Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN

AKUNTABILITAS
KINERJA 2016

DIREKTORAT
PELAYANAN
KEFARMASIAN

DIREKTORAT JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

2017
i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i

Daftar isi .................................................................................................................... ii

Daftar Tabel............................................................................................................... iii

Daftar Gambar........................................................................................................... iv

Daftar Lampiran......................................................................................................... vi

Ikhtisar Eksekutif ....................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Maksud dan Tujuan ........................................................................................ 3

C. Penjelasan Umum Organisasi ........................................................................ 3

D. Sistematika ..................................................................................................... 4

BAB II PERENCANAAN KINERJA ............................................................................ 6

A. Perencanaan Kinerja ...................................................................................... 6

B. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 ....................................................................... 9

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA .......................................................................... 11

A. Capaian Kinerja Organisasi ............................................................................ 11

B. Realisasi Anggaran......................................................................................... 27

C. Sumber Daya .................................................................................................. 28

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 32

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sasaran, Indikator Kinerja, Target, Realisasi dan Persentase Realisasi


Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada Tahun 2016 ............................ viii

Tabel 2. Alokasi dan Realisasi Anggaran dalam DIPA Direktorat Pelayanan


Kefarmasian beserta Perubahannya pada Tahun 2016 ......................... ix

Tabel 3. Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian ....................... 7

Tabel 4. Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan


Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Tahun 2015-2019 ....................... 8

Tabel 5. Cara Perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan


Kefarmasian ........................................................................................... 8

Tabel 6. Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian ............................ 9

Tabel 7. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melakukan


Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar pada Tahun 2016 ................... 14

Tabel 8. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di


Puskesmas pada Tahun 2016 ................................................................ 20

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem Manajemen ISO 9001:2015...................................................... ix

Gambar 2. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat


(GeMa CerMat) bekerjasama dengan Komunitas Pengguna KRL ....... x

Gambar 3. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat


(Gema Cermat) pada saat Car Free Day dalam rangka
Hari Kesehatan Nasional ke-52 ............................................................ xi

Gambar 4. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat yang


melibatkan Anggota Komisi IX DPR-RI di Kabupaten Banggai
Sulawesi Tengah .................................................................................. xi

Gambar 5. Tampilan aplikasi e-Fornas pada laman


www.efornas.binfar.kemkes.go.id ........................................................ xii

Gambar 6. Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016 ... 4

Gambar 7. Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan


Kefarmasian Tahun 2016 ..................................................................... 10

Gambar 8. Lampiran Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian


pada Tahun 2016 ................................................................................. 10

Gambar 9. Grafik Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan


pelayanan kefarmasian sesuai standar pada Tahun 2016 ................... 14

Gambar 10. Pedoman Teknis Analisis Farmakoekonomi di Fasilitas Kesehatan .... 17

Gambar 11. Grafik Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di


Puskesmas pada Tahun 2016 .............................................................. 20

Gambar 12. Pembukaan Kegiatan Workshop Penggunaan Antimikroba Bijak


untuk RS Rujukan Regional ................................................................. 22

Gambar 13. Informasi POR dalam Bentuk Media Cetak .......................................... 24

Gambar 14. Buku Formularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan
Kesehatan Haji ..................................................................................... 26

iv
Gambar 15. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut
Jabatan................................................................................................. 29

Gambar 16. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut


Golongan .............................................................................................. 29

Gambar 17. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut


Pendidikan............................................................................................ 30

Gambar 18. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut


Jenis Kelamin ....................................................................................... 30

Gambar 19. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut


Umur .................................................................................................... 31

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang


melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar
Tahun 2015 .......................................................................................... 33

Lampiran 2. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang


melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar
Tahun 2016 .......................................................................................... 34

Lampiran 3. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat


Rasional di Puskesmas Tahun 2015 .................................................... 35

Lampiran 4. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat


Rasional di Puskesmas Tahun 2016 .................................................... 37

Lampiran 5. Tabel Realisasi Anggaran Kegiatan Pendukung Indikator ................... 39

vi
IKHTISAR EKSEKUTIF

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) merupakan


laporan yang mengintegrasikan aktivitas terkait sistem perencanaan, sistem
penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan
sistem akuntabilitas keuangan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) mengamanatkan bahwa akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan
kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang diamanatkan para
pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur
dengan sasaran atau target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja
instansi pemerintah yang disusun secara periodik.

Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyusun laporan kinerja sebagai bentuk


pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka mencapai
tujuan atau sasaran strategis dan sekaligus sebagai alat kendali atas pelaksanaan
kegiatan selama tahun 2016 yang merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan periode 2015 - 2019. Selanjutnya dapat dilihat
keselarasan pencapaian kinerja dua tahun pertama tersebut untuk pencapaian target
di akhir periode Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 – 2019 yakni pada
tahun 2019.

BerdasarkanKeputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015


tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, sasaran hasil
(outcome) Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatkan akses,
kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Kemudian dalam rangka
mencapai hal tersebut terdapat beberapa strategi terkait yang didukung dengan
pelaksanaan kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian sebagaimana diuraikan
sebagai berikut:

a. memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat dan alat
kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN. Beberapa
kegiatan terkait antara lain melalui pemberlakuan Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN), Formularium Obat Haji dan Formularium Nasional (FORNAS);

b. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional


melalui penguatan manajerial. Kegiatan yang mendukung strategi ini termasuk
yang ditujukan untuk meningkatkan penggunaan obat rasional di masyarakat dan
melibatkan lintas sektor melalui kegiatan Gerakan Masyarakat Cerdas

vii
Menggunakan Obat, sosialisasi penerapan penggunaan antimikroba/antibiotika
yang bijak, penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan POR;

c. menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis. Salah


satunya mendukung program Nusantara Sehat melalui kerjasama dengan Badan
PPSDM Kesehatan dalam penyusunan kurikulum/modul pembekalan tenaga
kesehatan berbasis tim tersebut.

Output merupakan keluaran berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian outcome
program dan/atau outcome fokus prioritas. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) atau
indikator output kegiatan merupakan alat untuk mengukur pencapaian output/kinerja
yang secara akuntabilitas berkaitan dengan unit organisasi K/L setingkat Eselon 2,
dalam laporan kinerja ini dibahas dalam ruang lingkup kegiatan pada Direktorat
Pelayanan Kefarmasian. Output kegiatan dievaluasi berdasarkan periode waktu
tertentu.

Hasil capaian kinerja tahun 2016 menunjukkan bahwa secara umum Direktorat
Pelayanan Kefarmasian telah memenuhi target yang telah ditetapkan. Pencapaian
tersebut diukurdengan menggunakan Indikator Kinerja Kegiatan yang tertuang di
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 sebagaimana
ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Sasaran, Indikator Kinerja, Target, Realisasi dan Persentase Realisasi Direktorat
Pelayanan Kefarmasian pada Tahun 2016

Tahun 2016
Sasaran No Indikator Kinerja Persentase
Target Realisasi
Realisasi
Persentase
Meningkatkan pelayanan 1 45 % 45,39% 100,87%
Puskesmas yang
kefarmasian dan Penggunaan
melaksanakan
Obat Rasional (POR) di Fasilitas
pelayanan
Pelayanan Kesehatan
kefarmasian sesuai
standar
Persentase
2 64% 71,05% 111,01%
Penggunaan Obat
Rasional di
Puskesmas

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Pelayanan


Kefarmasian didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2016 dengan alokasi sebesar
Rp.27.320.638.000,- (Dua puluh tujuh milyar tiga ratus dua puluh juta enam ratus
tiga puluh delapan ribu Rupiah). Selama pelaksanaan kegiatan tahun 2016,
anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami beberapa kali perubahan,
baik perubahan akibat perpindahan anggaran antar Satuan Kerja maupun akibat
viii
efisiensi/penghematan. Kemudian dalam pelaksanaan anggaran tahun 2016,
anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami 2 (dua) kali
efisiensi/penghematan.

Tabel 2. Alokasi dan Realisasi Anggaran dalam DIPA Direktorat Pelayanan Kefarmasian
beserta Perubahannya pada Tahun 2016
Persentase
No. Alokasi Anggaran (Rp) Realisasi (Rp)
Realisasi

1 DIPA Awal 27.320.638.000 87,52%

2 Inpres No.4 Tahun 2016 24.644.506.000 97,03%


23.912.279.096
3 Refocusing 25.844.112.000 92,53%

4 Inpres No.8 Tahun 2016 25.662.612.000 93,18%

Direktorat Pelayanan Kefarmasian juga memiliki upaya terobosan dan prestasi dalam
hal peningkatan pelayanan kefarmasian dan penggerakan obat rasional dengan
melibatkan berbagai stakeholder yang telah dicapai pada tahun 2016 sebagai berikut:
1. Direktorat Pelayanan Kefarmasian memperoleh Sertifikat Sistem Manajemen ISO
9001:2015 melalui penerapan sistem manajemen sesuai dengan standar untuk
ruang lingkup Jasa Pelayanan Penyusunan Formularium Nasional. Pelaksanaan
surveilans audit sertifikasi ISO 9001: 2015 diawali dengan pelatihan, audit
internal, rapat tinjauan manajemen dan audit eksternal yang dilaksanakan dalam
2 (dua) tahapan.
Gambar 1. Sistem Manajemen ISO 9001:2015

ix
2. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) di
Jabodetabek, yang dilaksanakan pada tanggal 6 November 2016 di Stasiun
Tangerang, Stasiun Kranji, Stasiun Bogor dan Stasiun Kebayoran kerjasama
antara Direktorat Pelayanan Kefarmasian dengan Komunitas Pengguna KRL.
Kegiatan ini juga dimeriahkan dengan lomba foto bersama mock up GeMa
CerMat dan peserta dapat melakukan upload langsung via sosial media.

Gambar 2. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat)


bekerjasama dengan Komunitas Pengguna KRL

3. Dukungan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Program Indonesia


Sehat dilakukan salah satunya melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(Germas) sebagai bentuk upaya promotif dan preventif. Dalam rangka
memeriahkan HKN ke-52, Minggu 13 Nopember 2016, Direktorat Pelayanan
Kefarmasian atas nama Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan
bersama Badan POM, Ikatan Keluarga Alumni (IKA ISMAFARSI), ISMAFARSI
dan Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia DKI Jakarta mengadakan Aksi
Sehat untuk Indonesia di area Car Free Day Bundaran HI Jakarta. Aksi ini diikuti
oleh sekian ribu orang yang terdiri dari unsur mahasiswa farmasi, apoteker dan
masyarakat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

x
Gambar 3. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) pada saat
Car Free Day dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke-52

4. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat)


dengan melibatkan stakeholder pada tanggal 17 Oktober 2016 di Kabupaten
Banggai, Sulawesi Tengah dihadiri oleh Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Anggota Komisi IX DPR RI (dr. Verna Gladies Merry Inkiriwang), Gubernur
Provinsi Sulawesi Tengah, Bupati Kabupaten Banggai, beserta para Pejabat
Daerah.

Gambar 4. Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat yang melibatkan Anggota
Komisi IX DPR-RI di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah

xi
5. Pengembanganintegrasi e-Fornas 2016 bertujuan sebagai penyempurnaan dari
aplikasi e-fornas sebelumnya yang dapat meningkatkan kualitas Proses
Penyusunan Formularium Nasional yang akuntabel, transparan dan profesional
serta memberikan informasi yang akurat terkait proses pemilihan obat dalam
Fornas. Tampilan awal pada aplikasi tersebut sebagai berikut:

Gambar 5. Tampilan aplikasi e-Fornas pada laman www.e-fornas.binfar.kemkes.go.id

Pada tahun ini dilakukan penambahan fitur pada e-fornas sebagai bentuk
perbaikan dari sistem penyimpanan data, perbaikan Standar Operasional
Prosedur (SOP) pengusulan obat, penambahan menu dari aplikasi online yaitu
daftar obat WHO, daftar obat DOEN dan obat kombinasi DOEN. Selain itu pada
pengembangan tahun ini telah dibuat Aplikasi Desktop Pembahasan yang akan
berfungsi sebagai Aplikasi pengolah data usulan yang masuk melalui aplikasi
online sehingga data yang tersedia dapat dengan mudah disajikan baik sebagai
bahan pembahasan FORNAS maupun sebagai Laporan FORNAS ke stakeholder
terkait termasukke masyarakat, untuk dapat memberikan kemudahan akses
informasi daftar obat dalam Fornas.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015 –


2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang
bidang Kesehatan (RPJPK) 2005 – 2025, yang bertujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia
yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam
lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan
derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial
dan pemeratan pelayanan kesehatan.

Arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan didasarkan pada


arah kebijakan dan strategi nasional sebagaimana tercantum di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Untuk menjamin dan mendukung pelaksanaan berbagai upaya kesehatan
yang efektif dan efisien maka yang dianggap prioritas dan mempunyai daya
ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan
upaya secara terintegrasi dalam fokus dan lokus dan fokus kegiatan,
kesehatan, pembangunan kesehatan. Kementerian Kesehatan menetapkan
dua belas sasaran strategis yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1) Kelompok sasaran strategis pada aspek input (organisasi, sumber daya
manusia, dan manajemen);
2) Kelompok sasaran strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan
3) Kelompok sasaran strategic pada aspek upaya strategic.

Untuk mencapai tujuan Kementerian Kesehatan, terlebih dahulu akan


diwujudkan 5 (lima) sasaran strategis yang saling berkaitan sebagai hasil
pelaksanaan berbagai program teknis secara terintegrasi, yakni:

1
1) Meningkatnya Kesehatan Masyarakat (SS1);
2) Meningkatkan Pengendalian Penyakit (SS2);
3) Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Kesehatan (SS3);
4) Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas, dan Pemerataan Tenaga
Kesehatan (SS4); dan
5) Meningkatnya Akses, Kemandirian, serta Mutu Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (SS5).

Laporan kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian merupakan


laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja Direktorat
Pelayanan Kefarmasian dalam mencapai tujuan atau sasaran strategis yang
telah tercantum didalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 - 2019. Penyusunan laporan kinerja ini mengacu
pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan
Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Hal ini selaras
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011
tentang Petunjuk Pelaksanaan/Petunjuk Teknis/Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Akuntabilitas Kinerja di Lingkungan Kementerian Kesehatan.

Laporan kinerja menggambarkan ikhtisar pencapaian sasaran


sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen perjanjian kinerja dan
dokumen perencanaan kinerja. Ikhtisar pencapaian sasaran tersebut
menyajikan informasi tentang pencapaian tujuan dan sasaran organisasi,
realisasi pencapaian indicator kinerja kegiatan organisasi, penjelasan atas
pencapaian kinerja melalui kegiatan yang telah dilaksanakan dan
perbandingan capaian indikator kinerja dengan tahun berjalan terhadap
target kinerja yang telah direncanakan serta dipantau selama periode lima
tahunan yakni tahun 2015 - 2019.

Laporan kinerja ini juga sebagai salah satu wujud akuntabilitas


pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Pelayanan Kefarmasian dalam
rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance),
transparansi dan akuntabilitas sekaligus sebagai alat kendali dan pemacu
peningkatan kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian.

2
B. Maksud dan Tujuan

Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Pelayanan


Kefarmasian Tahun 2016 menjelaskan pencapaian kinerja Direktorat
Pelayanan Kefarmasian selama tahun 2016 sebagai tolak ukur keberhasilan
organisasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian
disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan.
2. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang.
3. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang.
4. Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan.

C. Penjelasan Umum Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Direktorat Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di 4 (empat) bidang pelayanan kefarmasian
antara lain:
1. bidang manajemen dan klinikal farmasi;
2. bidang analisis farmakoekonomi;
3. bidang seleksi obat dan alat kesehatan; dan
4. bidang penggunaan obat rasional;

Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Pelayanan


Kefarmasian menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan
penggunaan obat rasional;
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan
penggunaan obat rasional;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat
dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang
manajemen dan klinikal farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat
dan alat kesehatan, dan penggunaan obat rasional;
3
5. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang manajemen dan klinikal
farmasi, analisis farmakoekonomi, seleksi obat dan alat kesehatan, dan
penggunaan obat rasional; dan
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Susunan Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian


berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

Gambar 6. Struktur Organisasi Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016

D. Sistematika

Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat


Pelayanan Kefarmasian adalah sebagai berikut :

Ikhtisar Eksekutif

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan


penekanan kepada sasaran program dan aspek strategis organisasi
serta permasalahan utama yang sedang dihadapi organisasi.

4
Bab II Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja tahun yang


bersangkutan.

Bab III Akuntabilitas Kinerja

A. Capaian Kinerja Organisasi


Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan
hasil pengukuran kinerja organisasi. Untuk setiap pernyataan
kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis capaian
kinerja.

B. Realisasi Anggaran
Pada sub bab ini diuraikan realisasi anggaran kantor pusat dan
dana dekonsentrasi yang digunakan dan yang telah digunakan
untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen
Perjanjian Kinerja.

C. Sumber Daya Manusia


Pada sub bab ini disajikan gambaran sumber daya manusia yang
mendukung pelaksanaan tujuan organisasi.

Bab IV Penutup

Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi
serta langkah di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi
untuk meningkatkan kinerjanya.

Lampiran

5
BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. Perencanaan Kinerja

Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan


dan indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam sasaran strategis. Perencanaan kinerja disusun sebagai
pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis, terarah
dan terpadu. Kementerian Kesehatan telah menetapkan 12 Sasaran Strategi
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang dikelompokkan sebagai
berikut:
1) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek input (organisasi, sumber daya
manusia dan manajemen);
2) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek penguatan kelembagaan; dan
3) Kelompok Sasaran Strategis pada aspek upaya Strategic.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2015 - 2019 merupakan dokumen negara yang berisi upaya-upaya
pembangunan kesehatan yang dijabarkan dalam bentuk program/kegiatan,
indikator, target, sampai dengan kerangka pendanaan dan kerangka
regulasinya. Selanjutnya Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019
dijabarkan dalam bentuk Rencana Aksi Program (RAP) di tingkat Eselon I dan
Rencana Aksi Kegiatan (RAK) di tingkat Eselon II. Renstra Kementerian
Kesehatan sebagai dasar penyelenggaraan pembangunan kesehatan
mengamanatkan Sasaran Strategis kepada Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan untuk meningkatkan akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi
dan alat kesehatan. Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran dimaksud
disusun sebelas strategi yang perlu dilakukan antara lain:
a. Regulasi perusahaan farmasi memproduksi bahan baku dan obat
tradisional dan menggunakannya dalam produksi obat dan obat tradisonal
dalam negeri, serta bentuk insentif bagi percepatan kemandirian nasional;
b. Regulasi penguatan kelembagaan dan sistem pengawasan pre dan post
market alat kesehatan;
c. Pokja ABGC dalam pengembangan dan produksi bahan baku obat, obat
tradisional dan alat kesehatan dalam negeri;

6
d. Regulasi penguatan penggunaan dan pembinaan industri alat kesehatan
dalam negeri;
e. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dan tenaga
kesehatan tentang pentingnya kemandirian bahan baku obat, obat
tradisional dan alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas dan
terjangkau;
f. Mewujudkan Instalasi Farmasi Nasional sebagai center of excellence
manajemen pengelolaan obat, vaksin dan perbekkes di sektor publik;
g. Memperkuat tata laksana HTA dan pelaksanaannya dalam seleksi obat
dan alat kesehatan untuk program pemerintah maupun manfaat paket
JKN;
h. Percepatan tersedianya produk generik bagi obat-obat yang baru habis
masa patennya;
i. Membangun sistem informasi dan jaringan informasi terintegrasi di bidang
kefarmasian dan alat kesehatan;
j. Menjadikan tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan strategis,
termasuk menyelenggarakan program PTT untuk mendorong pemerataan
distribusinya;
k. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional
melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi serta sistem monitoring
dan evaluasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019, sasaran kinerja kegiatan pada Direktorat
Pelayanan Kefarmasian adalah meningkatnya pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat rasional di fasilitas kesehatan.

Tabel 3. Sasaran Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

Meningkatnya pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat


Sasaran
rasional di fasilitas kesehatan

Sesuai amanah dalam pembangunan kesehatan tersebut, Direktorat


Pelayanan Kefarmasianmenyusun Rencana Aksi Kegiatan yang memuat
kebijakan, program dan kegiatan. Dalam rencana strategis tersebut disebutkan
bahwa tujuan Direktorat Pelayanan Kefarmasian adalah dengan memperkuat
tata laksana HTA dan pelaksanaan dalam seleksi obat dan alat kesehatan

7
untuk program pemerintah maupun manfaat paket JKN, menjadikan tenaga
kefarmasian sebagai tenaga strategis untuk mendorong pemerataan distribusi
tenaga kefarmasian dan meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat rasional melalui penguatan manajerial, regulasi, edukasi dan
sistem monitoring serta evaluasi.
Tercapainya sasaran tersebut direpresentasikan dengan Indikator
Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian beserta target yang
harus dicapai sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. Indikator Kinerja, Definisi Operasional dan Target Kegiatan Peningkatan Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2015-2019

Target
Indikator Kinerja Definisi Operasional
2015 2016 2017 2018 2019

Persentase Puskesmas yang 40% 45% 50% 55% 60%


Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan
melaksanakan Kefarmasian sesuai standar
pelayanan adalah Puskesmas yang
kefarmasian melaksanakan Pemberian
sesuai standar Informasi Obat dan Konseling
yang terdokumentasi

Persentase Puskesmas yang 62% 64% 66% 68% 70%


Penggunaan Obat melaksanakan penggunaan
Rasional di obat secara rasional melalui
Puskesmas penilaian terhadap
penatalaksanaan kasus ISPA
non pneumonia, diare non
spesifik, penggunaan injeksi
pada kasus myalgia, dan rerata
item obat per lembar resep

Cara perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan


Kefarmasian sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5. Cara Perhitungan Indikator Kinerja Kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

Indikator
Cara Perhitungan
Kinerja

Persentase
Puskesmas % 𝑃𝑢𝑠𝑘𝑒𝑠𝑚𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑓𝑎𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 =
yang
melaksanakan Jumlah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian
× 100%
pelayanan Jumlah Puskesmas yang disampling
kefarmasian
sesuai
standar

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛


Persentase % 𝑃𝑂𝑅 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛
Penggunaan
Obat Rasional 100 100 100 𝑅(𝑇)
⁄ )× 4]
[(100 − 𝑃(𝐴)𝐼𝑆𝑃𝐴 ) × ] + [(100 − 𝑃(𝐴)𝐷𝐼𝐴𝑅𝐸 ) × ] + [(100 − 𝑃(𝐴)𝑀𝑌𝐴𝐿𝐺𝐼𝐴 ) × ] + [(1 − 4
di Puskesmas 80 92 99 1,4
4

8
B. Perjanjian Kinerja Tahun 2016

Perjanjian Kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisikan


penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi
yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai
dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen
penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah
atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi, dan wewenang serta
sumber daya yang tersedia.
Perjanjian kinerja berisi tekad dalam rencana kinerja tahunan yang
dicapai antara pimpinan instansi pemerintah/unit kerja yang menerima
amanah/tanggungjawab/kinerja dengan pihak yang memberikannya.Perjanjian
kinerja ini merupakan suatu janji kinerja yang diwujudkan oleh seorang pejabat
penerima amanah kepada atasan langsungnya.
Di dalam perencanaan kinerja ditetapkan target kinerja tahun 2016
untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat luaran dan kegiatan.
Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2016
sebagaimana diuraikan pada tabel dibawah ini, menjadi komitmen bagi
Direktorat Pelayanan Kefarmasian untuk mencapainya pada tahun 2016.

Tabel 6. Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian

No Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Target

1 Meningkatkan 1. Persentase Puskesmas yang 45%


Pelayanan Kefarmasian melaksanakan pelayanan
dan Penggunaan Obat kefarmasian sesuai standar
Rasional di Fasilitas 2. Persentase Penggunaan Obat 64%
Pelayanan Kesehatan Rasional di Puskesmas

Kegiatan: Peningkatan Pelayanan Kefarmasian


Anggaran: Rp. 27.320.638.000,- (Dua puluh tujuh milyar tiga ratus dua
puluh juta enam ratus tiga puluh delapan ribu rupiah)

Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun 2016


ditandatangani oleh Direktur Pelayanan Kefarmasian sebagai Pihak Pertama
dan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagai Pihak Kedua.
Dokumen Perjanjian Kinerja tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
9
Gambar 7. Dokumen Pernyataan Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian Tahun
2016

Gambar 8. Lampiran Perjanjian Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada Tahun 2016

10
BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Capaian Kinerja Organisasi


1. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja memberikan gambaran kepada pihak-pihak
internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi organisasi dalam rangka
mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen
Renstra ataupun dokumen Penetapan Kinerja, ini merupakan proses
sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan,
sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan
strategi instansi pemerintah.
Indikator merupakan dokumen perencanaan kinerja yang diukur
dalam pengukuran kinerja yaitu dengan membandingkan tingkat kinerja
yang dicapai dengan standar, rencana, atau target yang telah ditetapkan.
Pengukuran kinerja ini diperlukan untuk mengetahui sampai sejauh mana
realisasi atau capaian kinerja yang berhasil dilakukan oleh Direktorat
Pelayanan Kefarmasian.
Manfaat dari pengukuran kinerja adalah memberikan gambaran
kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan misi
organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam dokumen Renstra atau pun Perjanjian Kinerja.Dalam
rangka menunjang program peningkatan pelayanan kefarmasian, maka
Direktorat Pelayanan Kefarmasian melakukan berbagai kegiatan. Berikut
ini akan diuraikan kinerja dari Direktorat Pelayanan Kefarmasian
berdasarkan indikator kinerja kegiatan sebagai berikut:
a. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar
Tujuan
Mengetahui jumlah puskesmas yang telah melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar yaitu puskemas yang telah melaksanakan
pemberian informasi obat dan konseling yang terdokumentasi.

11
Manfaat
1) Bagi Tenaga Kefarmasian
- Meningkatkan citra tenaga kefarmasian dalam pemberian
pelayanan kesehatan di puskesmas.
- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kefarmasian di puskesmas.
2) Bagi Puskesmas
- Meningkatkan citra puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat
pertama
- Meningkatkan daya saing dalam komitmen peningkatan pelayanan
kesehatan
3) Bagi Dinas Kesehatan Kab/Kota/Provinsi
- Turut berkontribusi dalam mendukung program kefarmasian dan
alat kesehatan.
- Meningkatkan jaminan kualitas pelayanan kesehatan di tingkat
Kab/Kota/Provinsi.
- Meningkatnya jumlah puskesmas yang telah melaksanakan
pelayanan kefarmasian dapat menjadi indikator keberhasilan
pembinaan pelayanan kefarmasian di wilayah setempat.
Perhitungan
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian
= 𝒙 100%
Jumlah Puskesmas seluruhnya

b. Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas


Tujuan
Mengingat setiap pemberian obat harus didasarkan pada indikasi
penggunaan dan diagnosis, serta mempertimbangkan segi ilmiah
kemanfaatannya, maka dokter bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap mutu penggunaan obat yang diberikan. Jika prosedur medik
yang diterima adalah pedoman pengobatan di pusat pelayanan
setempat, maka pemantauan penggunaan obat yang rasional bertujuan
untuk menilai apakah praktek penggunaan obat yang dilakukan telah
sesuai dengan pedoman pengobatan yang berlaku.
Manfaat
1) Bagi dokter/pelaku pengobatan
Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat
mutu pelayanan pengobatan dan mutu keprofesian. Dengan
pemantauan ini maka dapat dideteksi adanya kemungkinan

12
penggunaan yang berlebih (over prescribing), kurang (under
prescribing), boros (extravagant prescribing) maupun tidak tepat
(incorrect prescribing).
2) Bagi perencana obat
Pemantauan penggunaan obat secara teratur dapat digunakan
untuk membuat perencanaan obat dan perkiraan kebutuhan obat
secara lebih rasional. Upaya tersebut tidak dapat berdiri sendiri.
Perencanaan yang didasarkan pada data morbiditas dan pola
konsumsi yang akurat memberikan jaminan kecukupan ketersediaan
obat.
3) Bagi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemantauan obat tidak saja bermanfaat terhadap mutu pelayanan
dan upaya intervensi, tetapi juga sebagai sarana pembinaan bagi
kinerja tenaga kesehatan setempat.
Perhitungan
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 − 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛
= × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑠𝑒𝑝𝑎𝑛
atau

100 100 100 𝑅(𝑇)


[(100 − 𝑃(𝐴)𝐼𝑆𝑃𝐴 ) × ] + [(100 − 𝑃(𝐴)𝐷𝐼𝐴𝑅𝐸 ) × ] + [(100 − 𝑃(𝐴)𝑀𝑌𝐴𝐿𝐺𝐼𝐴 ) × ] + [(1 − ⁄ )× 4]
80 92 99 4 1,4
=
4

Indikator Peresepan terdiri dari:


1) Penggunaan antibiotika pada ISPA non pneumonia maksimal 20 %
Persentase penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia
Jumlah penggunaan antibiotik pada ISPA non Pneumonia
= × 100%
Jumlah kasus ISPA non Pneumonia

Jika a ≤20%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100%
2) Penggunaan antibiotika pada Diare non Spesifik maksimal 8%
Persentase penggunaan Antibiotik pada Diare non Spesifik
Jumlah Penggunaan Antibiotik pada Diare Non Spesifik
= × 100%
Jumlah kasus Diare non Spesifik

Jika b ≤ 8%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah100%


3) Penggunaan injeksi pada Myalgia maksimal 1%
Persentasepenggunaan Injeksi pada Myalgia
Jumlah penggunaan injeksi pada Myalgia
= × 100%
Jumlah kasus Myalgia

Jika c ≤ 1%, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100%
4) Rerata item obat yang diresepkan (untuk 3 penyakit tersebut di atas) adalah
maksimal 2,6
Jumlah item obat
Rerata item obat (d)= Jumlah lembar resep

13
 Jika d ≤ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah100%
 Jika d ≥ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 0%

2. Analisis Akuntabilitas Kinerja


a. Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar

Gambar 9. Grafik Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melaksanakan


pelayanan kefarmasian sesuai standarpada Tahun 2016

120,00%

100,00%

80,00%

60,00%

40,00%

20,00%

0,00%
2015 2016 2017 2018 2019
Target 40,00% 45,00% 50,00% 55,00% 60,00%
Realisasi 40,01% 45,39% 0,00% 0,00% 0,00%
% Capaian 100,02% 100,86% 0,00% 0,00% 0,00%

Tabel 7. Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang melakukan Pelayanan


Kefarmasian sesuai Standar pada Tahun 2016

Tahun 2015 - 2019


Capaian Indikator
2015 2016 2017 2018 2019
Target 40% 45% 50% 55% 60%

Realisasi 40,01% 45,39% - - -


Persentase
100,02% 100,86% - - -
Capaian

Kondisi yang dicapai:

Capaian indikator tahun 2016 adalah sebesar 45,39% dengan


target sebesar 45%, dimana pada tahun sebelumnya capaian
indikatornya adalah 40,01% dengan target sebesar 40%. Dari data
diatas tampak bahwa target indikator Persentase Puskesmas yang
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar pada tahun 2015
dan 2016 telah tercapai dengan analisa sebagai berikut:
1) Persentase Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian
sesuai standar mengalami kenaikan 5,39% dari tahun 2015 dengan
14
capaian 100,86% dan diharapkan tahun 2017 bisa mencapai target
50%;
2) Peningkatan realisasi indikator ini pada tahun kedua Renstra 2015 –
2019 menunjukkan hal yang positif dan diharapkan dapat mencapai
target indikator akhir di tahun 2019 yakni sebesar 60%.

Permasalahan:

1) Dari hasil Monev dan Bimtek ke Puskesmas, pada umumnya Tenaga


Farmasi di puskesmas sudah melakukan Pelayanan Kefarmasian,
namun tidak mencatat dan melaporkan Pelayanan Kefarmasian yang
telah dilakukan dalam keseharian;
2) Pengelola obat di puskesmas bukan apoteker atau TTK;
3) Keterbatasan cakupan pembinaan dari Kemenkes sehingga masih
banyak puskesmas yang belum pernah tersosialisasikan tentang
standar pelayanan kefarmasian di puskesmas.

Pemecahan Masalah:

1) Mengedukasi Dinas kesehatan Provinsi agar mengirimkan Rekapan


laporan Pelayanan Kefarmasian Provinsi ke Kemenkes
2) Mensosialisasikan Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas ke
Dinas Kesehatan Provinsi dan diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi
dapat mensosialisasikan hal tersebut ke dinas kesehatan kabupaten
sehingga dinas kesehatan kabupaten dapat memberikan pembinaan
ke puskesmas diwilayahnya.
3) Melaksanakan Monev terpadu dilingkup Direktorat Pelayanan
Kefarmasian
4) Memasukan Pelaporan Yanfar kedalam SP2TP

Kegiatan Pendukung Indikator:


1) Pengembangan Implementasi Farmakoekonomi di Fasilitas
Kesehatan
Dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional yang dimulai
pada tahun 2014, maka aspek pengendalian mutu sekaligus biaya
obat dan alat kesehatan menjadi salah satu hal penting yang
mendapatkan perhatian. Farmakoekonomi sebagai bidang studi yang
melakukan evaluasi perilaku atau kesejahteraan individu, perusahaan
dan pasar, yang relevan dengan penggunaan produk farmasi,
pelayanan, dan program. Fokusnya terutama pada biaya (input) dan
konsekuensi (outcome) dari penggunaannya. Suatu opsi yang
15
biayanya lebih tinggi mungkin saja dipilih jika hasil pencapaian tujuan
pengobatan juga tinggi, sehingga biaya per satuan outcomenya lebih
rendah atau disebut cost-effective, terutama sebagai bukti pendukung
dalam pengambilan keputusan obat apa saja yang akan digunakan
dalam jaminan, dimasukkan dalam formularium/daftar obat esensial
atau untuk persetujuan obat baru. Dengan demikian,
Farmakoekonomi menjadi sangat penting dalam upaya pengendalian
mutu dan biaya obat, terutama dalam sistem jaminan kesehatan,
serta dalam proses pemilihan dan penggunaan obat di fasilitas
kesehatan.
Kegiatan kajian farmakoekonomi dalam pelayanan kesehatan
dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak ketiga. Kegiatan yang
dilaksanakan adalah persiapan Tim Kajian yang lebih dulu diberikan
pelatihan oleh pakar yang kompeten di bidang farmakoekonomi dan
HTA, dilanjutkan dengan pelaksanaan kajian farmakoekonomi oleh
Tim yang telah dibentuk di rumah sakit terpilih untuk jenis obat
tertentu yang telah disepakati oleh Tim.
Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman
tenaga kesehatan (medis, apoteker, rekam medik) tentang
pengambilan data untuk keperluan analisis. Dengan demikian
diperlukan Apoteker yang telah memiliki pengetahuan mendalam
tentang obat, selayaknya memiliki pengetahuan tentang prinsip-
prinsip farmakoekonomi, dan akan lebih optimal lagi jika memiliki
kemampuan mengevaluasi hasil studi farmakoekonomi. Sehingga
diharapkan penerapan Pharmaceutical Care dan Farmakoekonomi
dapat membantu meningkatkan pencapaian outcome terapi yang
maksimal dengan biaya yang seminimal mungkin.

2) Analisis Farmakoekonomi Obat dan Alat Kesehatan di Fasilitas


Kesehatan
Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), rumah sakit
dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan kefarmasian secara efektif dan efisien. Hal ini tentunya
menjadi tanggungjawab dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
sebagai satu-satunya pengelola pelayanan kefarmasian di RS untuk
memastikan bahwa pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RS
berlangsung dengan baik.

16
Berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan
kesehatan, obat berbiaya tinggi perlu pertimbangan tersendiri.
Mengingat adanya potensi risiko finansial yang tinggi dalam
penggunaan obat berbiaya tinggi tersebut. Hal ini terutama dalam
sistem pembayaran dengan INA-CBGs yang saat ini berlaku.
Dibutuhkan adanya semacam studi untuk memastikan
efektivitas penggunaan obat berbiaya tinggi terutama dalam aspek
value for money. Dirasakan perlu untuk membandingkan harga dan
efek kesehatan dari sebuah pengobatan untuk mengetahui sampai
dimana obat tersebut memberikan value for money. Dengan demikian
didapatkan informasi yang memberikan pandangan tentang
pengalokasian sumberdaya berkaitan dengan obat biaya tinggi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui cost efektivitas dari
obat berbiaya tinggi, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengobatan serta dapat
menjadi bahan pertimbangan untuk dimasukkan dalam Formularium
Nasional.
Sasaran dari kegiatan Analisis cost efektivitas obat biaya tinggi
dalam JKN adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan manajemen
rumah sakit secara umum.Tujuan kegiatan adalah tersedianya data
hasil analisis cost efektivitas obat biaya tinggi yang digunakan dalam
JKN.Hasil dari kegiatan ini dibukukan dalam bentuk Pedoman Teknis
Analisis Farmakoekonomi di Fasilitas Kesehatan sebagai berikut:

Gambar 10.Pedoman Teknis Analisis Farmakoekonomi di Fasilitas Kesehatan

17
3) Bimbingan Teknis Pelayanan Kefarmasian di Fasilitas Kesehatan
Bimbingan teknis pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan
diselenggarakan sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian yang dilakukan baik di puskesmas dan rumah
sakit.
Bimbingan teknis ini dilakukan dengan melaksanakan
pertemuan dengan tenaga kefarmasian di faskes dan menyampaikan
hal terkait kebijakan, pengelolaan serta pelayanan kefarmasian klinik
serta membahas masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan tugas
sehari hari.
Bimbingan teknis pelayanan kefarmasian di rumah sakit
dilaksanakan dengan melaksanakan pertemuan di rumah sakit dan
mendatangkan narasumber yang berasal dari Kementerian
Kesehatan, Praktisi dan memberikan materi teknis diikuti dengan
praktek pelayanan farmasi klinik.
Terdapat 7 rumah sakit yang dilaksanakan bimbingan teknis,
dan diutamakan bagi rumah sakit yang akan sedang mempersiapkan
akreditasi rumah sakit. Terlihat banyak perbaikan dari berbagai
masalah yang ditemukan sehari-hari diantaranya masalah dalam
pengelolaan obat, termasuk penyimpanan, penerimaan obat,
pengkajian resep, maupun pemantauan terapi.
Tahapan kegiatan adalah sebagai berikut: a) Perkenalan
kepada manajemen dan penyampaian mengenai maksud dan tujuan
Bimtek terkait dengan kebijakan pelayanan kefarmasian; b)
Penyampaian kondisi umum fasilitas kesehatan terkait pelayanan
kefarmasian; c) Penyampaian materi pengendalian sediaan farmasi
sesuai standar; d) Penyampaian materi terkait pelayanan farmasi
klinik terutama pemantauan terapi; e) Simulasi dan diskusi
Pelaksanaan Bimbingan teknis diselenggarakan dengan baik,
adapun masalah yang ada tidak terlalu bermakna dan terkait dengan
seleksi terhadap fasiltias kesehatan yang akan dilakukan bimtek agar
mencapai hasil optimal. Untuk mencapai hasil optimal, perlu
dilakukan seleksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang akan
diberikan bimbingan teknis, sehingga pemberian bimtek akan
meningkatkan pengetahuan maupun kemampuan fasilitas kesehatan
dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian sesuai standar
yang ditandai dengan kesiapan mengikuti akreditasi.

18
4) Pembekalan Tenaga Kefarmasian di Puskesmas dalam Rangka
Akreditasi Puskesmas
Pembekalan tenaga kefarmasian merupakan bagian upaya
peningkatan pelayanan kefarmasian sesuai standar melalui
peningkatan kapasitas SDM yang bertugas di ruang farmasi
puskesmas. Pembekalan telah dilaksanakan pada 3 (tiga) propinsi
terpilih yaitu propinsi Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Barat. Adapun total tenaga kefarmasian yang telah
diberikan pembekalan sejumlah 170 orang.
Tenaga kefarmasian tersebut diberikan pembekalan baik berupa
pengelolaan sediaan farmasi maupun pelayanan farmasi klinik agar
mampu melakukan seluruh pelayanan merujuk kepada standar
pelayanan kefarmasian di puskesmas.
Permasalahan dalam pelaksanaan pembekalan tenaga
kesehatan di puskesmas tidak terlalu bermakna, lebih kepada
ketepatan pemilihan puskesmas yang akan diintervensi serta
pendekatan kepada dinas kesehatan kabupaten atau kota untuk terus
mengawal SDM yang telah dilatih agar dapat mengimplementasikan
hasil pembekalan dalam pekerjaan sehari hari.Pemecahan masalah
lebih kepada pendekatan yang baik kepada dinas kesehatan kab/kota
agar menyeleksi tenaga kesehatan di puskesmas yang memiliki
keinginan untuk komit terhadap pelayanan kefarmasian sesuai
standar serta melakukan pemantauan implementasi pelaksanaan
pelayanan kefarmasian sesuai standar di puskesmas masing masing.

b. Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas


Perhitungan capaian Indikator Penggunaan Obat Rasional dilakukan
berdasarkan rekapitulasi data capaian Penggunaan Obat Rasional secara
berjenjang mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
Dinas Kesehatan Provinsi yang kemudian dilaporkan ke Kementerian
Kesehatan c.q. Direktorat Pelayanan Kefarmasian setiap tiga bulan.

19
Gambar 11. Grafik Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di
Puskesmas pada Tahun 2016

120,00%

100,00%

80,00%

60,00%

40,00%

20,00%

0,00%
2015 2016 2017 2018 2019
Target 62,00% 64,00% 66,00% 68,00% 70,00%
Realisasi 70,64% 71,05% 0,00% 0,00% 0,00%
% Capaian 113,94% 111,01% 0,00% 0,00% 0,00%

Tabel 8. Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas pada


Tahun 2016

Tahun 2015 - 2019


Capaian Indikator
2015 2016 2017 2018 2019
Target 62% 64% 66% 68% 70%

Realisasi 70,64% 71,05% - - -


Persentase
113,94% 111,01% - - -
Capaian

Kondisi yang dicapai:

Capaian indikator tahun 2016 adalah sebesar 71,05% dengan


target sebesar 64%, dimana pada tahun sebelumnya capaian
indikatornya adalah 70,64% dengan target sebesar 62%. Dari data
grafik dan tabel capaian indikator tampak bahwa target indikator
Persentase Penggunaan Obat Rasional di Sarana Kesehatan Dasar
Pemerintah pada tahun 2015 dan 2016 telah tercapai dengan analisa
sebagai berikut:
1) Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas mengalami
kenaikan dari tahun 2015 dengan persentase capaian 111,01%;
2) Peningkatan realisasi indikator ini pada tahun kedua Renstra 2015 –
2019 menunjukkan hal yang positif dan selanjutnya terdapat
perubahan Indikator Penggunaan Obat Rasional untuk tahun 2017 –
2019 yaitu menjadi Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan

20
penggunaan obat rasional di Puskesmas. Kabupaten/Kota yang
menerapkan Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas adalah
Kabupaten/Kota yang 20% Puskesmasnya memiliki nilai rerata
Penggunaan Obat Rasional minimal 60%. Target indikator
Penggunaan Obat Rasional tahun 2017 – 2019 secara berurutan
adalah 30%, 35%, dan 40%.

Permasalahan:

1) Terbatasnya dukungan dari Pemerintah Daerah dalam penganggaran


program yang terkait dengan peningkatan POR, sehingga Dinkes
Propinsi maupun Kabupaten/Kota belum dapat menindaklanjuti
program peningkatan POR dan pemberdayaan masyarakat di tingkat
daerah secara optimal.
2) Kurangnya koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga
pelaksanaan Peningkatan Penggunaan Obat Rasional dan
pemberdayaan masyarakat belum optimal.
3) Terbatasnya sebaran media promosi kepada masyarakat sehingga
sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang Penggunaan
Obat Rasional masih terbatas.
4) Kurangnya koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain yang
terkait dalam pelaksanaan program POR sehingga program POR
belum terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain.
5) Kurangnya pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga kesehatan
di puskesmas dalam pengumpulan data indikator sehingga
menghambat terlaksananya pemantauan dan evaluasi POR.
6) Belum adanya kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang
penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika secara
tidak rasional oleh tenaga kesehatan masih tinggi, serta pembelian
antibiotika secara bebas oleh masyarakat banyak terjadi.
7) Masih kurangnya pedoman penggunaan obat yang rasional,
sehingga penggunaan obat yang tidak rasional oleh tenaga
kesehatan masih banyak terjadi.

Pemecahan Masalah:

1) Perlu dorongan kepada Dinas Kesehatan untuk melakukan advokasi


secara intensif kepada Pemerintah Daerah agar dapat mendukung
penganggaran program yang terkait dengan peningkatan

21
Penggunaan Obat Rasional dan pemberdayaan masyarakat di tingkat
daerah.
2) Perlu dilakukan koordinasi baik di tingkat pusat maupun daerah
secara kontinu agar pelaksanaan Peningkatan Penggunaan Obat
Rasional dan pemberdayaan masyarakat dapat optimal.
3) Perlu peningkatan sebaran media promosi kepada wilayah yang lebih
luas sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang
Penggunaan Obat Rasional dapat ditingkatkan.
4) Perlu dilakukan koordinasi dengan lintas sektor dan unit kerja lain
yang terkait dengan program Penggunaan Obat Rasional sehingga
dapat terintegrasi dengan program di unit kerja yang lain.
5) Perlu dilaksanakan pelatihan dan bimbingan teknis kepada tenaga
kesehatan di puskesmas dalam pengumpulan data indikator
peresepan sehingga memperlancar terlaksananya pemantauan dan
evaluasi Penggunaan Obat Rasional.
6) Penyusunan kebijakan khusus dan sanksi yang tegas tentang
penggunaan antibiotika, sehingga penggunaan antibiotika secara
tidak rasional oleh tenaga kesehatan, serta pembelian antibiotika
secara bebas oleh masyarakat dapat diturunkan.
7) Perlu disusun pedoman penggunaan obat yang rasional, sehingga
penggunaan obat yang tidak rasional berkurang.

Kegiatan Pendukung Indikator:


1) Workshop Penggunaan Antimikroba Bijak untuk RS Rujukan
Regional

Gambar 12. Pembukaan Kegiatan Workshop Penggunaan Antimikroba Bijak untuk RS


Rujukan Regional

22
Kegiatan ini dilaksanakan di Batam dan Mataram dengan Rumah
Sakit Rujukan Regional, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kab/Kota sebagai sasaran kegiatan.Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas tenaga kefarmasian di RS dalam Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba, terutama dalam pemberian
antimikroba secara bijak kepada pasien, teridentifikasinya masalah
penggunaan antimikroba yang terjadi di RS dan sumber daya yang
tersedia, serta tersusunnya Rencana Aksi dan Rekomendasi dalam
pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba untuk
rumah sakit, Dinas Kesehatan, dan Kementerian Kesehatan. Beberapa
hasil rekomendasi pemecahan masalah dan perbaikan ke depan antara
lain:
 Perlu dilakukan review dan revisi Pedoman Penggunaan Antibiotika
 Perlu disusun dan implementasi kebijakan yang secara tegas
mengatur penggunaan antimikroba secara bijak.
 Perlu dilakukan optimalisasi Tim PPRA di Rumah Sakit Rujukan
Regional.
 Perlu peningkatan kesadaran dari tenaga kesehatan tentang
resistensi antimikroba
 Perlu peningkatan pengetahuan tenaga kesehatan tentang
pengendalian resistensi antimikroba, terutama penggunaan
antibiotika secara bijak dengan melaksanakan pertemuan
ilmiah/workshop secara berkesinambungan.
 Perlu dilakukan evaluasi dan monitoring penggunaan antimikroba di
rumah sakit rujukan regional secara berkala.
 Perlu ketersediaan dana yang cukup sehingga dapat melibatkan
seluruh RS Rujukan Regional di Indonesiadalam Workshop
Penggunaan Antimikroba Bijak.

2) Penyusunan Informasi POR melalui Media Cetak


Hasil yang dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini adalah
tersusunnya materi dan desain untuk materi promosi (buku saku, poster,
roll banner, brosur / leaflet, goody bag). Meskipun demikian, ke depan
perlu dilakukan perluasan cakupan penyebaran media promosi
sehingga sasaran masyarakat yang menerima informasi tentang
Penggunaan Obat Rasional dapat ditingkatkan.

23
Gambar 13. Informasi POR dalam Bentuk Media Cetak

3) Penyusunan Informasi POR melalui Media Elektronik


Hasil yang dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini
adalahTerbentuknya SK Tim Penyebaran Informasi POR melalui Media
Elektronik, tersusunnya artikel dan cerita pendek tentang Penggunaan
Obat Rasional dan Gema Cermat untuk dipublikasi di website dan
media sosial, jadwal publikasi artikel di website dan media sosial dan
materi promosi dalam bentuk Audiovisual.Usulan perbaikan di masa
yang akan datang antara lain:

 Perlu ditunjuk admin khusus pengelola facebook, pengelola twitter


dan pengelola website gema cermat.
 Ada jadwal moderasi dan admin yang bertugas.
 Ada pelatihan untuk admin agar mampu menyusun informasi atau
berita yang terkini, dibutuhkan masyarakat dan dalam bahasa popular
atau mudah dipahami oleh masyarakat awam.
 Ada pelatihan untuk admin agar mampu dalam handlings complain
management untuk merespon isu strategis atau isu negatif.

4) Sosialisasi Formularium Nasional


Sosialisasi Formularium Nasional dilakukan dalam dua regional,
regional pertama mengundang provinsi yang berada di wilayah barat
dan regional kedua mengundang provinsi yang berada di wilayah timur.
Sosialisasi Formularium Nasional diberikan kepada stakeholder di
Provinsi, Rumah Sakit Vertikal dan Provinsi, Organisasi Profesi,serta
pemegang program terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan agar
menjadikan Fornas sebagai acuan dalam pelaksanaan sistem Jaminan

24
Kesehatan Nasional (JKN) untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan.

5) Bimbingan Teknis Penggunaan Obat Rasional


Kegiatan pemberian bimbingan teknis penggunaan obat rasional
ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas pada kabupaten/kota dengan
cara sebagai berikut:
 Review perhitungan indikator Penggunaan Obat Rasional (POR)
mulai dari cara memperoleh data persen penggunaan antibiotika
pada penyakit ISPA Non Pneumonia dan Diare Non Spesifik,
penggunaan injeksi pada Myalgia serta rerata item obat. Dan juga
review terhadap cara pengolahan data sampai diperoleh persentase
capaian POR.
 Untuk mendapatkan masukan (permasalahan dan masukan) terkait
pelaporan indikator penggunaan obat rasional di Puskesmas, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi.
 Memperoleh data profil penggunaan obat rasional di Puskesmas
Kegiatan Bimbingan Teknis Penggunaan Obat Rasional (POR)
dilaksanakan di provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Kalimantan Selatan, Riau, Nanggroe Aceh Darussalam,
Sulawesi Tenggara, Jawa Barat dan Yogyakarta. Hasil Bimbingan
Teknis Penggunaan Obat Rasional sebagai berikut:
 Cara memperoleh data dasar POR dan cara perhitungan Indikator di
puskesmas beragam dan beberapa belum sesuai dengan cara
perhitungan yang ada di petunjuk teknis.
 Puskesmas memiliki beban laporan yang cukup banyak sehingga
penyusunan laporan POR sering mengalami keterlambatan.
 Keterbatasan sumberdaya manusia baik kuantitas maupun kualitas
khususnya tenaga farmasi di Puskesmas.
 Belum sepenuhnya kolaborasi antar tenaga kesehatan di puskesmas
dalam menunjang pelaksanaan POR.
Usulan perbaikan di masa yang akan datang antara lain:
 Pembinaan berjenjang dan berkala oleh Dinas
Kabupaten/Kota/Provinsi kepada Puskesmas di wilayah masing
masing terkait pedoman penggunaan obat rasional (POR).
 Advokasi kepada kepala Puskesmas tentang prinsip dan
implementasi penggunaan obat rasional (POR).
25
 Advokasi kepada pemerintah daerah untuk khususnya terkait
pemenuhan kebutuhan tenaga farmasi di Puskesmas.
 Intervensi terhadap Puskesmas dengan pelatihan peningkatan
kapasitas SDM dalam rangka Akreditasi Puskesmas (Integrasi POR
dalam penilaian akreditasi).
6) Penyusunan Formularium Haji 2016
Kegiatan berupa pertemuan dengan melibatkan asosiasi profesi
dokter spesialistik terkait, Tim Ahli baik dari Rumah Sakit maupun dari
Universitas, pengelola program di Kementerian Kesehatan yaitu Subdit
Haji dan Direktorat P2PL. Tujuan kegiatan ini adalah
tersusunnyaFormularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada
Pelayanan Kesehatan Haji sebagai acuan nasional bagi penggunaan
obat yang rasional bagi Jemaah Haji Indonesia. Hasil penyusunan buku
tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut ini:

Gambar 14. Buku Formularium Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan
Kesehatan Haji

Permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan Formularium


Obat dan Perbekalan Kesehatan pada Pelayanan Kesehatan Haji ini
antara lain:
 Sedikitnya usulan yang masuk ke Tim Sekretariat.
 Masih kurangnya data pendukung bukti ilmiah pada usulan obat baru
yang berdasarkan evidence base medicine.

26
 Penyesuaian jadwal kegiatan dengan Tim Ahli, kadang jadwal yang
telah direncanakan berubah sehingga mempengaruhi jadwal kegiatan
lain.
 Dengan adanya kondisi penyakit yang bermacam-macam pada
jemaah haji, maka memerlukan penambahan beberapa obat baru
dalam Formularium Haji.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka disusun usulan
pemecahan masalah sebagai berikut:
 Tim sekretariat menghubungi kembali ke seluruh fasilitas kesehatan
yang menanggani kesehatan jemaah haji untuk dapat mengirimkan
usulannya ke tim sekretariat.
 Diperlukan data pendukung Bukti Ilmiah pada usulan penambahan
obat yang berdasarkan evidence base medicine.
 Diperlukan rencana kegiatan termasuk jadwal, penetapan anggota
Tim Ahli serta konfirmasi sedini mungkin agar tidak terjadi perubahan
secara mendadak.
 Diperlukan evaluasi / kajian menyesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan & teknologi baik di bidang obat, alat kesehatan dan
kedokteran serta kebutuhan medis Jemaah haji.

B. Realisasi Anggaran
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, Direktorat Pelayanan
Kefarmasian didukung oleh anggaran yang dituangkan dalam Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun 2016 dengan alokasi sebesar
Rp.27.320.638.000,- (Dua puluh tujuh milyar tiga ratus dua puluh juta enam
ratus tiga puluh delapan ribu Rupiah). Selama pelaksanaan kegiatan tahun
2016, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami beberapa kali
perubahan, baik perubahan akibat perpindahan anggaran antar Satuan Kerja
maupun akibat efisiensi/penghematan. Kemudian dalam pelaksanaan
anggaran tahun 2016, anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian mengalami
2 (dua) kali efisiensi/penghematan. Efisiensi/penghematan yang pertama
melalui Instruksi Presiden No.4 Tahun 2016, yang kemudian ditindaklanjuti
melalui Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI selaku mitra kerja
Kementerian Kesehatan dengan menyetujui pelaksanaan
efisiensi/penghematan sebesar Rp.2.676.132.000,- sehingga alokasi menjadi
Rp.24.644.506.000,- kemudian dilanjutkan dengan penambahan alokasi
melalui refocusing kegiatansebesar Rp.1.199.606.000,- sehingga alokasi
anggaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian menjadi Rp.25.844.112.000,-

27
(Dua puluh lima milyar delapan ratus empat puluh empat juta seratus dua
belas ribu Rupiah).
Sesuai dengan Instruksi Presiden No.8 Tahun 2016 tentang Langkah-
langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-
P) Tahun Anggaran 2016, anggaran Kementerian Kesehatan dilakukan
efisiensi/penghematan kembali. Direktorat Pelayanan Kefarmasian
memperoleh penghematan anggaran sebesar Rp.181.500.000,-. Efisiensi
tahap 2 ini dilakukan melalui mekanisme blokir mandiri (Self blocking) pada
DIPA Direktorat Pelayanan Kefarmasian sehingga tidak mempengaruhi jumlah
anggaran secara umum. Alokasi terakhir anggaran Direktorat Pelayanan
Kefarmasian menjadi sebesar Rp.25.662.612.000,- (Dua puluh lima milyar
enam ratus enam puluh dua juta enam ratus dua belas ribu Rupiah). Adapun
realisasi anggaran tahun 2016 adalah sebesar Rp.23.912.279.096,- (Dua
puluh tiga milyarsembilan ratus dua belas juta dua ratus tujuh puluh sembilan
ribu sembilan puluh enam Rupiah)sehingga diperoleh persentase realisasi
sebesar 92,53%. Namun apabila dibandingkan dengan alokasi anggaran
tanpa selfblocking sebesar Rp.25.844.112.000,-(Dua puluh lima milyar
delapan ratus empat puluh empat juta seratus dua belas ribu Rupiah), maka
persentase realisasi sebesar 93,18%.

C. Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
Untuk mencapai kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian diperlukan
dukungan sumber daya manusia. Keadaan pegawai negeri sipil di
lingkungan Direktorat Pelayanan Kefarmasian pada tahun 2016 berjumlah
39 orang PNS dan 11 Orang tenaga non PNS dengan rincian
sebagaimana yang diuraikan pada tabel berikut ini:
Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut jabatan
Menurut jabatan : Jumlah
a. Jabatan Struktural = 14 orang
b. Jabatan Fungsional = - orang
c. Adminkes = 18 orang
d. Bendaharawan = 1 orang
e. Perencana = 2 orang
f. Sekretaris = 1 orang
g. Pengolah data = 2 orang
h. Penata lap. keuangan = 1 orang

28
i. Tenaga pramubakti = 11 orang

Gambar 15. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Jabatan

28,57
%
71,43 %

Menurut golongan : Jumlah


a. Golongan II = 2 orang
b. Golongan III = 25 orang
c. Golongan IV = 22 orang

Gambar 16. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Golongan

5,13 %

Gol II
56,41 %
Gol III
64,10 % Gol IV

Menurut pendidikan : Jumlah


a. S2 = 33 orang
b. S1 = 3 orang
c. D3 = 2 orang
d. SMA = 1 orang

29
Gambar 17. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Pendidikan

5,13 2,56
7,69 %
%
% 84,62%
s2
s1
d3
sma

Tenaga Non PNS : Jumah


a. Apoteker = 4 orang
b. Sarjana Komputer = 1 orang
c. D3 keuangan = 2 orang
d. SMA = 3 orang

Menurut Jenis Kelamin: Jumlah


a. Pria = 17 orang
b. Wanita = 32 orang

Gambar 18. Jumlah Pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Jenis Kelamin

34,69%

Pria
Wanita

65,30
%

Menurut rentang umur: Jumlah


a. < 30 tahun = 5 orang
b. 31-40 tahun = 22 orang
c. 41-50 tahun = 6 orang
d. 51-58 tahun = 16 orang

30
Gambar 19. Jumlah pegawai Direktorat Pelayanan Kefarmasian menurut Umur

32,65 10,20
% %
<30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-58 tahun
12,25 44,89
% %

2. Sarana dan Prasarana


Laporan perkembangan Barang Milik Negara Tahun Anggaran 2016
sebagai berikut :
a. BMN Intrakomptable
 Posisi akhir (01 Januari 2016) : Rp. 3.062.622.922,-
 Penambahan : Rp. 4.167.927.208,-
 Pengurangan : Rp. 1.916.702.686,-
 Posisi akhir (31 Desember 2016) : Rp. 6.060.744.818,-
 Akumulasi penyusutan : Rp. 2.835.868.963,-
 Nilai netto : Rp. 3.224.875.855,-
b. BMN Ekstrakomptable
 Posisi awal (1 Januari 2016) : Rp. 1.640.000,-
 Penambahan : Rp. -
 Pengurangan : Rp. -
 Posisi akhir (31 Desember 2016) : Rp. 1.640.000,-
 Akumulasi penyusutan : Rp. 1.640.000,-
c. BMN Gabungan Intra dan Ekstra
 Posisi awal (1 Januari 2015) : Rp. 4.223.575.108,-
 Penambahan : Rp. 1.093.536.576,-
 Pengurangan : Rp. 719.281.667,-

31
BAB IV

PENUTUP

Pelaksanaan pengukuran kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian tahun 2016


dilakukan terhadap program kegiatan yang dilaksanakan selama tahun anggaran
2016 yang disesuaikandengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Pelayanan
Kefarmasian dan mengacu pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015 - 2019.

Berdasarkan laporan ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa Direktorat


Pelayanan Kefarmasian telah berhasil merealisasikan kegiatan yang merupakan
penjabaran dari program dan sasaran Direktorat Pelayanan Kefarmasian dalam
pelaksanaan kegiatan peningkatan pelayanan kefarmasian.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Pelayanan Kefarmasian dimanfaatkan untuk


bahan evaluasi kinerja Direktorat, penyempurnaan dokumen perencanaan,
pelaksanaan program dan kegiatan dan penyempurnaan berbagai kebijakan yang
diperlukan di masa yang akan datang.

Dalam rangka penyempurnaan Indikator Kinerja Kegiatan telah dilakukan


serangkaian pembahasan dalam proses revisi Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan 2015 – 2019 sehingga indikator sebelumnya yang terdiri dari beberapa
indikator komposit yakni “Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas”,
akan diubah menjadi “Persentase Kabupaten/Kota yang melaksanakan Penggunaan
Obat Rasional”. Perubahan ini diharapkan menjadi suatu terobosan untuk
menyempurnakan perhitungan indikator, melakukan evaluasi kinerja berikutnya
dalam mencapai target sasaran peningkatan peningkatan pelayanan kefarmasian
dan penggunaan obat rasional pada fasilitas pelayanan kesehatan.

32
Lampiran 1. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar Tahun 2015

NO PROVINSI PUSKESMAS JUMLAH %


1 ACEH 336 127 37,80
2 SUMATERA UTARA 570 85 14,91
3 SUMATERA BARAT 262 82 31,30
4 RIAU 211 50 23,70
5 JAMBI 176 174 98,86
6 SUMATERA SELATAN 320 58 18,13
7 BENGKULU 180 76 42,22
8 LAMPUNG 288 234 81,25
9 BANGKA BELITUNG 61 49 80,33
10 KEPULAUAN RIAU 73 36 49,32
11 DKI JAKARTA 340 179 52,65
12 JAWA BARAT 1050 462 44,00
13 JAWA TENGAH 875 246 28,11
14 DI YOGYAKARTA 121 58 47,93
15 JAWA TIMUR 960 285 29,69
16 BANTEN 231 40 17,32
17 BALI 120 106 88,33
18 NUSA TENGGARA BARAT 158 149 94,30
19 NUSA TENGGARA TIMUR 370 110 29,73
20 KALIMANTAN BARAT 238 44 18,49
21 KALIMANTAN TENGAH 195 38 19,49
22 KALIMANTAN SELATAN 228 167 73,25
23 KALIMANTAN TIMUR 174 112 64,37
24 KALIMANTAN UTARA 48 18 37,50
25 SULAWESI UTARA 187 128 68,45
26 SULAWESI TENGAH 184 175 95,11
27 SULAWESI SELATAN 444 243 54,73
28 SULAWESI TENGGARA 268 98 36,57
29 GORONTALO 93 84 90,32
30 SULAWESI BARAT 94 23 24,47
31 MALUKU 197 66 33,50
32 MALUKU UTARA 126 28 22,22
33 PAPUA BARAT 147 7 4,76
34 PAPUA 394 52 13,20
TOTAL 9719 3889 40,01

33
Lampiran 2. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Puskesmas yang
melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai standar Tahun 2016

NO PROVINSI PUSKESMAS JUMLAH %


1 ACEH 339 299 88,20
2 SUMATERA UTARA 571 85 14,89
3 SUMATERA BARAT 264 100 37,88
4 RIAU 212 52 24,53
5 JAMBI 176 176 100,00
6 SUMATERA SELATAN 322 58 18,01
7 BENGKULU 180 78 43,33
8 LAMPUNG 291 234 80,41
9 BANGKA BELITUNG 62 55 88,71
10 KEPULAUAN RIAU 72 36 50,00
11 DKI JAKARTA 340 179 52,65
12 JAWA BARAT 1050 501 47,71
13 JAWA TENGAH 875 283 32,34
14 DI YOGYAKARTA 121 60 49,59
15 JAWA TIMUR 960 285 29,69
16 BANTEN 233 79 33,91
17 BALI 120 120 100,00
18 NUSA TENGGARA BARAT 158 149 94,30
19 NUSA TENGGARA TIMUR 371 110 29,65
20 KALIMANTAN BARAT 238 44 18,49
21 KALIMANTAN TENGAH 195 98 50,26
22 KALIMANTAN SELATAN 230 173 75,22
23 KALIMANTAN TIMUR 174 134 77,01
24 KALIMANTAN UTARA 49 18 36,73
25 SULAWESI UTARA 187 151 80,75
26 SULAWESI TENGAH 189 185 97,88
27 SULAWESI SELATAN 448 243 54,24
28 SULAWESI TENGGARA 269 117 43,49
29 SULAWESI BARAT 94 23 24,47
30 GORONTALO 93 93 100,00
32 MALUKU 199 66 33,17
33 MALUKU UTARA 127 84 66,14
34 PAPUA BARAT 151 7 4,64
35 PAPUA 394 52 13,20
TOTAL 9754 4427 45,39

34
Lampiran 3. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional
di Puskesmas Tahun 2015

% % Skor % Skor %
Rerat Skor
Penggu Penggu % Penggu Penggu Skor %
a Item Rerata %
naan naan Penggu naan naan Penggu
Jumlah Jenis Item Penggu
Antibiot Antibiot naan Antibiot Antibiot naan
Kabupa Obat / Jenis naan
No Provinsi ik pada ik pada Injeksi ik pada ik pada Injeksi
ten/ Lemb Obat / Obat
ISPA Diare pada ISPA Diare pada
Kota *) ar Lembar Rasiona
Non- Non- Myalgia Non- Non- Myalgia
Resep Resep l *)
Pneumo spesifik *) Pneumo spesifik *)
*) *)
nia *) *) nia *) *)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 NAD
2 SUMUT
3 SUMBAR 19/19 12,40 14,61 0,13 2,57 100,00 85,39 100,00 100,00 96,3
4 RIAU
5 KEP. RIAU 7/7 24,65 17,40 2,58 2,49 75,35 82,60 80,00 100,00 84,5
6 JAMBI
7 BENGKULU 9/10
8 SUMSEL
9 BABEL
10 LAMPUNG 48,83 46,17 8,97 2,9 51,17 53,83 30,00 77,80 53,2
11 BANTEN
12 JABAR 12/27 35,75 26,48 3,64 3,61 64,25 73,52 70,00 33,30 60,3
DKI
13 JAKARTA
14 JATENG
DI
JOGJAKAR
15 TA
736,
JATIM 30/38 35,5
16 43,23 44,57 15,20 23 56,77 55,43 30,00 0,00
17 BALI 9/9 44,24 47,68 7,82 2,81 55,76 52,32 30,00 77,80 54,0
18 NTB 10/10 13,75 19,42 6,30 2,89 86,25 80,58 40,00 77,80 71,2
19 NTT
20 KALBAR
21 KALTENG
22 KALSEL 13/13 19,66 3,36 2,44 1,89 80,34 96,64 80,00 100,00 89,2
23 KALTIM
24 KALTARA
GORONTAL
2/6 49,7
25 O 44,78 36,56 2,52 4,09 55,22 63,44 80,00 0,00
26 SULUT - - - - -
27 SULBAR
28 SULSEL
29 SULTENG 12/13 62,75 58,18 11,82 37,25 41,82 30,00 0,00 27,3
30 SULTRA
31 MALUKU
32 MALUT
33 PAPUA
PAPUA
34 BARAT

Persentase
Antibiotik
66,24
pada ISPA
NP
35
Persentase
Antibiotik
68,56
pada Diare
NS
Persentase
Injeksi
57,00
pada
Myalgia
Rerata Item
Obat/Lemb 56,67
ar Resep
Persentase
Penggunaa
62,12
n Obat
Rasional

*) Berdasarkan data pada laporan triwulan Dinkes Provinsi yang dikirim ke Pusat (baru
10 Provinsi), dengan pembagi 4
Keterangan :
: Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA
A Non-pneumonia
: Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare
B Non-spesifik
: Persentase Penggunaan Injeksi pada
C Myalgia
: Rerata Item Obat per lembar
D resep
: Persentase Penggunaan
E Obat Rasional

Perhitungan diatas mengikuti ketentuan


sebagai berikut :
1. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-pneumonia di Provinsi ≤ 20 %, maka
persentase capaian indikator kinerja POR adalah 100 %
2. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik di Provinsi ≤ 8 %, maka persentase
capaian indikator kinerja POR adalah 100 %
3. Jika Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia di Provinsi ≤ 1 %, maka persentase capaian
indikator kinerja POR adalah 100 %
4. Jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi ≤ 2,6 item, maka persentase capaian
indikator kinerja POR adalah 100 %
namun jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi ≥ 4 item, maka persentase
capaian indikator kinerja POR adalah 0 %

: Persentase Penggunaan Obat


F Generik

36
Lampiran 4. Data Dukung Capaian Indikator Persentase Penggunaan Obat Rasional
di Puskesmas Tahun 2016

Skor %
% Capai
% % Skor % Skor
Rerat Pengg Skor an
Penggu Penggu % Penggu Rerat
a Item unaan % Pengg
Jumla naan naan Pengg naan a Item
Jenis Antibi Pengg unaan %
h Antibiot Antibiot unaan Antibiot Jenis
Obat / otik unaan Obat Penggunaan
No. Provinsi Kabup ik pada ik pada Injeks ik pada Obat /
Lemb pada Injeks Rasio Obat
aten/ ISPA Diare i pada Diare Lemb
ar ISPA i pada nal di Rasional **)
Kota *) Non- Non- Myalg Non- ar
Resep Non- Myalg Puske
Pneumo spesifik ia *) spesifik Resep
*) Pneu ia *) smas
nia *) *) *) *)
monia Tahun
*) 2016*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 NAD
2 SUMUT 21/33 35,34 30,81 4,49 3,00 80,83 75,21 96,47 71,43 80,98
3 SUMBAR 19/19 36,06 29,57 2,25 3,02 36,1 76,55 2,3 70,00 46,22
4 RIAU 12/12 34,11 20,02 3,00 2,41 82,36 86,93 97,98 113,57 95,21
5 KEP. RIAU 3/7 33,52 20,05 3,10 2,00 33,5 20,1 3,1 100,00 39,17
6 JAMBI 11/11 30,80 21,21 3,74 2,22 86,50 85,64 97,23 127,14 99,13
7 BENGKULU 10/10 35,01 28,01 3,75 2,29 81,24 78,25 97,22 122,14 94,71
8 SUMSEL 13/17 38,22 30,23 3,77 3,89 77,23 75,84 97,20 7,86 64,53
9 BABEL 7/7 32,47 30,33 2,40 2,90 84,41 75,73 98,59 78,57 84,32
10 LAMPUNG
11 BANTEN 37,52 28,18 2,54 3,99 78,10 78,07 98,44 0,71 63,83
12 JABAR 15/27 36,15 27,18 2,54 3,23 79,81 79,15 98,44 55,00 78,10
13 DKI JAKARTA 6/6 34,20 21,55 2,25 3,52 34,2 85,27 2,3 34,29 39,00
14 JATENG
15 DI JOGJAKARTA
16 JATIM
17 BALI 9/9 30,55 25,35 3,66 3,99 86,81 81,14 97,31 0,71 66,50
18 NTB 7/10 39,28 23,77 3,75 2,88 39,3 82,86 97,22 80,00 74,84
19 NTT
20 KALBAR 12/14 35,51 30,32 2,42 3,65 80,61 75,74 98,57 25,00 69,98
21 KALTENG
22 KALSEL 13/13 34,57 31,88 2,18 3,65 81,79 74,04 98,81 25,00 69,91
23 KALTIM 13/13 35,57 31,88 2,59 3,77 80,54 74,04 98,39 16,43 67,35
24 KALTARA 5/5 33,66 30,91 1,88 2,98 82,93 75,10 99,11 72,86 82,50
25 GORONTALO 6/6 34,99 27,88 1,12 3,59 81,26 78,39 99,88 29,29 72,20
26 SULUT
27 SULBAR
28 SULSEL
29 SULTENG 10/13 38,11 36,22 2,40 3,45 77,36 69,33 98,59 39,29 71,14
30 SULTRA 13/14 40,72 42,30 1,99 3,33 74,10 62,72 99,00 47,86 70,92
31 MALUKU 11/11 30,96 38,32 2,94 3,78 86,30 67,04 98,04 15,71 66,77
32 MALUT 6/10 40,57 42,55 4,66 3,58 74,29 62,45 96,30 30,00 65,76
33 PAPUA
34 PAPUA BARAT
35,36 29,48 2,88 3,23
Persentase
Antibiotik pada 72,71
ISPA NP

Persentase
Antibiotik pada 73,62
Diare NS

Persentase
Injeksi pada 85,02
Myalgia

37
Rerata Item
Obat/Lembar 52,86
Resep

Persentase
Penggunaan Obat 71,05 #DIV/0!
Rasional

*) Berdasarkan data pada laporan triwulan Dinkes Provinsi yang dikirim ke Pusat (baru 12 Provinsi), dengan
pembagi 4
**) Dengan pembagi 6,21

Keterangan :
: Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-
A pneumonia
B : Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik
C : Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia

D : Rerata Item Obat per lembar resep 0,70

E : Persentase Penggunaan Obat Rasional

Perhitungan diatas mengikuti ketentuan sebagai


berikut :
1. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-pneumonia di Provinsi ≤ 20 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR
adalah 100 %
2. Jika Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik di Provinsi ≤ 8 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR
adalah 100 %
3. Jika Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia di Provinsi ≤ 1 %, maka persentase capaian indikator kinerja POR
adalah 100 %
4. Jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi ≤ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja
POR adalah 100 %
namun jika Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi ≥ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja
POR adalah 0 %

38
Lampiran 5. Tabel Realisasi Anggaran Kegiatan Pendukung Indikator

N Indikator Kegiatan Pendukung Alokasi Realisasi (%)


o Kinerja Anggaran Anggaran Realisasi
1 Persentase Penyusunan Program dan Rp. 117.700.000 Rp. 117.700.000 100
Puskesmas yang Rencana Kerja Direktorat
Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Tahun 2016
Kefarmasian
Sesuai Standar
Koordinasi Lintas Sektor Rp. 656.114.000 Rp. 647.004.000 98,61
dalam Rangka Penguatan
Pelayanan Kefarmasian
Tahun 2016
Penyusunan Modul Rp. 480.000.000 Rp. 479.341.000 99,86
Pelatihan Kajian
Farmakoekonomi bagi
Apoteker

Penyusunan Kompendia Rp. 482.054.000 Rp. 481.976.000 99,98


Alkes
Penyusunan Rencana Rp. 388.520.000 Rp. 388.520.000 100
Kerja di Bidang
Farmakoekonomi
Koordinasi Lintas Sektor Rp. 67.136.000 Rp. 67.136.000 100
dalam Bidang
Farmakoekonomi
Konsultasi Teknis Rp. 1.466.777.086 Rp. 1.454.634.000 99,17
Direktorat Pelayanan
Kefarmasian
Bimbingan Teknis Rp. 515.960.000 Rp. 515.960.000 100
Pelayanan Kefarmasian di
Fasilitas Kesehatan
Dukungan Konsultasi Rp. 200.000.000 Rp. 199.306.000 99,65
dalam Penyusunan
Program Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2016
Pengembangan Rp. 470.306.000 Rp. 470.226.000 99,98
Implementasi
Farmakoekonomi di
Fasilitas Kesehatan
Peningkatan Kemampuan Rp. 200.164.000 Rp. 200.164.000 100
SDM Direktorat Pelayanan
Kefarmasian
Pelaksanaan Survailance Rp. 85.937.000 Rp. 85.937.000 100
Sertifikasi ISO 9001:2015
Peningkatan Kapasitas Rp. 455.200.000 Rp. 454.910.000 99,94
SDM Kefarmasian Farmasi
Klinik di RS
Sosialisasi Permenkes Rp. 316.990.000 184.880.000 58,32
Apotek dan Informasi
Harga Obat
Pembekalan Tenaga Rp. 897.720.000 Rp. 887.520.000 98,86
Kefarmasian di Puskesmas
dalam rangka Akreditasi
Pusekesmas
Pertemuan Penetapan Role Rp. 263.282.000 Rp. 263.282.000 100
Model dalam Pelayanan

39
Farmasi Klinik
Workshop Akreditasi RS Rp. 374.497.000 Rp. 374.497.000 100
terkait Manajemen
Pengelolaan Obat
Workshop Perencanaan Rp. 1.199.606.000 Rp. 1.198.690.000 99,92
Obat di RS dan BMHP di
RS Rujukan
2 Persentase Sosialisasi Formularium Rp. 1.516.375.627 1.509.945.000 99,58
Penggunaan Obat Nasional
Rasional di
Puskesmas
Koordinasi Lintas Sektor Rp. 109.171.000 Rp. 108.296.000 99,20
dalam Rangka Gema
Cermat
Workshop Penggunaan Rp. 885.777.000 Rp. 884.677.000 99,88
Antimikroba Bijak Untuk RS
Rujukan Regional
Kajian Pelayanan Rp. 269.720.000 Rp. 269.720.000 100
Antibiotika di Apotek
Penyebaran Informasi POR Rp. 889.861.000 Rp. 885.140.000 98,36
Melalui Media Cetak
Bimbingan Teknis Rp. 433.885.000 Rp. 433.885.000 100
Penggunaan Obat dalam
FORNAS di Fasilitas
Kesehatan
Review Obat dalam Fornas Rp. 296.223.000 Rp. 296.223.000 100
dan DOEN
Pengembangan dan Rp. 479.910.000 Rp. 459.843.000 95,82
Integrasi e-Fornas
Analisis Farmakoekonomi Rp. 763.984.000 Rp. 761.269.000 99,64
Obat dan Alkes di Faskes
Modul Pelatihan Pelayanan Rp. 302.615.000 Rp. 302.615.000 100
Kefarmasian
Penyusunan Formularium Rp. 330.403.000 Rp. 329.252.000 99,85
Haji 2016
Sosialisasi dan Bimtek Rp. 3.300.172.287 Rp. 2.070.327.726 62,73
Program dan Kebijakan Dit.
Yanfar
Koordinasi Lintas Sektor Rp. 1.507.034.000 Rp. 1.505.739.400 99,91
dalam Rangka Sosialisasi
NSPK, Program dan
Pendampingan
Peningkatan Kemampuan Rp. 199.500.000 Rp. 199.500.000 100
EBM Bagi Tenaga
Kefarmasian

40

Anda mungkin juga menyukai