DOSEN :
DISUSUN OLEH :
SURI WINDIANTI
3201701012
TAHUN 2019
Pengertian Jembatan
1. Penyelidikan Tanah
Untuk mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan harus diketahui terlebih dahulu
mengenai keadaan, susunan dan sifat lapisan tanah serta daya dukungnya. Metode
penyelidikan tanah pada jembatan mencakup seluruh penyelidikan lokasi kegiatan
berdasarkan klasifikasi jenis tanah yang didapat dari hasil tes, dengan mengadakan
peninjauan kembali terhadap semua data tanah dan material guna menentukan jenis tipe
pondasi yang tepat dan sesuai tahapan kegiatannya, sebagai berikut:
a. Mengadakan penyelidikan tanah dan material di lokasi Pekerjaan jembatan yang akan
dibangun dengan menetapkan lokasi titik-titik bor yang diperlukan langsung di lapangan.
b. Melakukan penyelidikan kondisi permukaan air (sub-surface) sehubungan dengan pondasi
jembatan yang akan dibangun.
c. Menyelidiki lokasi sumber material yang ada di sekitar lokasi Pekerjaan, kemudian
dituangkan dalam bentuk penggambaran peta termasuk sarana lain yang ada seperti jalan
pendekat/oprit, bangunan pelengkap/pengaman dan lain sebagainya.
d. Pekerjaan pengambilan contoh dengan pengeboran (umumnya terhadap undisturbed
sampling) dimaksudkan untuk tujuan penyelidikan lebih lanjut dilaboratorium untuk
mendapatkan informasi yang lebih teliti tentang parameter‐parameter tanah dari
pengetesan Index Properties (Besaran Indeks) dan Engineering Properties (Besaran
Struktural Indeks).
e. Penyelidikan tanah untuk desain jembatan yang umum dilaksanakan di lingkungan Bina
Marga dengan bentang > 60 m digunakan bor mesin (alat bor yang digerakkan dengan
mesin) di mana kapasitas kedalaman bor dapat mencapai 40 m disertai alat split spoon
sampler untuk Standar Penetration Test ( SPT ) menurut AASHTO T 206 – 74. Sedangkan
untuk bentang < 60m (relatif dari 25 m s/d 60 m tergantung kondisi) digunakan peralatan
utama lapangan yang terdiri atas: (a) Alat sondir dengan bor tangan (digerakkan dengan
tangan); (b) Pengeboran harus dilakukan sampai kedalaman yang ditentukan (bila tidak
ditentukan lain) untuk mendapatkan letak lapisan tanah dan jenis batuan beserta ukurannya
dan harus mencapai tanah keras/batu dan menembus sedalam kurang lebih 3.00 m;
(c) Boring dan sampling harus dikerjakan dengan memakai ”Manual Operated Auger”
dengan kapasitas hingga kedalaman 10 m; dan (d) Alat tes sondir tipe “Gouda” atau
sejenisnya, antara lain “Dutch Cone Penetrometer” yang memakai sistem metrik dan harus
dilengkapi dengan “Friction Jacket Cone”, kapasitas tegangan konus minimum 250
kg/cm2 dan kedalamannya dapat mencapai 25 m.
f. Pada setiap jembatan, penyelidikan tanah yang dibutuhkan pada masing-masing lokasi
rencana pondasi harus sudah menetapkan penggunaan jenis bor dan posisi lubang bor yang
direncanakan serta jumlah titik bor minimal satu titik boring, yaitu satu titik bor mesin
atau satu set bor tangan dan sondir, tergantung bentang rencana jembatannya. Hal ini
tergantung pada kondisi area (alam dan lokasi), kepentingan stuktur dan tersedianya
peralatan pengujian beserta teknisinya.
g. SPT dilakukan pada interval kedalaman 1,50 m sampai dengan 2,00 m untuk diambil
contohnya (undisturbed dan disturbed).
h. Mata bor harus mempunyai diameter yang cukup untuk mendapatkan undisturbed sample
yang diinginkan dengan baik, dapat digunakan mata bor steel bit untuk tanah clay, silt dan
mata bor jenis core barrel.
i. Digunakan casing (segera) bilamana tanah yang dibor cenderung mudah runtuh.
j. Untuk menentukan besaran index dan structural properties dari contoh-contoh tanah, baik
yang terganggu (disturbed) maupun yang asli (undisturbed) tersebut di atas dan contoh
material (quarry), maka pengujian di laboratorium dikerjakan berdasarkan spesifikasi SNI,
SK SNI, AASHTO, ASTM, BS dengan urutan terdepan sebagai prioritas pertamanya.
k. Laporan penyelidikan tanah dan material harus pula berisi analisa dan hasil daya dukung
tanah serta rekomendasi jenis pondasi yang sesuai dengan daya dukung tanah tersebut dan
hasil bor log dituangkan dalam bentuk tabel/formulir bor log dan form drilling log yang
dilengkapi dengan keterangan/data diantaranya tentang tipe bor yang digunakan,
kedalaman lapisan tanah, tinggi muka air tanah, grafik log, uraian lithologi, jenis sample,
nilai SPT, tekanan kekuatan (kg/cm2), liquid/ plastis limit, perhitungan pukulan (SPT) dan
lain sebagainya.
2. Pondasi
Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan pondasi yang ada pada struktur
bangunan gedung, dimana fungsi dari pondasi adalah menyalurkan beban-beban yang ditahan
ketanah. Pekerjaan pondasi umumnya merupakan pekerjaan awal dari suatu proyek. Oleh
karena itu langkah awal yang dilakukan adalah pemetaan terlebih dahulu, dan dari pemetaan
ini dapat diperoleh suatu patokan yang tepat antara koordinat pada gambar kerja dan kondisi
lapangan. Langkah-langkah persiapan pekerjaan pondasi adalah
membersihkan/mempersiapkan area proyek dan pembuatan penulangan tiang bor. Setelah alat
pengebor, tulangan, serta ready mix concrete-nya sudah siap, maka dimulailah proses
pengeboran. Skema alat-alat bornya dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Dalam
praktiknya, mesin bor terpisah sehingga perlu Crane atau Excavator tersendiri.
b. Pengecoran
Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi benar dengan beton.
Adanya air pada lubang bor menyebabkan pengecoran memerlukan alat bantu khusus, yaitu
pipa tremi. Pipa tersebut mempunyai panjang yang sama atau lebih panjang dengan
kedalaman lubang yang dibor. Memasukkan pipa tremi ke dalam lubang bor menggunakan
alat bantu, yaitu crane. Setelah pipa tremi sudah berhasil dimasukkan, ujung atas harus
ditahan sedemikian sehingga posisinya terkontrol (dipegang) dan tidak jatuh, lalu corong pipa
tremi dipasang. Pada kondisi pipa sudah siap maka pengecoran dapat dilakukan.
Tahap pengecoran, menuangkan beton ke corong pipa tremi menggunakan Concrete
Bucket dengan bantuan Crane (Gambar 3). Dalam menuangkan beton tidak boleh langsung
banyak, jika terlalu dini mencabut pipa tremi dan beton pada bagian bawah belum
terkonsolidasi dengan baik, maka bisa terjadi segresi, tercampur dengan tanah. Jika beton
yang dicor sudah semakin ke atas (volumenya semakin banyak) maka pipa tremi harus mulai
ditarik ke atas. Adanya pipa tremi tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar
lubang langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air dan lumpur. Karena berat
jenis beton lebih besar dari berat jenis lumpur maka beton semakin lama semakin kuat untuk
mendesak lumpur nai ke atas.
Proses pengecoran ini memerlukan supply beton yang selalu siap (tidak boleh
terlambat). Jika sampai terjadi keterlambatan pipa treminya bisa tertanam dan tidak bisa
dicabut, sedangkan kalau keburu dicabut maka tiang beton tidak continue. Jadi bagian
logistik/pengadaan beton harus memperhatikan itu.
Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka pada akhirnya beton
dapat muncul dari kedalaman lubang. Jadi pemasangan pipa tremi mensyaratkan bahwa
selama pengecoran dan penarikan, pipa tremi tersebut harus selalu tertanam pada beton segar.
Pada kondisi tersebut fungsinya sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi segresi
atau kecampuran lumpur.
3. Pekerjaan Abutment (Kepala Jembatan)
Abutment atau kepala jembatan merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung
bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Pada proyek ini bagian abutmen
menggunakan struktur pasangan batu. Pekerjaan pasangan batu untuk abutment yaitu semen,
pasir, dan air dicampur dan diaduk menjadi mortar dengan menggunakan concrete mixer.
Abutment dengan pondasi diikat menggunakan angkur (baja) sehingga menjadi struktur yang
monolit. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 4 dibawah ini.
Setelah perancah selesai dibuat dan diyakini stabil dan kuat, mulai dibuat bekisting
untuk gelagar beton bertulang dan plat lantai. Bekisting dibuat dengan dimensi sesuai dengan
gambar rencana, mempunyai kelurusan yang baik dan tidak bocor. Bekisting yang digunakan
pada proyek ini, menggunakan bekisting dari multipleks yang diperkuat baja profil. Setelah
selesai perakitan bekisting, maka harus diperiksa ulang kekuatannya agar tidak melendut saat
pengecoran, dan diperiksa permukaan bekisting agar tidak terjadi kebocoran saat pengecoran.
Bekisting yang menumpu pada abutment bagian bawah diberi tumpuan dari baja atau kayu,
untuk tempat Elastomer Karet jembatan. Untuk lebih jelas tentang perakitan bekisting balok
dan plat lantai, lihat Gambar 6 dibawah ini.
Menyiapkan material baja tulangan sesuai dengan ukuran dan gambar yang sudah
direncanakan.
Menyiapkan lokasi untuk pemotongan dan perakitan tulangan.
Menyiapkan peralatan dan tenaga penulangan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Pastikan perakitan tulangan dengan bendrat bersilang tumpang tindih.
Potong dan rakit pembesian dengan sesuai ukuran gambar rencana.
Menyiapkan lokasi pemasangan panel rakitan pembesian di lapangan bersih dari
segala kotoran.
Pastikan posisi ikatan antar besi tulangan sudah cukup kuat dan pada tempatnya.
c. Pengecoran
Perencanaan urutan pengecoran harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Bila balok atau plat yang sedang dicor tidak lurus, biasanya dalam praktek dikerjakan dari
titik terendah menuju titik tertinggi.
Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum mengecor pelat lantai adalah sebagai berikut:
Periksa bahwa semua kotoran debu, beton lama, potongan kawat pengikat dan
sebagainya dibersihkan dari acuan.
Menegaskan bahwa jembatan kerja (runway) ditopang bebas dari penulangan.
Jika keadaan cuaca kurang baik, terutama cuaca panas, periksa agar pekerjaan dapat
berlangsung tanpa melanggar syarat–syarat teknik.
Memastikan adanya pengaturan untuk cahaya buatan (penerangan) bila pengecoran
tidak dapat diselesaikan sebelum gelap.
Memastikan terdapat cukup kayu untuk membuat stop – end bila persediaan beton
terganggu/terlambat.
Memastikan ketersediaan tenaga dan fasilitas untuk mengambil benda uji bahan atau
beton sesuai dengan syarat – syarat teknik.
Menegaskan bahwa talang (chutes) terbuat dari logam atau dilapisi logam sehingga
beton tidak akan terpisah dalam talang atau diperbolehkan jatuh lebih dari 1,5 m.
Memeriksa tersedianya alat cadangan (standby) yang cukup, termasuk pengetar,
dalam kondisi siap pakai.
Beton yang digunakan yaitu beton ready mix. Proses pengecoran menggunakan
Concrete Pump (dipompa). Pada waktu pengecoran dilakukan penggetaran/pemadatan
terhadap beton dengan alat Concrete Vibrator.
Untuk plat lantai jembatan, bila lantai akan diberi lapisan permukaan aspal, suatu daya
lekat yang baik akan terjadi antara beton dan aspal bila permukaan diperkasar, dan ini didapat
dengan cara menyeret sapu kaku secara melintang pada permukaan sebelum mengeras.
Timing dari kegiatan ini penting untuk mendapat hasil yang baik. Prosedur perawatan dimulai
segera setelah pengerasan awal terjadi. Untuk lebih jelas proses pengecoran, lihat Gambar 8
di bawah ini.
Gambar 8. Pekerjaan Pengecoran
Sumber:
https://www.academia.edu/12680334/MAKALAH_METODE_PELAKSANAAN_JEMBATAN_BETON_BE
RTULANG_BALOK_T_BRAMA_