Anda di halaman 1dari 27

Diabetes Juvenile

A.Pengertian

Penyakit diabetes melitus atau dikenal dengan singkatan DM merupakan


gangguan metabolik pada fungsi pankreas (organ yang terletak di belakang
lambung). Gangguan tersebut bisa terjadi karena sistem kekebalan salah dalam
melawan ancaman yang membahayakan tubuh yaitu malah menyerang dan
menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas sehingga pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin dalam jumlah yang memadai dan mengakibatkan kadar
glukosa dapat meningkat tinggi.Hal ini dikenal dengan diabetes tipe 1 atau
penyakit autoimun diabetes. Penyakit DM juga dapat disebabkan karena sel-sel
tubuh kurang sensitif hingga tidak mampu.

Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh kelenjar pankreas. Berfungsi


membantu membantu tubuh menyerap glukosa dari aliran darah ke sel tubuh agar
kadar gula darah tetap terkontrol dan digunakan sebagai energi. Sel dalam tubuh
manusia membutuhkan glukosa agar dapat bekerja dengan normal.Jika fungsi
insulin terganggu, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa.
Akibatnya, glukosa menumpuk dalam darah sehingga kadar gula darah bisa
menjadi sangat tinggi.lagi merespon insulin, dikenal dengan diabetes tipe 2 atau
bisa juga terjadi karena keduanya.Diabetes Melitus bisa terjadi pada orang dewasa
dan anak-anak.

Diabetes merupakan kondisi kadar gula darah tubuh yang lebih tinggi dari
seharusnya akibat kekurangan insulin. Diabetes juvenile, atau disebut juga
diabetes melitus tipe I, merupakan diabetes melitus yang terjadi pada anak-anak
akibat pankreas (organ dalam tubuh yang menghasilkan insulin) tidak
menghasilkan insulin sebagaimana mestinya. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang
sering terjadi pada anak. Diabetes tipe satu juga dikenal dengan diabetes juvenil
atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM).
Para ahli juga menduga genetika atau keturunan berperan penting dalam hal ini.
Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah dan siapapun dapat mengalaminya.Penyakit
ini umumnya terjadi pada anak usia 7-12 tahun, walaupun bisa terjadi pada usia
berapapun, dari bayi sampai orang dewasa.Tak hanya itu, anak dengan diabetes
tipe 1 juga sangat bergantung pada insulin dari luar yang dimasukkan ke dalam
tubuh setiap hari untuk mengontrol kadar gula darahnya.

B.ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali
lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau
DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur
kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM
adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas,
yang membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Adanya respon autoimmune yang merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jringan tersebutr yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing ,yaitu
autoantibody terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

C.PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup
kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor
insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton
& Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak
mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau
langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia
post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular
yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan
konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik
diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga
intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya
osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui urine
(polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul gejala Polydipsia
(kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium
dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia,Fentigue dan berat badan
menurun. Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan
lolos dalam urine yang disebut glikosuria.

Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan


glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya
berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat
dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena
itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme,
mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar
glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan
predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang
antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B
meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok
(mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh
sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu
kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau
fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B
setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan
kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen
yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

D.MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (
diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung
insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
c. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1
pada anak.
d. Polidipsia
e. Poliphagia
f. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
g. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
h. Ketonemia dan ketonuria
i. Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
j. Mata kabur
k. Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
l. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan
urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini
berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan
penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti
penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.

E. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak
menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini
dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
A. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl.
Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat
dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ
dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-
diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat
makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.

2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
 Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan
yang besar)
 Minum banyak, kencing banyak
 Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat
dan dalam, serta berbau aseton
 Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita
koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
B. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah
tahun ke-5) berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik
dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
 Gangguan pertumbuhan dan pubertas
 Katarak
 Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
 Hepatomegali

F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
· Fosfor : lebih sering menurun
f. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
i. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
j. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.

G.PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan
pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90- >160/95
95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas
diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM
tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang
DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan
pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta
perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu


diusahakan supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah
serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun
oleh lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk
mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini
terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati
normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal.

Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama


bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan
glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau
tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan
glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah
glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah
dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc),
suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh
vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa
(insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin
medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6. Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Insulin yang Tersedia di Indonesia


Tipe Insulin Mulai Puncak Lama
Kerja Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, 15-30 min 60-90 min 3-5 hr
Rapid Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
Short-Acting (Soluble, Neutral) 30-60 min 2-4 hr 6-8 hr
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
Intermediate-Acting (Isophane) 1-2 hr 4-8 hr 16-24
Insulatard, Humulin N, NPH hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based) 1-3 hr 4-12 hr 16-24
Monotard, Humulin Lente, Humulin hr
Zn
Very Long Acting Insulin 2-4 hr 4-24hr 24-36
Insulin Glargine (Lantus) (nopeak) hr
Insulin Detemir (Levemir)
Mixed Insulin (Short + 30 min 2-8 hr 24 hr
Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin
30/70
Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes.
Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan
insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa
banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui selang infus yang
terpasang dengan sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang
dipasang pada kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara
teratur setiap minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun
sudah ada distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan
alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
a. Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
b. Kadar glukosa darah sering tidak teratur
c. Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
d. Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
e. Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
f. Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada


beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
1. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan)
untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol
kadar glukosa darah tubuh
2. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut
membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.

Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun


terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan
terapi insulin yang intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat
mengurangi komplikasi diabetes secara efektif. Studi ini menunjukan bahwa
terapi insulin intensif :
- Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
- Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
- Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous
Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling menyerupai
metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam
pompa insulin adalah insulin “prandial” (short atau rapid acting insulin), sehingga
dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial “bolus” yang diberikan secara
intensif selama 24 jam.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
1. Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
2. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
3. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
4. Mengurangi variasi kadar glukosa darah
5. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes

Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :


1. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula
secara eratur
2. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3. Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang dapat mengakibatkan
diabetic ketoacidosis yang lebih besar jika tidak mempergunakan pompa
dalam jangka waktu yang lama. Di Indonesia sendiri, insiden diabetes
melitus tipe 1 sangat jarang. Walaupun alatnya sudah ada di Indonesia, akan
tetapi harganya relatif mahal.

b.Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik
yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne,
2002)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh
agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
1. Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.
2. Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
3. Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
4. Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
a. Usia
b. Tingkat perkembangan
c. Toleransi / kemampuan memahami tindakan
d. Koping
e. Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
f. Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya

3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi
/ disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi,
nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan
darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau
mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /
anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan
menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu Belajar
bersaing dan koperatif dengan orang lain
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain,
gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress,
epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma ).
4. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi,
perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
infeksi, hipermetabolik.
6. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)
C. PERENCANAAN
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB,
nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan


masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
 Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan
keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui
oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma )


Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau
menunjukkan penyembuhan.

Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi,
kriteria hasil :
a. Luka sembuh
b. Tidak ada edema sekitar luka.
c. Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi :
 Kaji keadaan kulit yangrusak
 Kaji keadaan kulit yangrusak
 Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic
 Kompres luka dengan larutan Nacl
 Anjurkan pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi
 Pemberian obat antibiotic.

5) Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan


perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau karena
ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan
Intervensi :
 Kaji derajat dan tipe kerusakan
 Latih klien untuk membaca.
 Orientasi klien dengan lingkungan.
 Gunakan alat bantu penglihatan.
 Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya tempat, orang dan waktu.
 Pelihara aktifitas rutin.
 Lindungi klien dari cedera.

6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan


kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas
kriteria hasil :
a. mengungkapkan peningkatan energi
b. mampu melakukan aktivitas rutin biasanya
c. menunjukkan aktivitas yang adekuat
d. melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan
Intervensi :
 Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
 Berikan aktivitas alternative
 Pantau tanda tanda vital
 Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya
 Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang
dapat ditoleransi

7) Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus)


Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi

kriteria hasil :
a. Klien tidak mengeluh nyeri
b. Ekspresi wajah ceria
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri
 Observasi tanda-tanda vital
 Ajarkan klien tekhnik relaksasi
 Ajarkan klien tekhnik Gate Control
 Pemberian analgetik

8) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri

kriteria hasil :
a. Kuku pendek dan bersih
b. Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap
c. Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
 Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
 Berikan aktivitas secara bertahap
 Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
 Bantu klien (memotong kuku)

9) Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan


kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan kriteria
: Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
 Pilih berbagai strategi belajar
 Diskusikan tentang rencana diet
 Diskusikan tentang faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol
DM

D. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan

intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai

peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi

dan rujukan.

E. EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan


dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
1. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi.
3. Infeksi tidak terjadi
4. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi
8), EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),


EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan


Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai