Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERKAWINAN
METODELOGI PENELITIAN HUKUM

ASMAUL KHOIRI 1830101100

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PAELEMBANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nikah menurut Syara’ adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan
dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk bahtera
rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera. Sedangkan dalam Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 Bab. 1 Pasal 1 disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Apabila akad nikah telah berlagsung dan memenuhi syarat rukunnya, maka
menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akad tersebut menimbulkan juga hak serta
kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga.
Dijelaskan dalam Pasal 31 ayat (3) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
bahwa pengertian “suami” adalah Kepala Keluarga dan “istri” adalah ibu rumah tangga.
Dapat dianalogikan bahwa suami adalah seorang yang berjenis kelamin laki-laki yang
menjadi kepala keluarga dalam suatu rumah tangga. Sedangkan istri adalah seorang yang
berjenis kelamin perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dalam suatu rumah tangga.
Pengertian hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan
kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan kewajiban.
Dalam memakhai Dalam makalah ini akan membahas mengenai beberapa Hak Dan
Kewajian Suami-Istri dalam berkeluarga.
B. Rumusan Masalah
1. Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut UU No. 1 Tahun 1974
2. Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut Kompilasi Hukum Islam
BAB II
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian Perkawinan


suatu peristiwa hukum yang sangat penting dalam kehidupan manusia dengan
berbagai konsekuensi hukumnya. Karena itu hukum mengatur masalah perkawinan ini
secara detail. Yang dimaksud dengan perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa, yang harus
juga dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku .Lihat Pasal 1 dan Pasal 2
Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974. 1 Perkawinan dalam Islam diatur
sedemikian rupa, Oleh karena itu perkawinan sering disebut sebagai perjanjian suci antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Salah
satu tujuan syariah Islam (maqasid asy-syari’ah) sekaligus tujuan perkawinan adalah hifz an-
nasl yakni terpeliharanya kesucian keturunan manusia sebagai pemegang amanah khalifah fi
al-ard. Tujuan syariah ini dapat dicapai melalui jalan perkawinan yang sah menurut agama,
diakui 1 Munir Fuady .Konsep Hukum Perdata, PT RajaGrafindo Persada , Jakarta, 2014
,hlm 10 2 oleh Undang-Undang dan diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat. 2 Di
dalam Dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa: “setiap orang berhak
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah”.Di dalam
pasal 28B ayat 1 dijelaskan bahwa tiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan yang sah dimaksud adalah perkawinan
sesuai hukum agama dan negara. Bila dalam agama (Islam), perkawinan yang sah adalah
perkawinan yang telah disetujui oleh mempelai pria dan wanita beserta keluarganya, ada
saksi, ada wali, penghulu. Sedangkan bila ditinjau dari segi hukum negara, perkawinan telah
sah jika telah sesuai dengan aturan agama ditambah telah dicatat di Kantor Urusan Agama
(KUA) setempSat. Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal(1) yaitu:
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu juga disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam bahwa
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan Sakinah, Mawaddah, Warahmah.
Dengan berdasarkan kedua undang-undang di atas jelaslah bahwa, tujuan perkawinan
tersebut adalah membentuk 2 Ahmad Rofiq, keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Sigelman (2003) mendefinisikan perkawinan sebagai
sebuah hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami
istri. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang
didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan
seksual, dan menjadi orang tua. Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam Buku 1 Tentang
Perkawinan Pasal 1 yang berbunyi:“Peminangan ialah kegiatan kegiatan upaya ke arah
terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”. Asas
Perkawinan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 menganut asas monogami tidak mutlak .Hal
tersebut dapat kita lihat dari isi Pasal 3 sebagai berikut:
1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri.Sedang seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
2. Pengadilan dapat memberikan ijin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak bersangkutan
3. Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual,
bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-
homoseksual. Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial dan juga profesi kesehatan dan
kesehatan kejiwaan menyatakan bahwa homoseksualitas adalah aspek normal dalam
orientasi seksual manusia. Homoseksualitas bukanlah penyakit kejiwaan dan bukan
penyebab efek psikologis negatif; prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksual-lah
yang menyebabkan efek semacam itu. Meskipun begitu banyak sekte-sekte agama dan
organisasi "mantan-gay" serta beberapa asosiasi psikologi yang memandang bahwa kegiatan
homoseksual adalah dosa atau kelainan. Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering
digunakan adalah lesbian untuk perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta
sesama jenis, meskipun gay dapat merujuk pada laki-laki atau perempuan. Bagi para
peneliti, jumlah individu yang diidentifikasikan sebagai gay atau lesbian dan perbandingan
individu yang memiliki pengalaman seksual sesama jenis sulit diperkirakan atas berbagai
alasan. Dalam modernitas Barat, menurut berbagai penelitian, 2% sampai 13% dari populasi
manusia adalah homoseksual atau pernah melakukan hubungan sesama jenis dalam
hidupnya Banyak individu gay dan lesbian memiliki komitmen hubungan sesama jenis,
meski hanya baru-baru ini 5 terdapat sensus dan status hukum/politik yang mempermudah
enumerasi dan keberadaan mereka. 4 Di dalam konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 Pasal 28J Ayat 1 dikatakan “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”, ini berarti hak
asasi manusia yang diinginkan oleh bangsa ini ialah hak asasi manusia yang sesuai dengan
norma dan tata tertib yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, maka ketika
penuntutan pemenuhan hak untuk melegalkan pernikahan sejenis oleh kaum Lesbian Gay
Biseksual dan Transgender (LGBT) yang kemudian itu dinilai oleh mayoritas masyarakat
Indonesia bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat maka pemenuhan hak
tersebut tidak dapat di wujudkan begitu saja sehingga tidak ada dalih pelanggaran hak asasi
manusia di sini. Hal serupa juga diatur di dalam Bab hak asasi manusia konstitusi kita, yaitu
Pasal 28J Ayat 2 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang mengatakan, “Dalam
menjalankan dan melindungi hak asasi dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbanganmoral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum”, Maka jelas sudah tidak ada pendiskriminasian dan
pelanggaran hak asasi manusia bagi kaum Lesbi Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) di
Indonesia, mengingat Indonesia memang tidak memiliki celah hukum untuk pelegalan
pernikahan sejenis tersebut dan ini di atur secara tegas oleh konstitusi kita yaitu Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 begitu juga halnya falsafah negara kita yaitu Pancasila di sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, maka sudah seharusnya segala aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara haruslah berlandaskan ketuhanan yang maha esa. Namun pada kenyataanya masih
saja terjadi di indonesia ini permasalahan perkawinan sejenis yang dilakukan di bali antara
Joe Tully dan Tiko Mulya yang tersebar di media sosial menjadi perbincangan hangat
beberapa waktu lalu Netizen Indonesia pun bereaksi keras setelah seorang kawan pasangan
ini mengunggah foto-foto mereka di media sosial. Di foto itu tampak Tully dan Tiko berdiri
di depan seorang pria yang diduga rohaniawan berpakaian adat Bali dengan latar belakang
hutan yang hijau, kolam dengan hiasan teratai, dan rangkaian yang didominasi warna putih
dan biru.5 Padahal jelas jelas berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia
perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah
antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas
melarang perkawinan sesama jenis. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis sangat tertarik
untuk meneliti penerapan undang-undang tersebut karena adanya kesenjangan antara das
sollen dan das sein tersebut dan dituangkan dalam bentuk Skripsi yang berjudul.
“FENOMENA PERKAWINAN SEJENIS DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN
UNDANGUNDANG NO 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA”
BAB III
ANALISIS PEMBAHASAN
A. Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut UU No. 1 Tahun 1974
Dijelaskan dalam BAB IV dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan mengenai Hak dan Kewajiban Suami-Istri yang terdiri dari 5pasal yaitu:
Pasal 30
Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar susunan masyarakat.
Pasal 31
(1) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah Kepala Keluarga dan istri ibu rumah tangga.
Pasal 32
(1) Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh
suami-istri bersama.
Pasal 33
Suami istri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Istri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan.

B. Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut Kompilasi Hukum Islam


Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), kewajiban suami-istri dibagi menjadi:
a. Kewajiban suami
Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang kewajiban suami terhadap istri dan
keluarganya. Pasal ini terdiri dari 7 ayat, sebagai berikut :
(1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal
urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.
(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berrumah
tangga sesuai dengan kemampuannya.
(3) Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar
pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :
(a) Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri
(b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak
(c) Biaya pendidikan anak
(5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas
berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut
pada ayat (4) huruf a dan b.
(7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz (Kedurhakaan
istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

Tentang kewajiban suami untuk menyediakan tempat kediaman, kompilasi


mengaturnya tersendiri dalam pasal 81 sebagai berikut :
(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anakanaknya atau bekas istri yang
masih dalam iddah.
(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan
perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anakanaknya dari gangguan pihak
lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram, tempat kediaman juga berfungsi sebagai
tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah
tangga.
(4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan serta disesuaikan
dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga
maupun sarana penunjang lainnya.
b. Kewajiban istri
Adapun kewajiban istri terhadap suami yang secara garis besar terdapat dalam
Kompilasi Hukum Islam diatur secara lebih rinci dalam pasal 83 dan 84.
Pasal 83 :
(1) Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam
batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
(2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-
baiknya.
Pasal 84 :
(1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.
(2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada pasal 80 ayat (4)
huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz.
(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan bukti yang sah
C. Kewajiban bersama antar suami istri
Masalah hak dan kewajiban suami istri dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam
Bab XII pasal 77 sampai pasal 84.
Pasal 77 ayat (1) berbunyi : "Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
mayarakat".
Pasal 77 ayat (2), (3), (4), (5) berturut-turut dikutip dibawah ini:
Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik
mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasannya, dan pendidikan agamanya.
Suami istri wajib memelihara keharmonisannya. Jika suami/istri melalaikan kewajibannya,
masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.
Pasal 79 :
(1) Suami adalah kepala rumah tangga keluarga dan istri ibu rumah tangga.
(2) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(3) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.[5]
3. Isu Gender dalam Hak dan Kewajiban Suami Istri
a. Penghambaan Istri pada Suami
Persoalan sujud perempuan terhadap suaminya selalu dikaitkan dengan konsep ketaatan
dan seringkali dihubungkan dengan dalil Al-Qur’an terutama QS. An-nisa : 34, dalam hal ini
pandangan Amina Wadud kata Qanata beserta derivasinya termasuk sifat-sifat yang
dipergunakan al-Qur’an untuk menyampaikan pesan-pesan moral, dalam konteks keseluruhan
al-Qur’an kata ini biasanya digunakan untuk laki-laki maupun perempuan, untuk menyebut
karakteristik atau kepribadian orang-orang yang beriman kepada Allah, yaitu taat kepada-
Nya. Bukan menunjukkan ketaatan perempuan pada suaminya atau terhadap suaminya.
Kesalahpahaman memahami hadits ini bermula dari adanya penggesaran tujuan mukhatab
atau sasarannya, yang berdasarkan latar belakangnya ditujukan untuk mereka yang
menyembah sesama, tetapi dialihkan pada persoalan relasi suami istri yang sangat hirarkhis.
b. Kosep Nafkah dalam Hadits.
Berbagai versi Hadits menujukkan adanya hak dan kewajiban dalam kehidupan rumah
tangga. Suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istrinya dengan redaksi bermacam-
macam namun pada intinya yakni pergaulan yang baik antara suami dan istri dalam rumah
tangga. Nafkah merupakan pemberian suami atas istri, ia adalah hak istri dan merupakan
kewajiban suami atas istrinya, perkawinan merupakan salah satu sebab adanya nafkah dalam
kehidupan rumah tangga. Kewajiban tersebut tetap melekat pada suami, apabila istri bekerja
maka hasil yang didapatkan merupakan hak istri, kecuali jika ada kesepakatan antara mereka
berdua.
Dalam konteks sekarang, masalah nafkah banyak dipersoalkan dalam kehidupan rumah
tangga manakala nafkah dijadikan tameng adanya kekerasan dalam rumah tangga.
Seharusnya ada komunikasi diantara mereka berdua, nafkah pada dasarnya memang
tanggung jawab suami, namun jika keadaan berkata lain maka tentu kewajiban tersebut tidak
dapat dipaksakan dengan sendirinya.
c. Otonomi Perempuan Dalam Beribadah
Islam secara ideal membuka kesempatan dan peran yang sama laki-laki dan perempuan
untuk berprestasi dalam berbagai bidang lapangan kehidupan. Salah satu pemahaman hadits
nabi dari pandangan patriarkhi adalah seorang perempuan muslimah tidak diperkenankan
puasa sunah tanpa izin suaminya. Pemahaman seperti ini bertentangan dengan prinip otonomi
yang dimiliki seorang perempuan dapat melakukan ibadah apapun tanpa izin dari orang lain,
bahkan dari suaminya. Berdasarkan pemahaman ini mayoritas ulama klasik berpendapat
bahwa ketika suami ada dirumah haram hukumnya seorang istri berpuasa sunah. Nilai puasa
yang semula berpahala menjadi berdosa ini karena jika istri berpuasa sunah dipandang telah
membiarkan suaminya tanpa diberi hak “pelayanan”. Berkenaan dengan hal ini apakah
seorang istri ketika ingin melakukan kebaikan masih memerlukan izin suaminya. Bukankah
dengan hak otonominya seorrang istri dapat melakukan kebaikan apapun sepanjang tidak
merugikan orang lain.
d. Istri Dilarang Bermuka Masam di depan suami
Hadits tentang bermuka masam ini sesungguhnya hanya dijawab terhadap suatu kasus
tertentu. Yang boleh jadi istrinya cemberut terus-menerus didepan suaminya, dan kemudian
suaminya mengadu kepada Rasulullah. Sesungguhnya istri dianjurkan untuk senantiasa
menyenangkan suami, dan pada prinsipnya sama dengan anjuran agar suami juga senantiasa
menyenangakan istri (al-nisa :19). Artinya saling menyenangkan. Tapi faktanya hadits untuk
menyenagkan suami lebih mendapat penekanan dan perhatian, bahkan berkesan
memaksakan.
e. Istri Dilarang Meminta Cerai Kepada Suami
Larangan istri meminta cerai hanya berlaku jika permintaan cerai itu dilakukan tanpa
ada alasan yang dibenarkan syar’I. Menurut Sayyid-as Sabiq, ada dua alasan istri boleh
menuntut cerai kapada suaminya, yaitu ‘uyub al-khalqiyyah (cacat tubuh) dan su’u al-
khuluqiyyah (cacat moral). Adapun cerai khulu (cerai tebus) bentuk penghargaan Islam
terhadap kaum perempuan, Karena pada zaman zahiliyah perempuan tidak punya hak
menuntut mecerai kepada suaminya, kecuali wanita tertentu saja.
f. Intervensi Malaikat Dalam Hubungan Seksual
Hadits yang menyatakan istri akan dilaknat malaikat jika ia menolak atau menghindar
bila diajak berhubungan seksual dengan suaminya atau meninggalkan tempat tidur suaminya,
mempunyai sanad yang sahih. Tapi secara harfiah matan hadits dipahami secara secara
tekstual bertentangan dengan semangat Al-Qur’an. Hadits tentang intervensi dalam hubungan
seksual ada kaitannya dengan kondisi sosio-historis dan cultural yaitu budaya pantang ghilah
yang ada dikalangan bangsa arab sebelum itu. Ghilah adalah bersetubuh dengan istri yang
sedang hamil atau menyesui, karena dikhawatirkan akan menimbulkan hal buruk terhadap
anak yang akan di lahirkan.

D. Hak dan Kewajiban Suami-Istri


a) Hak Bersama Suami-Istri
Hak dan tanggung jawab suami istri antara lain, yaitu:
Suami dan istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual
Haram melakukan pernikahan, artinya baik suami maupun istri tidak bolehmelakukan
pernikahan dengan saudaranya masing-masing
Saling mewarisi apabila salah seorang diantara keduanya telah meninggal, meskipun
belum bersetubuh
Anak mempunyai nasab yang jelas
Kedua belah pihak wajib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat melahirkan
kemesraan dalam kedamaian hidup.
Dalam kehidupan berumah tangga, seorang suami istri harus saling hormat
menghormati, kasih-memengasihi, bantu-membantu, take and give(memberi dan menerima),
saling pengertian, dan tidak boleh egoistis atau mau menang sendiri.
b) Kewajiban Suami-Istri
Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa kewajiban suami istri secara rinci adalah
sebagai berikutt:
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan keluarga yang sakinah,
mawadah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari sususnan masyarakat
Suami istri wajib saling mencintai, menghormati, setia, dan wajib memberi bantuan lahir
batin
Suami istri memikul kewajibanuntuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik
mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasannya, serta pendidikan agamanya
Suami istri wajib memelihara kehormatannya
Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan
ke Pengadilan Agama.
c) Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Istri
a) Hak Suami Atas Istri
Dibawah ini beberapa hak suami atas istrinya yang paling pokok, yaitu:
Ditaati dalam hal-hal yang bukan maksiat
Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami
Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suami
Tidak bermuka masam dihadapan suami
Hak suami terhadap istrinya begitu besar. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh
Hakim yang artinya, “Dari Aisyah, ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah SAW.
Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap perempuan? Jawabnya: “Suaminya”.
Lalu saya bertanya, “siapakah haknya yang paling besar terhadap laki-laki?”. Jawabnya:
“Ibunya”.
Kewajiban taat kepada hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang dibenarkan oleh
agama, bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah SWT. Apabila suami memerintahkan istri
untuk berbuat maksiat, maka ia harus menolaknya. Diantara ketaatan suami terhadap istri
adalah tidak keluar rumah kecuali dengan izin suaminya.
Jadi, apapun yang dilakukan istri selian melaksanakan kewajiban kepada Allah SWT.
adalah atas seizin suaminya. Diriwayatkan dalam suatu hadits yang artinya, “Dari Abdullah
bin Umar ra. Ssungguhnya Rasulullah SAW. bersabda, “Hak suami terhadap istrinya adalah
tidak menghalangi permintaan suaminya kepadanya sekalipun sedang diatas punggung unta,
tidak berpuasa (sunah) walaupun sehari saja, kecuali dengan izinnya dan puasa wajib. Ia tidak
boleh memberikan sesuatu dari rumahnya, kecuali dengan izin suaminya. Jika ia memberinya
maka pahalanya bagi suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Ia tidak keluar dari
rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika ia berbuat demikian, maka Allah akan
melaknatnya dan para malaikat memarahinya sampai tobat dan pulang kembali sekalipun
suaminya itu zalim.”(HR. Dawud)
Dalam Al-Qur’an QS. An-Nisa’: 34 dijelaskan mengenai salah satu ciri istri yang
salihah, yaitu yang mampu menjaga dirinya, baik ketika berada didepan maupun dibelakang
suaminya. “Sebab itu maka wanita yang salih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara. ” kewajiban tertinggi bagi
seorang istri terhadap suami, dijelaskan dalam ayat diatas yaitu menjaga dirinya ketika
suaminya tidak ada dan tidak berbuat khianat kepadanya, baik mengenai diri maupun harta
bendanya.

b) Kewajiban Suami Terhadap Istri


Kewajiban suami terhadap istri mencakup kewajiiban materi berupa kebendaan dan
kewajiban nonmateri yang bukan berupa kebendaan.
Kewajiban materi berupa kebendaan
Sesuai dengan penghasilannya, suami mempunyai kewajiban terhadap istri:
- Memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal
- Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri dan anak
- Biaya pendidikan bagi anak
Dua kewajiban pertama diatas berlaku sesudah ada tamkin(yaitu istri mematuhi suami
khususnya ketika suami ingin menggaulinya). Disamping itu, nafkah bisa gugur apabila istri
nusyuz.
d) Kewajiban Istri Terhadap Suami
Diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Taat dan patuh kepada suami
b) Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman
c) Mengatur rumah tangga dengan baik
d) Menghormati keluarga suami
e) Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami
f) Tidak mempersulit suami, dan selalau mendorong suami untuk maju
g) Rida dan syukur terhadap apa yang diberikan suami
h) Selalu berhemat dan suka menabung
i) Selalu berhias, bersolek untuk atau dihadapan suami
j) Jangan selalu cemburu buta
BAB IV
KESIMPULAN
Kehidupan berkeluarga yang sakinah, mawadah, warahmah seringkali didambakan
setiap pasangan muslim. Kebahagiaan, ketenangan, dan ketenteraman hidup berumah tangga
akan terwujud apabila antara suami dan istri sama-sama menjalankan tanggungjawabnya
masing-masing.
Dari keempat macam Hak dan Kewajiban suami Istri diatas, tidak ada penyimpangan
gender didalamnya apabila semua hak dan kewajiban tersebut dilaksanakan dengan baik dan
penuh kesadaran oleh pasangan suami-istri. Ketimpangan gender bisa terjadi apabila tidak
adanya kerjasama yang baik antara suami istri.
Hak dan kewajiban suami istri tidak boleh berat sebelah, atau terjadi ketimpangan
gender. Mematuhi dan menaati suami tidaklah bearti suami berhak semena-mena dengan
istri. Begitu juga dengan seorang istri, dengan adanya hak istri tidak boleh menjadikan istri
menjajah suami.
DAFTAR PUSTAKA
Http://idb4.wikispaces.com/file/view/ws4008.pdf
Http://saidahalgazali.blogspot.com/2011/01/isu-gender-pada-hak-dan-kewajiban-suami.html
Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat(Kajian Fikih Nikah Lengkap), Jakarta: Rajawali Pers,
2009.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

- Tihami & Sohari Sahrani, Fikih Munakahat(Kajian Fikih Nikah Lengkap), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), Cet: I, Hal. 8
- Ibid. Hal. 153
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
- http://saidahalgazali.blogspot.com/2011/01/isu-gender-pada-hak-dan-kewajiban-
suami.html
- http://idb4.wikispaces.com/file/view/ws4008.pdf
- http://saidahalgazali.blogspot.com/2011/01/isu-gender-pada-hak-dan-kewajiban-
suami.html
- Tihami & Sohari Sahrani. Loc.Cit.Hal. 154-157
- Tihami & Sohari Sahrani. Loc.Cit.. Hal. 157
- Tihami & Sohari Sahrani. Loc.Cit.. Hal. 158

Anda mungkin juga menyukai