Anda di halaman 1dari 2

Explain the differences between ‫قواعد أصولية وقواعد فقهية‬

The difference between Usul ul-Fiqh and Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah

D. Perbedaan Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah.


1. Kaidah Ushuliyah.
Kaidah-kaidah ushuliyah disebut juga kaidah istinbathiyah atau kaidah lughawiyah. Disebut kaidah
istimbathiyah karena kaidah-kaidah tersebut dipergunakan dalam rangka mengistinbathkan hukum-hukum
syara’ dari dalil¬dalilnya yang terinci. Disebut kaidah lughawiyah karena kaidah ini merupakan kaidah
yang dipakai ulama berdasarkan makna, susunan, gaya bahasa, dan tujuan ungkapan-ungkapan yang telah
ditetapkan oleh para ahli bahasa arab, setelah diadak an penelitian-penelitian yang bersumber dan
kesusastraan arab.
Kaidah-kaidah ushuliyah digunakan untuk memahami nash-nash syari’ah dan hukum-hukum yang
terkandung dalam nash-nash tersebut. Dengan kaidah ushuliyah dapat difahami hukum-hukum yang telah
diistinbathkan oleh para imam mujtahidin, serta dapat pula dipertimbangkan antara mazhab mereka yang
berbeda mengenai hukum suatu kejadian. Karena memahami hukum menurut seginya atau
mempertimbangkan antara dua hukum yang berbeda tidak bisa terjadi kecuali dengan memakai ilmu
ushul fiqh dan kaidah-kaidahnya.
2. Kaidah Fiqhiyah
Kaidah fiqhiyah adalah kiadah hukum yang bersifat kulliyah (bersifat umum) yang dipetik dan dalil-dalil
kulli, dan dari maksud-maksud syara’ dalam meletakkan mukallaf di bawah beban dan dari memahamkan
rahasia-rahasia tasri’ dan hikmah-hikmahnya. Rahasia tasyri’ adalah ilmu yang menerangkan bahwa syara’
memperhatikan pelaksanaan hukum bagi mukallaf, kemaslahatan hamba, dan menerangkan bahwa tujuan
menetapkan aturan-aturan ialah untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Kaidah-kaidah fiqhiyah dijadikan rujukan (tempat kembali) seorang hakim dalam keputusannya, rujukan
seorang mufti dalam fatwanya, dan rujukan seorang mukallaf untuk mengetahui hukum syaria’t dalam
ucapan dan perbuatanya. Karena aturan-aturan syara’ itu tidak dimaksudkan kecuali untuk menerapkan
materi hukumnya terhadap perbua tan dan ucapan manusia. Selain itu juga kaidah fiqhiyah digunakan
untuk membatasi setiap mukallaf terhadap hal-hal yang diwajibkan ataupun yang diharamkan baginya.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kaidah ushuliyah memuat pedoman penggalian
hukum dari sumber aslinya baik Al-Quran maupun sunnah dengan menggunakan pendekatan secara
kebahasaan. Sedangkan kaidah fiqhiyah merupakan petunjuk operasional dalam mengistinbathkan hukum
Islam, dengan melihat kepada hikmah dan rahasia¬rahasia tasyri’. Namun kedua kaidah tersebut
merupakan patokan dalam mengistinbathkan suatu hukum, satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan, sebab keduanya saling membutuhkan, dalam sasarannya menetapkan hukun Islam terhadap
mukallaf. Sebagai contoh :
3 : ‫ير …{المائدة‬ِّ ‫علَي ُك ُم ال َميتَةُ َوالدَّ ُم َولَح ُم الخِّ ن ِّز‬
َ ‫} ُح ِّر َمت‬
Artinya : “Diharamkan bagimu memakan mayat, darah, daging babi… ” (Al-Maidah 3).
Kata hurrimat pada ayat di atas menunjukkan tentang keharaman memakan bangkai, darah, daging babi.
Dalam kaidah ushuliyah disebutkan bahwa :
‫االصل فى النهي للتحر يم‬
“asal pada larangan adalah haram”.
Mengenai hal ini kaidah fiqhiyah menjelaskan :
‫الحر يم له حكم ما هو حر يم له‬
“Yang mengelilingi larangan hukumnya sama dengan yang dikelilinginya “.
Kaitan kaidah fiqh di atas dengan kaidah sebelumnya adalah sebagaimana diharamkan memakan bangkai,
darah, daging babi, maka diharamkan pula untuk memperjulbelikannya, atau memanfaatkannya. Apabila
bangkai, darah, dan daging babi tersebut diperjualbelikan, maka harga dari jual beli tersebut haram
hukumnya. Begitu juga apabila gemuk bangkai dijadikan minyak lalu minyak itu dijual kepada orang lain,
maka jual beli tersebut menjadi haram hukumnya. Hal ini didasarkan pada kaidah fiqih di atas bahwa
pada hakikatnya yang dikelilingi adalah keharaman memakan bangkai, darah, daging babi, sedangkan
yang mengelilinginya adalah menjual dan memanfaatkannya, hal ini diharamkan karena hukum asalnya
adalah haram.

Anda mungkin juga menyukai