Anda di halaman 1dari 6

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN SAPI

PERAH DI SULAWESI SELATAN

ACHMAD HOZIN
&
DAHRUL

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE
TAHUN 2019
Pendahuluan

Industri susu nasional menghadapi tantangan negara-negara maju dalam


industri susu telah memperlihatkan bahwa usaha sapi perah merupakan kegiatan
ekonomi yang memberikan manfaat sangat besar baik bagi pengusaha, masyarakat
konsumen dan bagi negara. Perkembangan produksi dan harga susu menunjukkkan
komoditi yang penting, yang mana ditandai dengan meningkatnya jumlah produksi
dan fluktuasi harga yang semakin berarti. Produksi susu dan olahannya memiliki
peranan yang penting bagi masyarakat khususnya balita, karena itu wajar jika
kebutuhan akan susu tidak dapat terpenuhi.

Oleh karena itu salah satu kebijakan produksi susu dalam negeri ini adalah
desentralisasi pengembangan sapi perah. Sejak awal pengembangan sapi perah di
Indonesia hanya terpusat di pulau jawa saja. Namun seriring semangat
desentralisasi dan otonomi daerah tersebut, maka pengembangan sapi perah mulai
diarahkan keluar pulau jawa dengan membentuk sentra-sentra baru yang cocok
untuk pengembangan komoditi ini yang berdasarkan kondisi agroklimat wilayah
yang optimal untuk pertumbuhan dan produksi sapi perah, ketersediaan lahan untuk
mendukung pengembangannya dan ketersediaan pasar.

Berdasarkan populasi ternak sapi perah maka di Propinsi Sulawesi Selatan


merupakan peringkat ke dua diluar pulau Jawa setelah Sumatera Utara dengan
populasi 1.444 ekor pada tahun 2009 akan tetapi mengalami penurunan dari tahun
2008 yang berjumlah 1.919 ekor (Dikjennak, 2010). Kondisi ini perlu mendapatkan
perhatian agar peningkatan populasi ternak diharapkan akan diikuti oleh
peningkatan produksi.

Permasalahan Usaha sapi Perah

Secara umum pengelolaan ternak sapi perah oleh petani masih dilakukan
secara tradisional. Sebagai suatu maka usaha ternak sapi perah saat ini adalah
bentuk usaha sapi perah yang sebagian besar usaha kecil masih bersifat sampingan
dengan rata-rata kepemilikan 1-3 ekor. Produktivitas ternak dalam menghasilkan
susu rata-rata 6-8 ltr per ekor per hari, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antar
lain faktor bibit, pakan, tata laksana, dan calving interval yang panjang (diatas 18
bulan) sehingga kualitas produk susu yang dihasilkan rata-rata rendah. Disamping
itu permasalahan lain pada usaha sapi perah juga dapat dilihat dari beberapa aspek
antara lain :
1. Aspek inovasi teknologi
Salah satu kenyataan di tingkat peternak bahwa sampai saat ini peternak
masih bersifat sebagai penerima teknologi belum sebagai pengguna
teknologi peternakan, Misalnya teknologi : pakan, pembibitan, penanganan
panen, pengolahan pasca panen, teknologi pegolahan kompos, pengobatan
ternak, vaksinasi ternak. Peternak baik secara individu maupun sebagai
kelompok, masih melaksanakan pendekatan pemeliharaan ternak secara
tradisional atau cara pendekatan pemeliharaan ternak sebagaimana yang
diperoleh secara turun- menurun serta ketergantungan pada kemurahan
alam. Kalaupun ada sentuhan teknologi hanya dilakukan segelintir peternak
dan itupun alakadarnya.
2. Aspek Usaha
Kondisi peternak sebagian besar ditinjau dari aspek usaha memperlihatkan
pengusahaan ternak masih dalam skala kecil dan bersifat sambilan, sulit
memperoleh informasi, kurang saran dan lokasi tersebar luas, sehingga
manajemen peternak tidak efisien, biaya tinggi, tidak terpola dan kurang
memiliki daya saing. Bidang usaha yang diigeluti peternak dikaitkan dengan
sistem agribisnis umumnya bergerak pada kegiatan budidaya (on-farm)
saja. Sementara kegiatan hulu dan hilir ditangani oleh pedagang dan
segelinitr perusahaan. Peternak kurang mampu menjalin kerjasama atau
kemitraan usaha dengan peternak lain, koperasi atau dengan perusahaan.
3. Aspek permodalan
Peternak sebagaimana cerminan dari usaha sambilan secara umum lemah
dalam permodalan dan akses kepada lembaga keuangan juga kurang. Disisi
lain sering kita lihat bahwa keberpihakan lembaga keuangan terhadap usaha
sambilan tersebut. Peternak tidak memiliki agunan untuk perolehan kredit
sebagaimana yang dipersyaratkan serta nilai usaha ternak beresiko tinggi
oleh lembaga keuangan. Bagi pihak lembaga keuangan mengurusi peternak-
peternak kecil yang tersebar meluas dan kemungkinan kredit kecil-kecilan
akan mengakibatkan kebutuhan tenaga pekerja, kerepotan dan biaya
administrasi dan operasional lembaga keuangan menjadi tinggi.
4. Aspek diversifikasi produk
Hampir keseluruhan peternak tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
diversifikasi produk dari usaha ternak yang digelutinya, sehingga tidak
memiliki nilai tambah. Peternak cenderung menjualkan ternak ke pasar jika
kebutuhan mendesak untuk memperoleh uang tunai, sekalipun harga yang
diajukan pembeli tedak sebagaimana kewajarannya.
5. Aspek Pemasaran
Peternak baik secara individu maupun secara kelompok belum mampu
mempengaruhi pasar ternak, bahkan sangat tergantung terhadap peran
pedagang pengumpul atau pedagang perantara. Peternak tidak memiliki
posisi tawar yang tinggi dan rantai pemasaran yang panjang serta fluktuasi
harga yang tidak menentu.

Ujung-ujungnya kesemua itu seringkali merugikan peternak sebagai


produsen. Pada proses penyaluran barang dari produsen sampai ke konsumen akan
melibatkan berbagai lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul, pedagang
spekulan, pedagang pengecer, pengolah dan lembaga yang memberikan fasilitas
pemasaran tersebut. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam pemasaran suatu
komoditi termasuk produk sapi perah khususnya dari hasil kemitraan yaitu susu
pasteurisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu : jarak antara produsen dan
konsumen, sifat komoditas, skala produksi dan kekuatan modal pemasaran. Apabila
jarak antara produsen dan konsumen relatif jauh maka saluran pemasaran relatif
lebih panjang berarti akan lebih banyak lembaga pemasaran yang terlibat.

Saluran pemasaran barang yang sifatnya lebih cepat rusak contohnya


produk sapi perah di Kabupaten Enrekang relatif lebih pendek karena barang
tersebut harus secepatnya diterima konsumen. Lembaga pemasaran yang
mempunyai modal lebih besar biasanya melibatkan lebih sedikit lembaga
pemasaran karena mereka cenderung bisa melakukan berbagai fungsi pemasaran
dan ini dilakukan oleh koperasi Sintari yang anggotanya adalah peternak sapi perah
sistem kemitraan (Sirajuddin, 2010).

Aspek Sumber Daya Manusia

Peternak umumnya tinggal di pedesaan dengan segala keterbatasannya


terutama usianya rata-rata telah lanjut dan tingkat pendidikan relatif rendah.
Sedangkan angkatan muda yang rata-rata pendidikan lebih tinggi, kurang menaruh
minat menekuni usaha pemeliharaan ternak.

Kondisi peternakan tersebut diatas sangatlah memperihatinkan karena


kegiatan pembangunan dibidang peternakan yang dilaksanakan oleh pemerintah
selama puluhan tahun dengan alokasi pembiayaan yang cukup besar masih belum
membuahkan hasil optimal. Beranjak dari kenyataan ini, berarti kita msih perlu
mengembangkan inovasi-inovasi praktis dan relevan dalam konsep pembangunan
peternakan kedepan. Konsep tersebut haruslah mampu memberikan sentuhan
perbaikan atas penyebab masih munculnya kelemahan-kelemahan yang tercermin
dari berbagai aspek diatas. Menarik untuk dikaji dan direrapkan dalam kondisi ini
adalah konsep pembangunan peternakan melalui pengembangan kawasan
agribisnis berbasis peternakan, yang diartikan sebagai suatu proses pembangunan
dalam suatu besaran/satuan wilayah tertentu dengan menerapkan pendekatan
kelompok dengan komoditas unggulan yang dikelolah secara agribisnis
berkelanjutan yang berakses ke industri peternakan hulu sampai hilir.
Dengan konsep tersebut mengarahkan usaha ternak pada kondisi yang lebih
berpeluang kepada peningkatan keuntungan dan daya saing, sebagai hasil dari
kemudahan penyelenggaraan berbagai kegiatan yang berpengaruh penting terhadap
usaha ternak dana berada pada satu lokasi yang terjangkau, pemerintah berpeluang
lebih mudah meningkatkan pelayanan teknis, penyediaan fasilitas secaa efesien dan
efektif, sehingga dapat menekan biaya pransportasi, lebih menjamin terwudnya
keterkaitan agribisnis-hulu jilir, memudahkan pelaksanaan koordinasi dan
pembinaan serta terwujudnya pola kemitraan peternak dengan pengusaha, peternak
lebi cepa mandiri dengan skala ekonomis

Penutup

Agar pangsa pasar susu yang dihasikan peternak sapi perah di Sulawesi Selatan
dapat ditingkatkan maka masalah-masalah tersebut diatas perlu ditanggulangi
dengan revolusi putih yaitu dengan meningkatkan produksi atau konsumsi susu,
seperti yang di kemukakan oleh daryanto (2007) dengan cara:

1. Pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan


produktivitas dan kualitas hasil ternak (susu) kepada para peternak yang
akan berdampak pada daya saing susu yang dihasilkan peternak. Aktivitas
nyata lainnya yaitu berupa bantuan antara lain dalam bentuk penyuluhan
dan pelatihan budidaya sapi perah yang baik, mendorong tersedianya bibit
sapi unggul, kemudahan untuk pemanfaatan lahan, akses dan ketersediaan
modal serta pengembangan beragam industri pengolahan susu sehingga
harga ditingkat peternak menjadi relatif lebih stabil.
2. Wadah kemitraan yang sudah ada harus jujur dan memperhatikan
kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan industri
pengolahan susu sehingga pengembangan agribisnis peternakan dapat
berjalan dengan baik.
3. Koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan
pengelolahan sederhana susu segar antara lain pengolahan menjadi yogurt
dsb.
4. Pemerintah daerah Propinsi Sulawesi Selatan seyogyanya mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi
perah misalnya pemberlakuan tarif bea masuk terhadap susu in port untuk
melindungi produksi dalam negeri
Daftar Pustaka

Daryanto, A. 2007 Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. PT. Permata


Wacana Lestari Jakarta.

Ditjen Peternakan. 2010) Populasi Sapi Perah di Indonesia. Jakarta

Sirajuddin, S.N. 2010 Analisis Biaya Transaksi Pada Usaha Sapi Perah Sistem
Kemitraan Dan Mandiri Serta Strategi Pengembangannya Di Propinsi
Sulawesi Selatan. Disertasi. Institut Pertaian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai