Anda di halaman 1dari 5

Muhamad Alfaridhi

11171120000082
muhamad.alfaridhi3217@mhs.uinjkt.ac.id
Krisis Energi dan Pemanasan Global
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan tempat manusia tumbuh dan tinggal.
Lingkungan bahkan menjadi faktor utama bagi perkembangan manusia. Isu lingkungan mulai
bermunculan pada abad modern sekarang ini di mana industri sudah tidak bisa dipisahkan lagi dari
kehidupan dan kebutuhan manusia.Terlepas dari berbagai fenomena kerusakan lingkungan secara
alami karena bencanaalam seperti badai, gempa bumi, dan sebagainya, pengelolaan yang salah
telah menimbulkan banyak masalah lingkungan yang dampaknya akan segera dirasakan dalam
waktu yang singkat.
Salah satu fenomena kerusakan lingkungan yang menjadi ancaman globaladalah kelangkaan
energi. Tidak bisa dipungkiri, era globalisasi ditunjukan dengan perkembangan berbagai teknologi
yang mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia. Berbagai fasilitas hidup tidak dihadirkan
secara traditional lagi. Mesin-mesin sebagai bagian dari berbagai peralatan/teknologi telah
berkembang secara pesat. Dalam hal ini mesin-mesin seperti pada dunia industri/pabrik dan
kendaraan bermotor membutuhkan bahan bakar minyak ataupun gas. Era globalisasi ditunjukan
dengan pesatnya persebaran penggunaan teknologi tersebut.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan
bumi. Temperatur rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.18 °C selama seratus
tahun terakhir. Intergovernmental Panel onClimate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa,
sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20
kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Efek rumah kaca merupakan suatu kondisi terperangkapnya radiasi matahari kedalam, oleh karena
radiasi yang masuk ke dalam bumi sebagian di pantulkan kembali menuju menuju keudara. efek
rumah kaca berasal dari kerusakan lapisan ozon di atmosfir oleh karena peningkatan aktifitas zat
karbon dioksida (CO2) yang terlepas dari pabrik-pabrik, asap kendaraan, kebakaran hutan, dan
lain-lain. Gas karbon yang terlepas ke atosmfer dapat menyebabkan semakin menipisnya lapisan
hingga terjadi kebolongan di lapisan ozon, hal tersebut berdampak pada radiasi yang di lepaskan
matahari langsung terpampar ke bumi tanpa melalui lapisan ini. Kondisi ini memicu perubahan
iklim dan peningkatan suhu bumi.
Kerusakan alam ini pertama kali di kemukakan oleh Svante Arrhenius, yang mengatakan bahwa
hasil pembakaran minyak mentah dan gas alam, membebaskan karbon dioksida keudara. Menurut
teori Arrhenius, peningkatan yang cepat dalam pemakaian batu bara di Eropa selama revolusi
industry akan menaikkan konsentrasi karbon dioksida dan menyebabkan kenaikan yang berangsur-
angsur dalam temperatur global (Flavin, 1992: 53-54)
Tetapi secara keseluruhan kerusakan lapisan bumi tersebut di timbulkan oleh gas yang di keluarkan
dari pembakaran bahan bakar fosil dan menyebabkan pemanasan atmosfer bumi. Permintaan
ketersediaan energi menghasilkan lebihdari setengah dari emisi karbon global di hasilkan oleh
negara industri.
Dengan semakin meningkatnya perubahan suhu bumi memicu mencairnya es di kutub utara
maupun selatan. Menurut Richard S Williams Jr dari Vrijie Universiteit Brussel, dengan
mencairnya seluruh permukaan es di kutub utara dan selatan dapat mengakibatkan kenaikan
permukaan air laut hingga mencapai 66 meter. Beberapa kota besar di dunia yang terletak di pesisir
dan pulau-pulau kecil yang memiliki daratan rendah akan tengelam (Mansbachs dan Rafferty,
20012: 793-794). Laju kenaikan suhu bumi ini, bahkan mencapai rekor tertinggi pada 5 tahun
terakhir. Peningkatan suhu permukaan bumi telah menyebabkan pemuaian air laut dan mencairnya
salju-salju abadi yang pada gilirannya akan menyebabkan naiknya permukaan air laut khususnya
terhadap wilayah pesisir.
