Anda di halaman 1dari 1

Lateks kebun akan menggumpal atau membeku secara alami dalam waktu beberapa jam

setelah dikumpulkan. Penggumpalan alami atau spontan dapat disebabkan oleh timbulnya
asam-asam akibat terurainya bahan bukan karet yang terdapat dalam lateks akibat aktivitas
mikroorganisme. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa lump hasil penggumpalan alami
berbau busuk. Selain itu, penggumpalan juga disebabkan oleh timbulnya anion dari asam lemak
hasil hidrolisis lipid yang ada di dalam lateks. Anion asam lemak ini sebagaian besar akan
bereaksi dengan ion magnesium dan kalsium dalam lateks membentuk sabun yang tidak larut,
keduanya menyebabkan ketidakmantapan lateks yang pada akhirnya terjadi pembekuan [6].
Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan tidak diinginkan yang menghasilkan lump
atau gumpalan-gumpalan pada cairan getah sadapan. Kejadian seperti ini biasa terjadi ketika
lateks berada di dalam tangki selama pengangkutan menuju pabrik pengolahan. Hasil sadapan
yang mengalami prakoagulasi hanya dapat diolah menjadi karet dengan mutu rendah seperti
karet remah jenis SIR 10 dan SIR 20. Prakoagulasi dapat terjadi karena kemantapan bagian
koloidal yang terkandung di dalam lateks berkurang akibat aktivitas bakteri, guncangan serta
suhu lingkungan yang terlalu tinggi. Bagian-bagian koloidal yang berupa partikel karet ini
kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar
dan membeku. Untuk mencegah prakoagulasi, pengawetan lateks kebun mutlak diperlukan,
terlebih jika jarak antara kebun dengan pabrik pengolahan cukup jauh. Zat yang digunakan
sebagai bahan pengawet disebut dengan zat antikoagulan. Syarat zat antikoagulan adalah harus
memiliki pH yang tinggi atau bersifat basa. Ion OH- di dalam zat antikoagulan akan menetralkan
ion H+ pada lateks, sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi penggumpalan.
Terdapat beberapa jenis zat antikoagulan yang umumnya digunakan oleh perkebunan besar
atau perkebunan rakyat diantaranya adalah amoniak, soda atau natrium karbonat, formaldehida
serta natrium sulfit [4]. Lateks para (Hevea brasiliensis) yang dikeringkan memiliki distribusi berat
molekul dengan dua puncak pada Mr 1.2xE+5 dan 2xE+6. Lateks para, biasa disebut karet,
selain mengandung senyawa yang disebut di atas juga mengandung politerpena yang khas yang
menyebabkan memiliki sifat-sifat yang berbeda dari banyak lateks tumbuhan lainnya. Lateks ini
sekarang dapat juga dibuat secara sintetis oleh polimerisasi sebuah monomer yang
telah diemulsi oleh surfaktan.

Anda mungkin juga menyukai