Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

PSORIASIS

Disusun Oleh :
Risma Orchita A.F
G4A017072

Pembimbing :
Dr.Thianti Sylviningrum Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

1
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus yang berjudul:


“PSORIASIS”

Disusun oleh :

Risma Orchita A.F


G4A017072
Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di
bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Purwokerto, Desember 2019

Pembimbing,

dr.Thianti Sylviningrum Sp. KK


NIP.

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan atas berkat rahmat dan
anugerahnya sehingga penyusunan presentasi kasus dengan judul “Psoriasis” ini
dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan
kasus ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Tidak lupa
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr.Thianti Sylviningrum Sp.KK selaku dosen pembimbing


2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di RSUD Margono Soekarjo
3. Rekan-rekan Dokter Muda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas
semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun diluar lingkungan RSUD Margono Soekarjo.

Purwokerto, Desember 2019

3
Penyusun

I. PENDAHULUAN

Penyakit kulit akibat infeksi jamur termasuk penyakit yang paling sering
dijumpai di dunia. Indonesia masih memiliki angka prevalensi penyakit infeksi
jamur superfisialis yang tinggi. Penyakit tersebut merupakan mikosis yang
menyerang langsung pada kulit. Tinea korporis adalah salah satu contoh
dermatofitosis. Dermatofitosis merupakan infeksi jamur superfisial genus
dermatofita, pada lapisan epitel yang berkeratinisasi (lapisan tanduk) ditandai
dengan lesi inflamasi maupun non inflamasi pada daerah kulit berambut halus
(glabrous skin) dan tidak dapat hidup pada membran mukosa (vagina, mulut).
Lesinya terkadang menyerupai penyakit kulit lain, sehingga sangat diperlukan
ketepatan mendiagnosis (Rianyta, 2011).
Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia baik laki-laki maupun
wanita. Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting,
di mana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari
wanita (Wollf, 2005). Seperti infeksi jamur kulit lainnya, panas dan kelembaban
memengaruhi munculnya penyakit ini. Kondisi tersebut yang menyebabkan tinea
korporis lebih sering ditemukan di daerah tropis dan subtropis (Nelson, 2003).
Tinea korporis dapat ditularkan secara langsung melalui kontak dengan
manusia atau binatang yang terinfeksi (Pirez, 2014). Perpindahan manusia dapat
dengan cepat memengaruhi penyebaran endemik dari jamur. Pemakaian bahan-
bahan material yang sifatnya oklusif, adanya trauma, dan pemanasan dapat
meningkatkan temperatur dan kelembaban kulit meningkatkan kejadian infeksi
tinea. Mengobati dan menghilangkan sumber penularan merupakan hal yang
penting untuk mencegah reinfeksi dan penyebaran lebih lanjut (Mahmoudabadi,
2008). Oleh karena itu, pemahaman tentang manajemen medis yang baik tentang
penyakit ini sangat diperlukan.

4
II. LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam
Alamat : Purbalingga
No. CM : 01067790
Tanggal Pemeriksaan : Rabu, 27 November 2019
Metode Anamnesis : Autoanamnesis
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Gatal pada kedua tangan dan kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny S, perempuan usia 29 tahun datang ke poliklinik kulit RSUD
Margono Soekarjo pada tanggal 27 November 2019 pada pukul 10.00
WIB dengan keluhan gatal pada kedua tangan dan kedua kaki serta disertai
munculnya bercak-bercak merah pada kulit. Keluhan gatal dirasakan terus
menerus sejak lebih dari 1 bulan. Awalnya bercak merah pada kulit kedua
tangan serta kaki hanya sebesar uang koin, namun lama kelamaan bercak-
bercak tersebut dirasa semakin gatal dan membesar hingga membentuk
bercak-bercak yang meninggi dan bersisik berwarna putih. Jika kulit
sedang terasa gatal, pasien menggaruknya kemudian kulit menjadi
berdarah dan sisik mengelupas. Pasien mengaku saat berkeringat dan
malam hari keluhan gatal semakin bertambah. Pasien mengatakan 1

5
minggu yang lalu telah mendapatkan pengobatan dari Poliklinik kulit
namun keluhan dirasakan belum membaik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya diakui sejak lebih dari 5 tahun
yang lalu
b. Riwayat penyakit kulit sebelumnya: Psoriasis sejak lebih dari 1 bulan
yang lalu
c. Riwayat alergi makanan: (-)
d. Riwayat asma disangkal
e. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kencing manis (diabetes
melitus) disangkal
f. Riwayat rawat inap di rumah sakit: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama dengan pasien diakui pada ayah pasien
b. Riwayat alergi obat, makanan, dan debu disangkal
c. Riwayat penyakit asma pada keluarga disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang karyawan yang tinggal bersama dengan 1
orang suami dan 2 orang anaknya. Setiap hari pasien bekerja dari jam
07.30 – 13.00. Pasien selama bekerja tidak mengganti baju meskipun
berkeringat banyak. Pasien mandi 2 kali sehari pagi dan sore. Pembiayaan
kesehatan menggunakan BPJS non PBI
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Antropometri : BB: 90 kg, TB: 163 cm IMT : 33 (Obesitas)
Vital Sign : Tensi : 109/74 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,5°C
Kepala : Mesochepal, simetris, rambut hitam, distribusi merata

6
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), discharge (-)
Telinga : Simetris, sekret (-), discharge (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-),
Tenggorokan : T1 – T1 tenang, tidak hiperemis
Thorax : Simteris. Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-).
Paru : SD vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, supel, timpani, BU (+) normal
Kelenjar Getah Bening : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema , sianosis
2. Status Dermatologis
a. Lokasi
Regio antebrachii dextra et sinistra, Cruris dextra et sinistra,
b. Efloresensi
Regio Antebrachii dextra et sinistra tampak plak eritem berbatas tegas,
ukuran diameter 5-10 cm, multipel,anular, ireguler disertai skuama
berlapis-lapis (psoriasiformis)
Regio Cruris dextra et sinistra tampak plak eritem berbatas tegas,
ukuran diameter 2-5 cm, multipel,ireguler, disertai skuama berlapis-
lapis (psoriasiformis)

7
Gambar 1. Efloresensi yang timbul pada kasus (antebrachii)

8
Gambar 2. Efloresensi yang timbul pada kasus (Cruris)

D. Pemeriksaan Penunjang

2. Pemeriksan tetes lilin


Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih
pada goresan, seperti lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks
bias. Cara menggores dapat dengan pinggir gelas alas.
3. Pemeriksan Auspitz

9
Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang
disebabkanoleh papilomatous. Cara mengerjakannya demukian : skuama
yang berlapis-lapis dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah
skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika
terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan
perdarahan yang merata. Pada pemeriksaan fenomena auspitz ditemukan
adanya bintik-bintik perdarahan
4. Pemeriksan kobner
Fenomena Kobner trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya oleh
garukansehingga menimbulkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis. Timbulkira-kira setelah 3 minggu.1,2,4,5

Gambar 3. Pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit


E. Resume

10
Pasien Ny S, perempuan usia 29 tahun datang ke poliklinik kulit
RSUD Margono Soekarjo pada tanggal 27 November 2019 pada pukul 10.00
WIB dengan keluhan gatal pada kedua tangan dan kedua kaki serta disertai
munculnya bercak-bercak merah pada kulit. Keluhan gatal dirasakan terus
menerus sejak lebih dari 1 bulan. Awalnya bercak merah pada kulit kedua
tangan serta kaki hanya sebesar uang koin, namun lama kelamaan bercak-
bercak tersebut dirasa semakin gatal dan membesar hingga membentuk
bercak-bercak yang meninggi dan bersisik berwarna putih. Jika kulit sedang
terasa gatal, pasien menggaruknya kemudian kulit menjadi berdarah dan sisik
mengelupas. Pasien mengaku saat berkeringat dan malam hari keluhan gatal
semakin bertambah. Pasien mengatakan 1 minggu yang lalu telah
mendapatkan pengobatan dari Poliklinik kulit namun keluhan dirasakan
belum membaik.
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat alergi makanan seperti telur dan ikan. Riwayat asma
pada pasien disangkal. Riwayat darah tinggi (hipertensi) disangkal. Keluarga
tidak pernah mengalami keluhan seperti pasien.
Pasien telah mengalami keluhan tersebut sejal 3 tahun yang lalu dan
sudah menjalani pengobatan namun keluhan seringkali kambuh kembali.
Riwayat asma dan alergi pada pasien disangkal. Riwayat darah tinggi
(hipertensi) disangkal. Pasien mengatakan ayah kandung pasien memiliki
keluhan serupa selama bertahun -tahun namun pasien tidak mengetahui nama
penyakit pada ayah pasien.
Pasien adalah seorang karyawan yang tinggal bersama dengan 1
orang suami dan 2 orang anaknya. Setiap hari pasien bekerja dari jam
07.30 – 13.00. Pasien selama bekerja tidak mengganti baju meskipun
berkeringat banyak. Pasien mandi 2 kali sehari pagi dan sore. Pembiayaan
kesehatan menggunakan BPJS non PBI
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, BB 90
kg dan TB 163 cm. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pemeriksaan
status lokalis didapatkan efloresensi pada regio Antebrachii dextra et sinistra
tampak plak eritem berbatas tegas, ukuran diameter 5-10 cm, multipel,anular,

11
ireguler disertai skuama berlapis-lapis (psoriasiformis) serta pada regio
Cruris dextra et sinistra tampak plak eritem berbatas tegas, ukuran diameter
2-5 cm, multipel,ireguler, disertai skuama berlapis-lapis (psoriasiformis)
Berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang
yang ditemukan pada pasien maka dapat ditegakkan diagnosis psoriasis
F. Diagnosis Kerja
Psoriasis
G. Diagnosis Banding
1. Dermatitis seboroik
2. Dermatofitosis

H. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Sistemik: metilprednisolon 3 x 4 mg per hari 7 hari ,cetirizine 1 x10
mg tablet per hari selama 7 hari jika gatal
b. Topikal: Betamethason dipropionat 0.05% salep yang di oleh tipis –
tipis pada lesi yang diberikan 2 kali sehari terutama pada pagi dan
malam hari.
2. Non medikamentosa
a. Menggunakan pakaian yang menyerap keringat
b. Mengeringkan tubuh setelah mandi atau berkeringat
c. Mandi menggunakan sabun minimal 2 kali dalam sehari
d. Mandi menggunakan air bersih
e. Menghindari faktor pencetus

I. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

12
Qua ad comesticam : dubia ad bonam

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit kulit inflamasi kronis residif
yang dicirikan oleh lesi berupa plak eritema yang ditutupi oleh skuama tebal,
kasar, kering berwarna putih keperakan pada area predileksi seperti ekstensor
ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah,
bokong dan genitalia. Selain tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai
pada umbilikus dan ruang intergluteal (Gudjonsson dan Elder, 2012).
B. Epidemiologi
Kasus psoriasis sering dijumpai secara universal di berbagai belahan
dunia. Prevalensi kasus psoriasis pada berbagai populasi bervariasi dari 0,1%
hingga 11,8% berdasarkan laporan yang dipublikasikan. Di Eropa insiden
tertinggi yang dilaporkan, yaitu Denmark (2,9%) dan Faeroe Island (2,8%),
dengan prevalensi rata-rata dari Eropa Utara sekitar 2%. Di Amerika Serikat
prevalensinya berkisar dari 2,2% sampai 2,6% dengan hampir 150.000 kasus baru
yang didiagnosis setiap tahunnya. Pada bangsa berkulit hitam misalnya di Afrika
jarang dilaporkan demikian pula bangsa Indian di Amerika. Sementara insiden
psoriasis di Asia hanya 0,4%.2
Dalam sebuah survey besar USA, usia rata-rata penderita adalah 28 tahun,
sedangkan di Cina dilaporkan rata-rata usia penderita adalah 36 tahun. Telah
dilaporkan bahwa 35% dari kasus penyakit onset sebelum usia 20 tahun dan 58%
sebelum 30 tahun. Dalam sebuah penelitian di Jerman, psoriasis memiliki dua
puncak onset yaitu puncak onset pertama pada masa remaja dan dewasa muda (16
hingga 22 tahun) dan puncak onset kedua pada usia lanjut (57 hingga 60 tahun).3
Laki-laki dan perempuan memiliki prevalensi yang sama untuk terjadinya
psoriasis vulgaris. Sebuah penelitian di Jerman menunjukkan awal penyakit
psoriasis puncaknya terjadi pada onset usia 22 tahun pada pria dan 16 tahun pada
wanita.3

13
Di Indonesia sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen
(bahkan bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia
saat ini berkisar 200 juta, berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita
psopriasis yang hanya sebagian kecil saja sudah terdiagnosis dan tertangani secara
medis.1

C. Etiologi
Meskipun pola pewarisan psoriasis masih belum sepenuhnya dipahami, telah banyak
penelitian menemukan adanya bukti akan keterlibatan faktor genetik pada terjadinya
psoriasis. Psoriasis terjadi pada 50% saudara kandung penderita psoriasis dengan
kedua orang tua yang juga menderita psoriasis. Tujuh puluh satu persen penderita
psoriasis usia anak memiliki riwayat keluarga positif akan psoriasis. Tingginya angka
prevalensi psoriasis pada kembar monozigot, yaitu

70% sementara kembar dizigot 20% juga mendukung konsep predisposisi genetik.
(Schon dan Boehncke, 2005). Diduga adanya keterkaitan faktor genetik dengan
beberapa lokus gen yaitu PSORS1, PSORS2, PSORS3, PSORS4, PSORS5, PSORS6, PSORS7,
PSORS 8 dan PSORS 9. Diantara lokus gen suseptibel

psoriasis tersebut didapatkan hubungan yang paling kuat dengan insiden psoriasis
adalah PSORS1 (Chandran dkk., 2010).

Faktor lingkungan memegang peranan penting pada terjadinya psoriasis. Pencetus dari
lingkungan antara lain infeksi (streptokokus, stapilokokus dan human
immunodeficiency virus), stress, obat-obatan (litium, beta blockers, anti malaria, obat
antiinflamasi non steroid, tetrasiklin, angiotensin converting enzyme inhibitors, calcium
channel blockers, kalium iodida), trauma fisik, paparan sinar ultraviolet, faktor
metabolik (pubertas, kehamilan), merokok, dan konsumsi alkohol yang berlebihan
(Gudjonsson dan Elder, 2012; Griffiths dan Barker,

2010; Kuchekar dkk., 2011).

D. Patogenesis
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan
dalam penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko
mendapatkan psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya
menderita psoriasis maka resikonya mencapai 34-39%. 1

14
Psoriasis juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun
dimana sel T menjadi aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan
sitokin (TNF-α, pada umumnya) menyebabkan proliferasi keratinosit,
angiogenesis dan terjadinya kemotaksis dari sel-sel radang dalam dermis dan
epidermis.4 Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesis psoriasis.
Terjadinya proliferasi epidermis di awali dengan adanya pergerakan antigen,
baik eksogen maupun endogen oleh sel Langerhans. Pada psoriasis
pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat, hanya 3 - 4 hari
sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.4,5

Gambar 1. Etiopatogenesis Psoriasis Vulgaris

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis, diantaranya stress psikis, infeksi, trauma,
endokrin, gangguan metabolik, obat (glukokortikoid sistemik, lithium, obat anti
malaria, interferon, dan beta adrenergik blocker), alkohol dan merokok. Stres
psikis merupakan faktor pencetus utama, dan faktor endokrin rupanya
mempengaruhi perjalanan penyakit.6
Psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi yang dipicu oleh aktivitas sel-sel
radang. Mediator inflamasi yang berperan adalah T-cell, cytokine type 1 seperti

15
IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN γ dan TNF α serta IL-8 yang menyebabkan terjadinya
akumulasi neutrofil.4 Pada psoriasis terjadi peningkatan mitosis sel epidermis
sehingga terjadi hiperplasia, juga terjadi penebalan dan pelebaran kapiler sehingga
tampak lesi eritematous. Pendarahan terjadi akibat dari rupture kapiler ketika
skuama dikerok.7,8

E. Manifestasi Klinis
Lesi psoriasis vulgaris berupa plak eritematous, berbatas tegas,
simetris, kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh
skuama tebal berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika. Plak
eritematous yang tebal menandakan adanya hiperkeratosis, parakeratosis,
akantosis, pelebaran pembuluh darah dan inflamasi. Tempat predileksi lesi
psoriasis yaitu pada scalp, ekstensor lengan, kaki, lutut, siku, dorsum manus
dan dorsum pedis (skor PASI 4,3). Keluhan yang dirasakan adalah gatal dan
kadang rasa panas yang membuat pasien merasa tidak nyaman. Bentuk
kelainan bervariasi : lentikuler, numular atau plakat dapat berkonfluensi.1,2,3
Lesi psoriasis memiliki empat karakteristik yaitu: (1) bercak-bercak
eritem yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Eritema
sirkumskripta dan merata, tetapi pada stadium lanjut sering eritema yang
ditengah menghilang dan hanya terdapat dipingir, (2) skuama berlapis-lapis,
kasar, dan berwarna putih seperti mika dan transparan, (3) pada kulit terdapat
eritema mengkilap yang homogen dan terdapat perdarahan kecil jika skuama
dikerok (Auspitz sign) (4) ukuran lesi bervariasi-lentikuler, numuler,
plakat.1,2,3

16
Gambar 2. Tampak plak eritematous psoriasis dengan skuama tebal berlapis-lapis
berwarna putih seperti mika

Kelainan kuku ditemukan pada 25-50% pasien dengan psoriasis.


Perubahan pada kuku ini 2 kali lebih sering terjadi pada usia lebih dari 40 tahun,
pada pasien dengan psoriasis sedang hingga berat atau pada pasien yang telah
menderita psoriasis lebih dari 50 tahun. Tanda yang paling umum dari psoriasis
kuku ini adalah pitting selain itu juga perubahan warna lokal yang spesifik yaitu
bercak berwarna kuning atau coklat disebabkan karena debris seluler di bawah
kuku. Psoriasis pada kuku mengenai matrix, lempeng kuku, dan hyponychium.1,6

Gambar 3. Kelainan kuku pada psoriasis

Pada psoriasis terdapat fenomena yang khas yaitu fenomena tetesan lilin
dimana bila lesi yang berbentuk skuama dikerok maka skuama akan berubah
warna menjadi putih yang disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz
sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik

17
pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang
tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang
merata. Fenomena kobner ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma
misalnya garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis.1,2,3

Gambar 4. Fenomena koebner

F. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis pada penderita psoriasis vulgaris biasanya memperoleh adanya
keluhan gatal dan bercak merah berisisik pada lokasi predileksi. Keluhan
dapat bersifat akut (hitungan hari) maupun kronis (bulanan sampai tahunan),
dengan ataupun tanpa riwayat rekurensi. Penyakit yang bersifat kronis
dengan frekuensi rekurensi tinggi memiliki prognosis yang lebih buruk
karena sering dijumpai perluasan lesi yang progresif (Krueger dan Bowcock,
2005). Selain hal diatas, anamnesis juga sangat penting dalam mengetahui
adanya konsumsi obat-obatan yang dapat memicu psoriasis vulgaris, onset
penyakit dan adanya riwayat psoriasis pada anggota keluarga lain. Psoriasis
beronset dini dengan adanya anggota keluarga lain yang menderita psoriasis
telah dihubungkan dengan lesi yang lebih luas dan bersifat rekuren. Selain

18
lesi kulit penderita psoriasis sering kali mengeluhkan adanya nyeri sendi,
kerusakan kuku maupun nyeri di lidah (Gudjonsson dan Elder, 2012).
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis berupa pertumbuhan jamur dengan pola radial di
dalam stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit sirsinar
dengan batas jelas dan meninggi yang disebut ringworm, tepi polisiklik,
daerah tepi tampak vesikel-vesikel kecil dengan skuama halus dan aktif.
Dijumpai daerah penyembuhan sentral. Biasanya rasa gatal bertambah
jika berkeringat (Rianyta, 2011).
Psoriasis vulgaris atau psoriasis dengan lesi plak kronis merupakan
presentasi klasik dan yang paling sering dijumpai pada psoriasis. Lesi
klasik psoriasis berupa plak eritema berbatas tegas dan ditutupi skuama
berwarna putih.
Skuama pada lesi tampak berwarna putih menyerupai lilin ketika
dikerok (fenomena Kaarsvlek atau tetesan lilin). Ketika pengerokan
dilanjutkan maka akan dijumpai bintik-bintik perdarahan berukuran
kecil (pin point bleeding) yang disebut sebagai tanda Auspitz. Kulit sehat
yang sebelumnya digaruk oleh penderita dapat berkembang menjadi lesi
dalam jangka waktu kurang lebih dua minggu (fenomena koebner atau
isomorfik). Fenomena Kaarsvlek dan tanda Auspitz merupakan ciri khas
lesi psoriasis vulgaris yang sangat mudah diperiksa secara klinis
(Kuchekar dkk., 2011; Gudjonsson dan Elder, 2012). Lesi psoriasis
vulgaris cenderung simetris dijumpai pada bagian ekstensor ekstremitas
terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah, bokong
dan genitalia Selain di tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai
pada umbilikus dan celah intergluteal (Meffert, 2016).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam menegakkan
diagnosis psoriasis vulgaris terdiri dari pemeriksaan darah, pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan darah lengkap bersifat tidak spesifik dan
berbagai penanda inflamasi seperti C-reactive protein (CRP),
makroglobulin 2 dan laju endap darah menunjukkan peningkatan.

19
Albumin serum biasanya menurun akibat hilangnya stratum korneum
sementara profil lipid menunjukkan peningkatan. Pemeriksaan
histopatologi menunjukkan adanya hiperkeratosis jenis parakeratosis,
akantosis, papilomatosis, dilatasi pembuluh darah, spongiform pustules
of Kogoj maupun mikroabses Munro. (Gudjonsson dan Elder, 2012;
Gerkowicz, 2012).

G. Penilaian Derajat Keparahan Psoriasis Vulgaris


Metode perhitungan derajat keparahan psoriasis vulgaris yang digunakan adalah
Psoriasis Area and Severity Index (PASI). Penilaian ini membagi tubuh menjadi 4 regio,
yaitu kepala (10% luas permukaan tubuh), lengan (20%), badan (30%) dan tungkai (40%).
Terdapat tiga faktor yang dinilai yaitu eritema (E), indurasi (I) dan skuama (S), yang
masing masing diberi angka 0 sampai 4 untuk menunjukkan tidak adanya gejala sampai
kondisi yang paling berat. Luasnya permukaan kulit yang tertutup lesi kemudian diberi
angka 0 sampai 6 (Oakley, 2016).

Nilai akhir PASI diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian dari penjumlahan nilai
eritema, indurasi dan deskuamasi tiap-tiap regio tubuh dengan luas permukaan tubuh
yang terlibat (angka 0 sampai 6) dengan koefisien peregio tubuh (kepala 0,1, lengan
0,2, badan 0,3 dan tungkai 0,4). Nilai 0 menunjukkan tidak adanya penyakit dan 72
menunjukkan kondisi penyakit yang paling berat. Berdasarkan nilai PASI maka
penderita psoriasis diklasifikasikan menjadi ringan jika PASI < 7, sedang jika PASI 7-12
dan berat jika PASI > 12 (Oakley, 2016).
H. Diagnosis Banding
Psoriasis dapat di diagnosis banding dengan beberapa penyakit lain yang
diantaranya ada yang juga tergolong dermatosis eritroskuamosa, yaitu :
1. Dermatosis seboroik
Gambaran klinis yang khas pada dermatitis seboroik ialah skuama yang
berminyak dan kekuningan dan berlokasi di tempat-tempat yang seboroik.
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat skuama yang
berlapis-lapis berwarna putih seperti mika disertai tanda tetesan lilin dan Auspitz.
Tempat predileksinya juga berbeda. Dermatitis seboroik biasanya pada alis, sudut
nasolabial, telinga, daerah sternum dan fleksor. Sedangkan psoriasis banyak
terdapat pada daerah-daerah ekstensor, yaitu siku, lutut dan scalp. 1,3,7

20
Gambar 8. Dermatitis Seboroik pada wajah.
Tampak makula eritema dengan dengan skuama kekuningan.

2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis berarti skuama halus. Hal ini berbeda dengan proriasis dimana
skuamanya tebal. Tanda khas pada Pitiriasis rosea yaitu adanya lesi awal berupa
herald patch, umumnya di badan, solitar, berbentuk oval dan anular, diameternya
kira-kira 3 cm. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi
gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya
sejajar dengan kosta, hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat
predileksi pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas.1,3,7

(9.1) (9.2)
Gambar 9. Pitiriasis Rosea.
9.1. gambaran lesi mengikuti garis costa
9.2. Herald patch
3. Liken planus
Gejala klinis sangat gatal, umumnya setelah satu atau beberapa minggu
setelah kelainan pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi. Tempat predileksi
yang paling sering yaitu pada pergelangan tangan bagian fleksor atau lengan
bawah. Kelainan yang khas terdiri atas papul yang poligonal, berskuama, datar

21
dan berkilat. Kadang-kadang ada cekungan di sentral. Garis-garis anyaman
berwarna putih. Terdapat fenomena Kobner.1,3

Gambar 10. Liken Planus


Penatalaksanaan
Penanganan tinea korporis dapat dengan perparat antifungal topikal
dan sistemik. Preparat anti jamur topikal adalah terapi pilihan untuk lesi yang
terbatas dan harga dapat dijangkau. Berbagai preparat imidazol dan alillamin
tersedia dalam beberapa formulasi. Indikasi terapi oral adalah jika lesi luas
atau gagal dengan pengobatan topikal, pada pasien dengan
imunokompromais, lesi yang luas dan rekuren, infeksi yang kronik, terkena
pada daerah hiperkeratotik (telapak tangan dan kaki). Obat oral yang
digunakan adalah griseofulvin, ketokonazol, itrakonazol, terbinafin. Untuk
topikal diberikan mikonazol topikal yang dioles 2 kali sehari sebaiknya
dilanjutkan sampai dua minggu setelah gambaran klinis menghilang. Daerah
yang diterapi sebaiknya mencakup 2 cm kulit normal dari tepi lesi.
Mikonazol berpenetrasi ke dalam stratum korneum kulit dan bertahan sampai
4 hari setelah pemberian dan kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah
(Weinstain, 2002). Untuk mengatasi keluhan gatal, bisa juga diberikan
antihistamin oral seperti khlorpheniramin maleat 4 mg (3x1 tablet) atau
loratadin 10 mg (1x1 tablet) (Rianyta, 2011).
Selain pengobatan medis, diperlukan juga edukasi kepada pasien untuk
mencegah terjadinya kembali infeksi penyakit kulit akibat jamur. Edukasi
mencakup penyebab serta faktor risiko penyakit seperti menggunakan
pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan tubuh setelah mandi atau

22
berkeringat, mandi menggunakan sabun minimal 2 kali dalam sehari, mandi
menggunakan air bersih, dan membersihkan pakaian yang terkontaminasi
(Idris, 2013).
A. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi berulang, apabila
pengobatan tidak berhasil menghilangkan organism secara menyeluruh,
seperti pada pasien yang menghentikan penggunaan pengobatan topikal
terlalu cepat ataupun pada jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti
jamur yang diberikan (Mansjoer, 2000).

B. Progonosis
Secara umum prognosisnya baik. Menghindari faktor risiko terjadi
penyakit infeksi kulit akibat jamur adalah bagian terpenting untuk dilakukan
(Siregar, 2004).

23
IV. PEMBAHASAN

A. Penegakkan Diagnosis

Kelainan kulit yang terjadi pada kasus adalah tinea korporis. Tinea
korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial
golongan dermatofita yang menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah,
badan, lengan, dan tungkai (Siregar, 2004). Alasan penegakan diagnosis tinea
korporis yaitu:
1. Anamnesis
a. Keluhan gatal di bahu kanan dan dada bagian kanan sejak 1 bulan
yang lalu.
b. Awalnya pasien mengeluhkan kulit terasa gatal kemudian menjadi
kemerahan dan terdapat sisik tipis berwarna putih.
c. Keluhan gatal tidak muncul setiap saat namun hanya saat-saat tertentu
saja. Keluhan dirasakan muncul dan makin bertambah berat jika
berkeringat saat bekerja di kebun.
d. Setiap hari pasien bekeja dari jam 07.00 – 12.00 WIB. Pasien selama
bekerja tidak mengganti baju meskipun berkeringat banyak. Apabila
baju yang dipakai basah karena keringat, pasien tetap memakainya dan
dibiarkan sampai mengering kembali.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Lokasi: Deltoid dekstra, thoraks dekstra
b. Efloresensi: Makula eritem dengan tepi aktif dan central healing
disertai skuama halus tersusun anular
B. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien adalah memberikan obat
secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan antifungi Mikonazol
cream 2% dioleskan di lokasi yang gatal 2 x sehari selama 2 minggu.
Kemudian, obat sistemik dapat diberikan antihistamin Chlorpheniramine
maleat 4 mg 3 x 1 sehari atau Loratadin 10 mg 1 x 1 sehari untuk mengatasi
keluhan gatal dan ditambahkan antifungi sistemik Ketokonazol 200 mg 1 x 1
sehari selama 3 minggu karena pasien sudah pernah mendapat pengobatan
sebelumnya namun belum kunjung membaik. Selain pengobatan

24
medikamentosa, pasien diberikan edukasi tentang penyebab dan faktor risiko
terjadinya penyakit tersebut. Beberapa cara pencegahan tinea korporis yaitu
penggunaan pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan tubuh setelah
mandi atau berkeringat, mandi menggunakan sabun minimal 2 kali dalam
sehari, mandi menggunakan air bersih, dan membersihkan pakaian yang
terkontaminasi.

25
V. KESIMPULAN

1. Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur


superfisial golongan dermatofita yang menyerang daerah kulit tak
berambut pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.
2. Keluhan gatal di bahu kanan dan dada bagian kanan sejak 1 bulan yang
lalu. Awalnya kulit terasa gatal kemudian menjadi kemerahan dan terdapat
sisik tipis berwarna putih. Keluhan gatal diperberat apabila berkeringat.
3. Didapatkan makula eritem dengan tepi aktif dan central healing disertai
skuama halus tersusun anular pada region deltoid dekstra dan thoraks
dekstra.
4. Terapi farmakologis yang diberikan berupa antifungi topikal dan
antihistamin.
5. Menghindari faktor risiko terjadinya penyakit kulit akibat infeksi jamur
merupakan hal yang penting untuk mencegah rekurensi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arndt KA, Bowers KE. 2002. Manual of Dermatology Therapeutics with


Essential of Diagnostic. Philadelphia: Lippincot William & Willkins

Baligni K, Vardi VL, Barzegar MR et al. 2009. Extensive Tinea Corporis with
Photosensivity. Indian Journal Dermatology; 54:57-59

Ervianti E, Martodiharjo S, Murtiastutik D. 2002. Etiologi dan Patogenesis


Dermatomikosis Superfisialis. Simposium Penatalaksanaan
Dermatomikosis Superfisialis Masa Kini. Surabaya, Indonesia

Goedadi M, Suwito PS. 2001. Tinea Korporis dan Tinea Kruris. Dermatomikosis
Superfisial. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Idris IS. 2013. Tinea Korporis et causa Trichophyton rubrum Tipe Granular.
Jurnal Bionature; 14(1):44-48

Mahmoudabadi AZ, Yaghoobi R. 2008. Extensive Tinea Corporis due to


Trichophyton Rubrum on the Trunk. Jundishapur Journal of
Microbiology; 1(1): 35-37

Mansjoer A, et al. 2000. Tinea Korporis. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed.
Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. 2003. Superficial Fungal Infection
Dermatophytosis, Onycho-Mycocis, Tinea Nigra, Piedra. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill

Pires CA, Cruz NF, Lobato AM, Sousa PO, Carneiro FR, Mendes AM. 2014.
Clinical, Epidemiological, and Therapeutic Profile of Dermatophytosis. An
Bras Dermatol; 89(2):259-64

Rianyta. 2011. Dermatofitosis e.c Tinea Corporis. Kalbemed; 38(2):115-116

Siregar. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC

Verma S, Hefferman MP. 2008. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis,


Onichomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill

Weinstain A, Berman B. 2002. Topical Treatment of Common Superficial Tinea


Infection. American Family Physician; 65(10)

Wollf K, Johnson RA, Suurmond D. 2005. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology. 5th ed. New York: McGraw-Hill

27

Anda mungkin juga menyukai