LAPORAN KASUS
Oleh:
Preseptor,
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Dermatitis Kontak Iritan” sebagai kelengkapan
persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Elvi Roza, M.Kes yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Selanjutnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
ilmu bagi para pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. E/Perempuan/33 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : Ibu Rumah Tangga/SMA
c. Alamat : RT 30 Kenali Asam Bawah
II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a. Status perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 2 orang
c. Status ekonomi keluarga : Keadaan sosial ekonomi cukup
d. Kondisi rumah : Pasien tinggal bersama suami dan 2 orang
anaknya di sebuah rumah semi permanen berukuran 7x10m2, dengan atap
seng, dinding terbuat dari batu bata yang diplester dan lantai dari semen yang
dilapisi lantai keramik. Rumah pasien terdiri dari 3 kamar tidur, 1 dapur, dan
2 kamar mandi. Pencahayaan dan ventilasi dirumah pasien cukup baik. Kamar
mandi menggunakan kloset leher angsa. Sumber air bersih berasal dari PDAM
dan listrik dari PLN.
1
e. Kondisi lingkungan sekitar rumah : Pasien tinggal di daerah pemukiman yang
lumayan padat. Jarak antar satu rumah dengan rumah lainnya cukup dekat.
Lingkungan rumah pasien cukup bersih
VIII. Riwayat makan, alergi, obat obatan, perilaku kesehatan dll yang relevan
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun
3
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Status Dermatologis
4
Efloresensi : Makula eritema ditutupi skuama selapis
Lokasi : sela jari kanan
Bentuk : irreguler
Ukuran : ± 2 x 0,5 cm
Jumlah : soliter
Batas : sirkumskripta
Distribusi : regional
Permukaan : rata
Daerah sekitar lesi : tidak ada kelainan
XIII. Manajemen
a. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan pengobatannya
- Menjelaskan kepada pasien tentang cara menghindari faktor pencetus
penyakit dan mengurangi berulangnya gejala tersebut
b. Preventif :
- Menggunakan alat pelindung saat melakukan pekerjaan rumah tangga
terutama mencuci (sarung tangan)
5
- Menghindari bahan yang menyebabkan iritasi
- Menggunakan pelembab kulit atau emolien untuk mengatasi kulit kering
c. Kuratif :
Non Farmakologi
Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan berisiko terjadinya infeksi.
Farmakologi
Cetirizine 1x10 mg
Salep hidrokortison 2,5% dioleskan tipis pada daerah yang iritasi 3x
sehari
Obat Tradisional
Kunyit
Dosis: 1 kepal rimpang
Cara penggunaan: bahan dihaluskan, lalu ditempel/digosok pada bagian
kulit yang eksim.
d. Rehabilitatif
Menjelaskan pada pasien penggunaan obat dan menjelaskan agar teratur
dalam pengunaannya
Menghindari kontak dengan bahan iritan
Pasien disarankan untuk kontrol ulang ke puskesmas atau rumah sakit bila
keluhan tidak berkurang atau semakin memberat.
6
Resep Puskesmas Resep Ilmiah 1
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Paal X Puskesmas Paal X
dr. Tanissa Rizky dr. Tanissa Rizky
SIP. G1A217116 SIP. G1A217116
Tanggal: Tanggal:
Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :
Pro : Pro :
Umur : Umur :
BB : BB :
Alamat : Alamat :
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan reaksi perandangan kulit non-
imunologis yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului oleh proses
pengenalan / sensitisasi.1
2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit
didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun
sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita
yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.2,3
Sebuah kusioner penelitian diantara 20.000 orang yang dipilih secara acak di
Sweden melaporkan bahwa 25% memiliki perkembangan gejala selama tahun
sebelumnya. Orang yang bekerja pada industri berat, mereka yang bekerja bersentuhan
dengan bahan kimia keras yang memiliki potensial merusak kulit dan mereka yang
diterima untuk mengerjakan pekerjaan basah secara rutin memiliki faktor resiko.
Mereka termasuk : muda, kuat, laki-laki yang dipekerjakan sebagai pekerja metal,
pekerja karet, terapist kecantikan, dan tukang roti.7,8
2.3 Etiologi
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen
(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1,9
a. Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial
iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk
8
senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan
termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul,
jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah,
konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan
lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh
yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan.
Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada
stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.1
b. Faktor Endogen
1) Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk
mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan
kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya
dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon
tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap
kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.1 Pada penelitian,
diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap
bahan iritan. TNF-α polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk
kerentanan terhadap kontak iritan.
2) Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan
wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis
kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh
bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada
pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan
berdasarkan penelitian.1,9
3) Umur
9
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan
kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa
tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya
umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan.
Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi
kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.1
Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat
penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan
potensial penetrasi perkutaneus.
4) Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit
diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-
satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada
kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan
daripada kulit putih.1
5) Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga
kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap
dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih
resisten.
6) Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis
iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan
peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang
iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.1
Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan
reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.9
10
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai
respon imunologis yang dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut
ditandai oleh pelepasan mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-
imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan
sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin
seperti Interleukin-1α (IL-1α), IL-1β, tumor necrosis factor- α (TNF- α). Pada
dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF-α hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga
kali lipat. TNF- α adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan,
yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC)
kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.1
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan
dermatitis kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah
keterlibatan dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya
kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis
bahan iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan
kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena depilasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.6
V. GAMBARAN KLINIS
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan
gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang
11
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan penyebab
tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh
macam, yaitu:
12
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul
hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya
mirip dengan dermatitis kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang
disebabkan oleh serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya
muncul keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel
atau bahkan nekrosis.
13
Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak
iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar
ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai
dari ujung jari (pulpitis). DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan,
oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan
bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel,
juru masak, tukang kebun, penata rambut).
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa
skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di
dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan
dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan
kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.
14
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit,
kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat
secara histologi. Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar,
gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan
penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang tinggi. Penyakit ini ditandai
dengan perubahan sawar stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).
15
dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini
dapat dilihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.
16
sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI.6
A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung
pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat
mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut.
DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium
klorida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya
terjadi 8-24 jam setelah pajanan.
17
- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI
kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari
suatu bahan iritan yang merusak kulit.
- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman
akibat pruritus yang terjadi.
Faktor Risiko:
1. Ditemukan pada orang-orang yang terpajan oleh bahan iritan
2. Riwayat kontak dengan bahan iritan pada waktu tertentu
3. Pasien bekerja sebagai tukang cuci, juru masak, kuli bangunan, montir,
penata rambut
4. Riwayat dermatitis atopik
B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut:
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk
vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
Tanda patognomonis
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada umumnya, tergantung
pada kondisi akut atau kronis. Selengkapnya dapat dilihat pada bagian klasifikasi.
Faktor Predisposisi
Pekerjaan atau paparan seseorang terhadap suatu bahan yang bersifat iritan.
Klasifikasi
18
Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tertentu, DKI dibagi menjadi:
1. DKI akut:
a. Bahan iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat (H2SO4) atau asam klorida (HCl),
termasuk luka bakar oleh bahan kimia.
b. Lesi berupa: eritema, edema, bula, kadang disertai nekrosis.
c. Tepi kelainan kulit berbatas tegas dan pada umumnya asimetris.
2. DKI akut lambat:
a. Gejala klinis baru muncul sekitar 8-24 jam atau lebih setelah kontak.
b. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI tipe ini diantaranya adalah podofilin,
antralin, tretionin, etilen oksida, benzalkonium klorida, dan asam hidrofluorat.
c. Kadang-kadang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari
(dermatitis venenata), penderita baru merasa pedih keesokan harinya, pada awalnya
terlihat eritema, dan pada sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
3. DKI kumulatif/ DKI kronis:
a. Penyebabnya adalah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis
misalnya gesekan, trauma minor, kelembaban rendah, panas atau dingin, faktor
kimia seperti deterjen, sabun, pelarut, tanah dan bahkan air).
b. Umumnya predileksi ditemukan di tanganterutama pada pekerja.
c. Kelainan baru muncul setelah kontak dengan bahan iritan berminggu-minggu atau
bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian sehingga waktu dan rentetan kontak
merupakan faktor penting.
d. Kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci
yang mengalami kontak terus-menerus dengan deterjen. Keluhan penderita
umumnya rasa gatal atau nyeri karena kulit retak (fisur). Ada kalanya kelainan
hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh
penderita.
4. Reaksi iritan:
19
a. Merupakan dermatitis subklinis pada seseorang yang terpajan dengan pekerjaan
basah, misalnya penata rambut dan pekerja logam dalam beberapa bulan pertama,
kelainan kulit monomorfik (efloresensi tunggal) dapat berupa eritema, skuama,
vesikel, pustul, dan erosi.
b. Umumnya dapat sembuh sendiri, namun menimbulkan penebalan kulit, dan
kadang-kadang berlanjut menjadi DKI kumulatif.
5. DKI traumatik:
a. Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi.
b. Gejala seperti dermatitis numularis (lesi akut dan basah).
c. Penyembuhan lambat, paling cepat 6 minggu.
d. Lokasi predileksi paling sering terjadi di tangan.
6. DKI non eritematosa:
Merupakan bentuk subklinis DKI, ditandai dengan perubahan fungsi sawar stratum
korneum, hanya ditandai oleh skuamasi ringan tanpa disertai kelainan klinis lain.
7. DKI subyektif/ DKI sensori:
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa seperti tersengat (pedih) atau
terbakar (panas) setelah kontak dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.
c. Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan.
Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa
tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan
DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari
setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam
beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritans.
1. Patch Test
Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak
dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang
digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu
20
oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi
sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat
dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali
dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam
kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI,1,7 Pemeriksaan patch
tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.
2. Kultur Bakteri
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder
bakteri.
3. Pemeriksaan KOH
Dapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi
jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan
morfologi dari lesi.
4. Pemeriksaan IgE
Peningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau
riwayat atopi.
d. Diagnosa Banding
1. Dermatitis Kontak Alergi
Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan.
Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah
interpretasi ulang dari antigen oleh sel T (memori), dan keluhan utama pada
penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan. Pada patch tes,
didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah diujikan, dan sensitifitasnya
berkisar antara 70 – 80%.
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga
21
penderita.6 Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek
DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis
atopi.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan
dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip
pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi
(seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti
bahan-bahan iritan dengan bahan lain.1,4,5,6,9
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita
dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Keluhan dapat diatasi dengan pemberian farmakoterapi, berupa:
a. Topikal (2 kali sehari)
Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
Kortikosteroid: Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat
digunakan fluosinolon asetonid krim 0,025%).
Pada kasus DKI kumulatif dengan manifestasi klinis likenifikasi dan
hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat krim 0,1% atau
mometason furoat krim 0,1%).
Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik
topikal.
b. Oral sistemik
Antihistamin hidroksizin 2 x 25 mg per hari selama maksimal 2 minggu, atau
Loratadin 1x10 mg per hari selama maksimal 2 minggu.
2. Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan-bahan yang bersifat
iritan, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis, memakai sabun dengan pH netral
22
dan mengandung pelembab, serta memakai alat pelindung diri untuk menghindari
kontak iritan saat bekerja.
Kriteria Rujukan
Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test
Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah
menghindari kontak.
2.10.Prognosis
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak
dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang
penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.1,6
23
BAB III
ANALISA KASUS SECARA HOLISTIK
24
e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan dengan
faktor risiko atau etiologi pada pasien ini.
- Menghindari kontak dengan bahan iritan.
- Menggunakan pakaian panjang dan sarung tangan saat sedang mencuci.
- Menggunakan pelembab kulit atau emolien untuk mengatasi kulit kering.
- Jangan menggaruk luka karena bisa menjadi tempat infeksi baru dan dapat
meninggalkan bekas garukan yang permanen.
f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, perjalanan penyakit,
tatalaksana yang dapat mengurangi keluhan pasien.
- Menghindari kontak dengan bahan iritan sebisa mungkin atau memakai alat
pelindung saat sedang mencuci.
- Menjaga kebersihan diri perorangan maupun keluarga.
- Senantiasa menjaga kesehatan serta meningkatkan konsumsi makanan bergizi
untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
- Menjelaskan ke pasien bahwa keluhan dapat muncul kembali atau berulang jika
pasien masih kontak dengan bahan iritan.
- Menjelaskan kepada pasien untuk segera datang berobat apabila keluhan tidak
membaik atau keluhan pada kulit bertambah parah.
25
DAFTAR PUSTAKA
26