Berbagai kerusakan lingkungan dapat kita telusuri melalui penyebab bagaimana fenomena tersebut
dapat terjadi. Lebih jelas jika kita memilahnya kedalam dua kategori dasar penyebab kerusakan
lingkungan itu sendiri. Pertama, kerusakan lingkungan sebagai akibat dari bencana alam (disaster)
dan kedua adalah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh ulah kesalahan manusia (human
error)…(http://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2013/03/dampak-akibat-kerusakan
lingkungan.pdf diakses pada 2 Desember 2019).
Kerusakan Lingkungan oleh disaster
Bencana alam menjadi salah satu penyebab kerusakan alam dengan dampak yang ditimbulkan
beragam sesuai dengan karakteristik bencana itu sendiri. Contohnya bencana gunung meletus,
maka kerusakan lingkungan yang ditimbulkan terdekat jelas tentang terbakarnya hutan
disepanjang daerah yangdilewati lahar panas, korban penduduk baik materil maupun non meteril
yang tinggal dilereng gunung, matinya berbagai hewan penghuni hutan disekitar gunung, dan juga
kerusakan biota disepanjang aliran lahar. Selanjutnya bencana gempa bumi misalnya, kehancuran
fisik bangunan dan juga korban jiwa dapat terjadi disekitar wilayah guncangan gempa. Dan
berbagai bencana alam lain, seperti banjir, badai, angin topan, angin puting beliung, dan
sebagainya.
Kerusakan Lingkungan oleh human error
Pada bagian inilah kerusakan lingkungan memberikan dampak yang sedemikian ironisnya. Alam
ini yang selayaknya dijaga dan dilestarikan guna mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun
pada kenyataannya justru tangan-tangan manusia itu sendiri yang melakukan perusakan kepada
alam. Dari kasus illegal-logging misalnya, penebangan liar di hutan-hutan, apalagi di hutan hujan
tropis dengan tanpa adanya reboisasi, memangkas kayu tanpa tanggung jawab dan mengeruk
sebanyak mungkin keuntungan sangat merugikan bagi alam. Kerusakan hutan hujan tropis akan
mengurangi persediaan oksigen bukan hanya untuk wilayah tersebut namun juga oksigen untuk
bumi secara keseluruhan. Berkurangnya kualitas udara tentunya juga akan berakibat pada
menurunnya kualitas kesehatan manusia yang menghirupnya. Kerusakan yang terjadi di
perairan seperti pencemaran sungai dan laut, juga mengakibatkan menurunnya kualitas hidup
manusia. Akibat yang dihasilkan oleh perusakan alam ini sangat merugikan khususnya bagi
kualitas lingkungan itu sendiri.
Selain itu faktor human error lain yang sebenarnya patut diperhatikan adalah perang. Perang yang
terjadi menimbulkan banyak kerugian, terutama bagi manusia dan juga kerusakan yang timbul
terhadap lingkungan hidup. Apalagi dengan adanya penggunaan senjata yang dapat menyebabkan
kerusakan yang besar seperti senjata kimia maupun nuklir oleh negara yang sudah maju dalam
sistem persenjataannya. Selain menimbulkan korban jiwa, perang juga menimbulkan kerugian
materil serta kerusakan lingkungan hidup yang dapat menjadi punah dan tidak dapat dinikmati
oleh generasi selanjutnya. Perang dunia I (1914-1918) contohnya, menyisakan kerusakan parah
yang tersebar di Eropa, Afrika, Timur Tengah, Kepulauan Pasifik dan Cina (Martin dan Pramono,
2011: 32). Belum lagi Perang Dunia II, perang dingin, dan perang-perang yang lain yang
juga terjadi di era kontemporer ini.
Beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan yang telah disebutkan menunjukkan bahwa
masalah lingkungan global tidak hanya dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup
temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara dan lain-lain, namun juga aktifitas manusia
pun dapat mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Menurut Biswas bahwa
hubungan langsung antara kerusakan lingkungan dengan pengaruh terhadap kemanusiaan
mengarah pada penurunan kualitas dan keberlanjutan kehidupan manusia. Peningkatan jumlah
penduduk memaksa meningkatnya jumlah penggunaan energi untuk memenuhi kebutuhan
manusia sebagai contoh penggunaan minyak bumi. Meningkatnya penggunaan minyak bumi
sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbarui dapat menyebabkan krisis energi. Krisis energi
tersebut dapat mengantarkan pada konflik perebutan sumber daya yang pada akhirnya akan
mengganggu kepentingan nasional bahkan internasional. sebagaimana yang diungkapkan
Komunitas Intelijen Amerika Serikat menganggap pemanasan global sebagai ancaman keamanan
yang serius. Analis intelijen terkenal AS Thomas Fingar menyatakan bahwa banjir dan kekeringan
akan segera menyebabkan migrasi masal dan kegelisahan di banyak bagian di dunia (Warrick, J.
and Pincus, W. 10 September 2008).
Tidak hanya itu saja, dari sisi lingkungan, dan lebih spesifiknya sisi komposisi udara di atmosfir,
menunjukkan peningkatan gas karbon dioksida (CO2) yang diketahui menjadi penyebab terjadinya
efek pemanasan global (global warming).Pemanasan global ditandai dengan adanya proses
peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Menurut projek IPCC menunjukkan
suhu permukaan global akan meningkat, diperkirakan diantara tahun 1990-2100 akanterjadi
kenaikan rata-rata suhu global sekitar 1,4 sampai 5,8 derajat Celsius.
Global warming sendiri memberikan dampak yang sangat besar terhadaplingkungan dan dunia
pada umumnya. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan beberapa
dampak regional perubahan global berikut:…(http://climate.nasa.gov/effects diakses pada 2
Desember 2019 )
 Amerika Utara: Penurunan snowpack di pegunungan barat, peningkatan frekuensi,
intensitas dan durasi gelombang panas di kota-kota yang saat ini sudah mengalaminya.
 Amerika Latin: Perubahan bertahap hutan tropis menjadi padang rumput di Amazonia
timur; resiko kehilangan keanekaragaman hayati yang signifikan akibat kepunahan spesies
di daerah tropis, berkurangnya ketersediaan air untuk konsumsi manusia, pertanian dan
pembangkit energi.
 Eropa: Naiknya resiko banjir bandang dan banjir rob, peningkatan erosi akibat badai dan
naiknya permukaan laut, salju berkurang, punahnya beberapa spesies, berkurangnya
produktivitas tanaman di Eropa selatan.
 Afrika: Pada tahun 2020, antara 75 dan 250 juta orang diproyeksikan akan terkena dampak
kekurangan air, hasil dari pertanian tadah hujan berkurang hingga 50 persen di beberapa
daerah, produksi pertanian termasuk akses kemakanan mungkin akan terancam.
 Asia: Ketersediaan air tawar diproyeksikan akan berkurang di Asia Tengah,Selatan, Timur
dan Tenggara pada 2050-an, wilayah pesisir akan beresiko karena meningkatnya banjir,
angka kematian akibat penyakit yang terkait dengan banjir dan kekeringan diperkirakan
akan meningkat di beberapa daerah.
Permasalahan lingkungan memerlukan penanganan yang segera dan komprehensif agar tidak
meluas. Banyak pendekatan yang bisa digunakan dalam melihat permasalahan lingkungan ini.
Beberapa di antaranya adalah yang dikenalkan oleh kaum enviromentalis dan kaum ekologis.
Kaum enviromentalis lebih menekankan pentingnya penggunaan teknologi dalam menangani
masalah lingkungan, sementara kaum ekologis menginginkan perubahan yang mendasar dari
hubungan antara manusia dan alam (Rachmawati, 2012: 208).
Terlepas dari itu, di era kontemporer ini dalam penanganan permasalahan yang ditimbulkan dari
isu lingkungan, tercatat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh negara-negara di dunia
internasional. Upaya-upaya tersebut kebanyakan berupa konferensi yaitu pertemuan negara-
negara dari seluruh belahan dunia. Upaya dengan bentuk seperti ini dilakukan karena dampak yang
ditimbulkan dari isu lingkungan tidak hanya berbahaya dan mengancam satu atau dua negara saja,
tapi juga memberi ancaman bagi seluruh negara di dunia internasional. Konferensi yang menjadi
media negara-negara dalam mengatasi isulingkungan antara lain:
Konferensi Stockholm, Konferensi yang diselenggarakan tahun 1972 ini adalah upayadari badan
PBB yang bertajuk Conference on the Human Environment. Di dalamnya dibahas kerusakan
lingkungan hidup dan upaya-upaya pembangunan kerangka kerjayang lebih terlembaga.
Pertemuan terbesar tentang lingkungan yang pernah diadakan PBB ini melahirkan 26 prinsip yang
berhubungan dengan lingkungan dan pembangunan, serta rencana tindakan dengan 209
rekomendasi dalam enam wilayah sebagai berikut: human settlement , pengelolaan sumber daya
alam, polusi, pendidikan dan aspek lingkungan sosial, pembangunan dan lingkungan serta
organisasi internasional. Konferensi ini juga merupakan pelopor terlahirnya konferensi-konferensi
tentang lingkungan hidup yang lainnya, seperti konvensi Vienna dan Protocol Montreal.
Konferensi Rio De Janiero, Konferensi yang di gelar di Rio De Jeniero, Brazil ini menghasilkan
deklarasi dasar kehutanan dan konferensi mengenai perubahan iklim dan biodiversity. Deklarasi
ini melahirkan 27 prinsip dasar yang berkenaan dengan tanggung jawab nasional dan kerjasama
internasional untuk melindungi lingkungan, kebutuhan akan pembangunan dan pengurangan
kemiskinan, dan peran dan hak warga negara, perempuan dan anak. Konferensi ini juga
menghasilkan rumusan kerangka kerja internasional mengenai perubahan iklim atau yang biasa
dikenal dengan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Kerangka
kerja ini kemudian menjadi media negara-negara untuk melakukan negosiasi untuk membentuk
aturan yang lebih detail mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca. UNFCC kemudian pula
membagi negara-negara yang tergabung di dalamnya menjadi dua kelompok besar (Vogler, 2001:
195),Annex I Countries yang berisi negara-negara berkembang, negara-negara yang berada di
kawasan Eropa Timur dan Tengah. Negara yang tergabung dalam kelompok pertama ini diminta
untuk mengurasi emisikarbon yang dihasilkan industrinya. Kelompok kedua Annex II Countries
yaitu negara-negara maju dengan bidang industri yang maju. Negara di kelompok ini seperti
kelompok pertama dituntut untuk mengurasi emisi karbon dan ditambah dengan kewajiban untuk
membantu negara-negara berkembang mengatasi isu lingkungan ini.
Daftar Pustaka
Flavin, Christopher. 1992. “Tantangan Masalah Lingkungan Hidup” Dampak rumah kaca.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mansbach, Richard W dan Kristen L Rafferty. 2012. Pengantar Politik Global. Bandung: Penerbit
Nusa Media.
http://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2013/03/dampak-akibat-kerusakan-lingkungan.pdf
diakses pada 2 Desember 2019
Martin , Ali dan Sugiarto Pramono. 2011. Faktor-Faktor Pendorong Integrasi Regional: Studi
Perbandingan Uni Eropa dan ASEAN. SPEKTRUM: Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Unwahas. vol.8
Warrick, J. and Pincus, W. (2008, September 10). Reduced Dominance Is Predicted for U.S. The
WashingtonPost.http://www.washingtonpost.com/wpdyn/content/article/2008/09/09/AR2008090
903302.html
http://climate.nasa.gov/effects
Rachmawati, Iva. 2012. Memahami Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Aswaja Presindo.
Vogler, John. 2001. “Environment and Natural Resources”, dalam Brian White, Richard Little,
and Michael Smith (2nd eds.) Issues In World Politics. New York : PALGRAVE

Anda mungkin juga menyukai