Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
semua situasi dimana keputusan perlu dibuat. Petugas rumah sakit telah menetapkan posisinya
pada saat pasien menolak pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan
bantuan hidup dasar.
1.2 Tujuan
Untuk menyediakan suatu proses di mana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman
dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung atau henti
napas.
2
BAB 2
DO NOT RESUSCITATE
2.1 Definisi
DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga
medis untuk tidak melakukan CPR (cardiopulmonary resuscitation). Hal ini berarti bahwa
dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan usaha CPR emergensi bila
pernapasan maupun jantung pasien berhenti.
CPR atau cardiopulmonary resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan
untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang
pasien mengalami kegagalan jantung maupun pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru
(resusitasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk
mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital selama dilakukan upaya-upaya untuk
mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang spontan. CPR lanjut melibatkan DC shock,
insersi tube untuk membuka jalan napas, injeksi obat-obatan ke jantung dan untuk kasus-kasus
ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi bedah toraks).
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di catatan
yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau keperawatan, atau untuk pasien di rumah.
Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak berusaha
menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi di rumah,
maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergensi tidak boleh melakukan usaha
resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah sakit untuk CPR.
3
- kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan tindakan
resusitasi.
b. Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya.
c. Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan).
2. Kriteria DNR
a. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang
dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau wali
yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan, atau oleh surrogate decisionmaker.
b. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi
perihal DNR dengan pasien/walinya :
1) Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR
hanya menunda proses kematian yang alami.
2) Pasien tidak sadar secara permanen.
3) Pasien berada pada kondisi terminal.
4) Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding
keuntungan jika resusitasi dilakukan.
C. Penanggung Jawab
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
4
ini, beberapa pasien memilih untuk dirawat tanpa usaha agresif resusitasi sampai
kematian mereka terjadi secara natural.
2. Apakah hak pasien untuk meminta atau menerima pengobatan lainnya dipengaruhi
oleh DNR ?
Tidak. Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan
usaha pengobatan lainnya.
3. Apakah DNR secara etik dapat diterima ?
DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum, pengacara, dan
lainnya bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan ketentuan tertentu. Untuk
beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih banyak masalah daripada keuntungan,
dan dapat bertentangan dengan keinginan atau harapan pasien itu sendiri.
4. DNR membutuhkan consent atau persetujuan pasien ?
Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dapat
memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil keputusan), kecuali dokter
yakin bahwa mendiskusikan hal tersebut dengan pasien tersebut justru akan menimbulkan
dampak negatif terhadap pasien itu. Dalam kasus emergensi di mana tidak diketahui
apa keputusan pasien mengenai CPR dan DNR, dianggap bahwa semua pasien
memberikan persetujuan untuk CPR. Bagaimanapun juga, hal itu tidak berlaku bila
seorang dokter memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil.
5. Bagaimana pasien memberitahukan keinginannya mengenai DNR ?
Seorang pasien dewasa dapat memberikan consent atau persetujuan untuk DNR secara
lisan atau tertulis (seperti surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya hadir
dua saksi.
Sebelum memutuskan tentang CPR, pasien harus bicara terlebih dahulu dengan
dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan keuntungan serta kerugian
dari CPR terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh lebih awal akan memastikan
bahwa keinginan pasien sepenuhnya diketahui.
6. Bila seorang pasien meminta DNR, apakah dokter harus menghargainya ?
Jika seorang pasien tidak menginginkan CPR dan meminta DNR, seorang dokter harus
menyetujui atau jika tidak setuju, dokter dapat :
a. Mentransfer pasien ke dokter lain.
5
b. Memulai proses untuk menyelesaikan argumentasi atau perdebatan jika pasien berada
di rumah sakit atau rumah perawatan.
c. Jika argumentasi atau perdebatan dalam kurun waktu 72 jam, dokter harus
mentransfer pasien ke dokter lain.
7. Jika pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR untuk dirinya sendiri, siapa yang
akan memutuskannya ?
Pertama, keputusan bahwa pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR bagi dirinya
harus dibuat oleh minimal dua dokter. Dokter harus memberitahukan hasilnya
kepada pasien dan pasien berhak untuk menyatakan keberatan.
Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan tentang CPR dan
tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya, perintah DNR dapat ditulis
dengan consent dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh anggota keluarga (pasangan
hidup, orang tua, anak, maupun saudara kandung) atau teman terdekat atau orang
yang ditunjuk dari pengadilan secara hukum. Dalam kasus ini ada dua pendekatan yang
dapat dilakukan, yaitu:
a. Advance Directive : ini adalah dokumen yang memuat keinginan dan keputusan
pasien sekiranya di kemudian hari ia tidak mampu melakukannya. Dokumen ini
dapat berbentuk surat wasiat yang menyebutkan keinginan atau keputusan pasien
dengan jelas, atau berbentuk penunjukan orang lain yang spesifik secara khusus
untuk mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power of attorney for
health care). Ada beberapa kontroversi tentang bagaimana surat wasiat
diinterpretasikan. Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah dibuat jauh hari di
masa lalu dan pandangan pasien sudah banyak berubah. Ada juga kasus di mana
pasien berubah pikiran tentang keputusannya mengenai end-of-life ketika
mereka benar-benar menghadapinya. Dalam kasus-kasus seperti ini surat wasiat
ditinjau kembali berdasarkan komunikasi dengan anggota keluarga, teman
terdekat, atau tenaga kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang dengan pasien.
b. Surrogate decision maker : dalam hal ketiadaan dokumen, orang terdekat pasien atau
yang mengenal keinginan pasien dapat membantu. Meskipun pada praktiknya,
semua anggota keluarga dapat dilibatkan dalam diskusi untuk mencapai
kesepakatan, secara hukum dikenal hirarki hubungan untuk menentukan siapa yang
6
akan menjadi wali atas pasien :
1) Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis.
2) Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien.
3) Pasangan hidup pasien.
4) Anak pasien yang sudah dewasa.
5) Orang tua pasien.
6) Saudara kandung pasien yang sudah dewasa
Penulisan advance directive dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Menggunakan formulir yang disediakan dari dokter.
b. Menuliskan keinginan sendiri .
c. Meminta formulir dari departemen kesehatan atau departemen pemerintah.
d. Memanggil pengacara.
e. Menggunakan software komputer khusus untuk dokumen legal (tergantung
hukum masing-masing negara).
Sebaiknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau kuasa hukum
untuk memastikan bahwa apa yang sudah pasien yang tulis dimengerti sebagaimana
mestinya (mencegah pengertian ganda atau ambigu). Setelah semuanya selesai, sebaiknya
melakukan notarisasi jika memungkinkan dan dikopi untuk diserahkan pada keluarga dan
dokter.
8. Dalam keadaan apa seorang anggota keluarga atau teman terdekat dapat mengambil
keputusan tentang DNR ?
Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan atau consent untuk
DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien
belum memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut.
Contohnya, dalam keadaan :
a. Pasien dalam kondisi sakit terminal.
b. Pasien yang tidak sadar secara permanen.
c. CPR tidak akan berhasil (medical futility).
d. CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk
Ada beberapa keadaan di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses,
misalnya pada kondisi klinis di bawah ini:
7
a. Persistent vegetative state.
b. Syok septik.
c. Stroke akut.
d. Kanker metastasis (stadium 4).
e. Pneumonia berat
Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus mendasarkan keputusannya
pada keinginan personal pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral
pasien. Atau bila keinginan tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada
kepentingan pasien.
9. Bagaimana bila ada anggota keluarga yang tidak setuju ?
Dalam rumah sakit atau rumah perawatan, keluarga pasien dapat meminta untuk
memediasi ketidaksetujuan. Dokter dan meminta mediasi bila ia menemukan adanya
ketidaksetujuan atau kesepakatan di antara anggota keluarga pasien.
10. Bagaimana bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang
CPR dan tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya ?
Perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak akan
berhasil atau jika pengadilan secara hukum mensahkan DNR terhadap pasien tersebut.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan pada pasien untuk mendiskusikan hal DNR ini terlebih
dahulu dengan dokternya dari awal.
11. Siapa yang bisa memberikan persetujuan atau consent tentang DNR pada anak ?
Orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak telah cukup umurnya
untuk mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka persetujuan dibuat atas consent anak
yang bersangkutan.
12. Bagaimana bila pasien berubah keputusan setelah DNR ditulis ?
Pasien atau siapapun yang memberikan consent tentang DNR tersebut dapat
membatalkan atau mencabut consentnya dengan memberitahu dokter atau perawat atau
siapapun tentang keputusannya. Selama pada saat mengubah keputusan tersebut,
pasien dalam keadaan kompeten yang berarti mampu berpikir rasional dan
memberitahukan keinginannya dengan jelas. Perubahan itu sebaiknya disahkan secara
hukum dan diketahui pula oleh dokter dan anggota keluarga.
8
13. Bagaimana bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain ?
DNR tetap berlaku sampai dokter yang memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu terjadi,
dokter tersebut wajib memberitahukan hal tersebut kepada pasien atau siapapun yang
berwenang memutuskan untuk pasien untuk mendapatkan persetujuan.
Di beberapa negara sudah ada aturan yang mewajibkan pasien mengenakan gelang
tentang keputusannya apakah memilih CPR atau DNR.
Prosedur yang direkomendasikan :
a. Meminta informed consent dari pasien atau walinya.
b. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan caregiver.
c. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-tempat
yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar, atau kulkas.
d. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangantangan atau kaki
(jika memungkinkan) .
e. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada
perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR
dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan.
f. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
1) Diagnosis
2) Alasan DNR
3) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
4) Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
g. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus pula
dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimusnahkan.
2.4 Dokumentasi
a. Formulir Penolakan Resusitasi
9
BAB 3
PENUTUP
Dengan adanya panduan penolakan resusitasi/DNR diharapkan hak pasien dan keluarga
dalam dalam pengambilan keputusan dapat berjalan dengan baik, Bagi para staf diharapkan
panduan ini dapat bermanfaat sebagai panduan untuk memberikan pelayanan penolakan
resusitasi pada pasien.
10
BAB 4
DAFTAR PUSTAKA
11
Form DNR
Dokter Pelaksana Tindakan (DPJP) :
No JENIS ISI INFORMASI TANDA TANGAN
INFORMASI PASIEN/WALI
1 Diagnosis
2 Alasan DNR
3 Tata Cara
4 Tujuan
5 Risiko
6 Prognosis
7 Lain-lain
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal Tanda tangan DPJP
diatas secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk
bertanya dan/atau berdiskusi
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi Tanda tangan Pasien/Keluarga
sebagaimana diatas yang saya beri tanda/paraf dikolom
kanannya, dan telah memahaminya.
* Bila pasen tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi
adalah wali atau keluarga terdekat
PENOLAKAN RESUSITASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ………………………...........................................
Umur…………...................... L / P
Alamat :
…………………………………………............................................................................................
........
Dengan ini menyatakan penolakan untuk dilakukannya tindakan
.................................................................. terhadap saya/ ............................... saya* bernama :
……………………….............................................................
Umur :………………. L / P Alamat :
…………………………………………................................................
Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti
diatas kepada saya, termasuk risiko dan komplikasi yang mungkin timbul. Saya juga menyadari
bahwa kehidupan dan kematian sangat bergantung kepada izin Tuhan Yang Maha Esa.
12