganas yang paling banyak
dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia adalah Karsinoma nasofaring, dimana
jenis tumor yang satu ini termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekuensi
tertinggi, sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki tempat pertama (Lutan &
Soetjipto dalam Asroel, 2002) dan dalam Roezin dan Adham (2007) disebutkan bahwa
hampir 60 % tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring


dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah
transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Efiaty, 2001).

Tumor ganas nasofaring (karsinoma nasofaring) adalah sejenis kanker yang dapat
menyerang dan membahayakan jaringan yang sehat dan bagian-bagian organ di tubuh kita.
Nasofaring mengandung beberapa tipe jaringan, dan setiap jaringan mengandung beberapa
tipe sel dan kanker ini dapat berkembang pada tipe sel yang berbeda dengan mengetahui
tipe yang sel yang berbeda merupakan hal yang penting karena hal tersebut dapat
menentukan tingkat seriusnya jenis kanker dan tipe terapi yang akan digunakan (American
Cancer Society dalam Cancer.Net, 2008).

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan Ca. Nasofaring?

C. TUJUAN PENULISAN

Setelah pembelajaranberakhir

1. Menjelaskan definisi Ca Nasofaring.

2. Menjelaskan anatomi fisiologi Ca Nasofaring.

3.Menyebutkan etiologi dari Ca Nasofaring.

4. Menjelaskan patofisiologi dari Ca Nasofaring.

5. Menyebutkan tanda dan gejala dari Ca Nasofaring.

6. Menyebutkan pembagian Ca Nasofaring.

7. Menjelaskan stadium dari Ca Nasofaring.

1
8. Menyebutkan komplikasi dari Ca Nasofaring.

9. Menyebutkan pemeriksaan penunjang dari Ca Nasofaring.

10. Menjelaskan penatalaksanaan dari Ca Nasofaring.

11. Menjelaskan pencegahan dari Ca Nasofaring.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR CA NASOFARING


1. DEFINISI

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring


dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring


dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah
transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa (Efiaty, 2001).

Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epite
lmukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian


besar klien dating ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

2. ANATOMI FISIOLOGI

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di


sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane.
Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan
kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai
batas-batas sebagai berikut :

Atas : Basis kranii.

Bawah : Palatum mole

Belakang : Vertebra servikalis

Depan : Koane

Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).

Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.

3
Diagram Kanker Nasofaring (Sumber : Cancer Research UK, Wikimedia Commons,
2014)

3. ETIOLOGI

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus
ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus
menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat
mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh
untuk timbulnya Ca Nasofaring :

1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dengan nitrosamine.

2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap
industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).

4
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

5. Radangkronisnasofaring

6. Profil HLA (Human Leucocyte Antigen)

4. PATOFISIOLOGI

Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal


dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan dimulai
pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan
jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah
pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya kemudian
terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya. Penyebaran KNF
dapat berupa :

1. Penyebaran ke atas

Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran


Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus kavernosus dan Fossa
kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior ( n.I – n VI).
Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis
tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan
neuralgia trigeminal.

2. Penyebaran ke belakang

Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris


yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale
dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX – XII; disebut penjalaran
retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII
beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada n IX – n XII
disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom Jugular Jackson. Nervus VII
dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya yang tonggi dalam
sistem anatomi tubuh.

5. TANDA DAN GEJALA

Menurut (Soepardi et al,2012) Tanda dan gejala Ca nasofaring adalah sebagai berikut :

A. Gejala hidung : Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi


perdarahan yang mengakibatkan sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena

5
pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya:
pilekkronis, inguskental, gangguan penciuman.
B. Gejala telinga : Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-muladofosa Rosen Muler,
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa
penuh, kadang gangguan pendengaran). Otitis Media Serosa sampai perforasi dan
gangguan pendengaran.
C. Gangguan mata dan saraf : Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi
penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI
sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan
motorik dan sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI
dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson.
Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah
disertai destruksi tulang tengkorak.
D. Metastasis ke kelenjar leher : Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus
sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.
Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang
disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di cina yaitu 3 bentuk yang
mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa,
pembesarannodul dan mukositisberat pada daerah nasofaring. Kelainan ini biladi ikuti
bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring. (Efiaty&Nurbaiti, 2001 hal 147 -
148). Tumor pada nasofaring relative bersifat anaplastik dan banyak terdapat kelenja
rlimfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar kekelenjar getah bening leher.
Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai kekelenjar limfe leher dan
tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama agar
sel-sel kanker tidak langsung kebagian tubuh yang lebih jauh.
E. Gejala lanjut : Limfadenopati servikal : melaluipembuluhlimfe, sel-selkankerdapat
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan
berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian
samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan
melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

6. Klasifikasi CA NASOFARING

Menurut WHO Ca nasofaring dapat dibagi menjadi beberapa bagian :

Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982) :

Tipe WHO 1

- Karsinoma sel skuamosa (KSS)

6
- Deferensiasi baik sampai sedang.

- Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Tipe WHO 2

- Karsinoma non keratinisasi (KNK).

- Paling banyak pariasinya.

- Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3

- Karsinoma tanpadiferensiasi (KTD).

-Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”,


varian sel spindel.

- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

7. PENENTUAN STADIUM

TUMOR SIZE (T)


T Tumor primer
T0 Tidaktampaktumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas
pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidakadapembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidakadametastasejauh
M1 Metastasejauh

Stadium I : T1 No dan Mo

Stadium II :T2 No dan Mo

Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

7
Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Moatau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Moatau
T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

8. KOMPLIKASI

Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini
merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.

Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan


metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %,
otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.

Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah
bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial. (Aprianti, 2012)

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Nasofaringoskopi

b.Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter

c. Biopsi multiple

d. Radiologi :Thorak PA, Fototengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila


dicurigai metasta setulang)

e. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar


yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung
dari saraf yang dikenai.

f. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

g. Sinar X

10. PENETALAKSANAAN

Menurut (Junaidi,2008) Prinsip pengobatan untuk karsinoma nasofaring meliputi terapi


sbb :

1. Radioterapi
2. Kemoterapi
3. Kombinasi
4. Operasi

8
5. Imunoterapi
6. Terapi paliatif

11. TERAPI RADIASI PADA KARSINOMA NASOFARING

Definisi Terapi Radiasi

Terapi radiasi adalah terapi sinar menggunakan energi tinggi yang dapat menembus
jaringan dalam rangka membunuh sel neoplasma. (Yayuk,2003)

Persyaratan Terapi Radiasi

Penyembuhan total terhadap karsinoma nasofaring apabila hanya menggunakan


terapi radiasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- Belum didapatkannya sel tumor di luar area radiasi


- Tipe tumor yang radiosensitif
- Besar tumor yang kira-kira radiasi mampu mengatasinya
- Dosis yang optimal.
- Jangka waktu radiasi tepat
- Sebisa-bisanya menyelamatkan sel dan jaringan yang normal dari efek samping radiasi.
Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukurannya sebelum kemoterapi
diberikan. Pada limfonodi yang tak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, < 2 cm
diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan
dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi selama 5,5 minggu.

Sifat Terapi Radiasi

Terapi radiasi sendiri sifatnya adalah :

- Merupakan terapi yang sifatnya lokal dan regional


- Mematikan sel dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa mendestrukasi sel tumor
- Memiliki kemampuan untuk mempercepat proses apoptosis dari sel tumor.
- Ionisasi yang ditimbulkan oleh radiasi dapat mematikan sel tumor.
- Memiliki kemampuan mengurangi rasa sakit dengan mengecilkan ukuran tumor
sehingga mengurangi pendesakan di area sekitarnya..
- Berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan perdarahan dari tumornya.
- Walaupun pemberian radiasi bersifat lokal dan regional namun dapat mengakibatkan
defek imun secara general.
Efek Samping Terapi Radiasi :
1. Radiomukositis, stomatitis, hilangnya indra pengecapan, rasa nyeri dan ngilu pada gigi.
2. Xerostomia, trismus, otitis media

9
3. Pendengaran menurun
4. Pigmentasi kulit seperti fibrosis subkutan atau osteoradionekrosis.
5. Pada terapi kombinasi dengan sitostatika dapat timbul depresi sumsum tulang dan
gangguan gastrointestinal.
6. Lhermitte syndrome karena radiasi myelitis.
7. Hypothyroidism
Pengaruh Terapi Radiasi Terhadap Sistem Imun
Secara luas dilaporkan bahwa segera setelah pemberian radiasi terjadi gangguan
terhadap sel limfosit T, yang akibatnya memudahkan timbulnya berbagai macam infeksi.11
Pasien dengan tumor primer di leher dimana drainase limfatiknya juga di leher , setelah
diberikan radiasi mengakibatkan berkurangnya limfosit darah tepi secara signifikan.
Jumlah limfosit T CD4+ menurun lebih bermakna dibandingkan penurunan jumlah sel
limfosit T CD8+. Gangguan akibat radiasi tidak hanya mempengaruhi jumlah sel limfosit
T namun juga mengakibatkan defek pada fungsi sel T. Adanya gangguan fungsi
dibuktikan dengan sulitnya sel T ini distimulasi pada percobaan invitro. Apakah defek
jumlah dan fungsi limfosit T pada penderita yang diterapi radiasi dapat reversibel?
Penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan normalisasi sel limfosit T CD4+
setelah 3-4 minggu pasca radiasi.

Jenis Pemberian Terapi Radiasi

Terapi radiasi pada karsinoma nasofaring bisa diberikan sebagai :

- Radiasi eksterna dengan berbagai macam teknik fraksinasi.

- Radiasi interna ( brachytherapy ) yang bisa berupa permanen implan atau intracavitary
barchytherapy.
Radiasi eksterna dapat digunakan sebagai :

- pengobatan efektif pada tumor primer tanpa pembesaran kelenjar getah bening
- pembesaran tumor primer dengan pembesaran kelenjar getah bening
- Terapi yang dikombinasi dengan kemoterapi
- Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post operatif pada neck dissection
Radiasi Interna/ brachyterapibisa digunakan untuk :

- Menambah kekurangan dosis pada tumor primer dan untuk menghindari terlalu banyak
jaringan sehat yang terkena radiasi.
- Sebagai booster bila masih ditemukan residu tumor
- Pengobatan kasus kambuh.

10
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a) Identitas
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No
Medrec, diagnosis dan alamat.
Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b) Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya didapatkan adanya keluhan suara agak serak, kemampuan menelan
terjadi penurunan dan terasa sakit waktu menelan dan terdapat kekakuan dalam
menelan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan informasi sejak timbulnya keluhan sampai klien dirawat di RS.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses perjalanan penyakit
sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan
keluhan dan bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah
terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya yang ada
hubungannya dengan penyakit keturunan dan kebiasaan atau gaya hidup,
misalnya pada penderita Ca tonsil adanya kebiasaan merokok, minum alkohol,
terpapar zat-zat kimia, riwayat stomatitis yang lama, oral hygiene yang jelek, dan
yang lainnya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien atau adanya penyakit keturunan, bila ada cantumkan genogram.

c) Pemerikasaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi sistem tubuh secara menyeluruh dengan
menggunakan tekhnik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
1) Keadaan umum
Kaji tentang keadaan klien, kesadaran dan tanda-tanda vital.

11
2) Sistem respirasi
Jika Ca sudah membesar dan menyumbat jalan nafas maka klien akan mengalami
kesukaran bernafas, apalagi klien dilakukan Trakheostomi, produksi sekret akan
menumpuk dan mengakibatkan jalan nafas tidak efektif dengan adanya
perubahan frekuensi nafas dan stridor.
3) Sistem cardiovaskuler
Ca nasofaring dengan pemasangan Trakheostomi dan produksi sekret meningkat,
bila dilakukan suction yang berlebihan dalam satu waktu dapat merangsang reflek
nerves sehingga mengakibatkan bradikardi dan biasanya terjadi peningkatan JVP.
4) Sistem gastrointestinal
Dapat ditemukan adanya mukosa dan bibir kering, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan. Jika Ca sudah menyumbat saluran pencernaan dapat
dilakukan tindakan Gastrostomy.
5) Sistem musculoskeletal
Kekuatan otot mungkin penuh atau bisa juga terjadi kelemahan dalam mobilisasi
leher karena adanya pembengkakan bila Ca sudah terlalu parah.
6) Sistem endokrin
Mungkin ditemukan adanya gangguan pada hormonal apabila ada metastase pada
kelenjar tiroid.
7) Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan adanya gangguan pada nervus III, IV, dan VI yaitu syaraf
yang mempersyarafi otot-otot mata, nervus IX, X, XI dan XII yang
mempersyarafi glosofaringeal, vagus, asesorius dan hipoglosus. Biasanya bila ada
nyeri yang dirasakan klien dapat merangsang pada sistem RAS di formatio
retikularis sehingga menyebabkan klien terjaga.
8) Sistem urinaria
Biasanya tidak ditemukan adanya masalah, bila ada metastase ginjal, akan terjadi
penurunan fungsi ginjal.
9) Sistem wicara dan pendengaran
Dapat terjadi gangguan pendengaran yang disebabkan adanya sumbatan pada
tuba eustacius sehingga menggangu saluran pendengaran. Bila Ca sudah
bermetastase pada pita suara, maka klien tidak dapat berkomunikasi secara
verbal.
10) Sistem integument
Klien yang mendapat terapi radiasi atau kemoterapi akan terjadi perubahan warna
hiperpigmentasi pada area penyianaran.

12
11) Sistem reproduksi
Biasanya dengan adanya perasaan nyeri, maka dapat menyebabkan gangguan
pada sexualitas.

d) Data psikologis
Ca tonsil dengan pemasangan Trakheostomy dan atau Gastrostomy akan
menimbulkan perasaan denial, timbulnya perasaan rendah hati, dengan ditemukan
data klien lebih suka diam dan menarik diri.

e) Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya. Biasanya klien
akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.

f) Data sosial
Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi menurun
dikarenakan adanya penyakit yang diderita klien.

g) Pemeriksaan Penunjang
1) Nasofaringoskopi
2) Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
3) Biopsi multiple
4) Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy
(bila dicurigai metastase tulang)
5) Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan
sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi
tergantung dari saraf yang dikenai.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan terdapatnya akumulasi sekret
yang banyak dan mengental.
b) Nyeri berhubungan dengan metastase kanker, Insisi bedah, Pembengkakan jaringan.
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Radiasi atau agen kemoterapi,
Pembentukan oedema.
d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk menelan.
e) Deficit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan aktifitas.

13
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawata Tujuan dan Kriteria Intervensi
n Hasil
Bersihan NOC:
Jalan Nafas Respiratory status : Pastikan kebutuhan oral / tracheal
tidak efektif Ventilation suctioning.
berhubungan Respiratory status : Berikan O2 ……l/mnt,
dengan: Airway patency metode………
- Obstruksi Aspiration Control Anjurkan pasien untuk istirahat dan
jalan nafas Setelah dilakukan napas dalam
:sekresi tindakan keperawatan Posisikan pasien untuk
tertahan, selama …………..pasien memaksimalkan ventilasi
banyaknya menunjukkan keefektifan Lakukan fisioterapi dada jika
mukus, jalan nafas dibuktikan perlu
DS: dengan kriteria hasil : Keluarkan sekret dengan batuk
- Dispneu Menunjukkan jalan nafas atau suction
DO: yang paten (klien tidak Auskultasi suara nafas, catat
- Batuk, tidak merasa tercekik, irama adanya suara tambahan
efekotif atau nafas, frekuensi Atur intake untuk cairan
tidak ada pernafasan dalam rentang mengoptimalkan keseimbangan.
- Produksi normal, tidak ada suara Monitor respirasi dan status O2
sputum nafas abnormal). Pertahankan hidrasi yang adekuat
Foto thorak dalam batas untuk mengencerkan sekret
normal Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri NOC: NIC :
berhubungan Comfort level Pain Manajemen
dengan Pain control - Monitor kepuasan pasien
metastase Pain level terhadap manajemen nyeri
kanker, insisi Setelah dilakukan - Tingkatkan istirahat dan tidur
bedah. tindakan keperawatan yang adekuat
selama …. nyeri kronis - Kelola pemberian analgetik
DS: pasien berkurang dengan ...........
- Kelelahan kriteria hasil: - Jelaskan pada pasien penyebab
- Takut untuk Tidak ada gangguan tidur nyeri
injuri ulang Tidak ada gangguan - Lakukan tehnik nonfarmakologis
- Gangguan konsentrasi (relaksasi, masase punggung)
aktifitas Tidak ada gangguan
- Anoreksia hubungan interpersonal
- Perubahan Tidak ada ekspresi
pola tidur menahan nyeri dan
- Respon ungkapan secara verbal
simpatis (suhu Tidak ada tegangan otot
dingin,
perubahan

14
posisi tubuh ,
hipersensitif,
perubahan
berat badan)

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Kerusakan NOC : NIC : Pressure Management
integritas Tissue Integrity : Skin Anjurkan pasien untuk
kulit and Mucous Membranes menggunakan pakaian yang longgar
berhubungan Wound Healing : primer Hindari kerutan pada tempat tidur
dengan : dan sekunder Jaga kebersihan kulit agar tetap
Eksternal : Setelah dilakukan bersih dan kering
- Radiasi tindakan keperawatan Mobilisasi pasien (ubah posisi
- Perubahan selama….. kerusakan pasien) setiap dua jam sekali
status cairan integritas kulit pasien Monitor kulit akan adanya
(edema) teratasi dengan kriteria kemerahan
DO: hasil: Oleskan lotion atau minyak/baby
- Gangguan Integritas kulit yang baik oil pada derah yang tertekan
pada bagian bisa dipertahankan Monitor aktivitas dan mobilisasi
tubuh (sensasi, elastisitas, pasien
- Kerusakan temperatur, hidrasi, Monitor status nutrisi pasien
lapisa kulit pigmentasi) Memandikan pasien dengan sabun
(dermis) Perfusi jaringan baik dan air hangat
- Gangguan Mampu melindungi kulit Kaji lingkungan dan peralatan
permukaan dan mempertahankan yang menyebabkan tekanan
kulit kelembaban kulit dan
(epidermis) perawatan alami

15
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakseim NOC: Kaji adanya alergi makanan
bangan a. Nutritional status: Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
nutrisi Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan
kurang dari b. Nutritional Status : nutrisi yang dibutuhkan pasien
kebutuhan food and Fluid Intake Yakinkan diet yang dimakan
tubuh c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
Berhubungan Setelah dilakukan mencegah konstipasi
dengan : tindakan keperawatan Ajarkan pasien bagaimana
Ketidakmamp selama….nutrisi kurang membuat catatan makanan harian.
uan untuk teratasi dengan indikator: Monitor adanya penurunan BB dan
menelan. Albumin serum gula darah
Pre albumin serum Monitor lingkungan selama makan
Hematokrit Jadwalkan pengobatan dan
Hemoglobin tindakan tidak selama jam makan
Total iron binding Monitor turgor kulit
capacity Monitor kekeringan, rambut
Jumlah limfosit kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

16
Defisit NOC : NIC :
perawatan Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
diri Daily Living (ADLs) Monitor kemempuan klien untuk
Berhubungan Setelah dilakukan perawatan diri yang mandiri.
dengan : tindakan keperawatan Monitor kebutuhan klien untuk alat-
keterbatasan selama …. Defisit alat bantu untuk kebersihan diri,
aktivitas perawatan diri teratas berpakaian, berhias, toileting dan
dengan kriteria hasil: makan.
DO : Klien terbebas dari bau Sediakan bantuan sampai klien
ketidakmamp badan mampu secara utuh untuk
uan untuk Menyatakan kenyamanan melakukan self-care.
mandi, terhadap kemampuan Dorong klien untuk melakukan
ketidakmamp untuk melakukan ADLs aktivitas sehari-hari yang normal
uan untuk Dapat melakukan ADLS sesuai kemampuan yang dimiliki.
berpakaian, dengan bantuan Dorong untuk melakukan secara
ketidakmamp mandiri, tapi beri bantuan ketika
uan untuk klien tidak mampu melakukannya.
makan, Ajarkan klien/ keluarga untuk
ketidakmamp mendorong kemandirian, untuk
uan untuk memberikan bantuan hanya jika
toileting pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring


dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 ha146).

Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500
kasus baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang
diawetkan dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty
&Nurbaiti, 2001 hal146).

Insidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan


makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor
geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial
ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya
tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus
EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).

B. SARAN

Setelah penulis menjabarkan mengenai kasus Ca Nasofaring, diharapkan memberi


suatu pencerahan dan tambahan ilmu pengetahuan mengenai kasus ini. Namun, dalam
uraiannya, penulis sadar bahwa masih banyak hal yang dirasa kurang dan oleh karenanya
penulis mengharapkan suatu masukan dan saran untuk kebaikan mendatang dalam segala
bidang, terutama kasus Ca Nasofaring ini. Penelusuran lebih jauh dan dalam lagi
mengenai perkembangan kasus Ca Nasofaring ini merupakan jalan terbaik untuk mendapat

18
informasi yang lebih relevan disamping makalah ini. Semoga makalah yang kami buat
dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar KeperawatanMedikalbedah,edisi 8 vol.3.EGC,


Jakarta
Guyton, Arthur C, 1997, Buku Ajar FisiologiKedokteran, Edisi 9, EGC,Jakarta
Inskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosa Dan
Penatalaksanaan, FakultasKedokteranUmum, Universitas Indonesia, Jakarta
Joanne C.McCloskey. 1996. Nursing Intervension Classification (NIC). Mosby Year
Book. St. Louis
Marion Johnon, dkk. 2000. Nursing Outcome Classificasion (NOC). Mosby Year
Book.St. Louis
Marjory Gordon, dkk.2000.Nursing Diagnoses : Definition &Classificasion 2001-
2002.NANDA. Mosby Year Book.St.Louis
File:///G:/askep-ca-nasofaring.html
File:///G:/ASKEP CA NASOFARING_b4hri.html
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA

19

Anda mungkin juga menyukai