Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 21tahun di bagian Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis akhir: Tuberkulosis paru dengan efusi pleura kiri Tuberkulosis milier Anemia ringan normositik normokro ec penyakit kronis Hipoalbuminemia Pasien datang ke IGD RSUP M.Djamil padang dengan keluhan sesak nafas yang meningkat sejak 3 hari yang lalu. Sesak nafas ini sudah mulai dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Dari auto dan alo anamnesa pasien sudah mengeluhkan batuk berdahak sejak 9 bulan yang lalu, pasien sering demam terutama di malam hari dan disertai keringat yang banyak. Berat badan pasien menurun sejak 2 bulan yang lalu lebih kurang 10 kg. Dari pemeriksaan fisik diemukan gerakan dinding dada tidak simetris saat bernapas, terlihat paru kiri tertinggal dibandingkan dengan paru kanan, fremitus yang menurun pada hemithoraks kiri, dan ditemukan perkusi pekak pada hemitorak kiri mulai RIC IV ke bawah, serta suara nafas paru kiri menurun di RIC IV ke bawah. Pada paru kanan ditemukan suara nafas bronkovesikuler dan ronkhi. Dari pemeriksaan darah rutin Hb: 9,5 g/dl, Ht: 33 %, Leukosit: 4.880/mm3, Trombosit: 362.000 /mm3. Terdapat peningkatan LED: 55 mm/jam , pada hitung jenis leukosit ditemukan peningkatan jumlah neutrofil segmen sebanayak 77%. Peningkatan LED dan jumlah neutrofil segmen menunjukan adanya infeksi kronis pada pasien. Dari foto rontgen thorak tampak bercak milier tersebar di seluruh lapangan paru dan tampak perselubungan inhomogen kiri dengan meniskus sign menutupi diafragma dan kostofrenikus kiri yang menunjukan adanya efusi pleura kiri. Pasien didiagnosa kerja dengan tuberkulosis paru dengan efusi pleura kiri dan anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik. Pasien didagnosis banding dengan community aqcuired pneumonia, efusi pleura ec malignancy, efusi pleura ec postpartum, anemia ringan normositik normkrom ec AIHA. Pada pasien ini dilakukan penelusuran infeksi tuberkulosis. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 67 Tahun 2016 mengenai penanggulangan TB, alur diagnostik terduga TB paru pada orang dewasa adalah pemeriksaan klinis dan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB dan biakan. Diagnosis definitif TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit satu spesimen konfirmasi M. tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi TB atau bukti klinis sesuai TB. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan test cepat molekuler dan didapatkan hasil positif. Xpert assay dapat mengidentifikasi M. tuberculosis dan mendeteksi resistensi rifampisin dari dahak yang diperoleh dalam beberapa jam. Pada pasien ini terjadi efusi pleura. Dari pemeriksaan analisa cairan pleura didapatkan eksudat . Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Berdasarkan alur diagnostik efusi pleura eksudat, dilakukan pemeriksaan penentuan aktivitas adenosine deaminase, kadar glukosa cairan pleura, perhitungan total dan perbandingan hitung jenis sel cairan pleura, sitologi cairan pleura, dan jika terdapat tanda infeksi dilakukan biakan cairan pleura. Diagnosis pleuritis TB dapat ditegakkan menggunakan aktifitas adenosine deaminase, protein cairan pleura, laktat dehidrogenase dan komponen seluler. Pasien diduga TB pleuritis jika salah satu dari ketiga tes tersebut menunjukkan hasil positif dengan spesifisitas 100%. Diagnosis TB pleuritis ditegakkan bila ketiga pemeriksaan tersebut menunjukkan hasil positif. Kombinasi pemeriksaan antara adenosine deaminase dan laktat dehidrogenase mempunyai sensitifitas 91,4% dan spesifisitas 100%. Pada pasien ini didapatkan jumlah sel 2435/mm3, perbandingan hitung jenis MN 95%, dan protein cairan pleura 3,6 g/dl. Pasien didiagnosis akhir dengan tuberkulosis paru dengan efusi pleura kiri, TB milier, anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronis dan hipoalbuminemia. Pasien diberikan terapi OAT berdasarkan dosis berat badan yaitu Rifampisin 1 x 350 mg, Isoniazid 1 x 175 mg, Pirazinamid 1 x 1000 mg, Etambutol 1 x 675 mg, untuk mencegah neuropati perifer diberikan piridoksin 1x100mg.