Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGATAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-
Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa juga Saya
ucapkan terima kasih kepada dosen pengujian bahan yang telah membimbing kami agar dapat
mengerti tentang bagaimana cara menyusun makalah ini. Makalah ini disusun agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang pengujian bahan. Dengan penuh kesabaran tugas ini dapat
terselesaikan. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pelajar ataupun, umum khususnya
pada diri kami sendiri dan semua yang membaca makalah ini, Dan mudah mudahan juga dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca .
Akhir kata kami sebagai penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Dari kami mungkin masih ada kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini..

Makassar , 24 Mei 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Tujuan ................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.PENGUJIAN TARIK STATIS...............................................................................
B. DAERAH ELASTISITAS.....................................................................................
C. UJI KEKERASAN..........................................................................................
D. PENGUJIAN TANPA MERUSAK
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN.....................................................................
B. SARAN...............................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Pengujian logam sangatlah diperlukan karena bila tidak logam tersebut dapat
menimbulkan efek negatif jika digunakan untuk bahan-bahan produksi. Dalam logam
tersebut terdiri dari sifat-sifat logam diantaranya kekerasan. Kekerasan merupakan salah satu
sifat mekanik dari logam. Pengujian kekerasan secara luas digunakan dalam proses inspeksi
dan control. Salah saru proses yang mempengaruhi kekerasan suatu material adalah proses
heat treatment. Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai
dengan bidang pemakaiannya.
Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam
terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan
suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan mohs.
Pemilihan logam yang akan digunakan untuk aplikasi ketahanan gesekan (wear
resistence) harus mempertimbangkan sifat kekerasan logam tersebut. Hubungan kekerasan
sebanding dengan kekuatan logam dimana kekerasan suatu logam akan meningkat maka
kekutan logam tersebut juga cendrung meningkat, namun nilai kekerasan ini berbanding
terrbalik dengan keuletan dari logam.
Meskipun logam keras dipandang lebih kuat daripada logam lunak, namun yang perlu
diperhatikan adalah bahwa tingkat kekerasan bahan yang tinggi belum menjamin bahwa
komponen mesin memiliki kekuatan (ketahanan) untuk menerima beban.
Berkaitan dengan penggunaan logam keras dan lunak ini, kita memaklumi bahwa
teknologi yang berkembang saat ini di negara kita masih dalam tahap pengembangan
teknologi tepat guna dan rekayasa industri yang tingkat resikonya tidak terlalu tinggi,
sehingga ketelitian dalam perancangan pun menjadi rendah, sebab perancangan konstruksi
mesin berteknologi sederhana tentunya jauh berbeda dengan perancangan konstruksi mesin
berteknologi tinggi, dan yang pasti perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi
memerlukan pengolahan logam yang berkualitas pula.
Dengan demikian, bahan benda kerja yang baik dan berkualitas tidak hanya
ditentukan oleh keras atau lunaknya bahan tersebut, tetapi sangat banyak ditentukan oleh
ketepatan memilih bahan sesuai besarnya pembebanan yang diberikan.
Dengan pemilihan bahan yang tepat, akan diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan
dijamin kuat untuk menerima beban.
Pentingnya sifat kekerasan dalam pemilihan material logam untuk peralatan teknik
seperti untuk komponen mesin yang mengalami gesekan contohnya piston dan lain
sebagainya. Untuk itu diadakanlah pengujian logam yang diantaranya pengujian logam
dengan cara merusak dan tidak merusak.

B.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah mahasiswa mampu mengetahui tentang macam-
macam pengujian yang dilakukan pada bahan logam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGUJIAN TARIK STATIS

Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985]. Hasil
yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk
karena mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur
ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara lambat.

Gambar 1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.

Seperti pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada kedua arah sumbunya.
Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama besarnya.

Pengujian tarik adalah dasar dari pengujian mekanik yang dipergunakan pada material.
Dimana spesimen uji yang telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga
spesimen uji mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah.
Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding pengujian lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penguijian menghasilkan nilai yang valid adalah; bentuk
dan dimensi spesimen uji, pemilihan grips dan lain-lain.

