A.Pengertian
Diabetes merupakan kondisi kadar gula darah tubuh yang lebih tinggi dari
seharusnya akibat kekurangan insulin. Diabetes juvenile, atau disebut juga
diabetes melitus tipe I, merupakan diabetes melitus yang terjadi pada anak-anak
akibat pankreas (organ dalam tubuh yang menghasilkan insulin) tidak
menghasilkan insulin sebagaimana mestinya. Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang
sering terjadi pada anak. Diabetes tipe satu juga dikenal dengan diabetes juvenil
atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM).
Para ahli juga menduga genetika atau keturunan berperan penting dalam hal ini.
Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah dan siapapun dapat mengalaminya.Penyakit
ini umumnya terjadi pada anak usia 7-12 tahun, walaupun bisa terjadi pada usia
berapapun, dari bayi sampai orang dewasa.Tak hanya itu, anak dengan diabetes
tipe 1 juga sangat bergantung pada insulin dari luar yang dimasukkan ke dalam
tubuh setiap hari untuk mengontrol kadar gula darahnya.
B.ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali
lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau
DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur
kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden
lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM
adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas,
yang membuat kehilangan produksi insulin.
3. Faktor imunologi
Adanya respon autoimmune yang merupakan respon abnormal dimana
antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jringan tersebutr yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing ,yaitu
autoantibody terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
C.PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup
kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh
berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan
normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor
insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton
& Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak
mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau
langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia
post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular
yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan
konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik
diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga
intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya
osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui urine
(polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul gejala Polydipsia
(kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium
dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia,Fentigue dan berat badan
menurun. Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan
lolos dalam urine yang disebut glikosuria.
D.MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (
diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung
insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b. Poliuria
c. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1
pada anak.
d. Polidipsia
e. Poliphagia
f. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
g. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
h. Ketonemia dan ketonuria
i. Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akibat
katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
j. Mata kabur
k. Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
l. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton,
nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah
teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila
dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia maka
pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan
urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini
berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Diperlukan
penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti
penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.
E. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang
menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak
menyerang satu alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini
dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
A. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan
sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl.
Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat
dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ
dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-
diabetes yang diminum dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat
makan, atau bisa juga karena latihan fisik yang berlebihan.
2. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan
yang besar)
Minum banyak, kencing banyak
Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat
dan dalam, serta berbau aseton
Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita
koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
B. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah
tahun ke-5) berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik
dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
Gangguan pertumbuhan dan pubertas
Katarak
Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
Hepatomegali
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110
G.PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk
menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka
panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan
cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah
tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan
pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90- >160/95
95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas
diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM
tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam basa, elektrolit dan pemakaian insulin.
2. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang
DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan
pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta
perencanaan diet dan latihan jasmani.
3. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1. Bebas dari gejala penyakit
2. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut:
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapatkan
terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini
terutama untuk :
1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati
normal.
2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan).
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal.
b.Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik
yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam
beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
c. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal.
Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne,
2002)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh
agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
1. Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus.
2. Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
3. Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
4. Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
a. Usia
b. Tingkat perkembangan
c. Toleransi / kemampuan memahami tindakan
d. Koping
e. Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
f. Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi
/ disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi,
nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan
darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau
mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /
anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan
menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu Belajar
bersaing dan koperatif dengan orang lain
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain,
gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress,
epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma ).
4. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi,
perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
infeksi, hipermetabolik.
6. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)
C. PERENCANAAN
1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin
tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
Pantau masukan dan pengeluaran
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB,
nadi tidak teratur
Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan
keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui
oral.
Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi.
Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala.
Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
Kolaborasi dengan ahli diet.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut.
Kaji tanda vital
Kaji adanya nyeri
Lakukan perawatan luka
Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan
sirkulasi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi,
kriteria hasil :
a. Luka sembuh
b. Tidak ada edema sekitar luka.
c. Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi :
Kaji keadaan kulit yangrusak
Kaji keadaan kulit yangrusak
Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic
Kompres luka dengan larutan Nacl
Anjurkan pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi
Pemberian obat antibiotic.
kriteria hasil :
a. Klien tidak mengeluh nyeri
b. Ekspresi wajah ceria
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri
Observasi tanda-tanda vital
Ajarkan klien tekhnik relaksasi
Ajarkan klien tekhnik Gate Control
Pemberian analgetik
kriteria hasil :
a. Kuku pendek dan bersih
b. Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap
c. Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
Berikan aktivitas secara bertahap
Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Bantu klien (memotong kuku)
D. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
dan rujukan.
E. EVALUASI
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi
8), EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba
Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI