Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puskesmas adalah unit pelaksana teknik dinas kesehatan Kabupaten atau Kota
yang bertanggung jawab menyelenggaraan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Keperawatan Kesehatan Komunitas (Community Health Nursing) atau
disingkat “Keperawatan Komunitas” pertama kali kenal pada 1970, merupakan
kelanjutan dari sejarah Keperawatan Kesehatan Publik (Public Health Nursing)
terutama berkembang di daratan Eropa dan Amerika. Para perawat bekerja di klinik-
klinik berbasiskan masyarakat (Communiunity-Based Clinic), yang merupakan
koordinasi dalam menangani berbagai kasus-kasus kesehatan di masyarakat dengan
melibatkan berbagai disiplin keilmuan.
Upaya peningkatan derajat kesehatan secara optimal menuntut profesi
keperawatan mengembangkan mutu pelayanan yang profesional sesuai dengan
tuntutan masyarakat di era globalisasi. Keperawatan menjadi salah satu profesi
terdepan bagi tenaga kesehatan dalam upaya menjaga mutu tempat pelayanan
kesehatan baik di masyarakat maupun Rumah Sakit dan Puskesmas. Standar asuhan
keperawatan merupakan salah satu strategi mewujudkan bentuk pertanggung jawaban
tenaga keperawatan profesional.
Walaupun Dokumentasi Asuhan Keperawatan sangat diperlukan untuk
kepentingan pasien maupun perawat akan tetapi pada kenyataannya perlengkapan
pengisian dokumen masih kurang perhatian sehingga masih banyak dokumen Asuhan
Keperawatan yang isinya masih belum lengkap. Hasil prasurvai pada bulan
Desember tahun 2018 melalui wawancara dengan salah satu perawat yang berinisial
F, masih banyak pendokumentasian asuhan keperawatan yang belum lengkap
terutama pada kolom pengkajian dan kolom tujuan khusus. Puskesmas menunjukan
beberapa masalah Pendokumentasian Asuhan Keperawatan antara lain: rendahnya
motivasi perawat dalam Dokumentasi Asuhan Keperawatan, penulisan dokumentasi
yang menyita waktu dan berfokus pada pelayanan pasien. Beberapa perawat dengan
terus terang bahwa penulisan dokumentasi yang terlalu dituntut akan berakibat
berkurangnya waktu untuk pemberian pelayanan langsung pada pasien. Penulis

1
menyimpulkan bahwa motivasi yang rendah dapat mempengaruhi pendokumentasi
keperawatan yang tidak lengkap.
Berdasarkan studi pendahuluan bulan Desember tahun 2018 pada Instalasi
Rekam Medik Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka menunjukan bahwa
dari sampel dokumen asuhan keperawatan pada pasien Rawat Inap menunjukkan hal
yang tidak lengkap terutama pada pengkajian, diagnosa, dan evaluasi. Dokumentasi
harus lengkap 100% karena hasil Dokumentasi Asuhan Keperawatan akan dievaluasi
di Dinas Kesehatan setiap Asuhan Keperawatan yang telah selesai dibina.
Dokumentasi Asuhan Keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. Di samping itu,
yang juga potensial memicu rendahnya kinerja perawat adalah motivasi para perawat.
Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsi merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat seseorang. Motivasi akan mendorong seseorang
mengembangkan kreativitas dan mengaktualkan semua kemampuan serta energi yang
dimiliki demi mencapai prestasi yang maksimal.
Faktor yang mempengaruhi dalam Dokumentasi Asuhan Keperawatan adalah
pengetahuan, usia dan motivasi. Kurang patuhnya perawat dalam pendokumentasian
Asuhan Keperawatan akan berakibat rendahnya mutu kelengkapan proses
dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Merujuk pada uraian di atas, maka penelitian ini akan berusaha mengungkap
hubungan antara motivasi perawat dengan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di
Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah “Adakah
hubungan antara Motivasi perawat dengan Dokumentasi Asuhan Keperawatan di
Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan Motivasi perawat dengan Dokumentasi Asuhan
Keperawatan di Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Di ketahuinya motivasi perawat dalam Dokumentasi Asuhan
Keperawatan di Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka tahun
2019.
b. Di ketahuinya Dokumentasi Asuhan Keperawatan oleh perawat di
Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka tahun 2019.
c. Di ketahuinya hubungan motivasi perawat dengan Dokumentasi
Asuhan Keperawatan di Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten
Majalengka tahun 2019.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan serta pengalaman dalam
merencanakan, melaksanakan kegiatan dalam pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat dan dapat meningkatkan motivasi dalam
melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan di institusi tempat
peneliti bekerja.
b. Bagi Keperawatan
Diharapkan dapat melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan
secara benar sesuai dengan pedoman.

3
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Puskesmas
Memberikan gambaran mengenai motivasi perawat dan
dokumentasi asuhan keperawatan di Puskesmas dalam asuhan
keperawatan serta mendapatkan evaluasi dalam pelaksanaan
pendokumentasian.
b. Bagi Perawat
Meningkatnya profesionalisme perawat terutama yang berkaitan
dengan tugas pokok dan fungsinya serta miningkatnya motivasi
perawat dan dokumentasi asuhan keperawatan bagi perawat pelaksana
dalam menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi
prodi mengenai hubungan antara motivasi perawat dengan
dokumentasi asuhan keperawatan dan dapat meningkatkan
dokumentasi asuhan keperawatan.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi
peneliti selanjutnya terutama yang berkaitan dengan hubungan
motivasi perawat maupun dokumentasi asuhan keperawatan di
Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka.
e. Bagi Responden
Sebagai acuan untuk melaksanakan dokumentasi asuhan
keperawatan dengan baik dan benar.

4
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten
Majalengka tahun 2019. Sasarannya adalah perawat yang ada di Puskesmas
Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka tahun 2019.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode analitik yaitu peneliti akan
mencoba menggali bagaimana motivasi bisa mempengaruhi dokumentasi Asuhan
Keperawatan. Penelitian dilakukan di Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten
Majalengka selama satu bulan yaitu pada Februari sampai dengan Maret 2019.
Populasi penelitiannya adalah perawat DTP. Puskesmas Talaga Kabupaten
Majalengka. Variabel yang akan diteliti adalah independennya motivasi perawat
tentang dokumentasi Asuhan Keperawatan dan Dependennya Dokumentasi Asuhan
Keperawatan dengan hasil untuk mengetahui hubungan motivasi perawat dengan
Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Jenis penelitian yang digunakan yaitu dengan
metode kuantitatif.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas meliputi upaya
kesehatan wajib dan usaha kesehatan pengembangan, salah satu kesehatan
pengembangan yaitu pelayanan kesehatan komunitas. Yang kegiatannya berupa
pelayanan asuhan kepeawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengangtasi masalah keperawatan kesehatan masyarakat yang
optimal. Pelayanan keperawaratan diberikan secara langsung kepada seluruh
masyarakat dalam rentang sehat-sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh
masalah kesehatan mayarakat mempengaruhi individu, keluarga , dan kelompok
maupun masyarakat. Yang kegiatannya di dokumentasikan dalam bentuk asuhan
keperawatan.
Asuhan Keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang
diberikan kepada Pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang
dimulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun
memelihara derajat kesehatan yang optimal.
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:
1. Membantu individu untuk mandiri
2. Mengajak individu atau masyarakat berpatisipasi dalam bidang kesehatan
3. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara
kesehatan secara optimol agar tidak tergantung kepada orang lain dalam
memelihara kesehatannya.
4. Membantu individu memperoleh derajat kasehatan yang optimal.

Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang. Sedangkan
dokumentasi keperawatan yaitu rangkaian kegiatan proses keperawatan yang sangat
penting dan tidak boleh ditinggalkan adalah penulisan dokumentasi sebagai
pertanggung jawaban perawat terhadap kinerja profesional yang dilaksanakan.

6
Model pendokumentasian menurut Fischbach terdapat tiga komponen, yaitu:
kemampuan komunikasi, kemampuan pendokumentasian proses keperawatan, dan
standar dokumentasi, dimana ketiga komponen ini saling berhubungan, saling
ketergantungan, dan bersifat dinamis.

Fungsi utama dokumentasi adalah sebagai upaya untuk melindungi klien terhadap
kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan
perawat dalam melaksanaan tugasnya, maka perawat diharuskan mencatat segala
tindakan yang dilakukan terhadap klien. Hal ini penting berkaitan dengan antisipasi
ketidak puasan klien terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya dengan aspek
hukum yang dijadikan settle concern, artinya dokumentasi dapat digunakan untuk
menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum.

Tahap-tahap dokumentasi asuhan keperawatan meliputi: pengkajian, diagnosa


keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan,dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap
pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat,
lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam
merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang telah ditentukan
dalam standar praktik keperawatan.
Tujuan dari pengkajian adalah untuk mengumpulkan, mengorganisir, dan
memcatat data yang telah menjelaskan respon manusia yang mempengaruhi
pola – pola kesehatan klien.
Data fokus keperawatan adalah keperawatan adalah data tentang
perubahan – perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal – hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan kepada
klien. Pengkajian fokus keperawatan adalah suatu pemilihan data spesifik yang
ditentukan oleh perawat, klien dan keluarga berdasarkan keadaan klien.

7
a. Pengumpulan Data
1) Tipe Data
a) Data Subyktif
Adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Data subyektif adalah informasi
yang disampaikan klien kepada perawat selama pengkajian
keperawatan. Data subyektif didapat dari riwayat kesehatan termasuk
persepsi klien, perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Misalnya
adanya keluhan pusing, mual, nyeri dll.
b) Data Obyektif
Data Obyektif didasarkan pada fenomena yang dapat diamati dan
dipertunjukan secara faktual. Data Obyektif adalah data yang didapat
dari observasi dan pengukuran. Informasi tersebut biasanya diperoleh
melalui “Senses”: 2S (Sight, Smell) dan HT (Hearing, touch, taste)
selama pemeriksaan fisik. Data Obyektif disebut juga sebagai tanda.
2) Karakteristik Data
a) Lengkap
Karena seluruh data digunakan untuk mengidentifikasi masalah
keperawatan klien. Data yang terkumpul harus lengkap guna
membantu mengatasi masalah klien yang adekuat.
b) Akurat dan nyata
Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasi data
seorang perawat perlu melakukan validasi dan mengkonsultasikan
dengan perawat yang lebih mengerti atau senior
c) Relevan
Mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah klien yang
merupakan data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan
situasi khusus.
3) Sumber Data
a) Klien
b) Orang terdekat
c) Catatan klien

8
d) Riwayat penyakit
e) Konsultasi
f) Hasil pemeriksaan diagnostik
g) Catatan medis dan anggota tim medis kesehatan lainnya
h) Perawat lainnya
i) Kepustakaan
4) Metode Pengumpulan Data
a) Komunikasi yang efektif
Teknik komunikasi terapeutik merupakan suatu teknik dimana
usaha mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan
perasaan, yang mencakup ketrampilan verbal dan non verbal, empati
dan rasa peduli yang tinggi. Motode pengumpulan data dengan
komunikasi adalah dengan melakukan wawancara sesuai dengan
tahap-tahap proses wawancara yang tepat.
b) Observasi
Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk
memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien.
Kegiatan obserasi meliputi:
Sight : Kelainan fisik, perdarahan, terbakar, menangis, dst.
Smell : Alkohol, darah, feces, medicine, urine, dst.
Hearing : Tekanan darah, batuk, menangis, expresi nyeri, dst.
c) Pemeriksaan Fisik
Fokus pengkajian fisik yang dilakukan perawat adalah pada
kemampuan fungsional klien. Pengkajian fisik untuk memperoleh
data obyektif, sebaiknya dilakukan dengan wawancara. Tujuan
pengkajian fisik di dalam keperawatan adalah untuk menentukan
status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehatan dan
mengambil data dasar untuk menentukan recana tindakan perawatan.

9
Bagan 1. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik

Pengkajian

Wawancara TesDiagnostik
Pemeriksaan
Fisik (Lab.Foto,dll)

Data IPPA
Subyektif Data
Head to Toe
Obyektif
ROS

Pengelompokan
Data

Metode atau teknik P.E (Physical Examination)


Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik IPPA (Inspeksi, Palpasi,
Perkusi, Auskultasi).
(1) Inspeksi : Inspeksi adalah suatu proses observasi yang
dilaksanakan yang dilakukan secara sistematik.
(2) Palpasi : Palpasi adalah proses memeriksa dengan menggunakan
tangan atau jari tangan pada permukaan eksternal tubuh untuk
mendeteksi adanya bukti abnormalitas pada berbagai organ.
(3) Perkusi : Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan jalan
mengetuk untuk membandingkan kiri dan kanan pada setiap
daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara
(4) Auskultasi : Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan
menggunakan stetoskop.

10
2. Diagnosa Keperawatan
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan
klinik tentang respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah
kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.

Tabel 1. Perbedaan Diagnosa Keperawatan Dan


Diagnosa Medis

Diagnosa Medis Diagnosa Keperawatan


Fokus: Faktor-faktor pengobatan Fokus: Reaksi atau respon klien
penyakit terhadap tindakan keperawatan dan
tindakan medis/lainnya
Orientasi : Keadaan patologis Orientasi : Kebutuhan dasar
individu
Cenderung tetap, mulai sakit Berubah sesuai dengan perubahan
sampai sembuh respon klien
Mengarah pada tindakan medis Mengarah pada fungsi dalam
yang sebagian dilimpahkan kepada melaksanakan tindakan dan
perawat evaluasi

Tujuan Diagnosa Keperawatan untuk mengidentifikasi :

a. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
b. Faktor – faktor yang menunjang atau yang meyebabkan sesuatu masalah atau
(Etiologies).
c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.

11
Langkah – langkah menentukan diagnosa keperawatan :
a. Klasifikasi Data
Pengelompokan data didasarkan atas kriteria permasalahan kesehatannya.
Setelah data dikelompokan maka perawat dapat mengidentifikasikan masalah
keperawatan klien dan merumuskannya.
b. Interpretasi Data
1) Menentukan kelebihan klien
2) Menentukan masalah klien
3) Menentukan masalah klien yang pernah dialami
4) Penentuan keputusan
a) Tidak ada masalah tetapi perlu peningkatan status dan fungsi
(Kesejahteraan).
Tidak ada indikasi respon keperawatan, meningkatkan status
kesehatan dan kebiasaan, adanya inisiatif promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesehatan yang optimal.
b) Masalah yang mungkin.
Pola mengumpulkan data yang lengkap untuk memastikan ada
atau tidak adanya masalah yang diduga.
c) Masalah aktual atau resiko atau sindrom
Tidak mampu merawat karena klien menolak masalah dan
pengobatan, Mulai desain perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk
mencegah, menurunkan, atau menyelesaikan masalah.
d) Masalah kolaboratif
Masalah kolaboratif adalah komplikasi fisiologi yang diakibatkan
dari patofisiologi yang diakibatkan dari patofisiologi, berhubungan
dengan pengobatan, dan situasi yang lain. Tugas perawat adalah
memonitor untuk mendeteksi status klien dan kolaboratif dengan tenaga
medis guna pengobatan yang tepat.
Konsultasi dengan tenaga kesehatan propesional yang kompeten
dan bekerja secara kolaboratif pada masalah berikut.

12
c. Validasi Data
Begitu diagnosa keperawatan disusun, maka harus dilakukan validasi
secara akurat yang dilakukan bersama klien keluaga dan atau masyarakat.
d. Merumuskan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Carpenico: 2000 dapat dibedakan menjadi 5
kategori:
1) Aktual
Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
Syarat: menegakkan diagnosa keperawatan actual harus ada unsur PES.
Symptom (S) harus memenuhi kriteria mayor (80% - 100%) dan sebagai
kriteria minor dari pedoman diagnosa NANDA.
2) Menjelaskan masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan
intervensi (Kaliat, 1999).
Syarat: menegakkan resiko diagnosa keperawatan adanya unsur PE problem
dan etiologi).Penggunaan istilah “ resiko atau resiko tinggi “ tergantung dari
tingkat Keparahan atau kerentanan terhadap masalah.
3) Kemungkinan
Menjelaskan bahwa perlu danya data tambahan untuk memastikan
masalah keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor
pemdukung belum ada tapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan
masalah (Keliat, 1990).
Syarat: Menegakkan diagnosa keperawatan adanya unsur respon
(problem) dan faktor yang mungkin dapat menimbulkan masalah tetapi
belum ada.
4) Diagnosa keperawatan “wellness”
Diagnosa wellness (sejahtera) adalah keputusan klinik tentang keadaan
individu, keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera
yang lebih tinggi.

13
Ada 2 kunci yang harus ada:
a) Sesuatu yang menyenangkan pada tingkat kesejahteraan yang lebih
b) Adanya status dan fungsi yang efektif
5) Diagnosa keperawatan “syndrome”
Adalah diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa keperawatan actual
dan resiko tinggi yang diperkirakan akan muncul atau timbul karena suatu
kejadian atau situasi tertentu.
3. Perencanaan
Menurut Carpenito (2000), rencana tindakan adalah rencana yang disusun
oleh perawat untuk kepentingan keperawatan bagi perawat yang menuliskan dan
perawat lainnya. Rencana tindakan pelimpahan (delegasi) adalah rencana yang
disusun oleh dokter untuk dilaksanakan oleh perawat. “Program atau perintah
dokter adalah bukan perintah untuk perawat, tetapi perintah ditujukan kepada
klien yang tindakannya dilaksanakan oleh perawat.” Rencana tindakan medis
biasanya difokuskan pada kegiatan yang berhubungan dengan diagnostik dan
pengobatan berdasarkan kondisi klien. Tindakan tersebut didelegasikan kepada
perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Tindakan medis sering meliputi
pengobatan, uji diagnostik, diet dan pemberian obat.
Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada kegiatan yang
berhubungan dengan promosi, mempertahankan atau menjaga kesehatan klien.
Rencana tindakan tersebut bisa dikategorikan menjadi 3 yaitu, dependen,
interdependen dan independen.
4. Pelaksanaan (Implementasi)
Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional. Pemenuhan kebutuhan fisik dan emosional adalah variasi, tergantung
individu dan masalah yang spesifik.
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung
jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar praktek
keperawatan.

14
a. Independen
Tindakan keperawatan independent adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga
kesehatan lainnya. Tipe dari aktivitas yang dilaksanakan perawat secara
independent didefinisikan berdasarkan diagnosa keperawatan. Tindakan
tersebut merupakan suatu kondisi dimana perawat mempunyai kewenangan
untuk melakukan tindakan keperawatan secara mandiri berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya.
Lingkup tindakan independen perawat meliputi:
1) Mengkaji terhadap klien dan keluarganya melalui riwayat keperawatan
dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan pasien.
2) Merumuskan diagnosa keperawatan untuk mempertahankan atau
memulihkan kesehatan
3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau
memulihkan kesehatan
4) Melaksanakan rencana pengukuran untuk memotivasi, menunjukkan,
mendukung dan mengajarkan kepada klien atau keluarga
5) Merujuk kepada tenaga kesehatan lain jika ada indikasi dan diijinkan oleh
tenaga keperawatan lain
6) Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan dan medis
7) Partisipasi dengan consumers atau tenaga kesehatan lain dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Tipe tindakan independent keperawatan dapat dikategorikan menjadi 4 :
a) Tindakan diagnostik, meliputi:
(1) Wawancara dengan klien untuk mendapatkan data subyektif,
keluhan klien, persepsi klien tentang penyakitnya, dan riwayat
penyakit klien.
(2) Observasi dan pemeriksaan fisik, tindakan untuk mendapatkan
data-data obyektif yang meliputi: observasi tanda-tanda vital,
pemeriksaan fisik berdasarkan pendekatan sistem atau head-to-toe
melalui pemeriksaan IPPA.

15
(3) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb) dan
membaca hasil dari pemeriksaan laboratorium, rontgent dan
pemeriksaan diagnostik lainnya.
b) Tindakan terapeutik
Tindakan yang ditujukan mengurangi, mencegah, dan mengatasi
masalah klien. Misalnya pada klien dengan stroke yang tidak sadar
dengan paralise maka tindakan terapeutik yang dilakukan perawat
dalam mencegah terjadinya gangguan integritas kulit adalah dengan
melakukan mobilisasi dan memberikan bantal air pada bagian tubuh
yang tertekan dan atau yang paralise.
c) Tindakan edukatif (mengajarkan)
`Tipe tindakan ini ditujukan untuk merubah prilaku klien melalui
promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien. Misalnya
perawat mengajarkan kepada klien Diabetes Mellitus tentang cara
melakukan aktivitas yang sesuai, cara pemberian insulin dan
mengenali tanda-tanda terjadinya hipoglikemi serta cara
mengatasinya.
d) Tindakan merujuk
Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam
mengambil suatu keputusan klinis tentang keadaan klien dan
kemampuan untuk melakukan kerjasama dengan tim kesehatan
lainnya. Misalnya klien pasca trauma kepala ditemukan adanya tanda-
tanda tekanan intracranial yang meningkat, maka perawat harus
mengkonsultasikan atau merujuk klien pada dokter ahli saraf untuk
mendapatkan penanganan yang tepat dalam mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih parah.
b. Interdependen
Interdependent tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan
yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya
tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
Misalnya klien dengan kehamilan dan DM, perawat dan tenaga gizi
kolaborasi untuk menentukan kebutuhan nutrisi bagi ibu dan bayi, ahli gizi

16
menentukan rencana nutrisi dan pengajaran, sedangkan perawat mengajarkan
manfaat gizi dan memonitor kemampuan klien untuk menghabiskan porsi
makanan yang diberikan.
c. Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan
medis dilaksanakan. Contoh tindakan dependen: Perawat menemukan pada
pasien anak dengan suhu sangat tinggi. Pada kasus tersebut perawat tidak
mempunyai kewenangan untuk memberikan obat antipiretik dan memberikan
cairan perinfus, akan tetapi perawat mempunyai tugas limpah untuk
memasukan obat dan memberikan cairan melalui intravena.
5. Evaluasi
Menurut Griffith & Cristensen (1986) evaluasi sebagian direncanakan,
dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien. Dengan mengukur
perkembangan klien dalam mencapai status tujuan, maka perawat bisa
menentukan efektifitas tindakan keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (Klien tidak mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (Klien mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (Klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan).
Proses evaluasi keperawatan terdiri dari 2 tahap :
a. Mengukur pencapaian tujuan klien.
b. Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
Dalam evaluasi untuk mengukur pencapaian tujuan klien, perawat
menggunakan ketrampilan pengkajian untuk mendapatkan data yang akan
digunakan dalam evaluasi. Faktor yang dievaluasi mengenai status kesehatan

17
klien yang terdiri dari beberapa komponen meliputi: KAPP (Kognitif, Afektif,
Psikomotor, Perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik).
1) Kognitif (Pengetahuan)
Mengidentifikasi pengetahuan spesifik setelah klien diajarkan
tentang teknik tertentu. Lingkup evaluasi kognitif meliputi pengetahuan
klien terhadap penyakitnya, mengontrol gejala-gejala, pengobatan, diet,
aktivitas, persediaan alat, resiko komplikasi, gejala yang harus dilaporkan,
pencegahan, pengukuran dan lain-lain. Untuk menentukan apakah
informasi yang disampaikan bisa dimengerti, klien diminta untuk
menyebutkan, mendefinisikan, menjelaskan, menyatakan, menunjukan
pemahamannya.
2) Affektif (status emosional)
Affektif klien cenderung ke penilaian subyektif dan sulit diukur,
bertujuan untuk mengetahui bagaimana respon klien dan keluarga
terhadap stress yang dihadapi. Hasil respon emosi ditulis dalam bentuk
prilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap status emosional
klien.
3) Psikomotor
Dengan melihat apa yang dilakukan klien sesuai dengan yang
diharapkan adalah suatu cara yang terbaik untuk mengevaluasi psikomotor
klien. Kriteria hasil yang diharapkan untuk mengidentifikasi apa yang
seharusnya bisa dilaksanakan oleh klien sebagai hasil dari rencana
pengajaran. Misalnya: injeksi insulin, pindah ke kursi sendiri, dan lain-
lain.
4) Perubahan fungsi tubuh dan gejala
Evaluasi gejala yang spesifik digunakan untuk menentukan
penurunan atau peningkatan gejala yang mempengaruhi status kesehatan
klien. Kategori ini meliputi sejumlah manifestasi yang dapat diobservasi.
Misalnya evaluasi adanya bunyi nafas: wheezing, pola eliminasi, pola
makan.

18
B. Teori Motivasi
Motivasi berasal dari kata dasar “motivi” yang berarti dorongan atau kekuatan
yang terdapat dalam diri organisme yang menyebabkan organisme itu bertindak atau
berbuat. Haynes dan Massie sebagaimana dikutip Manulang mengatakan bahwa:
Motivie as something within the individual which incities him to action” . Hampir
senada dengan pengertian ini The Liang Gie berpendapat bahwa motive atau
dorongan batin adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan
sesuatu atau bekerja.
Apabila dilihat dari arti katanya, Motivasi atau motivasion berarti pemberian
motif, penimbulan motif atau yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang
menimbulkan dorongan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai faktor yang
mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Carl Heyell dalam
Encyclodepia Management mengemukaan bahwa:” Motivation refers to the degree
or readyness of an organism to fursue some designated goal and implier the
determination of the nature and locus of the forces inducing the degree of readyness”.
Pengertian lain mengenai motivasi diungkap oleh James P. Chaplin. Sebagaimana
dikutip oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Chaplin mendefinisikan motivasi
sebagai satu variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor
tertentu di dalam organisme, yang mengakibatkan, mengelola, mempertahankan dan
menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa motivasi bersifat
abstrak, yaitu tidak terlihat secara kasat mata, sehingga hanya dapat diketahui atau
diprekdisikan melalui tingkah laku atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Motivasi tersebut timbul karena adanya dorongan untuk mencapai atau mewujudkan
sasaran-sasaran tertentu yang telah ditetapkan.
Pada prinsipnya, motivasi dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1. Motivasi berdasarkan kebutuhan. Motivasi yang timbul berdasarkan kebutuhan
masih dibedakan lagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Motif atau kebutuhan organisme untuk makan, minum, bernafas, seksual
berbuat dan beristirahat. Motif organisme merupakan representasi dari
kebutuhan biologis manusia sebagai makhluk hidup.

19
b. Motif darurat yang mencakup dorongan untuk menyelamatkan diri,
membalas, berusaha memburu dan mencari sesuatu. Motif ini dapat timbul
karena adanya tantangan dari luar, yaitu untuk menghadapi dunia luar, baik
sosial maupun non sosial.
c. Motif obyektif, yang meliputi kebutuhan untuk melakukan eksplorasi,
manipulasi untuk mengembangkan hasrat dan minat. Motif obyektif
mencakup minat, hasrat dan keinginan individu.

2. Motivasi berdasarkan terbentuknya. Jenis motif ini didasarkan pada terbantuknya


motif-motif yakni terdiri atas motif bawaan dan motif yang dipelajari. Motif
bawaan telah ada sejak lahir dan tidak perlu dipelajari, misalnya: makan, minum,
dan seksual. Sedang motif yang dipelajari timbul karena proses belajar, motif
bekerja, motif mencari kedudukan atau jabatan dan seterusnya.
3. Motivasi berdasar sifatnya. Merujuk pada sifatnya, motivasi dapat dibedakan
dalam dua bentuk, yaitu: Motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
instrinsik merupakan motivasi yang bersumber dari diri sendiri, tanpa ada
pengaruh dari luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
disebabkan karena adanya pengaruh dari faktor-faktor luar. Motivasi intrinsik
lebih kuat dibandingkan dengan motivasi ektrinsik. Herzberg memandang bahwa
kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivasi instrinsik dan ketidakpuasan
kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik.
Faktor ekstrinsik meliputi :
a. Upah,
b. Kondisi kerja,
c. Keamanan kerja,
d. Status,
e. Prosedur perusahaan,
f. Mutu penyeliaan,
g. Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan dan bawahan.

20
Faktor instrinsik meliputi :
a. Pencapaian prestasi,
b. Pengakuan,
c. Tanggung jawab,
d. Kemajuan,
e. Pekerjaan itu sendiri,
f. Kemungkinan berkembang.

Adanya motivasi memiliki fungsi atau manfaat yang sangat berarti.


Hamalik menyebutkan bahwa sedikitnya motivasi memiliki tiga fungsi, yaitu:
a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan
timbul suatu perbuatan misalnya belajar.
b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
c. Sebagai penggerak, artinya menggerakan tingkah laku seseorang. Besar
kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Dalam perkembangannya, sampai saat ini banyak bermunculan teori-teori


motivasi. Contoh adalah teori hirarki kebutuhan dari Abraham H. Maslow,
teori motivasi berprestasi dari david McClelland dan teori motivasi yang
dikemukakan oleh ahlinya. Namun demikian, teori-teori motivasi tersebut
bisa disederhanakan menjadi dua kategori,yakni: Teori kepuasan (contents
theory) dan teori proses (process theory).
1) Teori kepuasan
Pendekatan teori kepuasan adalah kebutuhan dan kepuasan
individu yang menyebabkan individu bertindak dan berprilaku dengan
cara-cara tertentu. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan: kebutuhan
apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat kerja
seseorang. Teori motivasi yang termasuk dalam teori kepuasan adalah
teori motivasi dari Maslow dan David McClelland.

21
a) Teori motivasi Abraham Maslow
Abraham Maslow, tokoh motivasi dan psikologi humanistik,
mengatakan bahwa kebutuhan manusia secara hirarkhis terdiri dan
terbangun dalam lima hirarkhi kebutuhan dasar (basic needs), yaitu:
(1) Kebutuhan fisiologis (sandang, pangan, tempat tinggal, seks)
(2) Kebutuhan rasa aman (bebas dari bahaya, memperoleh
perlindungan)
(3) Kebutuhan kasih sayang (perhatian, cinta)
(4) Kebutuhan dihargai dan dihormati (kuasa)
(5) Kebutuhan aktualisasi diri (pengakuan diri)
b) Teori motivasi David McClelland
Richard M. Steers, dengan mengutip teori motivasi McClelland
mengemukakan tiga motivasi dasar seseorang,yaitu:
(1) Kebutuhan berprestasi (need for achievement)
Kebutuhan akan berprestasi merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat seseorang. Karena kebutuhan akan
prestasi akan mendorong seseorang mengembangkan kreativitas
dan mengaktualkan semua kemampuan serta energi yang
dimilikinya demi mencapai prestasi yang maksimal. Orang akan
antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk hal
itu diberikan kesempatan. Seseorang menyadari bahwa dengan
mencapai prestasi yang tinggi akan memperoleh reward yang
besar.
(2) Kebutuhan akan afiliasi (need for afiliation)
Kebutuhan akan afiliasi ini menjadi daya penggerak yang
akan memotivasi semangat seseorang, karena kebutuhan afiliasi
merangsang gairah seseorang untuk berkembang dengan motif
orang akan cenderung mempunyai keinginan diterima, dihormati,
dan merasa dirinya penting dihadapan orang lain. Lebih dari itu,
orang juga mempunyai dorongan ikut serta dalam tugas bersama
dengan motif pencapaian keinginan-keinginan tersebut.

22
(3) Kebutuhan akan kekuasaan (need for power)
Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat seseorang, karena manusia umumnya
cenderung ingin lebih berkuasa dibandingkan manusia yang lain.
Keinginan ini dalam praktek kehidupan sehari-hari dapat
menimbulkan persaingan, sehingga menimbulkan individu untuk
berkompetisi.
2) Teori Proses
Teori ini pada dasarnya ditujukan untuk pertanyaan: bagaimana
menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku
individu, agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan organisasi.
Bila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab
akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan
diperolehnya jika bekerja dengan baik saat ini, maka hasilnya akan
diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang akan dicapai tercermin
dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan. Yang termasuk
kedalam teori motivasi proses adalah:
a) Teori harapan (expectancy theory) V.H Vroom
Teori motivasi yang dikemukakan Vroom pada dasarnya adalah
motivasi dalam diri manusia yang ditentukan oleh adanya tiga faktor.
(1) Pencapaian tujuan dan penghargaan atas pencapaian tujuan
tersebut haruslah bersifat individual. Inilah yang diistilahkan
Vroom sebagai valency of the outcome.
(2) Harus terdapat jaminan bahwa setiap peristiwa yang dilalui oleh
seorang individu dalam organisasi diwadahi kedalam suatu
instrumen untuk mencapai valency of the outcome. Disini kata
Vroom, dibutuhkan apa yang disebut “Instrumentalitas”.
(3) Adanya keyakinan setiap individu bahwa upaya partikular macam
apapun memperoleh perhatian yang seksama dari instrumentalitas
itu. Kenyataan inilah yang oleh Vroom diistilahkan sebagai
ecpectancy.

23
Teori Vroom memperlihatkan bahwa induvidu-individu
akan termotivasi jika mereka dapat melihat hubungan secara
langsung antara upaya-upaya yang ia lakukan dengan kinerja yang
ia capai, dimana kinerja itu notabene merupakan outcome dari
tingginya nilai kerja yang diperoleh secara individual. Motivasi
dapat dijalankan manakala manajemen mempersambungkan
secara sungguh-sungguh expectancy, instrumentality untuk
semata-mata mencapai outcome, maka dengan sendirinya sudah
tidak ada kejelasan diantara ketiga faktor itu. Konsekuensinya,
motivasi akan sulit dijalankan apalagi di kembangkan.

b) Teori Pengukuhan Gary Dessler


Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku
dengan pemberian kompensasi, misalnya promosi tergantung pada
prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan
tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang
mengikuti perilaku itu. Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis, yaitu:
(1) Pengukuhan positif (positif reinforment), yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku terjadi apabila pengukuhan positif diterapkan
secara bersyarat.
(2) Pengukuhan negatif (negatif reinforment), yaitu bertambahnya
frekuensi perilaku terjadi apabila pengukuhan negatif dihilangkan
secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan adalah selalu berhubungan dengan
bertambahnya frekuensi dari tanggapan apabila diikuti oleh suatu
stimulus yang bersyarat.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa motivasi pada hakekatnya merupakan
dorongan, keinginan, kehendak seseorang yang tumbuh baik yang disebabkan oleh
adanya faktor ekstenal maupun faktor internal dalam rangka mencapai maksud-
maksud tertentu.

24
Apabila mengacu pada pengertian ini, maka motivasi berprestasi dapat
didefinisikan sebagai dorongan, kehendak atau keinginan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mewujudkan prestasi-prestasi tertentu. McClelland menemukan
bahwa mereka yang memiliki dorongan prestasi yang tinggi berbeda dari orang lain.
Mereka memiliki keinginan yang kuat untuk melakukan hal-hal yang lebih baik.
Mereka mencari kesempatan-kesempatan dimana mereka memiliki tanggung jawab
pribadi dalam menemukan jawaban dari masalah-masalah. Mereka yang memiliki
kebutuhan berprestasi lebih tinggi lebih menyukai pekerjaan dimana mereka memiliki
tanggung jawab pribadi, akan memperoleh balikan dan tugas-tugas pekerjaannya
memiliki resiko yang sedang (moderate).

Menurut McClelland, ada enam aspek yang terkandung dalam motivasi


berprestasi. Keenam aspek dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tanggung Jawab
Pada individu yang mempunyai motivasi yang tinggi akan merasa dirinya
bertanggung jawab terhadap tugas yang dikerjakan, dan ia akan berusaha sampai
berhasil menyelesaikannya. Sedangkan pada individu yang mempunyai motivasi
rendah, mempunyai tanggung jawab yang kurang terhadap tugas yang diberikan
kepadanya, dan bila ia mengalami kesukaran dalam menjalankan tugasnya ia
cenderung akan menyalahkan hal-hal lain diluar dirinya sendiri.
2. Memepertimbangkan resiko
Pada individu yang mempunyai motivasi yang tinggi akan
mempertimbangkan terlebih dahulu akan resiko yang dihadapinya sebelum
memulai suatu kesukaran yang sedang menantang, namun memungkinkan bagi
dia untuk menyelesaikannya. Sedangkan pada individu yang mempunyai motivasi
yang rendah justru menyukai pekerjaan atau tugas yang sangat mudah sehingga
akan mendatangkan keberhasilan bagi dirinya.
3. Umpan balik
Pada individu yang mempunyai motivasi yang tinggi sangat menyukai
umpan balik karena menurut mereka umpan balik sangat berguna sebagai
perbaikan bagi hasil kerja mereka nanti dimasa yang akan datang, sebaliknya pada

25
individu yang mempunyai motivasi yang rendah tidak menyukai umpan balik,
mereka merasa telah memperlihatkan kesalahan mereka dan kesalahan tersebut
akan terulang lagi.
4. Kreatif-Inovatif
Pada individu yang mempunyai motivasi yang tinggi akan kreatif mencari
cara baru untuk menyelesaiakan tugas seefektif dan seefisien mungkin dan juga
mereka tidak menyukai pekerjaan rutin yang sama dari waktu ke waktu.
Sebaliknya individu yang memiliki motivasi yang rendah justru menyukai
pekerjaan yang sifatnya rutinitas karena dengan begitu mereka tidak usah
memikirkan cara lain dalam menyelesaikan tugasnya.

5. Waktu menyelesaikan tugas


Individu dengan kebutuhan berprestasi akan berusaha menyelesaikan
setiap tugasnya dalam waktu yang cepat, sedangkan pada individu dengan
kebutuhan berprestasi yang rendah kurang tertantang untuk menyelesaikan tugas
secepat mungkin, sehingga cenderung memakan waktu yang lama, menunda-
nunda dan tidak efisien.
6. Keinginan menjadi yang terbaik
Individu dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi senantiasa menunjukan
hasil kerja yang sebaik-baiknya dengan tujuan agar meraih predikat yang terbaik,
sedangkan individu yang kebutuhan berprestasi yang rendah menganggap bahwa
peringkat terbaik bukan merupakan tujuan utama dan hal ini dan membuat
individu tidak berusaha seoptimal mungkin dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

26
C. Kerangka Teori
Hubungan antara motivasi dengan dokumentasi asuhan keperawatan. Dalam
deskripsi teori antara lain dijelaskan bahwa orang (termasuk perawat) mempunyai
kebutuhan untuk mendapat tercapai keberhasilan dalam pekerjaannya atau berhasil
mencapai sesuatu memiliki ciri-ciri: menentukan tujuan secara wajar (tidak terlalu
tinggi dan juga tidak terlalu rendah) menentukan tujuan yang dinyakini dapat dicapai
dengan baik dengan tepat, senang dengan pekerjaan dan merasa sangat atau
berkepentingan dengan keberhasilannya sendiri.

27
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL DAN


METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah berdasarkan teori yang telah
diuraikan pada tinjauan pustaka bahwa motivasi Perawat. Motivasi Perawat yang
menjadi variabel independent sedangkan yang menjadi variabel dependent adalah
Dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Untuk lebih jelasnya tentang kerangka konsep dalam penelitian ini dapat
dilihat dalam bagan berikut:

Bagan 2. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Motivasi Perawat Dokumentasi Asuhan


Keperawatan

B. Hipotesis
Ada hubungan antara motivasi perawat dengan dokumentasi Asuhan
Keperawatan di Puskesmas DPT. Talaga.

Ho : Tidak ada hubungan antara motivasi dengan dokumentasi Asuhan

Keperawatan di Puskesmas DTP. Talaga.


Ha : Ada hubungan antara motivasi dengan dokumentasi Asuhan Keperawatan di
Puskesmas DTP. Talaga.

28
C. Definisi Oprasional

Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala


Operasional ukur Ukur
Motivasi Motivasi Dengan Kuesioner 1= Ordinal
perawat perawat adalah menyebarkan Tinggi,
dorongan, angket bila >
keinginan, median
harapan yang 2=
bersumber dari Rendah,
diri sendiri dan bila ≤
disebabkan median
adanya
pengaruh dari
luar

Dokumentasi Dokumentasi Observasi Check list 1= Ordinal


keperawatan keperawatan dokumentasi Lengkap,
adalah keperawatan bila =
rangkaian 100%
kegiatan 2=
Tidak
lengkap,

29
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala
Operasional Ukur Ukur
Proses bila <
keperawatan 100%
yang sangat
penting tidak
boleh
ditinggalkan
adalah
penulisan
dokumentasi
sebagai
pertanggung
jawaban
perawat
terhadap
kinerja
profesional
yang
dilaksanakan

30
D. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif hitungan ilmiah. Yaitu
untuk mengetahui pengukuran statistik objektif melalui perhitungan ilmiah
berasal dari sampel orang – orang yang diminta menjawab atas sejumlah
pernyataan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase jawaban
mereka.
Desain penelitian yang digunakan adalah analisa korelasional dengan
pendekatan Cross Sectional. Penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana hubungan antara (motivasi perawat) variabel yang di teliti.
Rancangan Cross Sectional merupakan rancangan penelitian yang
pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat atau satu waktu.
Metode korelasi pada penelitian ini digunakan untuk mengukur hubungan
antara motivasi perawat dengan dokumentasi Asuhan Keperawatan.
2. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat dan
ukuran yang dimiliki atau di dapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu
penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu.
a. Variabel Independent
Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain,
artinya apabila variabel independent berubah maka akan mengakibatkan
perubahan variabel lainnya. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini
yaitu motivasi perawat.
b. Variabel Dependent
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain,
artinya variabel dependen berubah akibat perubahan pada variabel bebas.
Variabel dependent (terikat) dalam penelitian ini yaitu dokumentasi asuhan
keperawatan.

31
3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi merupakan seluruh subyek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Perawat di Puskesmas
DTP. Talaga Kabupaten Majalengka pada bulan Desember tahun 2018.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sampel
merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel yang diambil untuk
penelitian ini adalah total sampling yaitu seluruh perawat di Puskesmas DTP.
Talaga Kabupaten Majalengka.

4. Instrumen Penelitian
a. Intrumen Motivasi
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan serangkaian atau daftar
pernyataan yang disusun secara sistematis, kuesioner diisi oleh responden,
setelah diisi, kuesioner dikembalikan kepada peneliti, kuesioner merupakan
alat ukur berupa kuesioner dengan beberapa daftar pernyataan. Untuk menilai
pernyataan terdapat pada item 1-5 untuk tanggung jawab, item 6-10 untuk
pengakuan, item 11-15 untuk komitmen pemimpin, item 16-20 untuk insentif,
item 21-25 untuk menilai kondisi kerja. Peneliti hasil menggunakan tanda
check list ( √ ) pada kolom jawaban ( S ), ( R ) atau ( TS ) peneliti pada masing-
masing item adalah dengan memberikan skor 3 untuk jawaban ( S ), skor 2
untuk jawaban ( R ) atau skor 1 untuk jawaban ( TS ).
b. Intrumen Dokumentasi
Intrumen penelitian yang di gunakan adalah menggunakan format
penilaian pendokumentasian Asuhan Keperawatan berdasarkan prosedur tetap
evaluasi dokumentasi Asuhan Keperawatan di Puskesmas Talaga, sehingga
peneliti tidak melakukan uji coba intrumen penelitian. Peneliti ini
menggunakan intrumen lembar observasi. Untuk menilai dokumen
pengkajian terhadap pada item 1-8, item 9-16 untuk diognosa, item 17-19

32
untuk intervensi, item 20-26 untuk implementasi, item 27-31 untuk menilai
pendokumentasian evaluasi keperawatan yang dilakukan. Peneliti menilai
hasil observasi menggunakan check list (√) pada kolom jawaban (ya) atau
(tidak) peneliti terhadap masing-masing item adalah dengan memberikan skor
1 untuk jawaban (ya) atau skor 0 untuk jawaban (tidak).
5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini untuk mengetahui
Hubungan Motivasi Perawat dengan Dokumentasi Asuhan Keperawatan,
dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang bersifat tertutup, kuesioner yang
berisikan daftar pernyataan alternatif dengan jawaban yang sudah tersedia. Alasan
pemilihan metode ini didasarkan atas pertimbangan waktu, tenaga, dan biaya pada
pengumpula data, penelitian mengacu pada tahap yang ditetapkan dalam tahapan
prosedur dibawa ini.
Setelah proposal penelitian mendapat persetujuan dari pembimbing,
Peneliti melakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas di daerah tempat
Penelitian yaitu Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten Majalengka. Pengambilan
dilakukan selama 1 minggu proses pengumpulan data yang dilakukan oleh
peneliti yaitu dengan mendatangi Puskesmas Talaga sebelum dilakukan
pengumpulan data, penulis melihat atau mengumpulkan dokumentasi yang ada.
Setelah responden setuju terlibat dalam penelitian ini. Responden
kemudian menandatangani surat persetujuan setelah menandatangani surat
persetujuan kemudian peneliti menjelaskan cara pengisian kuesioner. Setelah itu,
Responden mengisi kuesioner sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam
kuesioner. Setelah penelitian selesai, lembar kuesioner di kembalikan kepada
peneliti.
6. Uji Coba Kuesioner
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan cara menghitung nilai korelasi masing-
masing item soal dengan skor total dengan menggunakan korelasi pearson
product moment dari pearson dan nilan membandingkannya dengan nilai r
hitung dengan nilai r tabel (df=n-2) pada tingkat kemaknaan 95%. Bila r

33
hitung lebih besar dari r tabel dapat dikatakan bermakna, maka soal dianggap
valid.
b. Uji Reabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan cara menganalisis soal yang sudah valid
dengan menggunakan korelasi pearson product moment. Bila nilai r hitung
dari Cronbach’s alpha lebih besar dari r tabel, maka soal dianggap reliabel.
Uji reliabilitas data motivasi dalam penelitian ini, penulis menggunakan
koetisien reliabilitas Alpha Cronbach. Yaitu:

α = K/(K-1) [1-(∑_(i=1)^k▒s_yi^2 )/(s_x^2 )]

Setelah didapatkan nilai reliabelitas alpha-cronbach, lalu nilai tersebut


dibandingkan dengan nilai r kritis yang diambil besarnya 0,7. Jika nilai
reliabilitas lebih dari 0,7 atau mendekati nilai 1,00, maka tingkat kepercayaan
hasil suatu pengukuran semakin tinggi.
Pada pengujian instrumen penelitian ini didapatkan hasil untuk instrumen
motivasi nilai alpha-crobachnya sebesar 0,975 dan untuk intrumen
dokumentasi sebesar 0,950 sehingga dapat disimpulkan nilai reabilitasnya
lebih dari 0,7. Dengan hasil tersebut, maka instrumen dinyatakan reabel dan
dapat digunakan untuk penelitian.
7. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data sebagai
berikut:
a. Editing
Yaitu meneliti kembali kelengkapan data yang telah terkumpul dari
setiap jawaban kuesioner dan apakah data telah terisi dengan lengkap dan
jelas.
b. Coding
Yaitu mengklasifikasikan data dan memberikan kode untuk masing-
masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.
c. Scoring
Yaitu menetapkan skor (nilai) pada setiap pertanyaan dari kuesioner.

34
d. Entry Data
Yaitu setelah semua data terkumpul dan diberi kode maka data tersebut
dimasukkan kedalam komputer.
e. Cleaning
Yaitu pembersihan data untuk melihat apakah data sudah sangat benar
dan baik dan siap untuk di analisis.
8. Analisa Data
Analisis data ini bertujuan untuk mengetahui variabel motivasi perawat
dengan dokumentasi Asuhan Keperawatan di Puskesmas Talaga. Teknik yang
digunakan:
a. Analisis Univariat
Untuk mengetahui motivasi perawat dengan dokumentasi Asuhan
Keperawatan di Puskesmas Talaga akan dianalisa dengan menggunakan
persentase:

P = X/n x 100 %

Keterangan :
P : Persentase
X : Jumlah jawaban yang benar
n : Jumlah seluruh pertanyaan
b. Analisa Bivariat
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat
dilakukan Analisis lebih lanjut yaitu analisis bivariat. Analisis bivariat
dilakukan Untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu apakah ada
hubumgan yang signifikan antara motivasi perawat dengan dokumentasi
Asuhan Keperawatan.
Analisa yang digunakan oleh peneliti adalah uji chi square. Uji chi
square digunakan untuk mengetahui antara variabel bebas dengan variabel
terikat.

35
Uji chi square ini dilakukan menggunakan rumus:

X2=(∑▒(fo-f h)2)/fh

Keterangan :
X2 : Nilai chi square
fo : Frekuensi yang diobservasi/diperoleh baik melalui pengamatan
maupun hasil quesioner
fh : Frekuensi yang diharapkan
∑ : Jumlah

Interprestasi dari hasil analisis yang dilakukan untuk mengetahui Jika


nilai p- value < a (0,05), maka Ho ditolak atau Ha diterima, artinya
variabel tersebut memiliki hubungan yang bermakna dan sebaliknya jika nilai
p-valui > a (0,05), Ho diterima atau Ha ditolak, artinya variabel
tersebut tidak memiliki hubungan yang bermakna.

9. Tempat dan waktu Penelitian


Penelitian ini mengambil tempat di Puskesmas DTP. Talaga Kabupaten
Majalengka, dan barlangsung selama satu bulan yakni dari Februari sampai
dengan Maret 2019.
10. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian perlu mendapatkan adanya persetujuan dari
institusi atau pihak yang terkait dengan penelitian yang akan di laksanakan setelah
mendapatkan persetujuan barulah melakukan penelitian, masalah etika meliputi:
a. Infomed Consent
Sebelum lembar persetujuan di berikan kepada responden, terlebih
dahulu peneliti memberikan penjelasan maksud dan tujuan penelitian yang di
lakukan serta hal-hal yang mungkin terjadi selama dan sesudah penlitian. Jika
responden bersedia di teliti maka di beri lembar permohonan menjadi dan
lembar perstujuan menjadi responden yang harus di tandatangani,tetapi jika
responden menolak untuk di teliti,maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati hak-hak responden.

36
b. Tanpa Nama(Anonymity)
Untuk menjaga kerahasian informasi dari responden peneliti tidak
akan mencantumkan nama dari responden pada lembar pengumpulan data
tetapi dengan memberikan kode huruf pada masing-masing lembar yang di
lakukan peneliti sebelum lembar pengumpulan data di berikan kepada
responden.
c. Kerahasiaan (Confidentiality).
Dokumen yang mencantumkan identitas objek atau data yang
berhubungan dengan penelitian hanya di ketahui oleh peneliti dan
pembimbingnya saja.peneliti menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik
informasi maupun masalah-masalah lainya,semua informasi yang telah di
kumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti.
d. Bebas dari Bahaya.
Penelitian ini tidak akan mempunyai dampat yang berbahaya secara
langsung maupun Tidak langsung.

37
DAFTAR PUSTAKA

Supari S.P.Dr.dr.,SpJp(Kp): Pedoman Penyelenggara Upaya Keperawatan


Kesehatan di Masyarakat (Keputusan Mentri Kesehatan RI
Nomor 279/MENKES/SK/IV/2006)).

Wijayaningsih K.S.,S.Kep Ners: Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan

Komunitas. (Jakarta: Tran Info Media, 2013).

Pengertian, Tujuan, Rencana, Implementasi, Asuhan Keperawatan:( di unduh 2


Januari 2019 ), tersedia dari http://seputar sehat.com.

Potter,P.A. dan Perry,A.G. Fundamentals of Nursing, Frocess, and


Practice.(4thed).St. Louis: Mosby. 2005.

Carpenito (2000). Dokumentasi Keperawatan “DAR” (Yogyakarta: Mitra


Cendikia Press,2009).

Manulang M. Dan Manulang M.A.M.H..( Manajemen Personalia.


Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press,2001).

Mujib A. Dan Mudzakir J..Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja


Grafindo Persada, 2001.

Clelland MC. Dalam Morgan, King, Weisz dan Schopler, Introduction to


Psychology. New york: Mc Graw-Hill Book Company 1986.

Soekidjo Notoatmojo.,Prof.Dr..Metidologi Penelitian Kesehatan. (2010).

Arikunto S..Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta: 2007.

38
Bungi. (2006). Keperawatan Unsoed: (di unduh 3 Januari 2019), tersedia
Ac.id/sites/defainlt/files/very.skripsi-p40-p52.

Hidayat, Alimun A.A.. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik Analisis


Data. Jakarta: Salemba Medika: 2007.

Machfoedz I..Metodelogi Bidang Kesehatan, Keperawatan dan Kebidanan.


Yogyakarta: Framaya: 2006.

39

Anda mungkin juga menyukai