Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

2.1.1 Pengertian

Untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang bersekolah maupun tidak

bersekolah, Kementrian Kesehatan RI telah mengembangkan Pelayanan Kesehatan

Peduli Remaja (PKPR) yang menekankan kepada petugas yang peduli remaja,

menerima remaja dengan tangan terbuka dan menyenangkan, lokasi pelayanan yang

mudah dijangkau, aman, menjaga kerahasiaan, kenyamanan dan privasi serta tidak

ada stigma. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan

peduli remaja yang melayani semua remaja dalam bentuk konseling dan berbagai hal

yang berhubungan dengan kesehatan remaja. Disini remaja tidak perlu ragu dan

khawatir untuk berbagi/konseling, mendapatkan informasi yang benar dan tepat untuk

berbagai hal yang perlu diketahui remaja (Fadhlina, 2012).

PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh

remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai

remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya,

serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pelayanan kesehatan

peduli remaja (PKPR) dilayani di Puskesmas PKPR (Puskesmas yang menerapkan

PKPR) (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011).

2.1.2 Dasar Hukum

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan yang tertuang dalam:

Universitas Sumatera Utara


a. Pasal 131 ayat

(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk

mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas dan

berkualitas serta menurunkan angka kematian bayi dan anak.

(2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dimulai sejak anak masih dalam

kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan dan sampai berusia 18 tahun.

(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagai mana dimaksud pada

ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang

tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

b. Pasal 136 Ayat

(1) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk

mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif baik sosial

maupun ekonomi.

(2) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksudkan pada

ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari

berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan

menjalani kehidupan reproduksi secara sehat.

(3) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

c. Pasal 137 Ayat

(1) Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh

edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehaatan remaja agar mampu

hidup sehat dan bertanggung jawab.

Universitas Sumatera Utara


(2) Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja

memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pertimbangan

moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-

undangan.

2.1.3 Kriteria Puskesmas Mampu Tatalaksana PKPR

1. Memberi pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling.

2. Melakukan pembinaan pada minimal satu sekolah dengan melakukan kegiatan

KIE kesehatan reproduksi min 2x setahun.

3. Melatih kader kesehatan remaja di sekolah minimal 10% dari jumlah murid di

sekolah binaan.

2.1.4 Manfaat PKPR

Ada beberapa manfaat dari Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

menurut Fadhlina (2012) diantaranya:

1. Menambah wawasan dan teman melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, dialog

interaktif, Focus Group Discussion (FGD), seminar, jambore, dll.

2. Konseling/berbagi masalah kesehatan dan berbagai masalah remaja lainnya (dan

kerahasiaannya dijamin).

3. Remaja dapat menjadi peer counselor/kader kesehatan remaja agar dapat ikut

membantu teman yang sedang punya masalah.

Universitas Sumatera Utara


2.1.5 Sasaran dan Jenis Kegiatan PKPR

Sasaran dari PKPR ini adalah semua remaja dimana saja berada baik di

sekolah atau di luar sekolah seperti karang taruna, remaja mesjid/gereja/vihara/pura,

pondok pesantren, asrama, dan kelompok remaja lainnya.

Jenis kegiatan dalam PKPR adalah pemberian informasi dan edukasi,

pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan

Keterampilan hidup sehat (PKHS), penyuluhan kesehatan, pelatihan Peer Counselor/

Konselor sebaya dan pelayanan rujukan sosial dan medis. Pelayanan kesehatan

sekolah ini meliputi pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan perkembangan kecerdasan,

pemberian imunisasi, penemuan kasus-kasus dini yang mungkin terjadi, pengobatan

sederhana, pertolongan pertama serta rujukan bila menemukan kasus yang tidak dapat

ditanggulangi di sekolah.

2.1.6 Strategi Keberhasilan PKPR

Demi keberhasilan dalam pengembangan pelaksanaan PKPR digunakan

strategi sebagai berikut:

1) Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.

2) Penyertaan remaja secara aktif.

3) Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.

4) Dilaksanakan kegiatan minimal Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta

pelayanan klinis medis termasuk rujukan. Tanpa konseling pelayanan tidak akan

disebut PKPR.

5) Ketepatan penentuan prioritas sasaran. Misalnya Pelayanan Kesehatan Peduli

Remaja (PKPR) diperuntukkan bagi remaja yang ada di sekolah.

Universitas Sumatera Utara


6) Ketepatan pengembangan jenis kegiatan. Perluasan kegiatan minimal PKPR

ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhan setempat serta sesuai dengan

kemampuan puskesmas.

7) Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal. Monitoring dan evaluasi secara

berkala dilakukan oleh tim dari puskesmas dan tim dari Dinas Kesehatan Kota/

Kabupaten.

Pendidikan kesehatan dapat berupa mata pelajaran ilmu kesehatan atau

upaya-upaya lain yang disisipkan dalam ilmu-ilmu lain seperti olahraga dan

kesehatan, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya. Selain melalui pelajaran,

pendidikan kesehatan juga dapat diperkenalkan melalui pendidikan kesehatan yang

disisipkan pada kegiatan ekstrakurikuler untuk menanamkan perilaku sehat peserta

didik. Dengan adanya dukungan dari pihak sekolah atau pendidikan diharapkan dapat

meminimalisir kejadian atau masalah yang berhubungan dengan remaja.

Pelayanan Kesehatan Remaja merupakan peluang untuk menciptakan

generasi penerus bangsa yang berkualitas. Kualitas generasi yang akan datang

ditentukan oleh peran semua sektor pemerhati remaja pada saat ini dengan intervensi

yang tepat. Dengan melakukan Upaya Pelayanan Kesehatan Remaja kita telah

berinvestasi terhadap aset bangsa.

2.2 Pengetahuan

Dalam pemahaman umum pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran,

gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya

termasuk manusia dan kehidupannya (Keraf, 2001). Pengetahuan adalah segala

Universitas Sumatera Utara


sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia mencari dan

hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan pengetahuan. (Tafsir, 2004).

Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan

ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007)

adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seorang maka

semakin mudah dalam mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun

media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula

pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

2. Informasi/Media Massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedianya bermacam-macam

media massa mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.

Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,

Universitas Sumatera Utara


surat kabar, majalah dan lainnya mempunyai pengaruh terhadap pembentukan

opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal

tersebut.

3. Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran

apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan

bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang

juga menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan

tertentu, sehingga status ekonomi mempengaruhi pengetahuan seseorang.

4. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan

fisik, biologis dan sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya

pengetahuan ke dalam individu. Hal ini karena adanya interaksi timbal balik

ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

5. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.

6. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,

sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

Universitas Sumatera Utara


Pendidikan kesehatan reproduksi dapat meningkatkan pengetahuan remaja

terhadap pentingnya kesehatan reproduksi, sehingga remaja dapat bertanggung jawab

atas keputusannya mengenai perilaku seksualnya. United Nations Educational

Scientific and Cultural Organization (2009) mengemukakan pendidikan seksual

dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai untuk membuat keputusan

yang bertanggung jawab terhadap perilaku seksual remaja (Fadhlina, 2012).

2.3 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau obyek (Notoatmojo, 2007).

Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku

terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagau suatu penghayatan terhadap objek.

Allen, Guy and Edgley mengatakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku,

tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi

sosial atau secara sederhana, sikap merupakan respon terhadap stimuli sosial yang

telah terkondisikan (Azwar, 2005).

Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3

komponan pokok yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

Universitas Sumatera Utara


2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan

emosi memegang peranan penting.

Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar

(2009) adalah:

1) Pengalaman pribadi

Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan

menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan

dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan

obyek psikologis.

2) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar

terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang

mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita

akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan

heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan

kehidupan berkelompok, akan sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif

terhadap kehidupan individualisme yang mengutamakan kepentingan perorangan.

Universitas Sumatera Utara


3) Orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut

mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, sesorang yang kita

harapkan persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita,

seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi

kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua,

orang yang satatus sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman

kerja, istri tau suami dan lain-lain.

4) Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam

pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas

pokoknya. Media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

5) Institusi/ lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian

dan konsep moral dalam diri ndividu.

Pemahaman akan baik-dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan

yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan

serta ajaran-ajarannya.

Universitas Sumatera Utara


6) Faktor emosi dalam diri individu

Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman

pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan

yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan

sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi

dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Sikap mempunyai arah artinya sikap terpilah ada dua arah kesetujuan yaitu

setuju atau tidak setuju. Orang yang setuju terhadap suatu objek maka arahnya positif

dan sebaliknya orang yang tidak setuju maka arahnya negatif.

Menurut Dianawati (2006) mengatakan bahwa remaja yang mendapatkan

cukup informasi mengenai seks diharapkan akan lebih bersikap bijaksana untuk tidak

melakukan seks pranikah, sedang remaja dengan pengetahuan yang kurang mengenai

seks mungkin akan lebih sulit bersikap bijaksana mengenai seks pranikah dan akibat

yang dap at ditimbulkan dari hal tersebut.

Menurut Kusmiran (2011) tingkah laku yang menunjukkan sikap positif

terhadap seksualitas adalah sebagai berikut:

1) Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan.

2) Tidak menganggap seks itu jijik, tabu dan jorok.

3) Tidak dijadian candaan dan bahan obrolan murahan.

4) Mengikuti norma atau aturan dalam menggunakannya.

Universitas Sumatera Utara


5) Membicarakan seks dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami diri dan

orang lain, serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan fungsi dan tujan

sakralnya.

2.4 Seks Pranikah

2.4.1 Pengertian

Hubungan seks adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena

adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini

disebut juga koitus, tetapi ada jga penetrasi ke mulut (oral) atau ke anus (anal). Koitus

secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak

ada satu agama pun yang mengijinkan hubungan seks di luar ikatan pernikahan.

Hubungan seks pranikah terutama pada remaja sangat merugikan remaja (Aryani,

2010).

Seksual pranikah remaja adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja

sebelum menikah (BKKBN, 2007).

2.4.2 Faktor – faktor Penyebab Seks Pranikah

Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seksual

pranikah menurut Aryani (2010) yaitu:

1) Adanya dorongan biologis.

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting

alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan

dapat meningkat karena pengaruh dari luar, misalnya dengan membaca buku atau

melihat film/majalah yang menampilkan gambar yang membangkitkan erotisme.

Universitas Sumatera Utara


2) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis

Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral

dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan

melakukan hubungan seks pranikah, karena mengingat ini merupakan dosa besar

yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Mahakuasa. Namun

keimanan ini dapat sirna bila remaja dipengaruhi oeh obat-obatan misalnya

psikotropika.

3) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan

reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja

tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai

hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan

anak remaja. Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi

menjadi sangat kurang.

4) Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah

Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat penting untuk

dipertimbangkan. Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan

hubungan seks didukung oleh hal-hal sebagai berikut:

a) Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurang perhatian pada remaja.

Tuntutan kebutuhan hidup sering menjadi alasan suami istri bekerja di luar

rumah dan menghabiskan hari-harinya dengan kesibukan masing-masing,

sehingga perhatian terhadap anak remaja terabaikan.

Universitas Sumatera Utara


b) Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan. Adanya

ruang yang berlebihan membuka peluang bagi remaja untuk membeli fasilitas,

misalnya menginap di hote/motel atau ke night club sampai larut malam.

Situasi ini sangat mendukung terjadinya hubungan seksual pranikah.

c) Pergeseran nilai-nilai moral dan etika di masyarakat dapat membuka peluang

yang mendukung hubungan seksual pranikah pada remaja. Misalnya, dewasa

ini pasangan remaja yang menginap di hotel/motel adalah hal yang wajar dan

biasa sehingga tidak ditanyakan/diisyaratkan untuk menunjukkan akte nikah.

d) Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi remaja khususnya

wanita untuk melakukan hubungan seks pranikah. Karena kemiskinan remaja

putri terpaksa bekerja. Namun, sering kali mereka menjadi korban eksploitasi

dan mengalami kekerasan seksual.

2.4.3 Dampak Seks Pranikah

Hubungan seks pranikah menimbulkan banyak kerugian dan dampak bagi

remaja menurut Aryani (2010) diantaranya:

1. Risiko menderita penyakit menular seksual, misalnya Gonore, Sifilis, HIV/AIDS,

herpes simpleks, herpes genitalis dan lain sebagainya.

2. Remaja putri berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Bila ini

terjadi, maka berisiko terhadap tindakan bila aborsi yang tidak aman dan risiko

infeksi atau kematian karena perdarahan. Bila kehamilan diteruskan, maka

berisiko melahirkan bayi yang kurang/tidak sehat.

3. Trauma kejiwaan (depresi, rasa rendah diri, dan rasa berdosa karena berzina).

Universitas Sumatera Utara


4. Remaja putri yang hamil berisiko kehilangan kesempatan untuk melanjutkan

pendidikan.

2.4.4 Upaya Pencegahan Seks Pranikah

Banyaknya variabel yang memberikan kontribusi remaja melakukan

hubungan seks pranikah mengindikasikan bahwa upaya untuk mencegah hal tersebut

tidak terjadi memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Berikut ini adalah beberapa

alternatif upaya pencegahan hubungan seks pranikah pada remaja menurut Aryani

(2010):

1. Mengurangi besarnya dorongan biologis dengan cara menghindari membaca

buku atau melihat film/majalah yang menampilkan gambar yang merangsang

nafsu birahi, membiasakan mengenakan pakaian yang sopan dan tidak

merangsang serta membuat kelompok-kelompok kegiatan positif dan bermanfaat

untuk mengembangkan diri, misalnya: teater, musik, olahraga, bahasa, pramuka,

menjahit dan sebagainya.

2. Meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis dengan cara

pendidikan agama dan budi pekerti, penerapan hukum- hukum agama dalam

kehidupan sehari-hari, menghindari penggunaan narkoba dan orang tua atau guru

menjadi model dalam kehidupan sehari-hari, artinya orang tua tidak melakukan

hubungan di luar pernikahan, selalu setia pada pasangan dan tidak melakukan

perselingkuhan.

3. Membuka informasi kesehatan reproduksi bagi remaja. Pendidikan kesehatan

reproduksi jangan dilihat secara sempit sebagai sekedar hubungan seksual saja.

Ini perlu dilaksanakan pada remaja, bahkan bisa dilakukan lebih dini.

Universitas Sumatera Utara


Penyampaian materi pendidian seks di rumah sebaiknya dilakukan oleh kedua

orang tua dan sebelum usia 10 tahun pendidikan seks bisa diberikan secara

bergantian, tapi umumnya ibu yang lebih berperan. Sementara itu, di sekolah

juga harus dibuka informasi kesehatan reproduksi melalui penyuluhan secara

klasikal dan bimbingan secara individual oleh guru bimbingan dan konseling

(BK) sewaktu-waktu bila remaja membutuhkan.

4. Menghilangkan kesempatan melakukan hubungan seks pranikah dengan

beberapa upaya dari orang tua dan masyarakat di antaranya sebagai berikut:

a) Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak mengekang

remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali. Misalnya, bila remaja

mengadakan pesta, maka orang tua turut menghadiri pesta tersebut: pesta

tidak dilakukan sampai larut malam dan tidak menggunakan cahaya yang

remang-remang.

b) Orang tua tidak memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang berlebihan.

Penggunaan uang harus termonitor oleh orang tua. Orang tua mengarahkan

dan memfasilitasi kegiatan yang positif melalui kelompok sebaya sebagai

wahana bagi pengembangan talenta remaja.

c) Dukungan dari pemerintah juga diperlukan, misalkan melalui pengawasan

pasangan-pasangan remaja di tempat wisata: persyaratan menunjukkan surat

nikah bagi pasangan yang menginap di hotel/motel; penegakan hukum dalam

memberantas narkoba serta pemberian bebas biaya SPP kepada remaja tidak

mampu dalam melanjutkan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara


Bila setiap orang tua, keluarga dan pemerintah masing-masing memberian

perhatian yang cukup pada remaja dan turut serta mendukung terpeliharanya nilai-

nilai moral dan etika, maka akan tercipta suasana sehat bagi kehidupan remaja.

2.5 Remaja

2.5.1 Pengertian

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti

“tumbuh atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescnce berasal dari bahasa

Inggris, saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan mental,

emosional, sosial dan fisik. Sedangkan menurut Piaget mengatakan bahwa masa

remaja adalah usia dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa.

Individu tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan

berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak

(Proverawati, 2009).

Menurut Undang-Undang No 4 tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak,

remaja adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.

Namun menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila

mencapai usia 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.

Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja

apabila cukup matang untuk menikah, yaitu usia 16 tahun untuk anak perempuan dan

19 tahun untuk anak laki-laki (Proverawati, 2009).

Menurut WHO, remaja adalah periode usia 10 sampai dengan 19 tahun,

sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk

usia 15 sampai dengan 24 tahun. Sementara itu menururt The Health Resource and

Universitas Sumatera Utara


Services Administration Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah 11-

21 tahun dan terbagi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah

(15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam

terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran,

2011).

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu mengenal

perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri

perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tida tahap, yaitu:

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)

1. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.

2. Tampak dan merasa ingin bebas.

3. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubunya dan

mulai berpikir yang khayal (abstrak).

b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)

1. Tampak dan ingin mencari identitas diri.

2. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.

3. Timbul perasaan cinta yang mendalam.

4. Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.

5. Berkhayal berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksual.

c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)

1. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.

2. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

3. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.

Universitas Sumatera Utara


4. Dapat mewujudkan perasaan cinta.

5. Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.

2.5.2 Perkembangan Seksual Remaja

Pada masa remaja terjadi perubahan secara cepat, yang tidak seimbang dengan

perubahan psikis. Perubahan yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja

yang mengalaminya. Karena itu mereka memerlukan pengertian dan bimbingan dan

lingkungan sekitarnya, agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dewasa

yang sehat baik jasmani, maupun mental dan psikososial.

Perubahan-perubahan tersebut dapat dibedakan antara lain: (Syarbini dkk,

2012).

a. Perubahan fisik pada masa remaja

Terjadi perubahan fisik yang cepat pada masa remaja, termasuk pertumbuhan

organ-organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan, sehingga

mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya

tanda-tanda sebagai berikut:

1. Tanda-tanda seks primer, yaitu yang berlangsung dengan organ seks:

a. Terjadinya haid pada remaja putri (menarche)

b. Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki

2. Tanda-tanda seks sekunder, yaitu:

a. Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan

buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar,

badan berotot, tumbuhnya kumis, jambang dan rambut disekitar kemaluan dan

ketiak.

Universitas Sumatera Utara


b. Pada remaja putri terjadi perubahan pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan

vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar

kemaluan (pubis).

b. Perubahan psikis pada masa remaja

Proses perubahan psikis berlangsung lebih lambat dibanding perubahan fisik,

yang meliputi:

1. Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi :

a. Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa)

b. Aresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh,

misalnya mudah berkelahi.

2. Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi:

a. Mampu berfikir abstrak, senang memberi kritik,

b. Ingin mencoba hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.

Perilaku ingin mencoba-coba hal-hal yang baru ini jika didorong oleh

rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan pranikah.

2.6 Gambaran Hasil Penelitian Sebelumnya

1. Hasil penelitian oleh Ardiani, S, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta meninjau pengaruh penyuluhan seks terhadap pengetahuan dan

sikap remaja tentang seks pranikah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Boyoali Tahun

2010 dengan hasil penelitian diperoleh penyuluhan mempunyai pengaruh

terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah.

2. Hasil penelitian Noor Mahyudin tahun 2007, Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro meninjau perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi dan sikap

Universitas Sumatera Utara


seks pranikah antara SMU yang di bina dan tidak dibina PKPR dengan hasil

penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi yang dibina

PKPR sebagian besar baik (54,1%) sedangkan yang tidak dibina PKPR sebagian

besar cukup (88,5%). Untuk sikap siswa tentang seks pranikah baik yang dibina

maupun yang tidak dibina PKPR sebagian besar baik (89,2% dan 57,7%). Dan

dari hasil uji statistik diperoleh ada perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi

dan sikap seks pranikah antara SMU yang dibina dan tidak dibina PKPR.

2.7 Kerangka Konsep

Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara dua variabel independen

dan dependen (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

kegiatan PKPR berupa penyuluhan kesehatan dan variabel dependennya adalah

pengetahuan dan sikap remaja tentang hubungan seks pranikah.

Kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Kegiatan PKPR berupa


penyuluhan kespro
tentang seks pranikah

Pengetahuan dan Sikap Pengetahuan dan Sikap


(Pretest) (Posttest)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


2.8 Hipotesis Penelitian

Ho: Tidak ada pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan

dan sikap remaja tentang seks pranikah.

Ha: Ada pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan dan sikap

remaja tentang seks pranikah.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai