Anda di halaman 1dari 7

MARITIM TERBESAR DI INDONESIA

Oleh:
Theodorus Agustinus H. (14020117140070)
Mala Nurwita (14020117140099)
Novriyaldi (14020118140049)
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Semarang

A. Pendahuluan

Indonesia adalah negeri yang kaya merupakan ungkapan yang sering di


dengar sejak dahulu. Tidak heran, lebih dari 74 tahun yang lalu, penjajah-penjajah
berusaha untuk mendapatkan kekuasaan di tanah Indonesia. Bangsa Portugis datang
melalui tanah Banda untuk mendapatkan rempah-rempah. Berbeda dengan
portugis, Belanda masuk ke tanah Indonesia melalui pulau Jawa dan Pulau
Sumatera. Hingga pada akhirnya kedua bangsa tersebut berperang untuk
mendapatkan dominasi yang lebih luas atas tanah air Indonesia.

Bangsa Belanda dan bangsa Portugis datang ke Indonesia untuk


memperebutkan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di darat saja, padahal di laut
bangsa Indonesia juga memiliki SDA yang melimpah. Dengan panjang garis pantai
Indonesia sebesar 99.093 km, tidak terhitung terdapat berapa banyak daerah pesisir
di Indonesia. Luas Indonesia sebesar 7,81 juta km², sebesar 6.315.222 km²
merupakan lautan menjadi peluang maupun keuntungan bagi Indonesia karena
memiliki banyak sekali SDA bawah laut.

Kekayaan bangsa Indonesia tidak terbatas hanya pada SDA saja, tapi juga
secara geografis. Indonesia dikelilingi oleh dua benua dan dua samudera. Apa
artinya? Indonesia berada di daerah yang sangat strategis. Apabila kita tarik ke
ratusan tahun lalu ketika Belanda dan Portugis serta Jepang datang ke tanah
Indonesia, yang menyebabkan pertama kali mereka datang ke Indonesia tentu
bukan karena adanya SDA yang melimpah.
Pada zaman dahulu, informasi mengenai SDA yang ada di tiap benua
maupun negara belum secanggih saat ini. Belanda, Portugis, dan Jepang berhasil
menginjakkan kaki di Indonesia tidak lain dan tidak bukan karena bangsa Indonesia
mudah dijangkau oleh mereka. Pada zaman dulu, pesawat belum ada, yang dapat
diandalkan oleh para penjelajah dan penjajah hanyalah kapal, dan kapal memiliki
keterbatasan akses, yaitu hanya mampu mencapai daerah-daerah pesisir saja.
Dengan panjang garis pantai yang sangat luas, tidak heran para penjajah jadi mudah
mendatangi Indonesia.

Kondisi Indonesia yang strategis harusnya dapat dimanfaatkan dengan baik


oleh pemerintah. Namun, pada kenyataannya pemerintah masih belum bisa
memaksimalkan hal tersebut. Selat Malaka, salah satu selat strategis milik
Indonesia, kini jauh dikuasai oleh negara tetangga, yaitu Singapura. Sebagian besar
kapal-kapal justru berlabuh di negara Singapura dibandingkan masuk dan berlabuh
di Indonesia. Penyebab dari hal tersebut adalah kondisi infrastruktur pelabuhan
Indonesia itu sendiri yang belum baik. Sehingga kapal-kapal besar yang memiliki
muatan banyak belum mampu berlabuh di Indonesia.

Selain kondisi geografis, SDA bawah laut Indonesia juga sangat melimpah.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2001-2004, Rokhmin Dahuri,
potensi kelautan Indonesia mencapai 1,2 triliun dolar AS per tahun. Bahkan
menurut Menteri Kelautan dan Perikanan periode selanjutnya, potensi kekayaan
kelautan dan eprikanan mencapai 171 miliar dolar AS per tahun. Berbeda lagi
dengan Indonesia Maritime Institute (IMI), yang menyatakan bahwa potensi
ekonomi maritim Indonesia menacpai Rp 7.200 triliun. Data-data tersebut
merupakan bukti betapa melimpahnya perekonomian maritim milik Indonesia.

Pada kepemimpinan Ibu Susi Pudjiastuti, terjadi peningkatan pendapatan di


sektor maritim milik Indonesia. Menurut China Fisheries yearbook 2014, Industri
perikanan Indonesia berada di peringkat kedua, dengan memberikan kontribusi
penangkapan ikan di dunia sebesar 6,8%. Hal tersebut merupakan suatu kemajuan
yang baik dibandingkan pada kepemimpinan periode sebelumnya. Hasil tangkapan
Indonesia pada periode sebelum kepemimpinan Ibu Susi Pudjiastuti, bahkan berada
di bawah negara Filiphina, yang notabene memiliki garis pantai maupun laut yang
lebih kecil dibandingkan Indonesia.

Peningkatan penangkapan oleh nelayan Indonesia nyatanya belum diiringi


dengan menjaga keseimbangan ekosistem kelautan Indonesia. Penangkapan-
penangkapan dengan cara kurang ramah lingkungan masih dikembangkan oleh
nelayan-nelayan kecil di Indonesia, seperti menggunakan cantrang maupun
dinamit. Dengan menggunakan cara-cara tersebut memang mereka bisa
mendapatkan ikan dengan jumlah yang lebih banyak, tapi mereka akan merusak
ekosistem bawah laut yang merupakan tempat tinggal dari ikan-ikan tersebut.

Penangkapan ikan sudah seharusnya menggunakan cara-cara yang ramah


lingkungan. Penangkapan menggunakan cantrang dan pukat harimau sudah
seharusnya dikurangi bahkan di larang. Sampai sejauh ini, peraturan mengenai
penangkapan ikan memang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 71 Tahun 2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan
Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia. Pada pasal enam, dijelaskan mengenai alat-alat apa saja yang boleh
dipakai untuk menangkap ikan di laut Indonesia. Namun sampai sejauh ini,
cantrang ternyata belum sepenuhnya dilarang, karena sebagian besar nelayan di
Jawa Tengah masih menggunakan alat tersebut, padahal dampak dari penangkapan
menggunakan cantrang mampu merusak ekosistem bawah laut.

Indonesia sebagai negara yang memiliki laut lebih luas dari daratan,
memang harus memaksimalkan potensi kelautannya tersebut. Namun, cara-cara
untuk menangkap ikan pun harus diperhatikan. Hal tersebut akan berdampak
mengenai ketersediaan ikan maupun ekosistem bawah laut lainnya di lain hari,
karena apa yang dilakukan saat ini tentu akan berdampak pada generasi selanjutnya.
Oleh sebab itu, penegakan hukum terhadap penggunaan alat menangkap ikan sudah
seharusnya dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian keseimbangan ekosistem
bawah laut dapat terjaga, dan anak cucu dapat menikmati kekayaan bawah laut
Indonesia pula.

Laut maupun pesisir menyediakan banyak sekali potensi-potensi sumber


daya. Mereka tidak hanya terbatas menyediakan makanan laut, baik itu tumbuhan
maupun hewan, tapi mereka juga menyediakan pula sumber daya energi.
Sayangnya hal tersebut belum dapat dimaksimlakan oleh pemerintah Indonesia,
baik karena keterbatasan alat maupun political will dari pemerintah itu sendiri.
Potensi sumber daya listrik, minyak, dll.. sudah seharusnya diambil oleh
pemerintah untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia.

B. Pembahasan

Kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak dapat terlepas dari
anugerah Yang Maha Kuasa. Kekayaan SDA baik itu di darat maupun di laut sudah
seharusnya dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik oleh bangsa Indonesia.
Pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, dikatakan bahwa : Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan termaktubnya isi tersebut
dalam UUD 1945, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melaksankannya.

Saat ini, bangsa Indonesia sudah berbenah di sektor kelautan, khususnya


pada bagian penangkapan ikan. Penegakan hukum terhadap nelayan-nelayan asing
yang suka mencuri ikan di perairan Indonesia sudah dilaksanakan dengan baik.
Kebijakan penenggelaman kapal terbukti mampu membuat takut para pencuri ikan
yang biasanya berlayar di perairan Indonesia. Menurut data yang diperoleh dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Angka Potensi Sumber Daya Ikan Indonesia
(MSY) pada tahun 2001, 2013, 2015, 2017, terus meningkat. Berikut tabel mengani
data tersebut

Tahun MYS (dalam juta ton/tahun)


2011 6,52
2013 7,31
2015 9,93
2017 12,54
Tabel 1.1. Angka Potensi Sumber Daya Ikan Indonesia

Dari data tersebut, terjadi peningkatan potensi sumber daya yang cukup
signifikan ketika kebijakan penenggalaman kapal telah dilaksanakan dengan baik.
Perikanan tangkap hanyalah salah satu potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia,
khususnya di sektor kelautan. Indonesia masih memiliki banyak sekali sumber daya
kelautan yang belum mampu dimanfaatkan dengan baik oleh Indonesia, salah
satunya di sektor energi listrik.

Indonesia dengan daerahnya diantara dua samudera seharusnya menjadi


suatu kesempatan guna memperoleh energi listrik. Energi tersebut mampu
didapatkan dari gelombang-gelombang besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia,
khususnya gelombang-gelombang di perairan selatan. Menurut Asosiasi Energi
Laut Indonesia (ASELI) total sumber daya energi dari panas laut, gelombang laut,
dan arus laut mencapai 727.000 MW, dengan potensi yang bisa dimanfaatkan
dengan teknologi yang ada sebesar 49.000 MW. Namun, Indonesia baru mampu
memanfaatkan potensi dari pasang surut dan gelombang laut saja, dengan potensi
energi sebesar 6.000 MW.

Potensi energi listrik dari sektor kelautan harusnya dimanfaatkan dengan


baik oleh bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan, masyarakat yang tinggal di
pulau-pulau terluar Indonesia, maupun pulau-pulau kecil belum mampu
memperoleh listrik secara penuh. Kehadiran listrik dibatasi oleh waktu, baik itu
hanya malam saja maupun siang saja. Hal tersebut tentu menjadi bentuk
diskriminasi bagi penduduk yang tinggal di pulau dengan penduduk yang tinggal di
kota. Oleh sebab itu, dengan memanfaatkan potensi energi listrik yang dimiliki oleh
laut, penduduk-penduduk yang tinggal di pulau-pulau maupun pesisir dan hingga
saat ini listriknya terbatas, dapat memperoleh listrik dengan maksimal pula.

Keterbatasan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia saat ini masih mengenai
teknologi. Keterbatasan jenis tersebut merupakan hal biasa yang kita temukan di
Indonesia. Masalahnya, penanganan terhadap hal tersebut belum dapat
dimaksimalkan. Sudah seharusnya pemerintah melalui BPPT melakukan kajian
mengenai teknologi-teknologi yang dibutuhkan bangsa Indonesia guna
memaksimalkan potensi sumber daya alam yang dimilikinya.

Selain kurang maksimalnya pemanfaatan sumber daya laut yang dimiliki


bangsa Indonesia, pemanfaatan laut untuk masyarakat sendiri juga masih kurang,
khususnya untuk masyarakat atau kalangan nelayan itu sendiri. Dengan jumlah
PDB dari sektor kelautan yang cukup tinggi, ternyata belum mampu
menyejahterakan masyarakat nelayan itu sendiri. Penyebabnya ada banyak, seperti
kurangnya pemahaman teknik penangkapan ikan, kurangnya kapal yang dapat
memaksimalkan penangkan ikan, serta pemahaman yang kurang terhadap regulasi
di kalangan nelayan.

Padahal dengan jumlah hasil tangkapan ikan yang cukup tinggi seharusnya
nelayan-nelayan dapat hidup sejahtera. Permasalahan kapal yang dimiliki
seringkali menjadi penyebab. Kapal-kapal nelayan Indonesia mayoritas merupakan
kapal berukuran 10 Gross Tonn (GT), sedangkan agar maksimal dan mampu
berlayar lebih jauh, dibutuhkan kapal sebesar 30 GT. Seharusnya pemerintah peka
terhadap hal tersebut dan mampu memberikan kebijakan-kebijakan khususnya di
sektor pengadaan kapal, seperti subsidi maupun keringan DP bagi para nelayan
ketika mereka ingin membeli kapal sebesar 30GT. Dengan demikian nelayan dapat
melaut dengan maksimal. Sehingga, kekayaan SDA laut tidak hanya diperoleh
perusahaan-perusahaan besar saja, melainkan juga masyarakat pesisir merasakan
kekayaan SDA tersebut.

Dari dua permasalahan di atas, pemanfaatan energi listrik sektor laut dan
pendapatan nelayan dari melaut, masih banyak sekali permasalahan dan potensi
yang belum dapat dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah, seperti mineral
hidrotermal, gas biogenik, dan cadangan minyak laut.

C. Penutup

Indonesia sebagai negara yang luas akan lautan, harus mampu


memanfaatkan potensi tersebut. Sampai sejauh ini, pemerintah Indonesia hanya
fokus di sektor industri dan kurang memaksimlakan sektor maritim Indonesia.
Menteri Susi Pudjiastuti telah berjuang semaksimal mungkin untuk menggerakkan
sektor maritim Indonesia, tapi hingga saat ini kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah masih berkutat di sektor investasi bidang industri.

Pergerakan industrialisasi Indonesia seharusnya berada di bawah sektor


maritim, hal tersebut dikarenakan daratan di Indonesia sendiri sangatlah terbatas,
sedangkan laut milik Indonesia jauh lebih luas dibandingkan daratannya dan di
dalamnya tersimpan banyak sekali sumber daya alam yang belum dapat
dimanfaatkan dengan baik.

Pemanfaatan sektor bahari harus tetap menjaga ekosistem yang ada.


Kegagalan menjaga ekosistem di daratan menjadi pelajaran ketika ingin
memanfaatkan potensi SDA yang terdapat di laut. Sehingga keberlangsungan dan
keberadaan SDA tersebut berlanjut hingga generasi yang akan datang.

Indonesia sebagai negara maritim seharusnya mampu memiliki nelayan-


nelayan dengan jumlah cukup besar dan keahlian di atas rata-rata, dan seharusnya
pemerintah mampu menghadirkan hal tersebut. Pelatihan dan pendidikan terhadap
nelayan-nelayan kita masih sangatlah kurang, serta anggapan bahwa nelayan adalah
orang-orang yang tidak sekolah masih sangat melekat di masyarakat. Oleh sebab
itu, pendidikan dan pelatihan terhadap nelayan sudah seharusnya menjadi fokus
pemerintah apabila ingin serius meningkatkan sektor maritim Indonesia.

Daftar Pustaka

Lin RC. 1997. Intertemporal Equity, Discounting, and Economic Efficiency in


Water Policy Evaluation. Climate Change Journal Vol 37 : 41-62. Kluwel
Academic Publishers.

Muhammad, Sahri. 2002. Pemberdayaan masyarakat pesisir. Universitas


Brawijaya Pers: Jakarta

Musick JA, Berkeley SA, Cailliet GM, Camhi M, Huntsman G, Nammack M, and
Warren ML. 2008. Protection of Marine Fish Stocks at Risk of Extinction.
Fisheries of Jr. Maret 2008.

Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R. Jakarta.

Puryono, Sri. 2016. Mengelola Laut Untuk Kesejahteraan rakyat. Gramedia:


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai