Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Syamsi, 2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau
disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim
(Mochtar, 2010).
Pre-eklamsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada trimester III kehamilan. Hipertensi biasanya
timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain, Untuk menegakkan
diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg
atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai
140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik apabila tekanan
diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 100 mmHg
atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. (Wiknjosastro,
2009).

2.2 Jenis-Jenis Operasi Sectio Sesarea


1. Sectio Caesarea Transperitonealis
- Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi
memanjang pada corpus uteri. Sectio caesarea profunda:
dengan insisi pada segmen bawah uterus.
- Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum
parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum
abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan apabila:
- Sayatan memanjang (longitudinal)
- Sayatan melintang (tranversal)
- Sayatan huruf T (T Insisian)
- Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira 10cm.
3. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada

segmen bawah rahim kira-kira 10cm.

2.3 Etiologi
Faktor dari ibu dilakukannya sectio caesarea adalah plasenta
previa, panggul sempit, partus lama, distosia serviks, pre eklamsi
dan hipertensi. Sedangkan faktor dari janin adalah letak lintang dan
letak bokong.

2.4 Beberapa indikasi sectio caesarea sebagai berikut :

a. Indikasi Ibu

1) Panggul sempit

2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

3) Stenosis serviks uteri atau vagina

4) Plassenta previa

5) Disproporsi janin panggul

6) Rupture uteri

7) Partus tak maju

8) Incordinate uterine action

b. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak :

a) Letak lintang

b) Letak sungsang ( janin besar, kepala defleksi)

c) Presentasi ganda

d) Kelainan letak pada gemelli anak pertama

2) Gawat Janin

c. Indikasi Kontra(relative)

1) Infeksi intrauterine

2) Janin Mati

3) Syok/anemia berat yang belum diatasi

Kelainan kongenital berat :


1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

2.5 Manifestasi Klinis


Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang
lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum. Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
antara lain:
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan
(lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya
kurang paham prosedur
10. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

2.6 Pathway
Insufisiensi plasenta Sirkulasi uteroplasenta menurun Cemas pada janin

Tidak timbul HIS


Kadar kortisol
menurun(merupakan
metabolisme
Tidak ada perubahan
karbohidrat, protein dan
pada serviks
lemak)
Faktor predisposisi :

 Ketidak seimbangan
Kelahiran terhambat
sepalo pelvic
 Kehamilan kembar
 Distress janin
 Presentsi janin Post date
 Preeklampsi / eklampsi

SC
Persalinan tidak
normal

Kurang Nifas Estrogen


pengetahuan (post pembedahan) meningkat

Penurunan laktasi
Ansietas Resiko infeksi
Nyeri Imobilisasi

Pembendungan
Kerusakan laktasi
integritas jaringan
Deficit
perawatan diri Nyeri

Mastitis

2.7 Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).Dalam proses
operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya
informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post
operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam
proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


 Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
 Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
 Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
 Urinalisis / kultur urine
 Pemeriksaan elektrolit

2.9 Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis

Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang


arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri

c. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme


paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak , ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini leih banyak ditemukan sesudah
seksio sesaria klasik.

2.10 Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian


cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

2. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu


dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

3. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.

5. Pemberian obat-obatan
 Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap


institusi

Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan.


Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

6. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

7. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti

8. Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi,dan pernafasan.

Anda mungkin juga menyukai