Pengujian tarik statik Deformasi bahan yang disebabkan oleh beban tarik static adalah
dasar dari pengujian-pengujian bahan dan studi mengenai kekuatan bahan, hal ini
disebabkan beberapa alasan :

4
1) Mudah dilakukan
2) Menghasilkan tegangan uniform pada penampang
3) Kebanyakan bahan mempunyai kelemahan untuk menerima beban tegangan tarik
yang uniform pada penampang.
Pengujian tarik memiliki deformasi yang terbatas sehingga harga tegangan alir
terbatas juga. Keterbatasan deformasi ini diakibatkan dengan adanya fenomena necking
(deformasi setempat).
Dari pengujian tarik dapat diperoleh data, seperti :
 Kekuatan tarik (tensile strength), 𝜎𝑢 , dikenal juga sebagai Ultimate Strength
 Kekuatan luluh (yield strength),𝜎𝑦 .
 Ketangguhan (thoughness)
 Keuletan (ductility)
Pada pengujan tarik, bentuk specimen yang biasa dipakai adalah bentuk pellat (shee)
dan bentuk profil, dimana diambil 2 tipe standar yang berdasarkan JIS (standard industry
jepang) dan ASTM (standard pengujian material amerika).

Prinsip Pengujian
F

F
Gambar 4.1 Diagram Benda Bebas Pengujian
Dengan menerapkan beban tarik F (kg), maka akan timbul perpanjangan, ∆𝐿 (mm),
yang dicatat dengan ekstensometer. Dalam pengujian ini kecepatan crosshead diusahakan
kosntan selama pengujian.
Selanjutnya mesin akan memberikan rekaman grafik antara F vs ∆𝐿. Hasil rekaman gambar
ini dapat diklasifikasikan menjadi 3 buah, yaitu :

5
Gambar 4.2 Diagram F vs ∆𝐿 dari beberapa material
(a) Material Ulet
(b) Material Getas
(c) Material Karbon Rendah
Secara umum pada gambar 4.2 memperlihatkan dua bagian kurva yaitu bagian yang
linier dan bagian yang tidak linier (curvature). Analisa selanjutnya akan dilakukan
berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada kedua bagian ini.
Analisa Pengujian
Interprestasi bagian kurva yang Linier

Gambar 4.3 Bagian Linier Kurva

Bila pembebanan (F1) dilakukan didaerah linier dan selanjutnya beban dihilangkan,
maka perpanjangan yang tercatat (∆𝐿1 ) akan kembali ke awal. Bila hal tersebut diulang
kembali (F2) untuk specimen yang identik (tetapi bukan bekas yang pertama), maka peristiwa
tersebut akan terulang kembali. Hal ini memperlihatkan adanya fenomena elastisitas dari
material.
Diatas disebutkan bahwa pengulangan pengujian tidak dapat dilakukan dengan
material bekas, hal ini dikarenakan pada material bekas uji kemungkinan terjadi efek strain

6
hardening, yaitu terjadinya peningkatan kekuatan akibat pengerjaan dingin (dalam kasus ini
naiknya 𝜎𝑦 material). Proses pengerjaan logam secara panas atau dingin berkaitan dengan
terjadinya rekristalisasi didalam proses pengerjaan tersebut. Fenomena strain hardening dapat
terjadi apabila beban F2 melampaui 𝜎𝑦 (karena posisi 𝜎𝑦 sangat sulit dipisahkan dari bagian
kurva yang lurus).
Titik A disebut batas proporsional, yaitu batas tertinggi dimana hubungan F dan ∆𝐿
masih linier. Batas elastis adalah sedikit diatas titik A, hanya sangat sulit untuk
menentukannya.

B. DAERAH ELASTISITAS
Gambar 4.1 menunjukkan keadaan apabila beban yang diberikan kepada batang uji.
Deformasi tak berubah pada pembebanan. Daerah tegangan yang tidak meninggalkan
deformasi apabila beban dihilangkan disebut daerah elastic.
Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban tarik ditentukan sebagai berikut.
Apabila beban P, luas penampang A dan tegangan 𝜎 maka :

Gambar 4.6 Deformasi disebabkan oleh beban tarik, 𝛿1 = 𝑙 − 𝑙0

7
𝑃
𝑃 = 𝜎𝐴 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝜎 = 𝐴 1.1

Dan dinyatakan dalam satuan N/m2, MPa atau kgf/mm2. Regangan dinyatakan sebagai :
𝛿𝑙
𝜀= 1.2
𝑙0

Dimana 𝛿1 adalah deformasi dan 𝑙0 , maka 𝜀 dinyatakan dalam m/m atau mm/mm
bilangan tak berdimensi atau sering dinyatakan dalam persen. Deformasi didaerah elastic
menunjukkan sifat proporsional atau sebanding lurus dengan tegangan. Hubungan lurus ini
disebut modulus elstik, dan dalam hal deforms tarik disebut modulus elstik memanjang atau
modulus Young yang dinyatakan dengan E,
𝜎
𝐸= 1.3
𝜀

Satuannya sama dengan tegangan.


Seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.1, apabila deformasi terjadi memanjang,
terjadi pula deformaaasi penyusutan melintang. Kalau regangan ini 𝜀𝑟 , perbandingannya
dengan 𝜀𝑙 disebut perbandingan Poisson, dinyatakan dengan v,
𝜀𝑟
𝑣= 1.4
𝜀𝑙

Satuannya sama dengan tegangan.


Dalam kenyataan, harga 𝑣 bagi bahan berkristal seperti logam kira-kira 1/3, dapat
ditentukan dengan perhitungan terperinci dari hubungan antara konfigurasi atom dan arah
tegangan.
Apabila batang uji panjangnya 𝑙 dan luas penampangnya 𝑎 𝑥 𝑏 menerima deformasi
elastic karena tarikan, volumenya menjadi 𝑉1 = 𝑉 + ∆𝑉, maka :
𝑉1 = (𝑙 + 𝜀1 . 𝑙)(𝑎 − 𝑣. 𝜀1 . 𝑎)(𝑏 − 𝑣. 𝜀1 . 𝑏)
= 𝑉{1 + 𝜀𝑙 (1 − 2𝑣) + 𝜀𝑙2 (𝑣 2 − 2𝑣) + 𝑣 2 . 𝜀𝑙3 } 1. 5

8
Gambar 4.7 Regangan geser
Dimana, regangan di daerah elastic 𝜀𝑙 kira-kira 10-3 adalah kecil dan dapat diabaikan,
sehingga kwadrat dan pangkat tiganya dapat dihilangkan, maka :
∆𝑉 𝑉1 −𝑉
= = 𝜀1 (1 − 2𝑣) = 𝐾 1.6
𝑉 𝑉
1 𝜀1
𝐾 disebut modulus elastic bulk. Kalau 𝑣 = 3 maka 𝐾 = /, yang artinya bahwa
3

dalam deformasi elastic volume mengambang.


Cara pembebanan tidak terbatas pada tarikan sederhana tetapi juga seperti yang
ditunjukkan dalam gambar 4.7, yaitu geseran dan puntiran. Dalam hal geseran, regangan 𝛾
mempunyai hubungan dengan tegangan geser 𝜏 yaitu :
𝜇
𝜏=𝛾 1.7

Dimana 𝜇 disebut modulus geser atau modulus kekakuan. Dalam hal ini berbeda
dengan deformasi yang disebabkan tarikan, tidak terjadi perubahan volume.

Gambar 4.8 kurva tegangan-regangan di daerah elastis

9
Gambar 4.8 menunjukkan hubungan antara tegangan dan regangan dalam daerah
elastic mempergunakan karet sebagai model bahan amorf dan logam polokristal sebagai
model dari bahan berkristal. Pada logam, daerah elastic dinyatakan oleh bagian lurus dari
hubungan tersebut dan gradiennya sebagai modulus elastic. Secara teknik batas daerah
tersebut ditentukan oleh regangan sisa apabila beban ditiadakan seperti ditunjukkan dalam
gambar. Harga ini dinamakan batas elastic. Beberapa dari bahan amorf mempunyai
perpanjangan elastic yang besar. Alasannya mengapa gradient kurva ini berubah dalam
daerah tegangan, ialah bahwa molekul rantai yang panjang saling terkait dan cara
pembebasannya berbeda satu sama lain.

C. UJI KEKERASAN
Beberapa definisi kekerasan bahan :
 Ketahanan material terhadap deforms plastic
 Ketahanan terhadap goresan
 Energy maksimum yang diserap pada pembebanan mekanik
Secara umum kekerasan menggambarkan ketahanan terhadap deformasi permanen.
Berdasarkan hal diatas, maka metode pengujian kekerasan yang diterapkan adalah sebagai
berikut :
1. Metoda Mohs (menggores)
2. Metoda Dinamik (pantulan)
3. Metoda penekanan/penusukan (indentasi)

1. Metoda Mohs (Menggores)


Benda uji digores satu sama lainnya, yang tergores adalah yang lebih lunak. Mohs
member kekerasan bahan berdasarkan skala 1 – 10. Untuk angka 1 adalah kekerasan untuk
talj, angka 4-8 adalah kekerasan untuk logam dan angka 10 adalah kekerasan untuk intan.
Dibeberapa literature cara ini dikenal juga dengan istilah cara perbandingan.

2. Metoda Dinamik (Pantulan)


Nama alat : Shore Sceloroscope

b bola baja
b
b
b
10
spesimen

Gambar 4.9. cara kerja Shore Sceloroscope


Bola baja dijatuhkan dari ketinggian tertentu menumbuk benda uji dan kemudian hasil
pantulan (tingginya) menyatakan kekerasan material bersangkutan. Makin tinggi
pantulan, material makin keras. Untuk memperoleh hasil yang terbaik, maka permukaan
yang akan diukur harus bersih dari pengotor-pengotor dan minyak.

3. Metoda Penekanan (Indentasi)


a. Metoda Brinell
Metoda ini menggunakan indentor berupa bola baja berdiameter 10 mm. beban yang
diberikan untuk setiap bahan tidak sama. Untuk baja/bahan yang keras bisa mencapai
3000 kg, sedangkan bahan yang lunak cukup sampai 50 kg.
F

Specimen

Gambar 4.10 Pengujian Brinell


BHN : Brinell Hardness Number (angka kekerasan Brinell)
𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐹
𝐵𝐻𝑁 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐴
1
𝑘𝑔
𝐵𝐻𝑁 = 2𝐹/𝜋𝐷{𝐷 − (𝐷2 − 𝑑2 )2 … … … … … … . . (𝑚𝑚2 )

Dimana :
F = beban ……….(kg)
D = diameter bola baja…… (mm)
d = diameter bekas penekanan …….. (mm)
Diukur dengan mikroskop/loupe
Brinell menggunakan beban dan bola indentor standard sebagai berikut :
Diameter bola (D) Beban (F) Kekerasan yang disarankan
(mm) (kg) (BHN)

11
10 3000 96 – 600
10 1500 48 – 300
10 500 16 – 100

Untuk benda uji yang relative tipis dan kecil digunakan indentor yang lebih kecil dari 10 mm
dengan pengaturan standar sebagai berikut :
𝐹 = 𝐶. 𝐷2 , dimana C = 5, 15 dan 30
Metode Brinell sangat baik digunakan untuk mengukur logam multifasa (contoh : besi cor)
karena tembereng bekas penekanan luas, sehingga semua fasa terkena. Untuk material yang
memiliki > 400 BHN diperlukan pengujian yang hati-hati karena bola baja bisa terdeformasi
menjadi gepeng (flattening). Untuk material yang terlalu lunak juga diperlukan perhatian
khusus karena akan terjadi aliran logam (flow of material) disisi tembereng sehingga sulit
mengukurnya.

Flattening pada specimen

Flow material pada specimen

Gambar 4.11 Kerugian Pengujian Brinell


System pengujian yang sama dengan Brinell adalah pengujian Meyer, dimana Meyer
langsung menggunakan A0:
𝐹
𝑀𝐻𝑁 = 𝜋.𝑑2 /4, Meyer Hardness Number ……(kg/mm2)

b. Metoda Vickers
Merupakan metoda pengukuran kekerasan dengan menggunakan indentor/penekan
berbentuk piramid intan dengan berbentuk bujur sangkar dan besar sudut antara dua bidang
miring yang berhadapan sebesar 136o.
Bentuk daerah bekas penekanannya akan berupa bujur sangkar, namun kadang-kadang
tidak tepat berbentuk bujur sangkar karena :
- Kemungkinan ada kotoran pada permukaan
- Posisi specimen tidak water level

12
Gambar 4.12 Indentor Vickers
Fenomena aliran material seperti pada Brinell tidak terjadi pada pengujian Vikers karena
beban Vickers divariasikan pada/dengan beban mikro ke makro (dari 5 kg – 120 kg dengan
interval 5 kg). Diagonal bekas penekanan, d, diukur dengan mikroskop pengukur. Angka
kekerasan Vickers ditentukan sebagai berikut:
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 𝐹
𝑉𝐻𝑁 = 𝑉𝑖𝑐𝑘𝑒𝑟𝑠 𝐻𝑎𝑟𝑑𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑁𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 = =
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑘𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐴
𝐹
𝑉𝐻𝑁 = 1,854 𝑑2 ………………. (kg/mm2)

Dimana :
F = beban yang digunakan (kg)
𝑑1 +𝑑2
d = diagonal rata-rata = ……………(mm)
2

Metoda Vickers memberikan hasil berupa skala yang kontinu untuk suatu jenis bahan
tertentu. Dapat dipakai pada specimen yang lunak (VHN = 5) sampai specimen yang sangat
keras (VHN = 1500). Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanan cara Vickers akan
lebih tinggi dari pada cara Brinell.
Yang diatur oleh standard adalah penetrator/indentor dan lama penekanan. Vickers dapat
digunakan untuk mengukur material tipis dan juga mengukur kekerasan fasa didalam logam
karena beban dapat diatur.
Metoda yang mirip dengan Vickers adalah metoda Knoop yang mana penetrator berupa
pyramid intan dan dasarnya berbentuk belah ketupat. Perbandingan diagonal panjang dan
pendek memiliki rasio 7 : 1

13
KHN = Knoop Hardness Number = 1,5 F/d2
Gambar 4.13 Metoda Knoop
Beban yang digunakan relative kecil (25 g – 5000 g) dan sering digunakan untuk
mengukur kekerasan pada daerah relatif kecil, misalnya penampang kawat atau pelat yang
tipis.

c. Metoda Rockwell
Merupakan metoda pengukuran kekerasan dengan menggunakan prinsip kedalaman
bekas penekanan. Sebelum pengujian sesungguhnya dilakukan, specimen diberi beban minor
sebesar 10 kg. Kemudian skala di-set pada titik acuan nol. Setelah itu beban mayor atau
beban sesungguhna diberikan. Secara otomatis kedalaman bekas penekanan akan ditunjukkan
dan kekerasan (angka kekerasan) dapat langsung dibaca.

Fmi Fmy Posisi t1 : Menunjukkan beban minor (10kg)


t1 Posisi t2 : Menunjukkan akhir beban minor
t2 --------------t3

sekaligus awal beban mayor


Posisi t3 : Menunjukkan akhir beban mayor
Kekerasan Rockwell : R = t3 – t2
t2 adalah dalamnya penusukan akibat beban minor
t3 adalah dalamnya penusukan akibat beban mayor
Metoda Rockwell merupakan metoda yang paling baik karena dapat mengurangi
kesalahan yang dibuat ketika mengukur dalamnya penekanan bila menggunakan metoda
lainnya.
Selain itu banyak kegunaannya karena penekan dan besarnya beban dapat diubah-ubah sesuai
kebutuhan. Skala kekerasan Rockwell berdasarkan yang paling sering digunakan ada 3 jenis,
yaitu :
1. Skala A (HRA) : Beban mayor = 60 kg
Penetrator kerucut intan 120o
Digunakan untuk menguj logam-logam yang keras.
2. Skala B (HRB) : Beban mayor = 100 kg
Penetrator bola baja 1/16”
Digunakan untuk menguji logam-logam yang lunak (biasanya
logam lunak berasal dari proses annealing).

14
3. Skala C (HRC) : Beban mayor = 150 kg
Penetrator kerucut intan 120o
Digunakan untuk menguji logam-logam yang dikeraskan melalui
proses perlakuan panas (heat treatment)
Semakin lunak benda kerja/specimen, maka diameter bola baja semakin besar dan
semakin kecil beban yang digunakan. Semakin keras benda kerja, digunakan bola baja
dengan diameter yang semakin kecil (1/8” dan ¼”) atau digunakan kerucut intan dan dipakai
beban yang semakin besar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kekerasan :
 Permukaan benda uji diusahakan water level (rata dan sejajar terhadap meja
pengukur, anvil)
 Pengukuran kekerasan dilakukan pada titik-titik yang jaraknya lebih dari 2,5 kali
diameter bekas penekanan. Hal ini untuk menghindari pengaruh strain hardening dari
penekanan sebelumnya.
 Pengukuran tidak dilakukan pada titik yang terlalu dekat dengan tepi benda uji.
 Waktu penekanan untuk besi dan baja : minimum 15 detik dan untuk logam bukan
besi : minimum 30 detik. Hal ini dimaksudkan agar beban terkonstruksi secara
sempurna/penuh
 Beban penekan yang diberikan harus beban static. Bila ada perubahan beban , maka
angka kekerasan yang ditunjukkan relative rendah dari sesungguhnya.

D. PENGUJIAN TANPA MERUSAK


Dengan melaksanakan berbagai pengujian termasuk pengujian tak merusak dalam proses
produksi dari bahan industry, kemungkinan adanya cacat bahan sangat kecil, tetapi tidak
mungkin mempunyai bahan yang bebas dari cacat. Maka telah dikembangkan cara pengujian
tak merusak untuk mengetahui cacat tersebut. Pengujian tak merusak untuk produk akhir
dilakukan untuk memberikan jaminan kualitas juga jaminan tidak adanya cacat yang
membahayakan penggunaan. Disamping itu untuk bagian-bagian dan komponen utama,
pengujian tak merusak dilakukan pada saat pemeriksaan regular. Dalam cacat telah terlihat
pada pengujian akhir, tetapi ada kemungkinan menjadi parah selama waktu tertentu dalam

15
pemakaian. Hal itu terjadi karena kondisi yang berbeda dengan yang ditetapkan pada design
atau memang diharapkan terjadi retakan lelah dalam pemakaian.
Jenis pengujian tak merusaka diantaranya adalah :
1. Pengujian pewarnaan
Cara ini dipakai untuk mendeteksi cacat dengan penembusan zat pada celah cacat
permukaan. Cairan fluoresen atau cairan pewarna dipakai untuk maksud ini. Yang pertama
diamati dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 330-390 nm, dan yang terakhir
diamati di bawah sinar tampak terang.
2. Pengujian dengan bubuk magnet
Kalau bahan yang dapat dimagnetkan, misalnya baja , berada dalam medan magnet, fluks
magnet pada baja akan terputus oleh adanya retakan atau inklusi disekitar permukaan jadi
bubuk magnet akan diabsorb, kepekaan pengamatan sangat tinggi kalau konduksinya baik.
3. Pengujian dengan arus Eddy
Kalau batang uji ditempatkan dalam lilitan yang dialiri arus listrik frekuensi tinggi, maka
arus Eddy mengalir pada batang uji berubah kalau ada cacat, yang akan memberikan
induksi perubahan tegangan listrik oleh impedansi lilitan atau dalam lilitan sendiri, jadi
dihasilkan sinyal listrik.
Cara ini dipakai untuk menentukan bagian yang tidak pejal dilihat dari amplitude dan fasa
dari sinyal tersebut.
4. Pengujian penyinaran
Dengan mempergunakan sinar X, sinar gama dan sinar neutron yang memiliki daya
tembus besar melalui benda, memungkinkan untuk mengetahui adanya cacat dari
bayangan pada film yang ditempatkan di belakang benda, yang menunjukkan variasi
intensitas, karena perbedaan absorbs sinar oleh rongga dan kepadatan di dalam benda.

5. Pengujian ultrasonic
Gelombang ultrasonic 1 - 5 MHz merambat dalam bahan dan memantul ditempati cacat,
dari diteksi gelombang pantulan dapat diketahui adanya cacat. Untuk memancarkan dan
menerima gelombang ultrasonic dipergunakan Kristal barium titanat atau lainnya yang
mempunyai sifat efek piezoelektrik. Gelombang ultrasonic memantul 100% dari celah dan
retakan. Oleh karena itu, kepekaan pengamatan sangat tinggi dibandingkan dengan
pengujian dengan penyinaran yang tidak dapat mengamati cacat kecuali jika benda ujinya

16
mempunyai ketebalan 1-2 inch. Akan tetapi yang terditeksi adalah puncak gelombang
pantulan yang memerlukan pengalaman untuk menentukan keadaan cacat pada bahan.
6. Pengujian pancaran akustik
Kalau deformasi plastis atau patahan terjadi gelombang suara dibangkitkan oleh
pembebasan gelombang tekanan. Hal ini dinamakan pancaran akustik yang dipergunakan
dalam pengujian tak merusak bentuk baru. Untuk mendeteksi gelombang suara,
mempergunakan cara yang sama dengan pada pengujian ultrasonic dengan
mempergunakan bahan piezoelektrik dan dengan menganalisa lewat amplifikasi
gelombang yang diterima, jumlah kejadian, frekuensi dan energy suatu gejala yang
dianggap menyebabkan bunyi. Kalau dipergunakan secara sempurna, dapat dipakai untuk
mendeteksi retak lelah atau retak korosi tegangan dalam komponen mesin.

17

Anda mungkin juga menyukai