Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK

KMB
DOSEN: YOSINA ATANAI,S.Kep Ns.M.MKes

DI SUSUN OLEH:
NAMA KELOMPOK :

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK


KESEHATAN KEMENKES SORONGPROGRAM STUDI
PENDIDIKAN D-III KEPERAWATAN FAKFAK
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
KANKER KOLOREKTAL

A. DEFINISI KANGKER KOLOREKTAL


1. Kanker kolorektal atau kolon adalah kanker yang terbentuk di rektal, kolon, dan
appendix.Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu
pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas
(FKUI, 2008 : 268).
2. Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak
teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya,
baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau
dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak
teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Gale, 2000 : 177).
3. Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/neoplasma yang
muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker, 2001 : 72).
4. Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam
permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman, 2000 : 805).
5. Kanker kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh pada
kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000 : 143).
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon
adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan
jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).

B. ETIOLOGI
Terdapat empat etiologi utama kanker (Davey, 2006 : 334) yaitu :
1. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-
buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.
2. Kelainan kolon : Adenoma di kolon : degenerasi maligna menjadi
adenokarsinoma.
3. Familial poliposis : polip di usus mengalami degenerasi maligna menjadi
karsinoma.
4. Kondisi ulserative Penderita colitis ulserativa menahun mempunyai risiko terkena
karsinoma kolon.
5. Genetik Anak yang berasal dari orangtua yang menderita karsinoma kolon
mempunyai frekuensi 3 ½ kali lebih banyak daripada anak – anak yang
orangtuanya sehat (FKUI, 2001 : 207).
C. GEJALA
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum
keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa
waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor
dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus
biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar,
gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala
penyebaran(metastasis).
1. Gejala lokalnya adalah :
a. Perubahan kebiasaan buang air.
b. Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah (diare).
c. Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin tapi sudah tidak bisa
keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses).
d. Keduanya adalah ciri khas dari kanker kolorektal
e. Perubahan wujud fisik kotoran/feses.
f. Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang
air besar.
g. Feses bercampur lendir Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan
dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian atas.
h. Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat
sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor.
i. Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita
Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat
tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung
kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll), vagina
(keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan, dll).
Gejala-gejala ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar tumor dan
semakin luas penyebarannya.

2. Gejala umumnya adalah :


a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling umum
di semua jenis keganasan).
b. Hilangnya nafsu makan
c. Anemia, pasien tampak pucat
d. Sering merasa lelah
e. Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang
3. Gejala penyebarannya adalah :
Penyebaran ke Hati, menimbulkan gejala :
a. Penderita tampak kuning.
b. Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar lokasi hati.
c. Pembesaran hati, biasa tampak pada pemeriksaan fisik oleh dokter
Timbul suatu gejala lain yang disebut paraneoplastik, berhubungan dengan
peningkatan kekentalan darah akibat penyebaran kanker.
4. Stadium Kanker Kolon Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker
kolon, ada klasifikasi TNM, klasifikasi Dukes, namun yang akan saya jabarkan
klasifikasinya adalah sebagai berikut (mirip dengan klasifikasi Dukes) :
a. Stadium1:Kanker terjadi di dalam dinding kolon.
b. Stadium 2:Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon.
c. Stadium 3:Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa.
d. Stadium 4:Kanker telah menyebar ke organ-organ lain.

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan
merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi
dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar
serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan
asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang
beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%) adenokarsinoma
(muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor biasanya dimulai
sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup, serta
merusak; jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya.Tumor dapat
berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke
sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin).Lesi annular lebih sering terjadi
pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada
sekum dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
a. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
b. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon.
c. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah
balik ke sistem portal.
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat (1197) diantaranya:
1) Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding
usus besar (lapisan mukosa).
2) Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah
lapisan mukosa.
3) Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe yang
banyak terdapat di sekitar usus.
4) Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe
atau bahkan ke organ-organ lain.
makanan mengandung
kolesterol lemak hewan tinggi

PATWEY
Resti Diare Gangguan absorbsi Kadar serat yang rendah
cairan
Interaksi bakteri,asam
empedu makanan dalam Informasi Inadekuat Kesalahan interpretasi
Resti Kurangan Kehilangan fungsi
Volume Cairan kolon usus besar
Kurang Pengetahuan
Karsinoma kolon Inflamasi jaringan Minuman beralkohol

Waktu peredaran Sekresi asam Lapisan endotel dalam Polip jinak –polip
darah pada perut dan bakteri usus-endotel ganas Insisi bedah
dikurangi anaerob

Ke kelenjar linfe peri Meluas kedalam Pembuluh linfe Merusak jaringan menyusup Resti kerusakan
kolon & mesekolon struktur limfogen normal integritas kulit
sekitarnya
Ancietas

Trauma jaringan,refleks hypometabolik Karsinoma kolon Krisissituasional


Nyeri akut spasme otot sekunder keletihan

Perubahan nutrisi < Kemoterapi,efek


Perubahan kimia Intoleransi
kebutuhan tubuh samping obat-obatan
tubuh aktifitas
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus
tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses,
konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan
rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
a. Kanker kolonkanan,dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar
hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena
lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering
terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak
(suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat, karena
tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat
teraba, tetapi jarang pada stadiumawal. Penderita mungkin mengalami perasaan
tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
b. Kanker kolon kiri, dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi
sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering
terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan
obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah
segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah
kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf,
pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau
perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau
sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut.
Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang
tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses
berdarah (Gale, 2000).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Endoskopi : pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi.
2. Radiologis : Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto
dada dan foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah
ada metastasis kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG) : Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon,
tetapi digunakan untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah
bening di abdomen dan hati.
4. Histopatologi : Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar
histopatologis karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan
diferensiansi sel.
5. Laboratorium : Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien
mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Bila sudah pasti karsinima kolon, maka kemungkinan pengobatan adalah sebagai
berikut :
1. Pembedahan (Operasi)Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat
untuk tumor yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak
menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya
juga menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yan mengelilingi sekitar
kanker.
2. Penyinaran (Radioterapi)Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel
berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak
daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic sehingga membunuh kanker.
Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel
kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah.Kerusakan sel tubuh
menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.
3. Kemotherapy Chemotherapy memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk
ke dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah
menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau
dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan
memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik.Apabila terdapat perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen
darah dapat diberikan.Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi
yang berhubungan.Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil
dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif. Metode pentahapan
yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi Duke:
1. Kelas A – Tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosab.
2. Kelas B – Penetrasi melalui dinding ususc.
3. Kelas C – Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regionald.
4. Kelas D – Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas

Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung
atau terapi ajufan.Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah.Pilihan
mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi.Terapi ajufan standar yang
diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/
Levamesole. Pasien dengan kanker rektal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil
CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode
praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil tumor, mencapai hasil
yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk
tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan untuk
menghilangkan gejala secara bermakna.Alat radiasi intrakavitas yang dapat
diimplantasikan dapat digunakan.Data paling baru menunjukkan adanya pelambatan
periode kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang
mendapat beberapa bentuk terapi ajufan.

I. KOMPLIKASI
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap.Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemoragi.Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan
pembentukan abses.Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PROSES KEPERAWATAN PASIEN KANKER KOLON


1. PENGKAJIAN KEPRAWATAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Post Operatif Ca
Colon (Doenges, 1999) adalah meliputi :
a. Sirkulasi Gejala :
Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer,
atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas Ego Gejala :
Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya
financial, hubungan, gaya hidup.Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan
ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairanGejala :
Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan Gejala :
infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. KeamananGejala :
alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi
immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker /terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang
hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari
detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse
darah / reaksi transfuse.Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ;
demam.
f. Penyuluhan / PembelajaranGejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid,
antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator,
diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer
dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan
alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasidan
pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pascaoperasi).

Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang perasaan lelah;


adanya nyeri abdomen atau rektal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengang makan atau defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini,
deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau
mukus.Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus
inflamasi kronis atau polip kolorektal; dan terapi obat saat ini.Kebiasaan diet
diidentifikasi mencakup masukan lemak dan/ atau serat serta jumlah konsumsi
alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.Pengkajian objektif
adalah mencakup auskultasi abdomen terhadap bisisng usus dan palpasi abdomen
untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat. Spesimen feses diinspeksi
terhadap karakter dan adanya darah.

2. DAGNOSA KEPRAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 :
17).Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Post operatif kanker kolon
(Wilkinson, 2006 : 621) meliputi
a. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan imobilitas, dan kondisi
pascaanastesi.
b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya
penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia; lingkungan terapeutik yang terbatas
misalnya stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan
pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh
secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
d. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan, trauma muskuloskletal,
kehancuran yang terus-menerus (misalnya, lokalisasi).
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik/nyeri.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan.
h. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual/muntah.
i. Konstipasi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat,
kelemahan otot abdomen sekunder akibat mekanisme kanker kolon.
j. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan
orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.

3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


a. Pola nafas, tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak member
ventilasi yang adekuat.
1) Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari
sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya.
2) Kriteria hasil : Tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman
pernapasan.
3) Intervensi :
a) Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala,
hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral.
R : Mencegah obstruksi jalan napas.
b) Auskultasi suara napas.
R : Indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi
dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.
c) Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot
bantu pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan
cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara.
R : Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga
upaya memperbaikinya dapat segerra dilakukan.
d) Letakkan pasien pada posisi yang sesuai.
R :Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi
dari muntah, posisi yang benar tergantung pada kekuatan pernapasan
dan jenis pembedahan.
e) Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan
lanjutkan pada periode pascaoperasi.
R :Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan
sekresi, meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ;
batuk membantu mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.
f) Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
R :Obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus
dalam tenggorok atau trakhea.
g) Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
R :Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan
oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas
anastesi dan mendorong pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat
inhalas

b. Perubahan proses pikir adalah suatu kondisi gangguan aktivitas dan kerja
kognitif (misalnya, pikiran sadar, orientasi realita, pemecahan masalah, dan
penilaian) yang terjadi pada individu.
1) Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.
2) Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari
sumber bantuan sesuai kebutuhan.
3) Intervensi :
a) Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari
pengaruh anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
R : Karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan
jaminan akan membantu menghilangkan ansietas.
b) Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa
membentak, sadar penuh akan apa yang diucapkan.
R : Tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun
sensori pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan
pulih.
c) Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang
sesuai.
R : Pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal
yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan
lamanya prosedur dilakukan.
d) Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika
diperlukan.
R :Berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah
terjadinya cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan
perlawanan selama masa disorientasi.
e) Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.
R :Pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi
bendungan pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas,
atau tertekuk.
f) Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan
pastikan kepatenannya.
R :Stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika
terjadi disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.

c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi adalah suatu kondisi individu yang
berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intraselular.
1) Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.
2) Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil,
kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal.
3) Intervensi :
a) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran.
R:Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang
mempengaruhimembran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang
sesuai).
b) Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang
dilakukan.
R : Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha
prosedur pada sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan
mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.
c) Pantau tanda-tanda vital.
R: Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan
kekurangan kekurangan cairan.
d) Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan
pernapasan dan jenis pembedahan.
R :Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi
dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus
paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
e) Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R : Kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan
tambahan.
f) Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma
ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R : Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat
waktu penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan
komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.

d. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial,
digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
1). Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
2). Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
3). Intervensi :
a) Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan
intensiitas (0-10).
R :Sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi.
b) Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan
dan persiapan untuk prosedur.
R : Perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan
inadekuat (misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk
persepsi pasien akan rasa sakit.
c) Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan
peningkatan pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa
sakit.
R :Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
d) Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
R : Pahami penyebab ketidaknyamanan, sediakan jaminan emosional.
e) Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi – Fowler ; miring.-
Observasi efek analgetik.
R :Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi
semi – Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot
pungguung artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.

e. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup
mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi
kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
1) Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
2) Kriteria hasil: -perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan diri.-pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa dibantu.-Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya
baik.
3) Intervensi :
a) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R :Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul
dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R :Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini
c) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R :Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih
kembal.
d) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R :Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai
akibat dari latihan.

f. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,


pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
1) Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
2). Kriteria hasil :
a) penampilan yang seimbang.
b) melakukan pergerakkan dan perpindahan.mempertahankan mobilitas
optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0=mandiri penuh
1=memerlukan alat bantu.
2=memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,
dan pengajaran.
3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu.
3). Itervensi:
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
R:Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
a) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R :Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
b) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R :Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
c) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R:Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
d) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : Sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas.
g. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami
perubahan secara tidak diinginkan.
1) Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2) Kriteria Hasil :
a) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b) luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

3). Intervensi :
a) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R :Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R :Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi.
c) Pantau peningkatan suhu tubuh.
R : Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan.

h. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan individu yang
mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
1) Tujuan : klien mampu mempertahankan dan meningkatkan intake nutrisi.
2) Kriteria hasil :
a). klien akan memperlihatkan perilaku mempertahankan atau
meningkatkan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
b). Klien mengerti dan mengikuti anjuran diet.
3) Intervensi :
a) Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien.
R : Menganalisa penyebab melaksanakan intervensi
b) Perkirakan/hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu
makan sampai minimal.
R: Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi berfokus pada
masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
c) Tidak ada mual/muntah.
R :Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
d) Konsultasi tentang kesukaan/ketidaksukaan klien yang menyebabkan
distress.
R : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
e) Kolaborasi ahli gizi pemberian makanan yang bervariasi.
R :Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen dan obat-obatan,
serta kebutuhan nutrisi parenteral dan pemasang pipa lambung.
R :menstimulasi nafsu makan dan mempertahankan intake nutrisi yang
adekuat.

i. Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi defekasi yang normal pada


seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau
keluarnya feses yang sangat keras dan kering.
1) Tujuan : pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; feses lembut dan
berbentuk.
2) Kriteria hasil :
a) klien akan menunjukkan pengetahuan akan program defekasi yang
dibutuhkan.
b) Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri dan mengejan.
3) Intervensi :
a) Kaji warna dan konsistensi feses, frekuensi, keluarnya flatus, bising
usus dan nyeri terkan abdomen.
R :Penting untuk menilai keefektifan intervensi, dan memudahkan
rencana selanjutnya.
b) Pantau tanda gejala rupture usus dan/atau peritonitis.
R :Keadaan ini dapat menjadi penyebab kelemahan otot abdomen dan
penurunan peristaltic usus, yang dapat menyebakan konstipasi.
c) Kaji factor penyebab konstipasi.
R :Mengetahui dengan jelas factor penyebab memudahkan pilihan
intervensi yang tepat.
d) Ajarkan klien dalam bantuan eleminasi defekasi.
R :Akan meningkatkan pola defekasi yang optimal.
e) Anjurkan klien untuk menghindari mengejan selama defekasi.
R :Mencegah terjadi perubahan tanda vital, sakit kepala atau
perdarahan.
f) Konsultasikan pada ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan
dalam diet.
R :Pada keadaan kekurangan serat dan cairan.
g) Konsultasikan dengan dokter untuk memberikan bantuan eleminasi,
seperti : diet, pelembut feses, enema dan laksatif.
R :Merupakan tindakan dependent perawat dalam memberikan bantuan
defekasi kepada klien.

j. Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah


atau dread.
1) Tujuan:ansietas berkurang/terkontrol.
2) Kriteria hasil:
a) klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
b) klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
c) tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
3) Intervensi :
a) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R :Memudahkan intervensi.
b) Kaji mekanisme koping
R: Mempertahanakan yang disertai dengan respons autonomis ;
sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan
bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk
membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.
c) Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R: Pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
d) Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat
ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
e) Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-
hari meskipun dalam keadaan cemas
R: Menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya
mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri
sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
f) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R: Menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
g) Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan
keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.-
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R: Meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.

4. EVALUASI KEPRAWATAN
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang
diharapkan pada pasien post Operatif kanker kolon meliputi :
a. Menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau
tanda-tanda hipoksia lainnya.
b. Meningkatkan tingkat kesadaran.
c. Keseimbangan cairan tubuh adekuat.
d. Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
e. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
f. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
g. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
h. Klien mampu mempertahankan dan meningkatkan intake nutrisi
i. Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; feses lembut dan berbentuk
j. Ansietas berkurang/terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA

 Bruuner dan Suddarth.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Volume 2.


Buku Kedokteran EGC.
 Bickley, Lynn S. 2008. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan –Edisi 5-. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai