Anda di halaman 1dari 12

ISSN 2355-7966

Vol. 1. No. 1, April 2014

Topik Pengantar Redaksi


Salam Rimbawan,
Fokus
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa pada akhirnya media Warta Matoa dapat hadir di tengah-
Diseminasi Hasil Litbang : Langkah 1 tengah pembaca. Media Warta Matoa kami terbitkan sebagai salah satu upaya Balai Penelitian Kehu-
Penting Untuk Penyebarluasan Hasil
Litbang tanan Manokwari untuk menyajikan informasi dan pemikiran kreatif para pembaca.
Kami akui bahwa edisi ini merupakan penerbitan perdana, sehingga banyak kekurangan yang ter-
Artikel :
dapat dalam media ini. Redaksi mengharapkan saran dan masukan agar Warta Matoa menjadi media
Manfaat Buah Nipah 4
yang lebih komunikatif.
Mengapa Harus Karbon? 5 Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada rekan-rekan yang bersedia membagi informasinya
KPH: Yang Efektif Namun Tertatih 7 sehingga dapat mengisi media ini dengan bobot materi yang cukup baik. Pada edisi ini Warta Matoa
memuat tentang pentingnya desiminasi hasil litbang, disusul bahasan tentang nipah, karbon, KPH dan
Beberapa Jenis Tumbuhan Berkhasiat 9
Mengobati Penyakit Malaria oleh
tumbuhan berkhasiat obat. Beberapa tulisan lepas seperti tukin dan seminar juga kami sajikan dalam
Masyarakat Lokal Papua edisi pertama ini. Kami berharap media ini dapat diterima di kalangan pembaca dengan segala keku-
Ragam : rangannya. Perbaikan akan selalu kami upayakan pada kesempatan terbitan-terbitan berikutnya.

Tukin dan Dukungan dalam Berkinerja 11 Selamat membaca….


Kilas Berita :
Diseminasi Hasil Litbang :
Berbekal Rencana dan Persiapan : 12
Liputan Seminar RPTP dan PPTP BPK Langkah Penting Untuk Penyebarluasan Hasil Litbang
Manokwari 2014 Oleh : Ir. Harisetijono, M.Sc

Warta MATOA “Tak kenal maka tak sayang”, dengan ragam pengguna hasil litbang,
Balai Penelitian Kehutanan Manokwari begitulah kata kata bijak mengajarkan maka temuan IPTEK perlu dikemas dan
merupakan media komunikasi dan
informasi ilmiah populer di bidang tentang perlunya diseminasi untuk disebarluaskan dengan berbagai strategi,
penelitian dan pengembangan hutan, mengenalkan sekaligus menye- bentuk dan media diseminasi, sehingga
konservasi alam, sosial dan ekonomi barluaskan serangkaian temuan litbang. temuan litbang tidak hanya dinikmati
kehutanan serta yang berkaitan dengan hal Diseminasi hasil litbang perlu dipandang oleh para scientist saja, tetapi juga harus
-hal tersebut di Indonesia.
oleh peneliti dan manajemen Badan dapat dimanfaatkan oleh berbagai
REDAKSI
Litbang Kehutanan sebagai social kalangan, baik pemerintah, dunia usaha,
Penanggung Jawab: responsibility yaitu salah satu langkah dan masyarakat luas.
Kepala Balai Penelitian Kehutanan pertanggungan gugat atas dana publik
Strategi diseminasi perlu dirumuskan
Manokwari yang telah digunakan. Oleh sebab itu,
bersama antara peneliti (sebagai pihak
ukuran diseminasi seyogyanya bukan
Dewan Redaksi penemu IPTEK) dan manajemen (sebagai
lagi point atau coin (angka kredit atau
Dr. Ir. Pudja Mardi Utomo, MP. (Ketua) pihak yang berperan menyediakan
materi) yang akan didapatkan, tetapi
Sarah Yuliana, S.Hut., M.App.Sc. rancang bangun dan pemasaran temuan
(Sekretaris) lebih dari itu sebagai bentuk kewajiban
IPTEK). Oleh sebab itu, strategi
Dr. Henry Silka Innah, S.Hut., MT. (Anggota) sosial yang harus dilaksanakan untuk
diseminasi perlu dikembangkan secara
Abdullah Tuharea, S.Hut., M.Si. (Anggota) menyebarluaskan temuan IPTEKnya.
terstruktur dan inovatif sehingga
Redaksi Pelaksana Selama rentang waktu menimbulkan daya tarik pengguna untuk
Kepala Seksi Data, Informasi, Sarana dan perjalanannya, Badan Litbang berinteraksi dan menjalin kerjasama
Prasarana Penelitian Kehutanan telah banyak menghasilkan dengan Badan Litbang Kehutanan.
Yobo Endra Prananta, S.Si, M.Eng. produk penelitian yang inovatif, berupa
Muthmainnah Syarifuddin, S.Hut I. Upaya Peningkatan Diseminasi
tersedianya data dan informasi ilmiah,
paket teknologi, hasil rekayasa genetika, Penentuan strategi diseminasi yang
Alamat Redaksi rekomendasi dan sebagainya. Temuan tepat akan mempercepat proses
Balai Penelitian Kehutanan Manokwari IPTEK tersebut perlu dikemas dan penyerapan inovasi IPTEK yang
Jl. Inamberi Susweni PO Box 159 disebarluaskan. Hal penting yang
Manokwari 98313
disebarluaskan melalui berbagai media
Telp. 0986 213437, 213440 Fax 0986 213441 sehingga hasil litbang mudah diakses menjadi pendorong dan sekaligus
oleh pengguna. peluang untuk untuk meningkatkan
upaya diseminasi adalah suatu
Secara umum, publikasi ilmiah
kenyataan bahwa penggunaan IPTEK
merupakan bentuk diseminasi yang
sangat diperlukan untuk menunjang
biasa dihasilkan oleh institusi atau
pelaksanaan kebijakan dan efektifitas
lembaga penelitian. Namun sesuai
pengambilan keputusan suatu kebijakan.

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 11


ISSN 2355-7966

Tanpa harus memperdebatkan antara kesesuaian hasil riset Secara umum, ketersediaan dan status IPTEK dapat
dalam pemenuhan kebutuhan dukungan IPTEK dalam dikelompokkan menjadi:
pembangunan Kehutanan, nampaknya temuan IPTEK perlu a. Hasil IPTEK masih dalam proses pengembangan dan
dipilah dan dipilih sesuai target sasaran sehingga diseminasi penyempurnaan (hasil IPTEK antara)
dapat mengakomodasikan kebutuhan pengguna. b. Hasil IPTEK dasar
A. Pemetaan target sasaran diseminasi c. Hasil IPTEK terapan
d. Hasil IPTEK yang dirancang untuk memperoleh
Pemetaan target sasaran diperlukan sebagai upaya pengakuan intelektual (HAKI)
“menemu-kenali” kelompok dan kebutuhan pengguna
Hasil IPTEK yang telah mendapatkan pengakuan HAKI.
IPTEK. Masing-masing kelompok pengguna akan
Pengenalan ketersediaan dan status IPTEK ini akan
menentukan bentuk, kemasan, cara dan media diseminasi
membantu dalam penentuan target sasaran dan media
yang digunakan.
diseminasi. Hasil IPTEK antara memiliki keterbatasan
Secara umum, target sasaran pengguna dapat untuk digunakan sebagai media diseminasi. Pada tahap ini,
dikelompokkan menjadi: diseminasi hasil bersifat penyebarluasan hasil sementara
a. Kelompok Scientist, yaitu kelompok pengguna yang dan lebih ditekankan pada tujuan internal organisasi untuk
umumnya lebih berorientasi pada pengembangan mendapatkan umpan balik dan penyempurnaan penelitian.
khasanah ilmu pengertahuan dan teknologi. Hasil IPTEK yang mempunyai cakupan diseminasi luas
adalah hasil IPTEK terapan yang dapat menjangkau empat
b. Kelompok pelaku usaha, yaitu kelompok pengguna yang
target sasaran di atas.
umumnya lebih menekankan pada IPTEK yang mampu
meningkatkan produktifitas, pengembangan dan Diseminasi terhadap hasil IPTEK yang dirancang untuk
keuntungan usaha. mendapatkan pengakuan intelektual (HAKI) perlu dilakukan
secara terbatas dan hati-hati sampai dengan pengakuan
c. Masyarakat umum, yaitu kelompok pengguna yang
intelektual didapatkan. Di lain pihak, apabila hasil IPTEK
memiliki ragam kepentingan yang bervariasi sesuai
sudah mendapatkan pengakuan HAKI, maka diseminasi
dengan tingkat pengetahuan, kemauan dan
dapat diarahkan untuk tujuan komersil.
kemampuan mengadopsi inovasi teknologi, pemenuhan
kebutuhan hidup dan pengembangan usaha skala mikro. C. Media diseminasi
d. Pemerintah, yaitu kelompok pengguna yang umumnya Penggunaan media dan sarana diseminasi berhubungan
berorientasi pada penggunaan IPTEK sebagai bahan erat dengan target sasaran pengguna dan tujuan
pengambilan kebijakan publik. dilakukannya diseminasi. Diseminasi dapat menggunakan
berbagai media sebagai berikut:
a. Media tulisan (publikasi ilmiah, poster, leaflet, buklet,
dan policy brief)
b. Media elektronik (dokumentasi elektronik, televisi,
website)
c. Media pertemuan ilmiah (seminar, workshop, gelar
teknologi, dan kelompok diskusi)
d. Media pameran
e. Media promosi
f. Media pertemuan khusus atau tertentu (penyuluhan,
diklat teknis, dan temu lapang)
g. Media demonstrasi plot
Publikasi ilmiah, pertemuan ilmiah dan demonstrasi plot
merupakan media yang lazim digunakan oleh institusi atau
lembaga riset. Media ini digunakan untuk tukar-menukar
temuan ilmiah, pengembangan karier peneliti, dan
pengembangan jejaring kerja peneliti dan kepakaran
peneliti baik skala nasional maupun internasional. Dalam
B. Ketersediaan dan status IPTEK
acara ini juga dilakukan promosi menggunakan kemasan
Diseminasi hasil litbang terkait dengan ketersediaan dan sarana hasil produk berupa company profile, leaflet, buklet,
status IPTEK. Beberapa pertanyaan penting yang perlu dan poster serta media lain yang perlu mendapat perhatian
diperhatikan dalam upaya peningkatan diseminasi, antara pengembangan komunikasi interaktif. Penggunaan media
lain a). Apakah IPTEK yang dihasilkan sudah tepat sasaran, ini untuk tujuan tukar menukar informasi, mengetahui
tepat waktu, dan sesuai dengan kebutuhan pengguna, b). perkembangan IPTEK, dan sekaligus sebagai media
Sejauh mana kesiapan hasil litbang untuk mendukung pemasyarakatan hasil IPTEK melalui media elektronik.
diseminasi pada setiap target sasaran, c). Apakah hasil Penyampaian temuan hasil litbang melalui media ini perlu
litbang dapat diintegrasikan dalam kemasan paket IPTEK dikemas secara inovatif, atraktif, dan dinamis sesuai
untuk menjawab pemecahan masalah dalam pembangunan dengan target sasaran pengguna dan tujuan diseminasi.
kehutanan?, d). Apakah hasil litbang Badan Litbang Pemutakhiran data dan informasi melalui media elektronik
Kehutanan mampu berkompetisi dengan institusi atau perlu dilakukan secara rutin dan berkesinambungan
lembaga riset lainnya? sehingga hanya data informasi terkini yang disajikan.

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 2


ISSN 2355-7966

Dalam hal ini, keengganan dalam pemutakhiran data


dan informasi akan menyebabkan media sosial ini akan
ditinggalkan pengguna.
Pengemasan hasil-hasil litbang untuk bahan penyuluhan
dan materi diklat teknis merupakan hal penting dan perlu
dipersiapkan dengan baik. Hal ini berkaitan dengan media
komunikasi langsung diterima oleh berbagai kalangan
masyarakat dan akan diterapkan langsung di lapangan.
Dalam tataran institusi, kerjasama Badan Litbang
Kehutanan, Pusat Diklat Pegawai dan Pusat Pembinaan dan
Penyuluhan Kehutanan perlu dibangun secara baik. Dalam
tataran praktis, wahana pertemuan dan pembentukan
jejaring kerja antara peneliti, widyaiswara, penyuluh, dan
lembaga swadaya masyarakat perlu ditingkatkan. 2. Memetakan target sasaran diseminasi
D. Pengembangan jejaring kerja 3. Mengidentifikasi sarana dan media diseminasi
sesuai dengan target sasaran dan kondisi wilayah
Pengembangan jejaring kerja dan mekanisme
diseminasi antara unit kerja lingkup Badan Litbang 4. Meningkatkan kualitas sarana media diseminasi,
Kehutanan merupakan langkah penting untuk termasuk penyiapan bahan materi, dan
mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran diseminasi. penyempurnaan layanan teknologi informasi
Penyusunan mekanisme ini tidak harus diartikan sebagai 5. Meningkatkan jejaring kerja pada tataran
upaya pembatasan diseminasi antar unit kerja. Mekanisme institusi dan tataran praktis
diseminasi disusun dengan tujuan untuk mensinergikan C. Komersialisasi hasil dan kepakaran litbang perlu
kemampuan antar unit dan sekaligus memberikan arahan
diarahkan untuk meningkatkan daya kompetitif hasil
tentang sasaran dan tujuan minimal yang harus dicapai litbang, swadana penelitian, dan penyusunan
dalam kegiatan diseminasi. Disamping itu, mekanisme
mekanisme insentif peneliti. Untuk mendukung upaya
diseminasi diperlukan untuk menghindari duplikasi dan komersialisasi perlu dilakukan langkah-langkah sebagai
untuk pengaturan jadwal serta penentuan target sasaran
berikut:
yang tepat.
1. Mengidentifikasi jenis kepakaran, dan bentuk hasil
E. Komersialisasi hasil penelitian
litang, serta sarana untuk tujuan komersialisasi
Komersialisasi hasil penelitian merupakan salah satu 2. Mengidentifikasi hasil litbang yang layak untuk
upaya penting bagi Badan Litbang Kehutanan.
diajukan pengakuan HAKI
Komersialisasi ini perlu diarahkan untuk semua hasil litbang
yang bersifat terapan, terutama hasil litbang yang sudah 3. Menciptakan mekanisme dan aturan kerjasama
mendapat pengakuan HAKI. Langkah komersialisasi ini mutualistik yang sesuai dengan peraturan
merupakan upaya untuk menciptakan peluang swadana perundangan yang berlaku
pelaksanaan penelitian, disamping untuk memberikan 4. Mendistribusikan “royalti dalam komersialisasi”
insentif bagi peneliti. Hasil-hasil litbang yang sudah “laku” secara proporsional antara organisasi,dan peneliti
memberikan indikasi bahwa hasil litbang telah memberikan sehingga dapat meningkatkan motivasi peneliti dan
kontribusi nyata dan diakui oleh pengguna. mendorong terjadinya kompetisi yang sehat.
Komersialisasi juga dapat berkaitan dengan kepakaran 5. Merumuskan payung hukum komersialisasi hasil
peneliti. Seyogyanya peneliti dapat berkontribusi dalam litbang
pemberian advis teknis dan pendampingan pelaksanaan 6. Menyusun kelembagaan yang mengurusi
pembangunan kehutanan, termasuk kerjasama nasional komersialisasi hasil litbang
dan internasional. Guna mensinergikan antara kepentingan
organisasi, menciptakan kompetisi yang sehat, dan profit III. Penutup
sharing maka mekanisme kerjasama penelitian dan Dalam rangka pendayagunaan dan optimalisasi fungsi
pelaksanaan advis teknis perlu dirumuskan secara baik. lembaga penelitian, Badan Litbang Kehutanan perlu selalu
II. Langkah Penting dalam Diseminasi Hasil Litbang berupaya meningkatkan kemampuannya dalam
menghasilkan IPTEK yang bermanfaat bagi pengguna.
A. Diseminasi merupakan upaya penting Badan Litbang Peningkatan kemampuan ini perlu diimbangi dengan
Kehutanan dalam penyebarluasan dan komersialisasi penentuan strategi dan pelaksanaan diseminasi yang tepat
hasil-hasil penelitian. Bentuk, jenis, dan strategi waktu dan tepat sasaran.
diseminasi perlu dirumuskan sesuai dengan target
sasaran diseminasi. Guna mendukung pemanfaatan hasil-hasil litbang secara
luas, Badan Litbang Kehutanan perlu meningkatkan upaya
B. Langkah-langkah penting yang diperlukan untuk promosi dan pemasyarakatan hasil litbang melalui berbagai
meningkatkan upaya diseminasi, antara lain: forum dan media diseminasi. Disamping itu, penggalangan
1. Mengidentifikasi ketersediaan dan status hasil kerjasama mutualistik dalam negeri dan luar negeri perlu
litbang sesuai dengan tujuan diseminasi lebih ditingkatkan.

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 3


ISSN 2355-7966

Manfaat Buah Nipah


Oleh : Freddy J. Hutapea

Pendahuluan
Papua memiliki beraneka ragam sumberdaya alam yang
sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang
bernilai jual tinggi dan bermanfaat bagi kehidupan.
Keberadaan hutan yang sangat luas menjadi faktor
pendukung dalam penyediaan sumberdaya tersebut, dan
tidak dapat dipungkiri, masyarakat Papua memiliki ikatan
yang sangat kuat dengan hutan, sehingga sering terdengar
oleh telinga kita bahwa hutan itu adalah ibu bagi
masyarakat Papua.
Sayangnya, kelimpahan sumberdaya tersebut sering
tidak memberikan hasil secara optimal karena keterbatasan hingga terbawa arus pasang surut air laut. Walaupun cara
pengetahuan, keterampilan, hingga minimnya dukungan tersebut memiliki dampak yang positif dalam permudaan
pemerintah. Salah satu sumberdaya yang belum nipah, namun dalam rangka optimalisasi nipah, hal ini
dimanfaatkan secara optimal dan bahkan sering terkesan menunjukkan belum optimalnya pemanfaatan nipah.
diabaikan adalah buah nipah. Tulisan ini bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai potensi pemanfaatan Hasil penelitian Subiandono et al. (2011) menunjukkan
buah nipah. bahwa buah nipah memiliki kandungan karbohidrat,
protein, lemak, dan vitamin yang berguna bagi tubuh
Buah Nipah manusia Tingginya kadar karbohidrat dalam daging buah
Buah nipah merupakan salah satu produk yang nipah (Tabel) menunjukkan bahwa buah nipah sangat
dihasilkan oleh nipah (Nypa fruticans Wurmb). Meskipun potensial untuk dikembangkan menjadi bahan pangan
belum ada data akurat yang menunjukkan potensi nipah alternatif seperti tepung nipah. Hasil analisis kadar gizi
dan buah yang dihasilkannya di Papua, namun secara kasat tepung nipah menunjukkan bahwa tepung nipah memiliki
mata kita dapat melihat keberadaaan tumbuhan ini yang kandungan serat yang tinggi, kandungan lemak yang
cukup melimpah. Kelimpahan tumbuhan ini di alam rendah, dan kalori yang rendah, sehingga memiliki potensi
memberikan peluang yang sangat besar untuk untuk dijadikan sebagai bahan pangan bagi orang yang
mendapatkan buah nipah yang banyak. sedang berdiet.
Selain tepung nipah, beberapa bahan pangan lainnya
juga bisa dikembangkan dari nipah seperti nata, manisan,
makanan kaleng (Daryono et al., 2010), minuman es buah
nipah, kolak buah nipah (Mrabawani, 2010), maupun bahan
pangan lainnya.
Masalah dan Solusi
Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat lokal
dalam rangka mengotimalkan pemanfaatan buah nipah ini
adalah minimnya pengetahuan masyarakat tentang cara
mengolah buah nipah, tidak tersedianya pasar, kurangnya
Selama ini buah nipah sering diabaikan oleh masyarakat modal, hingga minimnya informasi yang sampai ke
yang tinggal di dekat hutan nipah. Masyarakat cenderung masyarakat tentang betapa potensialnya buah nipah ini.
lebih mengutamakan nira nipahnya daripada bagian nipah Solusi yang tepat adalah keterlibatan pemerintah dalam
yang lain. Ketika masyarakat hendak memanen nira nipah, pemberdayaan masyarakat yang dapat diwujudkan dengan
mereka memotong dan membiarkan buah nipah begitu saja kegiatan penyuluhan, pelatihan, pemberian modal, hingga
penyediaan pasar yang mampu menyerap hasil kerja
masyarakat.
Jenis uji Kandungan dalam buah nipah (per 100 g)

Kadar air (g) 38,96


Kesimpulan
Kadar abu (g) 0,98 Nipah merupakan tanaman potensial yang memiliki
prospek yang cerah untuk dikembangkan menjadi produk-
Kadar lemak (g) 0,70
produk yang bermanfaat bagi manusia. Buah nipah sangat
Kadar protein (g) 2,95 potensial untuk dikembangkan menjadi bahan pangan
Kadar karbohidrat (g) 56,41 seperti tepung nipah, nata, manisan, makanan kaleng,
minuman es buah nipah, kolak buah nipah, dan bahan
Total gula (g) 27,22
pangan lainnya. Dalam rangka mengotimalkan buah nipah
Vitamin C (g) 0,60 ini, peran pemerintah masih sangat diperlukan.
Vitamin E (mg) 0

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 4


ISSN 2355-7966

Daftar Pustaka Departemen Kehutanan. Bogor. Tidak diterbitkan.


Daryono, H., A. Subiakto & T. E. Komar. 2010. Subiandono, E., N. M. Heryanto & E. Karlina. 2011. Potensi
Pengembangan Sumber Benih Unggul Nipah (Nypa Nipah (Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb.) sebagai
fruticans Wurmb) Penghasil Nira yang Produktif Sebagai Sumber Pangan dari Hutan Mangrove. Buletin Plasma
Sumber Bioetanol. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Nuftah, 17(1): 54-60.
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Mrabawani.2010. Nipah Juga Bermanfaat. http://tita
Alam. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. nih.multiply.com/journal/item/8?&showinterstitial=1&u
=%2Fjournal%2Fitem. Diakses tanggal 26 Februari 2013.

Mengapa Harus Karbon?


Oleh : Nithanel M. H. Benu, Marinus Rumawak, Ette Panus

I. Ada apa dengan Karbon ? Pengukuran biomassa dapat dilakukan dengan melakukan
pengukuran pada Plot-plot Pengukuran yang dibuat. Saat ini
Isu perubahan iklim terus berkembang dan semenjak
rekomendasi yang dapat digunakan adalah ukuran plot 20 x
COP–13 di Bali, muncul konsep Reducing Emission from De-
20 meter, dengan gambaran seperti pada gambar berikut.
forestation and Forest Degradation (REDD). Kini, konsep ini
berkembang menjadi REDD+ yang memperhitungkan upaya Keterangan :
restorasi dan rehabilitasi untuk meningkatkan serapan kar- A : sub plot semai, serasah dan tumbuhan bawah (ukuran
bon. Inti konsep ini adalah pengurangan emisi gas rumah petak 2 m x 2 m)
kaca yang dihasilkan akibat deforestasi dan degradasi hutan. B : sub plot pancang (5 m x 5 m)
Jenis-jenis gas rumah kaca yang teremisi akibat pembukaan C : sub plot tiang (10 m x 10 m)
hutan antara lain gas karbondioksida (CO2), metana (CH4), D : sub plot pohon (20 m x 20 m)
dan dinitro oksida (N2O). Persoalan selanjutnya adalah, Pohon yang sudah diukur kemudian diberi tanda dan
bagaimana mempertahankan stok karbon dalam bentuk dinomori (pelabelan pohon).
biomassa atau meminimalisasi terlepasnya gas CO2 ke udara,
a. Biomassa di atas permukaan tanah (Above Ground
bahkan meningkatkan penyerapan gas CO2 dari udara? Na-
Biomass)
mun demikian, pengetahuan tentang seberapa besar stok
karbon suatu hutan, merupakan tantangan tersendiri. Infor-
masi ini sangat penting diketahui sehingga upaya-upaya
pengelolaan hutan yang terukur guna pengelolaan stok kar-
bon khususnya di Papua ke depan, bisa dilakukan dengan
lebih baik.
II. Mengukur Karbon?
Bagaimana seyogyanya mengukur karbon? Stok Karbon
dapat ditentukan setelah data biomassa diperoleh. Bio-
massa sebagai total berat kering tanur suatu vegetasi meru-
pakan data dasar yang harus diketahui. Di dalam suatu la-
han hutan, biomassa dibedakan atas: (a) Biomassa di atas
permukaan tanah (Above Ground Biomass) yang merupakan
total berat kering tanur vegetasi di atas permukaan tanah
yang meliputi seluruh bagian pohon dan tumbuhan bawah;
dan (b) Biomassa di bawah permukaan tanah (Below Ground
Biomass) yang meliputi total berat kering tanur di bawah
permukaan tanah yang meliputi akar tanaman dan karbon
organik tanah.
Prosedur Pengukuran Biomassa

a1. Biomassa tumbuhan


Tumbuhan yang diukur meliputi tingkat pohon, tiang,
pancang dan semai dengan ukuran masing-masing plot
seperti pada gambar berikut. Data yang dikumpulkan antara
lain: data jenis pohon, keliling pohon dan tinggi pohon.
Pengukuran keliling/diameter pohon menggunakan meteran
dan phiband dan tinggi pohon menggunakan haga meter.
Pengukuran keliling tumbuhan pada tingkat pohon, tiang
dan pancang dilakukan pada ketinggian 1,3 m dari
permukaan tanah. Untuk tingkat semai, pengukuran
dilakukan pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah.

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 5


ISSN 2355-7966

a2. Biomassa tumbuhan bawah dan serasah


Pengumpulan data tumbuhan bawah dan serasah dilakukan
dengan metode destruktif dengan cara memotong semua
bagian tumbuhan bawah yang ada dalam sub plot
berukuran 1 m x 1 m (Gambar di atas). Tumbuhan bawah
yang terdapat pada plot penelitian dibersihkan dan
selanjutnya diambil contohnya untuk dikeringkan.
Pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 60-80°
C sekitar 3 hari (suhu stabil). Serasah dan tumbuhan bawah
yang sudah dioven ditimbang kembali untuk mendapatkan
berat keringnya.

b. Biomassa nekromassa
Pengukuran biomassa nekromassa melalui pengukuran
biomassa pohon mati dan kayu mati dilakukan pada plot
ukuran 20 x 20 m. Data yang dikumpulkan mengacu pada
SNI 7724 (2011), seperti keliling pohon, panjang pohon dan
tingkat kerusakan pohon.

c. Karbon Organik Tanah


NAP = nilai nisbah akar pucuk
Pengambilan data kandungan karbon organik tanah Bap = nilai biomassa di atas permukaan tanah (kg)
dilakukan dengan mengacu pada SNI 7724 (2011).
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0-5 Analisis data untuk menduga nilai biomassa dan cadangan
cm, 5-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm. karbon pada lima carbon pool mengacu pada SNI 7724
(2011). Persamaan alometrik yang digunakan untuk
d. Biomassa di bawah permukaan tanah (Below Ground menduga nilai biomassa tumbuhan (AGB) dalam penelitian
Biomass) ini menggunakan empat persamaan alometrik yang sesuai
dengan kondisi penutupan lahan di Indonesia, yaitu:
Pengukuran biomassa di bawah permukaan tanah dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Persamaan Chave et al. (2005):
Y = 0,0509 x ρ x D2 x H
Bbp = NAP x Bap Persamaan Kettering et al. (2001):
Keterangan: Y = 0,11 x ρ x D2,62
Bbp = biomassa di bawah permukaan tanah (kg) Persamaan Dharmawan & Siregar (2009),
Y = 0,1728 x D2,2234dan
Kode No Jenis Biomassa (Allometri) Persamaan Thojib et al. (2002) dalam Krisnawati et al.
Plot (2012):
A B C D
Y =0,0639 x D2,3903
PB-1 1 Gmelina sp. 3,869 5,026 8,942 4,447 Keterangan:
2 Buchanania arborescens 1,236 2,103 3,768 1,756
D = Diameter (cm)
3 Buchanania arborescens 0,175 0,342 0,807 0,335 H = Tinggi pohon (m)
4 Buchanania arborescens 0,870 1,172 2,295 1,030 ρ = BJ kayu (gr.cm-3)
5 Buchanania arborescens 0,606 0,826 1,705 0,749
Penghitungan cadangan karbon total dalam plot merupakan
6 Prunus javanica 2,990 3,506 6,189 2,994
penjumlahan dari total karbon yang terdapat dalam AGB,
7 Chisocheton ceramicus 8,150 7,483 8,609 4,269
BGB, serasah, nekromassa dan tanah.
Biomassa (kg) 17,897 20,458 32,316 15,580
Penutup
Biomassa (Ton/ha) 7,159 8,183 12,926 6,232
Karbon (MgC/ha) 3,365 3,846 6,075 2,929 Pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab adalah bagaima-
PB-2 1 Corynocarpus sp. 0,290 0,617 1,101 0,468 na stok karbon di Tanah Papua? Adalah merupakan tan-
2 Buchanania arborescens 0,522 0,680 1,446 0,627 tangan bagi kita semua untuk memperoleh data stok kar-
3 Gonocaryum sp. 0,958 1,306 1,705 0,749 bon di Papua pada semua tipe tutupan lahan, mulai dari
4 Macaranga sp. 12,140 14,434 21,752 11,564 hutan mangrove hingga dataran tinggi.
Biomassa (kg) 13,910 17,038 26,005 13,408
Tipe-tipe tutupan hutan yang bervariasi di wilayah Kepala
Biomassa (Ton/ha) 5,564 6,815 10,402 5,363
Burung, Kepulauan, Dataran Rendah Bagian Utara dan Se-
Karbon (MgC/ha) 2,615 3,203 4,889 2,521
latan, Pengunungan Tengah Papua menyimpan sejumlah
PB-3 1 Myristica sp. 0,786 1,231 2,800 1,276
misteri yang perlu diungkap. Sesungguhnya, karbon adalah
2 Gyronniera sp. 1,710 1,746 3,768 1,756
bagian kecil dari kandungan hutan Papua.
3 Prunus javanica 5,167 5,653 9,283 4,629
4 Gyronniera sp. 0,820 1,968 3,562 1,653 Namun demikian, dengan menyelidiki stok karbon, sadar
5 Aglaia sp. 21,370 20,956 17,598 9,208 atau tidak sadar, kita akan semakin memahami nilai
Biomassa (kg) 29,853 31,553 37,012 18,523 sesungguhnya dari suatu bentang lahan hutan yang kita
Biomassa (Ton/ha) 11,941 12,621 14,805 7,409 miliki. “Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kit-
Karbon (MgC/ha) 5,612 5,932 6,958 3,482 orang, siapa lagi”.

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 6


ISSN 2355-7966

KPH : Yang tertatih namun efektif


Oleh : Irma Yeny

I. Bentuk Pengelolaan Hutan yang Efektif menyelesaikan beberapa permasalahan kehutanan yaitu :
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan kesatuan 1. lemahnya perlindungan kawasan hutan,
pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan 2. tidak tercatatnya pola produksi dan konsumsi HHK,
peruntukannya yang dapat dikelola secara efesien dan 3. lemahnya pengelolaan HHBK Potensial,
lestari (Ps 12 Undang-Undang Kehutanan). KPH berperan 4. tingginya pengambilan sumberdaya hayati ilegal,
sebagai penyelenggara pengelolaan hutan di lapangan atau 5. masih luasnya kawasan hutan berstatus open acsess,
di tingkat tapak yang harus menjamin bahwa pengelolaan
6. tingginya perambahan liar,
hutan dilakukan secara lestari.
7. terjadinya pembakaran hutan yang disengaja,
Penyelenggaraan pengelolaan hutan pada tingkat tapak
8. perladangan berpindah,
oleh KPH tidak memberikan ijin pemanfaatan hutan,
melainkan melakukan pengelolaan hutan sehari-hari 9. perubahan bentang alam akibat penambangan terbuka.
termasuk mengawasi kinerja pengelolaan hutan yang Permasalahan inilah yang telah menghancurkan
dilakukan oleh pemegang ijin. Oleh karena itu KPH akan sumberdaya hutan Indonesia 14 tahun terakhir.
menjadi pusat informasi kekayaan sumberdaya hutan dan Oleh karena itu, pembangunan KPH menjadi Prioritas
menata kawasan hutan menjadi bagian-bagian yang dapat Nasional dalam rangka menyiapkan Integrated Forest Base
dimanfaatkan oleh berbagai ijin dan/atau dikelola sendiri Clustering Industry, yang diharapkan dapat lebih
pemanfaatannya. mendistribusikan usaha-usaha kehutanan (mengurangi
Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2007 Tata praktek monopoli dan oligopoli). Beberapa hal yang
Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta menunjukkan efektifnya pengelolaan Hutan dengan
Pemanfaatan Hutan mengamanatkan fungsi kerja KPH konsep KPH:
dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak 1. Berdasarkan fakta, dalam satu hamparan areal KPH
sebagai berikut: sangat dimungkinkan adanya ragam fungsi hutan sesuai
dengan bentang alam yang secara manajemen lebih
1. Melaksanakan penataan hutan dan tata batas di dalam
efisien dan efektif dalam pengelolaan hutan.
wilayah KPH.
2. Keberadaan KPH memungkinkan identifikasi
2. Menyusun rencana pengelolaan hutan di tingkat wilayah keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap
KPH, termasuk rencana pengembangan organisasi KPH. manfaat sumberdaya hutan dengan lebih jelas dan
3. Melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi cermat, sehingga proses-proses pengakuan hak, ijin
kinerja pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh maupun kolaborasi menjadi lebih mungkin dilakukan.
pemegang ijin pemanfaatan hutan dan penggunaan Demikian dengan pencegahan dan penyelesaian
kawasan hutan, termasuk dalam bidang rehabilitasi dan konflik, melalui komunikasi sehingga mampu menata
reklamasi hutan, serta perlidungan hutan dan hak dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan.
konservasi alam. 3. KPH bersifat unik karena mempunyai sifat teritorial
4. Melaksanakan rehabilitasi dan reklamasi hutan. namun bukan merupakan organisasi kehutanan yang
dibentuk berdasarkan PP 41/2007. Dalam Peraturan
5. Melaksanakan perlindungan hutan dan konservasi alam
Menteri Dalam Negeri N0. 61 Tahun 2010, wujud
6. Melaksanakan pengelolaan hutan di kawasan tertentu organisasi KPHP dan KPHL merupakan satuan kerja
bagi KPH yang telah ditetapkan pola pengelolaan perangkat daerah yang ditetapkan berdasarkan
keuangan Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Peraturan Daerah Tingkat Provinsi atau Kabupaten dan
Layanan Umum Daerah (BLUD). bertanggungjawab langsung kepada Gubernur atau
7. Menjabarkan kebijakan kehutanan menjadi inovasi dan Bupati.
operasi pengelolaan hutan. 4. Secara fungsional, KPH dapat menyediakan barang dan
8. Menegakkan hukum kehutanan, termasuk perlidungan jasa untuk menopang pengembangan wilayah wilayah
dan pengamatan kawasan. tersebut.
5. KPH menjadi faktor bagi terbentuknya pengelola hutan
9. Mengembangkan investasi guna mendukung
yang selama ini tidak ada, sehingga dapat membuka
tercapainya tujuan pengelolaan hutan lestari.
ruang profesional bagi rimbawan untuk berkiprah
Berdasarkan definisi dan fungsi KPH dapat disimpulkan dalam pengelolaan hutan lestari.
bahwa KPH merupakan unit pengelolaan hutan yang sangat
Dengan demikian hadirnya unit pengelolaan KPH sebagai
efektif dalam meningkatkan pengelolaan hutan yang
unit operasional pengelolaan hutan dengan luas yang
mampu meningkatkan daya saing produk kehutanan dan
dapat dikelola dan dikontrol secara efektif
kesejahteraan masyarakat. Adanya unit pengelolaan KPH
bertanggungjawab atas pengelolaan hutan tingkat tapak
diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah sektor
yang responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan lokal
kehutanan melalui pengelolaan yang berbasis IPTEK dan
(Krezdorn, 2012).
tata kelola yang baik.
KPH sebagai unit kelola juga diharapkan mampu

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 7


ISSN 2355-7966

II. Perjalanan KPH yang Tertatih


Lahirnya PP No. 6 Tahun 2007 telah mengamanatkan Dalam kondisi demikian, KPH sebagai unit pengelolaan yang
pembentukan KPH sebagai bentuk desentralisasi efektif terkesan tertatih dalam menunjukkan eksistensinya.
kewenangan pengelolaan hutan di tingkat tapak. Kesatuan Belum tercapainya target beroperasi 120 unit KPH pada
Pengelolaan Hutan selanjutnya adalah wilayah pengelolaan akhir tahun 2014 dapat menjadi mimpi buruk perencanaan
hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat kehutanan. Ketidakselarasan kebijakan dan pendanaan
dikelola secara efisien dan lestari (Pasal 1), meliputi: KPH yang terbatas menjadikan dinas kehutanan Provinsi
Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), KPH Produksi terkesan “menunggu” untuk melaksanakan amanat
(KPHP). dekonsentrasi. Selain itu banyak hasil pertemuan terkait
KPH yang tidak ditindak lanjuti akibat dinamika politik
Dua tahun setelah amanat KPH digulirkan dalam PP,
daerah yang belum kondusif dalam menyusun
barulah pada tahun 2009 Menteri Kehutanan
kelembagaan KPH.
mencanangkan pembentukan minimal 1 (satu) unit
kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sebagai wujud riil Kondisi ini patut menjadi perhatian serius BAPPENAS
pengelolaan hutan di tingkat tapak pada setiap provinsi dan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional
sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap dari sektor kehutanan. Jika pembentukan KPH menjadi
penyelenggaraan kepengurusan hutan yang meliputi lambat, secara tidak langsung akan berdampak pada
perencanaaan pengelolaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengelolaan hutan secara tidak intensif, yang pada akhirnya
pengelolaan, pengendalian dan pengawasan. akan semakin melemahkan industri kehutanan yang
diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi
Tabel 1. Target dan Realisasi Pembangunan KPH
nasional. Oleh karena itu, melalui kebijakan prioritas
nasional sektor kehutanan dipandang perlu adanya
2010-2014 pengarus utamaan pembangunan KPH melalui program
Indikator kegiatan masing-masing Eselon 1 dalam Kementeriaan
Target Realisasi sd
2013 Kehutanan yang berpihak pada KPH, untuk mendorong
Keputusan Menhut tentang 34 Provinsi 25 Provinsi percepatan operasional KPH menuju KPH Mandiri.
Penetapan wilayah KPHL dan 530 Unit 481 Unit
Pernyataan No KPH No Bugdet oleh BAPPENAS pada
KPHP Provinsi seluruh Indonesia
Keputusan Menhut tentang 70 Keputusan 50 Kepu-
penyusunan RPJM 2015-2019 dapat menjadi cambuk bagi
Penetapan Wilayah KPHK seluruh tusan institusi kehutanan pusat dan daerah untuk sungguh-
Indonesia sungguh dalam menciptakan Integrated Forest Base
Beroperasinya 120 KPH (20% 120 Unit 90 Unit Clustering Industry di tingkat tapak. Pada akhirnya kondisi
wilayah KPH yang telah ditetapkan ini diharapkan mampu meningkatkan kontribusi kehutanan
terhadap PDB nasional melalui industri kehutanan hulu-hilir
Peraturan perundangan tentang 7 Peraturan 8 Peraturan pada ruang yang efektif, sehingga dapat memacu
penyelenggaraan KPH perkembangan perekonomian lokal serta terwujudnya
keberlanjutan sumber daya hutan. (optimis)
Sumber : data diolah dari DWPPAPKH, 2014
Guna mengakselerasi pembangunan KPH, Kementerian
Kehutanan melalui RPJM telah menetapkan bahwa
pembangunan KPH merupakan satu priorotas
pembangunan kehutanan dengan menetapkan target-
target terukur di dalam Rencana Strategis 2010-2014.
Periode Renstra 2010-2014 telah dijadikan tahap awal
pembangunan fisik KPH. Sebagaimana dalam suatu proses,
tahap awal merupakan periode yang sulit dan kritis.
Beberapa indikator dalam pembangunan KPH masih belum
mampu mencapai target yang ditetapkan. Beberapa
kendala yang diperkirakan menjadi penghambat adalah :
1. Keselarasan kebijakan antar Eselon I Kementerian
Kehutanan dalam mendukung operasionalisasi KPH yang
belum optimal
2. Sosialisasi Pembangunan KPH yang sudah KPHL Kepulauan Yapen, Potensi kayu dan jasa ekowisata yang menjanjikan
didekonsentrasikan kepada Dinas Kehutanan di Provinsi namun tertatih
belum efektif
3. Mekanisme pendanaan APBN dalam mendukung
pembangunan KPH kurang fleksibel
*** Mari Kita Jaga Bumi Cenderawasih Sebagai
4. Dinamika politik lokal yang sangat mempengaruhi
konsistensi komitmen daerah.
Surga Keanekaragaman Hayati Tersembunyi
Indonesia ***

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 8


ISSN 2355-7966

Sumber Bacaan
Bappenas, 2014. Kerangka Makro dan Isu Strategis Kebijakan Fiskal dan Arah Kebijakan Bidang kehutanan RPJM 2015-2019.
Materi pada pembahasan finalisasi RPI Badan Litbang Kehutanan Periode 2015-2019. Tidak diterbitkan.
Dirjen Planologi, 2014. Kebijakan dan Prioritas Pembangunan KPH pada pembahasan finalisasi RPI Badan Litbang Kehutanan
Periode 2015-2019. Tidak diterbitkan.
Dirjen Planologi, 2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Konsep, Peraturan Perundangan dan
Implemantasinya. Direktorat wilayah pengelolaan dan penyiapan areal pemanfaatan kawasan hutan. Jakarta.Tidak
diterbitkan.

Beberapa Jenis Tumbuhan Berkhasiat Mengobati Penyakit Malaria


oleh Masyarakat Lokal Papua
Oleh : Julanda Noya dan Pudja Mardi Utomo

Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat di Papua Jenis Mongkur dikenal oleh Suku Meyakh di
berbeda antar suku dan daerah yang satu dengan yang lain, Manokwari, juga dikenal dengan nama Swe oleh Suku May-
baik ditinjau dari spesies yang digunakan maupun teknik brat (Sorong), Yaren oleh Suku Biak, Iga oleh Suku Mooi
meramu tumbuhan obat tersebut. Hal ini disebabkan oleh (Sorong), Jakaranohu oleh Suku Sougb (Manokwari). Jenis
pengetahuan masyarakat adat tentang tumbuhan ini juga disebut dengan Sowe oleh Suku Wie-Khaya
berkhasiat obat diperoleh secara turun-temurun yang (Jayapura), Jagr oleh Suku Irarutu (Fak-Fak), Yade oleh Suku
merupakan kearifan lokal masyarakat setempat. Perbedaan
ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang sosial bu-
daya dan perbedaan lingkungan masing-masing daerah.
Pengetahuan penggunaan tumbuhan sebagai obat
biasanya disampaikan dari orang ke orang, kemudian dari
keluarga ke keluarga, suku ke suku, dari generasi ke
generasi dan akhirnya sampai ke era sekarang ini. Namun
demikian, pengetahuan tradisional masyarakat mengenai
tumbuhan obat dan khasiatnya cenderung terkikis seiring
dengan perkembangan teknologi, dan gaya hidup
masyarakat desa yang mengikuti gaya hidup orang kota
yang ingin serba praktis. Namun sebaliknya banyak perus-
Tehit, Aibobor (Sorong), atau Mongkur juga oleh Suku Mos-
ahaan-perusahaan farmasi melirik pengetahuan penduduk
kona, Merdey (Manokwari), Woniai atau Goniai oleh Suku
lokal dalam memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat dan
Wondama (Manokwari), Mudiyani oleh Suku Moor
melihat peluang tersebut untuk menghasilkan produk obat-
(Nabire), Dom oleh Suku Maksam (Manokwari), Mayaran
obatan herbal termasuk perusahaan jamu yang lagi populer
oleh Suku Raja Ampat, Samate (Sorong), Kombuano oleh
dewasa ini.
Suku Inanwatan, Bedare (Sorong), Yaren oleh Suku Wame-
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, pengungkapan sa, Room (Wandama), Waser oleh masyarakat Ambaidiru
kembali jenis-jenis tanaman berkhasiat obat, baik dari (Yapen Warpen), Yawa oleh masyarakat Ansus, (Yapen Bar-
kearifan lokal masyarakat maupun sebagai hasil kajian dari at) dan Yeren oleh Suku Biak di Opiaref (Biak Numfor). Di
lembaga penelitian perlu dilakukan. Telah diketahui bahwa luar Papua jenis ini dikenal sebagai Pulai oleh Suku Buyan di
masyarakat Papua yang sebagian besar telah terjangkit Tamblingan, Rida di daerah Dompu, dan Lita di daerah
penyakit malaria, paling tidak bersifat carrier (membawa Sumbawa.
bibit malaria). Oleh karena itu, penulis informasikan jenis-
2. Alstonia macrophylla (Apocynaceae)
jenis tanaman sebagai obat malaria yang biasa digunakan
oleh masyarakat Papua. Beberapa jenis diantaranya yang Alstonia macrophylla (Apocynaceae) atau secara lokal
cukup mudah dijumpai dan diperoleh di Papua pembaca dikenal dengan jenis Fass, merupakan jenis pohon dengan
dapat menyimak dalam tulisan ini. tinggi dapat mencapai 25 m. Pohon ini tidak bergetah,
dengan duduk daun terpusar, tepi daun rata, ujung
1. Alstonia scholaris (Apocynaceae)
meruncing, pangkal membundar, menghasilkan bunga yang
Alstonia scholaris (Apocynaceae), yang dikenal secara terletak di ujung ranting dan buah yang menyerupai kacang
lokal dengan nama Mongkur merupakan jenis pohon yang panjang.
dapat mencapai tinggi 27 m. Pohon ini bergetah putih,
Masyarakat biasanya menggunakan bagian kulit tana-
dengan duduk daun terpusar, tepi daun rata, ujung
man untuk pengobatan penyakit malaria. Sebanyak 3
meruncing, pangkal membundar, menghasilkan bunga yang
sendok makan bagian kulit ditumbuk lalu dicampur dengan
terletak di ujung ranting dengan buah menyerupai kacang
3 gelasair panas , disaring hingga mendapatkan 2 gelas
panjang. Masyarakat menggunakan kulit dan getah yang
ramuan, lalu diminum. Jenis Fass digunakan oleh Suku May-
direbus untuk pengobatan penyakit malaria. Selain itu juga
brat, Renis, Sorong .
dapat menggunakan kikisan kulit pohon ukuran ±30 cm
yang diseduh dengan air panas.

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 9


ISSN 2355-7966

memiliki daun tunggal, dengan duduk daun melingkar, tepi


daun rata, ujung meruncing, pangkal membundar,
menghasilkan bunga malai, yang terletak di ketiak daun,
dan menghasilkan buah batu yang berbentuk agak bulat.
Untuk pengobatan malaria, masyarakat menggunakan
bagian daun sebanyak ± segenggam yang direbus dengan 5
gelasair kemudian disaring hingga tersisa 2 gelas untuk
diminum. Jenis Haba digunakan oleh Suku Maybrat di
Renis (Sorong), juga dikenal sebagai Taraparo oleh Suku
Wondama di Tandia (Wasior), Gworore oleh Suku Your,
Napan (Nabire), Rama oleh Suku Moor di Kama (Nabire).
Secara local jenis ini juga dikenal sebagai Sayen oleh Suku
Tehit di Aibobor (Sorong Selatan), Rut ro oleh Suku Irarutu,
3. Artocarpus altilis (Moraceae) Furnusu (Fak-Fak), Manggareu oleh Suku Biak di Rim (Biak),
Sayem oleh Suku Ayamaru di Soroan (Sorong Selatan), Oobi
Artocarpus altilis (Moraceae) atau yang dikenal secara
oleh Suku Inanwatan di Bedare (Sorong) dan Korora di dae-
lokal sebagai jenis Warem merupakan jenis pohon yang
rah Ansus (Yapen Barat).
dapat mencapai tinggi25 m. Pohon ini menghasilkan getah
putih, dengan duduk daun melingkar, tepi daun 5. Pimelodendron amboinicum (Euphorbiaceae)
bercanggap, ujung meruncing, pangkal tumpul, dengan
Pimelodendron amboinicum (Euphorbiaceae) adalah
bunga terletak di ketiak daun dan ranting tidak berdaun,
jenis pohon yang dapat mencapai tinggi 20 m, bergetah
serta menghasilkan buah semu yang berbentuk jorong.
putih yang mudah teroksidasi menjadi berwarna kuning.
Pohon ini memiliki daun tunggal, dengan duduk daun
melingkar, tepi daun rata, ujung meruncing, pangkal
meruncing, menghasilkan bunga bulir, yang terletak di
ujung ranting dan ketiak daun, dan menghasilkan buah buni
yang berbentuk agak bulat.

Masyarakat menggunakan daun tua yang berwarna


kuning secukupnya, yang direbus hingga mendidih lalu
disaring kemudian diminum. Jenis Warem digunakan oleh
Suku Biak di Opiaref (Biak Numfor), juga dikenal sebagai
Wairo oleh Suku Irarutu, Furnusu (Fak-Fak), Minggain oleh
Suku Tehit, Aibobor (Sorong Selatan), Adwalas oleh Suku
Mooi, Suprau (Sorong), Moida oleh Suku Moskona, Merdey
(Manokwari), dan juga dikenal sebagai jenis Curinna di Pu-
lau Mambor, Napan (Nabire). Masyarakat menggunakan bagian pucuk daun yang
dibungkus dengan daun lain lalu dipanaskan dan diperas
4. Endospermum mollucanum (Euphorbiaceae) airnya untuk diminum.
6. Archingelesia flava (Menispermaceae)

Endospermum moluccanum (Euphorbiaceae), atau yang


dikenal secara lokal sebagai Haba adalah jenis pohon yang
dapat mencapai tinggi 23 m. Pohon ini tidak bergetah,

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 10


ISSN 2355-7966

Archingelesia flava (Menispermaceae) merupakan jenis dipotong sepanjang 3-5 cm sebanyak 2 keping yang dire-
liana yang dapat mencapai panjang 15 m yang bus dengan 3 gelas air hingga mendapatkan 2 gelas
menghasilkan getah kuning, memiliki daun tunggal, dengan ramuan dan air rebusannya diminum. Cara lainnya adalah
duduk daun melingkar, tepi daun rata, ujung terbelah, dengan merebus batang, kemudian air rebusannya dimi-
pangkal menjantung, menghasilkan bunga yang terletak di num. Atau bagian kulit luar dikikis dan ditumbuk, lalu dire-
ketiak daun, dan menghasilkan buah buni yang berbentuk bus dan air rebusannya lalu diminum. Rebusan ini juga
bulat. Masyarakat biasanya menggunakan batang tali yang dapat dicampur dengan air pohon enau sebelum diminum.

Dukungan Dalam Berkinerja


Oleh : Freddy J. Hutapea

Kejutan Awal Tahun ruangan (AC) dan lampu. Disamping itu proses pelayanan
terhadap kenyamanan ruangan yang meliputi kebersihan
Tahun 2013 telah ditutup secara manis dengan adanya
ruangan juga perlu dijaga. Kondisi yang diharapkan seperti
kado akhir tahun yang sangat istimewa yakni “tunjangan
yang selama ini telah terjadi di kantor Pusat-pusat
kinerja (tukin)”. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya
Penelitian di Bogor, dimana setiap pagi telah ada karyawan
penantian itu terjawab sudah. Tentu hal tersebut
yang dikontrak untuk membersihkan semua ruangan.
merupakan buah dari kerja keras kita (= Kementerian
2. Jaringan internet
Tidak dapat dipungkiri lagi, jaringan internet merupakan
sarana yang sangat dibutuhkan oleh para pegawai
khususnya peneliti dalam berkarya. Keberadaan internet
sangat menunjang para peneliti dalam melengkapi
kebutuhan berbagai literatur baik dalam bentuk jurnal,
buku elektronik, hingga mengirimkan atau menerima email.
Keberadaan internet yang dimiliki saat ini masih sangat
jauh tertinggal dari institusi penelitian lainnya seperti LIPI.
Kehutanan) dalam memperjuangkan dan meyakinkan tim LIPI sangat memperhatikan kualitas internet yang dimiliki
penilai bahwa kita layak mendapatkan tunjangan tersebut. karena telah sangat paham bahwa akses internet
Sebagai implikasinya, kita (seharusnya) telah siap merupakan salah satu aspek yang sangat bermanfaat bagi
meningkatkan kinerja kita sebagai pegawai Kementerian para peneliti maupun pihak manajemen dalam bekerja.
Kehutanan khususnya Balai Penelitian Kehutanan 3. Laboratorium
Manokwari dalam berkarya dan melaksanakan penelitian
Laboratorium merupakan salah satu aspek vital bagi
sesuai program badan litbang sebagaimana tertuang dalam
sebuah institusi penelitian. Bila kita perhatikan sekarang,
RPI (Rencana Penelitian Integratif).
kondisi laboratorium kita seakan sedang mati suri, padahal
Kini di hadapan kita terbentang tahun 2014 dengan kita memiliki potensi yang sangat besar untuk mening-
berbagai peluang dan tantangan didalamnya. Bagaimana katkan pamor balai kita. Sebagai contoh, laboratorium dan
kesiapan kita dalam menjalani tahun ini? Bila memang herbarium yang telah dibangun dan pernah disukseskan
tunjangan tersebut dibayarkan untuk meningkatkan kinerja oleh Krisma Lekitoo dkk. Kita pasti sangat setuju bahwa jika
kita (pegawai) dalam bekerja dan berkarya, seharusnya kita hal ini mendapat dukungan, bukan tidak mungkin balai kita
(Kementerian Kehutanan, Badan Litbang Kehutanan, BPK akan memiliki koleksi flora Papua yang lengkap. Seandainya
Manokwari) perlu melakukan evaluasi terhadap cara kerja terus dibiarkan seperti ini, hal ini akan menimbulkan
kita selama ini dan berbagai hal yang perlu dibenahi pertanyaan besar bagi publik mengingat kita adalah
didalamnya. sangat mustahil bagi kita untuk berkinerja institusi yang bergerak dalam penelitian namun kondisi
dengan baik dan maksimal apabila dukungan untuk itu tidak laboratorium kita sangat memprihatinkan, dan untuk
tersedia dengan baik. kegiatan sederhana seperti menimbang dan meng-oven
Dukungan dalam meningkatkan kinerja sampel pun kita harus memakai laboratorium UNIPA.
Beberapa dukungan yang mutlak sangat dibutuhkan 4. Fasilitas lain
dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, khususnya Di samping tiga aspek yang disebutkan sebelumnua,
peneliti sebagai tokoh sentral di Balai Penelitian Kehutanan berbagai fasilitas lainnya seperti perpustakaan, wanariset,
Manokwari adalah sebagai berikut. maupun fasilitas lainnya juga perlu diperhatikan dan
1. Ruangan yang nyaman dioptimalkan sehingga memberikan manfaat bagi kita.
Ruangan yang nyaman merupakan hal yang sangat perlu Maju Bersama !
diperhatikan. Ruangan yang nyaman akan membuat Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan dan
pegawai yang bekerja di dalamnya merasa betah menghuni menyinggung siapapun dalam kondisi ini. Kita adalah tim,
ruangannya, sehingga dapat melaksanakan pekerjaannya dan sebagai sebuah tim yang solid mari kita manfaatkan
dengan nyaman. Kenyamanan ruangan dapat dijamin momentum emas ini untuk berbenah sehingga kita mampu
dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas sarana berkarya dan berprestasi. Maju terus Balai Penelitian
maupun prasarana yang ada di dalamnya seperti pendingin Kehutanan Manokwari!

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 11


ISSN 2355-7966

TERENCANA DAN BERMANFAAT :


Liputan Seminar RPTP dan PPTP Balai Penelitian Kehutanan Manokwari 2014
Oleh : Sarah Yuliana

Mengawali sesuatu dengan terencana dan teratur akan


mampu menyelesaikan sepertiga beban pekerjaan. Tidak
salah bila pernyataan tadi dipakai untuk menggambarkan
acara Seminar Rencana Penelitian Tim Penelitian (RPTP)
dan Proposal Penelitian Tingkat Peneliti (PPTP) Balai
Penelitian Kehutanan (BPK) Manokwari tahun 2014 lalu.
Acara yang diselenggarakan di Ruang Pertemuan, Hotel
Billy Jaya, Manokwari pada 12 Pebruari 2014 lalu telah
menjadi langkah awal dimulainya rangkaian kegiatan
penelitian BPK Manokwari.
Kepala BPK Manokwari dalam arahannya saat membuka
acara menekankan bahwa kegiatan seminar ini merupakan 8. Karakteristik Habitat dan Populasi Kuskus Bertotol Biasa
bagian dari upaya perbaikan dan penyempurnaan kegiatan (Spilocuscus maculatus) di Cagar Alam Teluk Bintuni
penelitian BPK Manokwari baik dalam tahun 2014, maupun 9. Identifikasi Berbagai Jenis Flora Endemik dan Areal
kegiatan-kegiatan yang akan dimulai tahun 2015. Selain itu Sumber Daya Genetik di Papua
Kabalai juga mengharapkan adanya masukan berarti dari 10. Sifat Dasar Jenis Kayu Papua
para narasumber yang telah diundang guna perbaikan 11. Kajian Teknik Konservasi Insitu Jenis HHBK Masoi
kinerja bagi pembangunan kehutanan di wilayah Papua dan (Criptocarya massoia) di Wasior, Papua
Papua Barat. 12. Kuantifikasi Empulur Sagu untuk Bioetanol di Beberapa
Wilayah Sebaran
13. Eksplorasi Jenis-jenis Nyamplung/Bintangur (Calophy-
llum spp.) di Tanah Papua
14. Ujicoba Penanaman Sagu (Metroxylon sp.)
15. Analisis Kelembagaan dan Tata Niaga Pemanfaatan dan
Pemungutan Sagu di Papua
Pembahasan, saran dan masukan yang diberikan
umumnya berhubungan dengan judul penelitian, standar
peristilahan dan teknis penulisan yang dipakai, serta
metode dan hasil yang diharapkan pada akhirnya.
Sebagian besar saran dan masukan yang konstruktif
terutama berasal dari para narasumber dari akademisi
Acara yang dihadiri oleh undangan dari berbagai serta pihak UPT dan UPTD Kehutanan di Manokwari dan
instansi kehutanan dan akademisi dari Universitas Negeri Papua Barat.
Papua (UNIPA) dibagi dalam tiga sesi pemaparan, yang Saat mengakhiri dan menutup acara, Kepala Balai
membahas 15 (lima belas) judul penelitian dengan topik menambahkan bahwa di masa datang akan
beragam. Topik penelitian yang menyangkut pengelolaan dipertimbangkan penelitian-penelitian yang lebih adaptif
hutan alam lahan kering, perbenihan jenis lokal, hutan terhadap kebutuhan daerah dan berkesinambungan
mangrove, konservasi flora dan fauna, sifat dasar kayu terutama dalam pemanfaatan hasil-hasilnya. Selanjutnya
Papua, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Masoi, dan empulur berbekal segala masukan dan saran yang diberikan,
sagu, serta nyamplung, yang dilakukan di berbagai wilayah kegiatan penelitian tahun 2014 ini diharapkan telah siap
di Papua dan Papua Barat. Judul-judul penelitian untuk dilakukan dengan baik, serta memberikan hasil yang
selengkapnya adalah sebagai berikut : baik pula.
1. Kajian Efektifitas Sistem Silvikultur TPTI terhadap
Kelestarian Produksi Hutan Alam Lahan Kering di Papua
2. Formulasi Dinamika Pertumbuhan Hutan Alam Lahan
Petunjuk Bagi Penulis
Kering di Papua
Redaksi mengundang para peneliti, teknisi, praktisi dan
3. Kajian Model Pendugaan Volume Pohon di Hutan Alam pemerhati kehutanan untuk menulis artikel dan tulisan ilmiah
Lahan Kering di Papua populer secara bebas, kreatif dan bertanggung jawab
4. Pembangunan Demplot Sumber Benih Jenis Unggulan menyangkut bidang kehutanan di seluruh Indonesia.
Lokal Naskah tulisan berisi maksimal 5 halaman dengan font Calibri 12
5. Kajian Pertumbuhan dan Potensi Biodiversitas Jenis spasi 1,5 dan ditulis dalam bahasa Indonesia.
Flora Mangrove di Sorong Naskah dikumpulkan ke Dewan Redaksi dalam bentuk print out
6. Kajian Populasi dan Ekologi Peneluran Labi-labi dan file elektronik, dapat disertai gambar dan foto yang
Moncong Babi (Carettochelys insculpta) di Sungai beresolusi baik dan berhubungan dengan isi tulisan.
Naskah akan disunting terlebih dahulu oleh Dewan Redaksi
Napuri, Kaimana
tanpa mengubah maksud dan isi tulisan.
7. Keragaman Genetik Kasuari (Casuarius sp.) di Papua

Warta MATOA Vol. I No. 1, April 2014 12


12

Anda mungkin juga menyukai