Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

KEPERAWATAN KELUARGA
KONSEP KELUARGA DAN KELUARGA SEJAHTERA

Disusun
O
L
E
H

1. TATI MARGARETA SNR18213056


2. DIA SISKA, SNR18213059
3. SUKARTINA SNR18213061
4. BONIFASIA IDA SNR18213057
5. SUSANTI SNR18213058
6. FRANSISCO THOMAS BOYKE, SNR18213055

PROGRAM KHUSUS S1 NON REGULER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2019

BAB I

1
2

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan manusia seutuhnya dimulai sejak saat pembuahan dan
berlangsung sepanjang masa hidupnya dan tidak dapat dilepaskan dari seluruh
segi kehidupan keluarga di mana ia dibesarkan. Pembangunan masyarakat
sangat tergantung kepada kehidupan keluarga yang menjadi bagian inti dari
masyarakat itu, sehingga keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembangunan nasional serta menjadi tumpuan dalam pembangunan manusia
seutuhnya. Masalah yang kita hadapi saat ini masih banyaknya keluarga di
Indonesia ini yang berada dalam kondisi prasejahtera, adalah kewajiban kita
semua untuk meningkatkan mereka sehingga mencapai keluarga sejahtera.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut perlu dilakukan berbagai
upaya pembinaan keluarga dari berbagai aspek kehidupan termasuk segi
kesehatannya.
Perawat dengan perannya sebagai tenaga kesehatan yang profesional
mempunyai andil yang cukup besar dan sangat diharapkan dalam mewujudkan
upaya pembinaan keluarga tersebut sehingga terciptalah suatu keluarga
sejahtera yang pada akhirnya akan membentuk masyarakat dan Negara yang
sejahtera pula.

B. RUMUSAN MASALAH
Ada beberapa masalah yang dirumuskan yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan keluarga ?
2. Apa Fungsi, tugas dan tipe keluarga ?
3. Apa saja tugas perkembangan keluarga ?
4. Bagaimana Struktur Keluarga itu ?
5. Bagaimana keluarga sebagai klien ?
6. Apa yang dimaksud dengan keluarga sejahtera?
3

C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang konsep keluarga dan keluarga sejahtera.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi, fungsi, tugas dan tipe dalam konsep keluarga
b. Untuk mengetahuI tahap-tahap perkembangan keluarga
c. Untk mengetahui struktur dalam kosep keluarga
d. Untuk mengetahui bagaimana keluarga sebagai klien
e. Untuk mengetahui konsep keluarga sejahtera
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KELUARGA
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, mempunyai peran
masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
(Baylon dan Maglaya di kutip oleh Murwani Arita, 2007).
Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1992 disebutkan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, yang terdiri dari suami,
istri dan anak atau ayah, ibu, anak.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
keluarga adalah:
a. Terdiri dari atau lebih individu yang diikat oleh hubungan perkawinan.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik.
d. Mempunyai tujuan : menciptakan dan memperthankan budaya, dan.
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
(Friedman,1998 )
2. Fungsi Keluarga
Friedman, (1998) mengidentifikasikan lima fungsi dasar
keluarga, sebagai berikut:
a. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang


merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan
5

fungsi afektif tampak pada kebahagian dan kegembiraan dari seluruh


anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan
iklim yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan
melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian,
keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota
keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif. komponen afektif
adalah
1) Saling mengasuh
Cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang
dan dukungan dari anggota yang lain. Maka, kemampuan untuk
memberikan kasih sayang akan meningkat, yang pada akhirnya
tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan
intim didalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberi
hubungan dengan orang lain diluar keluaraga/masyarakat.
2) Saling menghargai
Bila anggota keluarga saling menghargai dan mengakui
keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afektif akan
tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi
Ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai
hidup baru. Ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui
proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek
kehidupan anggota keluarga. Orang tua harus mengembangkan
proses identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru
tingkah laku yang positif dari kedua orang tuanya.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir
dia akan menatap ayah, ibu, dan orang-orang yang di sekitarnya.
6

Kemudian beranjak balita dia belajar bersosialisasi dengan


lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan
penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu
dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota
keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar
displin, belajar norma-norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan
dan interaksi keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang
sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan
untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memnuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan
akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan
sekarang kita lihat dengan penghasilan yang tidak seimbang antara
suami dan istri hal ini menjadikan permasalahan yang berujung pada
perceraian.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek
asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan
masalah kesehatan.
3. Tugas Keluarga
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut: Friedman,(1998)
7

a. Mengenal masalah kesehatan.


a. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
b. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
c. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.
d. Mempertahankan pelayanan dengan menggunakan fasilitas kesehatan
masyarakat.
4. Tipe Keluarga
Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu mengetahui berbagai
tipe keluarga. Berikut ini akan disampaikan berbagai tipe keluarga:
a. Tipe Keluarga Tradisisonal
1) Keluarga Inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak (kandung atau angkat).
2) Keluarga Besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek,
keponakan, paman, bibi.
3) Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami dan istri tanpa anak.
4) “Single Parent”, yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5) “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
b. Tipe Keluarga Non Tradisional
1) “Commune family”, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian
darah hidup serumah.
2) Orang tua (suami-istri) yang tidak ada ikatan perkawinan dan
anak hidup dalam satu rumah tangga.
3) “Homoseksual”, yaitu dua individu yang sejenis (laki-laki) hidup
satu rumah tangga
8

B. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA


Tahap perkembangan keluarga dibagi sesuai dengan kurun waktu
tertentu yang dianggap stabil, misalnya keluarga dengan anak pertama
berbeda dengan keluarga dengan remaja. Menurut Rodgers Friedman,(1998)
dikutip oleh Murwani Arita ( 2007). meskipun setiap keluarga melalui
tahapan perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga
mengikuti pola yang sama.
Tiap tahap perkembangan membutuhkan tugas atau fungsi keluarga
agar dapat melalui tahap tersebut dengan sukses. Pada makalah ini akan
diuraikan perkembangan keluarga berdasarkan konsep Duvall dan Miller
Friedman, (1998)
1. Tahap 1. Pasangan Baru (Keluarga Baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki
(suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan
yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing. Karena masih
banyak kita temui keluarga baru yang tinggal dengan orang tua, maka
yang dimaksud dengan meninggalkan keluarga di sini bukanlah secara
fisik. Namun secara psikologis, keluarga tersebut sudah memiliki
pasangan baru.
Dua orang yang membentuk keluarga perlu mempersiapkan
kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran
dan fungsi sehari-hari. Masing-masing belajar hidup bersama-sama serta
beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya
kebiasaan makan, tidur, bangun pagi. Dan sebagainya. Adapun tugas
tahap perkembangan keluarga pasangan baru yaitu :
a. Membina hubungan intim yang memuaskan
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial
c. Mendiskusikan rencana anak
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga, yaitu
keluarga suami, istri serta keluarga sendiri. Masing-masing pasangan
menghadapi perpisahan dengan keluarga orang tuanya dan mulai
9

membina hubungan baru dengan keluarga dan kelompok sosial


pasangan masing- masing. Hal lain yang perlu diputuskan pada tahap
ini adalah kapan waktu yang tepat untuk mendapatkan anak dan
jumlah anak yang diharapkan.
5. Tahap II. Keluarga “Child-bearing” (Kelahiran Anak Pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan
sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama
berusia 30 bulan. Kehamilan dan kelahiran bayi perlu dipersiapkan oleh
pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.
Tahap perkembangan Keluarga “Child-bearing” (Kelahiran Anak
Pertama) :
a. Persiapan menjadi orang tua.
b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga: peran, interaksi,
hubungan seksual, dan kegiatan.
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam
keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk
memenuhi kebutuhan bayi. Sering terjadi dengan kelahiran bayi,
pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan
tertuju pada bayi. Peran utama perawat keluarga adalah mengkaji peran
orang tua, bagaimana orang tua berinteraksi dan merawat bayi serta
bagaimana bayi berespon. Perawat perlu memfasilitasi hubungan orang
tua dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara
bayi dan orang tua dapat tercapai.
6. Tahap III. Keluarga dengan Anak Prasekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama berusia 2,5 tahun
dan berakhir saat anak berusia 5 tahun.
Tahap perkembangan keluarga dengan anak prasekolah, yaitu
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat
tinggal , privasi dan rasa aman.
b. Membantu anak untuk bersosialisasi.
10

c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir sementara kebutuhan anak


yang lain juga harus terpenuhi.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar
keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap paling
repot).
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang anak).
Kehidupan keluarga pada tahap ini sibuk dan anak sangat
tergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya
sedemikian rupa sehingga kebutuhan anak, suami, istri, dan pekerjaan
(purna waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi. Orang tua menjadi arsitek
keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga
agar kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng denga cara
menguatkan hubungan kerja sama antar suami istri. Orang tua
mempunyai peran untuk menstimulasi perkembangan individual anak
khususnya kemandirian anak agar tugas perkembangan anak pada fase ini
tercapai.
7. Tahap IV. Keluarga dengan Anak Sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga
mencapai jumlah naggota keluarga maksimal, sehinga keluarga sangat
sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki aktivitas
dan minat sendiri. Demikian pula orang tua yang mempunyai aktivitas
yang berbeda dengan anak. Untuk itu keluarga perlu bekerja sama untuk
mencapai tugas perkembangan (lihat tabel 4).
Tahap perkembangan keluarga dengan anak sekolah, yaitu
a. Membantu soisalisasi anak, tetangga, sekolah, dan lingkungan
b. Mempertahankan keintiman pasangan

c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,


termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
11

Pada tahap ini orang tua perlu belajar berpisah dengan anak,
memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi baik aktivitas di
sekolah maupun luar sekolah.
8. Tahap V. Keluarga dengan Anak Remaja
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan
biasanya berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak
meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuan keluarga ini adalah melepas
anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih
besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa. Seperti pada
tahap-tahap sebelumnya, pada tahap ini keluarga memilki tugas
perkembangan yang dapat dilihat pada (tabel 5).
Tahap perkembangan Keluarga dengan Anak Remaja, yaitu
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dewasadan meningkatkan
otonominya

b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga

c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua.


Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan

d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang


keluarga
Ini merupakan tahapan yang paling sulit, karena orang tua
melepas otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab
(mempunyai otoritas terhadap dirinya sendiri yang berkaitan dengan
peran dan fungsinya). Seringkali muncul konflik antara orang tua dan
remaja karena anak menginginkan kebebasan untuk melakukan
aktivitasnya sementara orang tua mempunyai hak untuk mengontrol
aktivitas anak. Dalam hal ini orang tua perlu menciptakan komunikasi
yang terbuka, menghindari kecurigaan dan permusuhan sehingga
hubungan orang tua dan remaja tetap harmonis.
12

9. Tahap VI. Keluarga dengan Anak Dewasa (pelepasan)


Tahap ini dimulai pada saat anak yang terkhir meninggalkan
rumah dan berakhir pada saat terkhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga atau jika ada anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersam orang tua. Tujuan
utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk tetap
berperan dalam melepas anak untuk hidup sendiri.
Tahap perkembangan. Keluarga dengan Anak Dewasa, yaitu
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orang tua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa
tua
d. Membantu anak untuk mandrir di masyarakat
e. Pemantauan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
Keluarga mempersipkan anaknya yang tertua untuk membentuk
keluarga sendiri dan tetap membantu anak terkahir untuk lebih mandiri.
Pada saat semua anak meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang
dan membina hubungan suami istri seperti pada fase awal. Orang tua
akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa ‘kosong’
karena anak-anak sudah tidak tinggal serumah lagi. Untuk mengatasi
keadaan ini orang tua perlu melakukan aktivitas kerja, meningkatkan
peran sebagai pasangan, dan tetap memelihara hubungan dengan anak.
10. Tahap VII. Keluarga Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.
Pada beberapa pasangan fase ini dirasakan sulit karena masalah lanjut
usia, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.
Untuk mengatasi hal tersebut keluarga perlu melakukan tugas-tugas
perkembangan.
Tahap perkembangan keluarga usia pertengahan, yaitu
a. Mempertahankan kesehatan
13

b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya


dan anak-anak
c. Meningkatkan keakraban pasangan
Setelah semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan
berfokus untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktivitas,
pola hidup yang sehat, diet seimbang, olah raga rutin, menikmati hidup
dan pekerjaan, dan sebagainya. Pasangan juga mempertahankan
hubungan dengan teman sebaya dan keluarga anaknya dengan cara
mengadakan pertemuan keluarga antar generasi (anak dan cucu) sehingga
pasangan dapat merasakan kebahagian sebagai kakek-nenek. Hubungan
antar pasangan perlu semakin dieratkan dengan memperhatikan
ketergantungan dan kemandirian masing-masing pasangan.
11. Tahap VIII. Keluarga Usia Lanjut
Tahap terkhir perkembangan keluarga ini dimulai saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal sampai
keduanya meninggal. Proses lanjut usia dan pensiun merupakan realitas
yang tidak dapat dihindari karena berbagai stressor dan kehilangan yang
harus dialami keluarga. Stressor tersebut adalah berkurangnya
pendapatan, kehilangan berbagai hubungan sosial, kehilangan pekerjaan,
serta perasaan menurunnya produktivitas dan fungsi kesehatan. Dengan
memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase ini diharapkan orang tua
mampu beradaptasi menghadapi stressor tersebut.
Tahap perkembangan keluarga usia lanjut, yaitu
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan
fisik, dan pendapatan.
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
e. Melakukan ‘live review’.
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Lanjut usia
14

umumnya, lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada


tinggal bersama anaknya. Wanita yang tinggal dengan pasangannya
memperlihatkan adaptasi yang lebih positif dalam memasuki masa
tuanya dibandingkan wanita yang tinggal dengan sebayanya. Orang
tua juga perlu melakukan ‘life review’ dengan mengenang pengalaman
hidup dan keberhasilan di masa lalu. Hal ini berguna agar orang tua
merasakan bahwa hidupnya berkualitas dan berarti.
C. STRUKTUR KELUARGA
Menurut Friedman struktur keluarga terdiri atas:
1. Struktur Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila
dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai dan
hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin
mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan
menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan,
memberikan umpan balik, dan valid. Komunikasi dalam keluarga
dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya isu atau berita negatif,
tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat
sendiri. Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi
perasaan tidak jelas, judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai.
Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat
negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.
Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk
a. Karakteristik Pengirim:
1) Yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat.
2) Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas.
3) Selalu meminta dan menerima umpan balik.
b. Karakteristik Penerima
1) Siap mendengarkan.
2) Memberikan umpan balik.
3) Melakukan validasi.
15

12. Struktur Peran


Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang
secara relatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari
seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran
berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang membatasi apa
saja yang harus dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu agar
memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap mereka. Posisi atau
status didefinisikan sebagai letak seseorang dalam suatu sistem sosial.
Menurut Friedman (2010) peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu:
a) Peran formal keluarga
Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung dalam
struktur peran keluarga (ayah,suami dll) yang terkait dengan masing-
masing posisi keluarga formal adalah peran terkait atau sekelompok
perilaku yang kurang lebih homogen. Keluarga membagi peran
kepada anggota keluarganya dengan cara yang serupa dengan cara
masyarakat membagi perannya: berdasarkan pada seberapa
pentingnya performa peran terhadap berfungsinya sistem tersebut.
Beberapa peran membutuhkan ketrampilan atau kemampuan khusus:
peran yang lain kurang kompleks dan dapat diberikan kepada mereka
yang kurang terampil atau jumlah kekuasaannya paling sedikit.
b) Peran informal keluarga
Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak pada
permukaannya, dia diharapkan memenuhi kebutuhan emosional
anggota keluarga dan/atau memelihara keseimbangan keluarga.
Keberadaan peran informal diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
integrasi dan adaptasi dari kelompok keluarga.
13. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan dari individu untuk
mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain.
16

14. Nilai-nilai keluarga


Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara
sadar ada tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya.
Nilai keluarga juga merupakan suatau pedoaman bagi perkembangan
norma dan peraturan.
D. STRESSOR DAN KOPING KELUARGA
Stressor-stressor yang dialami oleh keluarga yang berkaitan dengan ekonomi
dan sosialnya, diantaranya:
1. Keluarga bisa memastikan lamanya dan kekuatan dari stressor-stressor
yang dialami oleh keluarga, apakah keluarga dapat mengatasi stressor dan
ketegangan sehari-hari.
2. Keluarga mampu bertindak berdasarkan penelitian yang objektif dan
realistis terhadap situasi yang mengandung stress.
3. Keluarga bereaksi terhadap situasi yang penuh dengan stress, strategi
koping yang diambil oleh keluarga, apakah anggota keluarga mempunyai
koping yang berbeda-beda, koping internal dan eksternal yang diajarkan,
apakah anggota keluarga berbeda dalam cara-cara koping, strategi koping
internal keluarga; kelompok kepercayaan keluarga, penggunaan humor,
self evaluasi, penggunaan ungkapan, pengontrolan keluarga terhadap
masalah, pemecahan masalah secara bersama, fleksibilitas peran,
normalisasi. Strategi koping eksternal, mencari informasi, memelihara
hubungan dengan komunitas, mencari dukungan sosial.
E. KONSEP KELUARGA SEJAHTERA
1. Pengertian Keluarga Sejahtera
“Kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera, aman, selamat,
dan tentram”. (Depdiknas, 2001:1011). “Keluarga Sejahtera adalah
Keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materi yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan Yang /maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi,
dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan”. (BKKBN,1994:5).
17

Keluarga sejahtera adalah dibentuk berdasarkan perkawinan yang


sah mampu memenuhikebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak,
bertakwa kepada tuhan yang maha esa,memiliki hubungan yang sama,
selaras, seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan. Kesejahteraan keluarga tidak hanya menyangkut kemakmuran
saja, melainkan juga harus secara keseluruhan sesuai dengan ketentraman
yang berarti dengan kemampuan itulah dapat menuju keselamatan dan
ketentraman hidup.
Dalam rencana pembangunan nasional memberikan petujuk bahwa
pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada terwujudnya keluarga
sebagai wahana persmian nilai-nilai luhur budaya bangsa guna
meningkatkan kesejahteraan keluarga serta membina ketahanan keluarga
agar mampu mendukung kegiatan pembangunan. UU No.10/1992 pasal 3
ayat 2 menyebutkan bahwa pembangunan keluarga sejahtera diarahkan
pada pembangunan ku kualitas keluarga yang bercirikan kemandirin,
ketahanan keluarga dan kemandirian kelauarga .
15. Tujuan Keluarga Sejahtera
Bertujuan untuk mengembangkan keluarga agar timbul rasa aman,
tentram dan harapan masa depanyang lebih baik merupakan salah satu
pembentuk ketahanan keluarga dalam membangun keluarga sejahtera.
Pelaksanaan pembangunan dalam keluarga sejahtera Dalam PP No. 21 Th
1994, pasal 2: pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan melalui
pengembangan kualitas keluarga diselenggarakan secaramenyeluruh,
terpadu oleh masyarakat dan keluarga.Tujuan :Mewujudkan keluarga kecil
bahagia, dejahtera bertakwa kepada Tuhan YangMaha Esa, produktif,
mandiri dan memiliki kemampuan untuk membangun dirisendiri dan
lingkungannya.
16. Tahapan keluarga sejahtera
Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan, berdasarkan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah
mengadakan program yang disebut dengan Pendataan Keluarga. Yang
18

mana pendataan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang dasar


kependudukan dan keluarga dalam rangka program pembangunan dan
pengentasan kemiskinan.
Adapun pentahapan keluarga sejahtera tersebut ialah sebagai
berikut:
a. Keluarga pra sejahtera
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic
need) secara minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan,
sandang, papan, kesehatan dan KB.
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga
2) Pada umunya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih
dalam sehari.
3) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah,
bekerja, sekolah atau berpergian.
4) Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa
ke sasaran kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera I
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhnan dasarnya secara
minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya
seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat
tinggal dan trasportasi. Pada keluarga sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d
e) telah terpenuhi namun kebutuhan sosial psikologi belum terpenuhi
yaitu:
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
2) Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyadiakan daging, ikan
atau telur.
3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian
baru pertahun
4) Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap
19

pengguna rumah
5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan
sehat
6) Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
7) Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis
huruf latin.
8) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
9) Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur
memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
c. Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasasrnya,
juga telah dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. Pada keluarga
sejahtera II kebutuhan fisik dan sosial psikologis telah terpenuhi (a s/d n
telah terpenuhi) namun kebutuhan pengembangan belum yaitu:
1) Mempunyai upaya untuk meningkatkan agama.
2) Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan
keluarga.
3) Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan
kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar
anggota keluarga.
4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan keluarga.
5) Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali
perbulan.
6) Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau
majalah.
7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi sesuai
kondisi daerah.
d. Keluarga Sejahtera III
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
kebutuhan sosial psikologis dan perkembangan keluarganya, tetapi
20

belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat


seperti sumbangan materi dan berperan aktif dalam kegiatan
kemasyarakatan.Pada keluarga sejahtera III kebutuhan fisik, sosial
psikologis dan pengembangan telah terpenuhi (a s/d u) telah terpenuhi)
namun kepedulian belum yaitu:
1) Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan
sumbangan bagi kegiatan sosial/masyarakat dalam bentuk material.
2) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan atau yayasan atau instansi masyarakat.
(BKKBN,1994:21-23).
3) Kesejahteraan pada hakekatnya dapat terpenuhinya kebutuhan
(pangan, sandang, dan papan) yang harus dipenuhi dengan kekayaan
atau pendapatan yang dimiliki barulah dikatakan makmur dan
sejahtera
17. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
a. Faktor intern keluarga
1) Jumlah anggota keluarga
Pada zaman seperti sekarang ini tuntutan keluarga semakin
meningkat tidak hanya cukup dengan kebutuhan primer (sandang,
pangan, papan, pendidikan, dan saran pendidikan) tetapi kebutuhan
lainya seperti hiburan, rekreasi, sarana ibadah, saran untuk
transportasi dan lingkungan yang serasi. Kebutuhan diatas akan lebih
memungkinkan dapat terpenuhi jika jumlah anggota dalam keluarga
sejumlah kecil.
2) Tempat tinggal
Suasana tempat tinggal sangat mempengaruhi kesejahteraan
keluarga. Keadaan tempat tinggal yang diatur sesuai dengan selera
keindahan penghuninya, akan lebih menimbulkan suasana yang
tenang dan mengembirakan serta menyejukan hati. Sebaliknya
tempat tinggal yang tidak teratur, tidak jarang meninbulkan
kebosanan untuk menempati. Kadang-kadang sering terjadi
21

ketegangan antara anggota keluarga yang disebabkan kekacauan


pikiran karena tidak memperoleh rasa nyaman dan tentram akibat
tidak teraturnya sasaran dan keadaan tempat tinggal.
3) Keadaan sosial ekonomi keluarga.
Untuk mendapatkan kesejahteraan kelurga alasan yang paling kuat
adalah keadaan sosial dalam keluarga. Keadaan sosial dalam
keluarga dapat dikatakan baik atau harmonis, bilamana ada
hubungan yang baik dan benar-benar didasari ketulusan hati dan rasa
kasih sayang antara anggota keluarga.manifestasi daripada hubungan
yang benar-benar didasari ketulusan hati dan rasa penuh kasih
sayang, nampak dengan adanya saling hormat, menghormati,
toleransi, bantu-membantu dan saling mempercayai.
4) Keadaan ekonomi keluarga.
Ekonomi dalam keluarga meliputi keuangan dan sumber-sumber
yang dapat meningkatkan taraf hidup anggota kelurga makin terang
pula cahaya kehidupan keluarga. Jadi semakin banyak sumber-
sumber keuangan/ pendapatan yang diterima, maka akan
meningkatkan taraf hidup keluarga. Adapun sumber-sumber
keuangan/ pendapatan dapat diperoleh dari menyewakan tanah,
pekerjaan lain diluar berdagang, dsb.
b. Faktor eksterna
Kesejahteraan keluarga perlu dipelihara dan terus dikembangan
terjadinya kegoncangan dan ketegangan jiwa diantara anggota keluarga
perlu di hindarkan, karena hal ini dapat menggagu ketentraman dan
kenyamanan kehidupan dan kesejahteraan keluarga.
Faktor yang dapat mengakibatkan kegoncangan jiwa dan ketentraman
batin anggota keluarga yang datangnya dari luar lingkungan keluarga
antara lain faktor manusia: iri hati, dan fitnah, ancaman fisik,
pelanggaran norma, faktor alam: bahaya alam, kerusuhan dan berbagai
macam virus penyakit, faktor ekonomi negara: pendapatan tiap
penduduk atau income perkapita rendah, inflasi. (BKKBN, 1994 : 18-
22

21)
18. Peran perawat dalam pembinaan keluarga sejahtera
Pembinaan keluarga terutama ditujukan pada keluarga prasejahtera dan
sejahtera tahap I. Di dalam pembinaan terhadap keluarga tersebut, perawat
mempunyai beberapa peran antara lain :
a. Pemberi informasi
Dalam hal ini perawat memberitahukan kepada keluarga tentang
segala sesuatu, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan.
b. Penyuluh
Agar keluarga yang dibinanya mengetahui lebih mendalam tentang
kesehatan dan tertarik untuk melaksanakan maka perawat harus
memberikan penyuluhan baik kepada perorangan dalam keluarga
ataupun kelompok dalam masyarakat.
c. Pendidik
Tujuan utama dari pembangunan kesehatan adalah membantu
individu, keluarga dan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat
sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Untuk
mencapai tujuan tersebut perawat harus mendidik keluarga agar
berperilaku sehat dan selalu memberikan contoh yang positif tentang
kesehatan.
d. Motivator
Apabila keluarga telah mengetahui, dan mencoba melaksanakan
perilaku positif dalam kesehatan, harus terus didorong agar konsisten
dan lebih berkembang. Dalam hal inilah perawat berperan sebagai
motivator.
e. Penghubung keluarga
Dengan sarana pelayanan kesehatan adalah wajib bagi setiap perawat
untuk memperkenalkan sarana pelayanan kesehatan kepada keluarga
khususnya untuk yang belum pernah menggunakan sarana pelayanan
kesehatan dan pada keadaan salah satu/lebih anggota keluarga perlu
dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
23

f. Penghubung keluarga dengan sektor terkait.


Adakalanya masalah kesehatan yang ditemukan bukanlah disebabkan
oleh faktor penyebab yang murni dari kesehatan tetapi disebabkan
oleh faktor lain. Dalam hal ini perawat harus menghubungi sektor
terkait.
g. Pemberi pelayanan kesehatan.
Sesuai dengan tugas perawat yaitu memberi Asuhan Keperawatan
yang profesional kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Pelayanan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental,
keterbataan pengetahuan, serta kurangnya keamanan menuju
kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
Kegiatan yang dilakukan bersifat "promotif', `preventif', "curatif' serta
"rehabilitatif' melalui proses keperawatan yaitu metodologi
pendekatan pemecahan masalah secara ilmiah dan terdiri dari
langkah-langkah sebagai subproses. Kegiatan tersebut dilaksanakan
secara profesional, artinya tindakan, pelayanan, tingkah laku serta
penampilan dilakukan secara sungguh-sungguh dan bertanggung
jawab atas pekerjaan, jabatan, bekerja keras dalam penampilan dan
mendemontrasikan "SENCE OF ETHICS ".
h. Membantu keluarga dengan mengenal kekuatan mereka dan
menggunakan kekuatan mereka untuk memenuhi kebutuhan
kesehatannya
i. Pengkaji data individu, keluarga dan masyarakat sehingga didapat data
yang akurat dan dapat dilakukan suatu intervensi yang tepat. Peran-
peran tersebut di atas dapat dilaksanakan secara terpisah atau bersama-
sama tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi.
19. Masalah dan tindak lanjut
Kenyataan, dalam melaksanakan perannya sebagai pembina keluarga
sejahtera masih banyak ditemukan hambatan/masalah antara lain :
a. Faktor Keluarga :
1) Keluarga menolak kehadiran perawat
24

2) Ketidak-percayaan masyarakat terhadap perawat


3) Adat istiadat
4) Ekonomi
5) Dan lain-lain.
b. Faktor Perawat
1) Secara kuantitas jumlah perawat masih kurang
2) Secara kualitas, belum optimal Hal ini terjadi karena "basic"
pendidikan perawat yang berbeda-beda, kemauan menambah ilmu
pengetahuan masih kurang, kepercayaan diri yang kurang.
3) Terlalu muda khususnya bagi perawat yang ada di desa (PKD)
sehingga sering diabaikan oleh masyaakat
4) Kompensasi yang berlebihan dengan rasa sesama Corps ("ESPRIT
DE CORPS") yang kurang.
5) Masih ada perawat yang bekerja di luar wewenangnya sebagai
perawat dan lain-lain.
Untuk menanggulangi masalah/hambatan di atas, khususnya ditujukan kepada
diri sendiri (perawat) antara lain :
a. Interospeksi, yaitu menilai, mengevaluasi diri sendiri, kelemahan dan
kekuatan yang dimiliki, kesempatan apa yang bisa diraih/diperoleh dan
tantangan apa yang akan dihadapi.
b. Perubahan perilaku untuk maju dan berkembang dengan kemauan yang
keras untuk menambah ilmu pengetahuan
c. Menunjukkan "eksistensi" perawat sebagai "mitra dokter" Menyadari dan
mencari upaya-upaya koordinasi dan kolaborasi Meningkatkan rasa
sesama Corps
d. Yang terpenting adalah "menghargai diri sendiri"
e. Mentaati kode etik keperawatan.
25

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada
sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar
anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui beberapa
tahapan atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapan mempunyai tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan
sukses.
Disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
B. SARAN
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang keluarga melalui
pendalaman keluarga sesuai jenjang merupakan langkah yang tepat dilakukan
guna mencapai kebutuhan kesehatan keluarga yang optimal. Upaya ini perlu
dikembangkan dan ditingkatkan, untuk itu perlu dukungan oleh pihak-pihak
yang peduli terhadap kesehatan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai