Anda di halaman 1dari 16

ABSTRAK

Metil ester asam lemak adalah senyawa alkil ester yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar untuk mesin diesel, berasal dari turunan minyak dan lemak
nabati/hewani. Metil ester asam lemak dihasilkan dengan mereaksikan minyak
nabati dengan metanol lalu ditambahkan senyawa asam sebagai katalis dengan
komposisi, suhu, dan waktu reaksi yang ditentukan. Tujuan percobaan adalah
mempelajari pengaruh waktu reaksi dan nisbah molar minyak dan methanol
terhadap konversi reaksi esterifikasi asam lemak bebas (ALB) yang terkandung
dalam minyak. Dalam percobaan ini minyak yang digunakan adalah minyak
goreng yang direaksikan dengan metanol dan katalis asam sulfat sebanyak 0,5 %
dari berat minyak, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Kadar ALB
minyak goreng sebelum direaksikan dengan metanol adalah sebesar 3,84%.
Setelah direaksikan dengan nisbah molar minyak dan metanol 1:3, 1:5, dan 1:7
dengan waktu reaksi 70 menit dan suhu 60oC, kadar ALB adalah 2,56%, 2,13%
dan 1,28% dan nilai konversi sebesar 33%, 44% dan 66%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa konversi tertinggi berada pada nisbah molar minyak dengan
metanol dengan perbandingan 1:7

Kata kunci: asam lemak bebas, minyak goreng, esterifikasi, biodiesel, methanol,
katalis asam sulfat
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah

Metil ester adalah bahan alternatif bahan bakar solar yang terbuat dari
sumber daya alam yang dapat diperbarui seperti minyak atau lemak yang berasal
dari hewan atau tumbuhan. Metil ester merupakan senyawa alkil ester yang dapat
diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida dengan metanol dan
tambahan katalis. Metil ester termasuk bahan oleokimia dasar, turunan dari
trigliserida (minyak atau lemak) yang dapat dihasilkan melalui esterifikasi dan
transesterifikasi. Bahan baku pembuatan metil ester antara lain minyak sawit,
minyak kelapa, minyak jarak, minyak kedelai dan lainnya (Mittlebach, 2004).
Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit (Elaeis guineensis
Jacq) terbesar di dunia. Pengolahan menjadi produk turunannya dapat
meningkatkan nilai ekonomi minyak kelapa sawit. Salah satu produk turunannya
adalah metil ester asam lemak yang memiliki banyak kegunaan dalam industri
pangan, farmasi dan kosmetik (Pasaribu, 2004).
Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun
untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya. Modifikasi ini
tentunya akan menambah daya guna dari ester asam lemak ini. Metode yang biasa
digunakan untuk membentuk ester asam lemak adalah dengan cara reaksi
esterifikasi, interesterifikasi, alkoholisis dan asidolisis. Dimana ketiga cara
terakhir diatas digolongkan kedalam transesterifikasi (Soerawidjaja, 2006).

1.2 Tujuan Praktikum


Setelah mengikuti praktikum ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan proses dan pengaruh variabel proses pada pembuatan metil
ester asam lemak
2. Menghitung konversi asam lemak bebas menjadi metil ester asam lemak
3. Bekerja sama dalam tim
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Sawit


Minyak sawit merupakan minyak nabati berwarna jingga kemerah-
merahan yang diperoleh dari proses pengempaan (ekstraksi) daging buah tanaman
Elaeis guinneensis. Minyak sawit juga merupakan lemak semi padat yang
memiliki komposisi tetap. Seperti minyak nabati lainnya, minyak sawit
merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen
penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Secara garis
besar buah sawit terdiri dari serabut buah dan inti (kernel). Pada bagian serabut
buah terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah (pericarp), lapisan
sebelah dalam (mesocarp atau pulp) dan lapisan paling (endocarp). Bagian
mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sekitar 56%, bagian inti (kernel)
mengandung minyak sekitar 44%, sedangkan endocarp tidak mengandung
minyak ( Pasaribu, 2004).
Trigliserida terbentuk dari ester dari gliserol dengan tiga molekul asam
lemak, dengan bentuk reaksi sebagai berikut :

Gambar 2.1 Pembentukan Trigliserida (Pasaribu, 2004)

Jika kandungan ketiga asam lemak dalam trigliserida yang terbentuk


adalah sama, maka trigliserida tersebut merupakan trigliserida sederhana. Tetapi,
jika salah satu asam lemak penyusunnya tidak sama, maka trigliserida tersebut
merupakan trigliserida campuran. Sifat jenuh atau tidak jenuh dari asam lemak
itu sendiri dapat dilihat dari ada tidaknya ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon.
Jika pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap, maka asam lemak
tersebut disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap
pada rantai hidrokarbonnya, maka disebut asam lemak jenuh (Pasaribu, 2004).

2.2 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai
bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi
etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh
bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.
Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan
bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air (Suirta, 2009).
Menurut Suirta (2009), reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan
membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Reaksi Kimia Metanol Yang Terbakar Di Udara


Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus
berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera
akibat api yang tak terlihat. Karena sifatnya yang beracun, metanol sering
digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan
industri. Penambahan racun ini akan menghindarkan industri dari pajak yang
dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras
(minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena
ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol
dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air
dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida,
kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi
dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya
adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik (Hikmah, 2010).
2.3 Metil Ester Asam Lemak
Metil ester adalah salah satu jenis ester yang mempunyai rumus senyawa
RCOOCH3. Metil ester diperoleh dengan mereaksikan secara kimiawi alkohol
dengan minyak tumbuhan, menggunakan NaOH atau KOH sebagai katalis. Proses
paling umum dalam memproduksi metil ester dari minyak tumbuhan adalah
transesterifikasi fatty acid glycerol ester menjadi metil ester dengan menggunakan
salah satu katalis. Hampir semua peneliti mengemukakan bahwa minyak nabati
dari ester itu bagus di dalam mesin diesel, dan yang lain mengatakan bahwa
kondisi ester melebihi bahan bakar diesel dalam berbagai aspek dari
pengoperasian mesin termasuk yang mencakup emisi dan efisiensi panas. Metil
ester sangat baik menjadi bahan bakar minyak diesel karena pada saat terbakar
metil ester bersih tanpa disertai emisi sulfur dioksida (SO2) (Darma, 2011).
Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makan maupun
untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya. Senyawa ester dapat
dibentuk dengan cara reaksi esterifikasi, interesterifikasi, alkoholisis dan
asidolisis. Dimana ketiga cara terakhir diatas digolongkan kedalam
transesterifikasi. Metil ester disintesa dengan cara esterifikasi asam lemak dengan
alkohol atau transesterifikasi minyak dengan alkohol, dengan menggunakan
katalis asam atau basa.

Menurut BSN (2006), metil ester mempunyai karakteristik sebagai


berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik Metil Ester (ME)


Karakteristik Nilai
Titik Nyala (°C) Min. 100°C
Kadar Air (%) Maks. 0,05
Bilangan Asam (mg KOH/g sampel) Maks. 0,8
Nilai Kalor (Btu/lb) Min. 17,65
Densitas (kg/m3) 840 – 890
Viskositas (cSt) 2,3 – 6
Metil ester harus disimpan di dalam lingkungan yang tidak terkena
matahari secara langsung, bersih dan kering. Kebanyakan bahan bakar saat ini
digunakan sebelum enam bulan penyimpanan, sedangkan metil ester masih bisa
digunakan setelah enam bulan disimpan, bahkan metil ester masih dapat
digunakan lagi dalam waktu lebih dari enam bulan, tetapi hal ini tergantung dari
komposisi bahan bakar (Soerawidjaja, 2006).

2.4 Pembuatan Metil Ester


Bahan baku pembuatan metil ester antara lain minyak sawit, minyak kelapa,
minyak jarak, minyak kedelai, dan lainnya. Minyak dengan asam lemak bebas
tinggi akan lebih efisien jika melalui dua tahap reaksi yaitu transesterifikasi
dan esterifikasi. Tahapan konversi minyak atau lemak menjadi metil ester
bergantung pada mutu awal minyak. Proses konversi dipengaruhi oleh kandungan
asam lemak bebas dan kandungan air. Asam lemak bebas dalam minyak terlebih
dahulu harus diesterifikasi dengan menggunakan katalis asam. Reaksi esterifikasi
antara asam lemak dengan alkohol dapat mengkonversi asam lemak menjadi metil
ester (Soerawidjaja, 2006).

2.2.1 Reaksi Esterifikasi


Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Proses esterifikasi
berfungsi untuk mengubah asam lemak bebas menjadi alkil ester. Pada percobaan
ini digunakan metanol sebagai jenis alkohol pereaktannya karena metanol
merupakan jenis alkohol berantai terpendek dan bersifat polar. Sehingga dapat
bereaksi lebih cepat dengan asam lemak, dapat melarutkan semua jenis katalis
(baik asam maupun basa) dan lebih ekonomis. Katalis-katalis yang cocok adalah
zat berkarakter asam kuat dalam hal ini asam sulfat, asam sulfonat organik atau
resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih
dalam praktek industrial (Darma, 2011).

RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O


Asam lemak Alkohol ester Air

Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Menjadi Metil Ester


Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat metil ester dari minyak
berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap
ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi
biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu (Hikmah, 2010).

Faktor yang Mempengaruhi Proses Esterifikasi


Menurut Soerawidjaja (2006), faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi
esterifikasi antara lain :
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin
besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan
reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat
pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Arhenius:
k = A e(-Ea/RT)

dimana, T = Suhu absolut (°C)


R = Konstanta gas umum (cal/gmol K)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat
larutan minyak-katalis metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1-4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi
yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Arhenius. Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.

2.2.2 Reaksi Transesterifikasi


Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati)
menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol dan menghasilkan produk
samping yaitu gliserol. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus
alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol.
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi
bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester maka perlu digunakan alkohol
dalam jumlah berlebih (Suirta, 2009).

Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Metanol


Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi
reaksinya. Faktor tersebut diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan
kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara
alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan lamanya reaksi, dan
intensitas pencampuran. Tanpa adanya katalis dalam proses transesterifikasi,
konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat.
Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa,
karena katalis ini dapat mempercepat reaksi (Hikmah, 2010).
Menurut Hikmah (2010), terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih
ke arah produk yaitu :
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi.
b. Memisahkan gliserol.
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi
eksoterm).
d.
Faktor yang Mempengaruhi Proses Transesterifikasi
Menurut Soerawidjaja (2006), tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan
metil ester selalu menginginkan agar didapatkan produk metil ester dengan jumlah
yang maksimum. Ada beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta
perolehan metil ester melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam
yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam
lemak bebas lebih kecil dari 0.5 % (<0.5 %). Selain itu, semua bahan yang akan
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga
jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan
udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3
mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98 % (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh
juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang
dihasilkan adalah 98-99 %, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89 %. Nilai
perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang
maksimum.
3. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.
4. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati
bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi
akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5 %-b
minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5 %-b minyak
nabati untuk natrium metoksida dan 1 %-b minyak nabati untuk natrium
hidroksida.
5. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
6. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30-65°C (titik
didih metanol sekitar 65°C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh
akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
2.4.3 Interesterifikasi
Interesterifikasi merupakan reaksi pertukaran atau penataan ulang
(rearrangement) gugus asil antara dua buah ester. Interesterifikasi lemak sudah
menjadi perhatian pada saat ini untuk dapat menggantikan proses hidrogenasi
lemak oleh karena pada proses ini dapat terbentuk lemak trans yang dapat
membahayakan kesehatan. Pada minyak atau lemak jika reaksi pertukaran gugus
asil berlangsung pada satu molekul disebut sebagai intraesterifikasi (Soerawidjaja,
2006).
Bila reaksi pertukaran gugus asil berlangsung antara molekul trigliserida
yang berbeda disebut sebagai interesterifikasi dan karena penataan ulang asam
lemak dari lemak induk berlangsung secara random maka dikatakan juga sebagai
randomisasi.
Menurut Soerawidjaja (2006), proses interesterifikasi dapat dibagi
menjadi tiga yaitu:
1. Interesterifikasi tanpa katalis
Reaksi ini berlangsung pada temperatur yang tinggi yakni pada 3000C
atau lebih dan waktu yang lama, yang mana dapat mengakibatkan terjadinya
dekomposisi dan polimerisasi.
2. Interesterifikasi secara enzimatik
Lipase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi interesterifikasi.
Sifat dari enzim dapat efektif jika prosedur dan kondisi reaksi benar terjaga.
Keuntungan lipase dibandingkan dengan katalis kimia adalah:
i) enzim dapat terurai di alam sehingga tidak dapat merusak lingkungan,
ii) enzim berfungsi pada kondisi reaksi yang ringan sehingga terhindar dari
pembentukan reaksi samping,
iii) reaksinya efisien dan mudah dikontrol, dan
iv) sifat spesifik dari lipase terhadap substrat.
3. Interesterifikasi secara kimia
Interesterifikasi kimia atau random paling banyak digunakan untuk
modifikasi minyak atau lemak karena lebih sederhana, murah dan mudah
dilakukan dibanding dengan interesterifikasi secara enzimatik. Katalis yang
umum digunakan adalah adalah natrium metilat dan natrium etilat yang kemudian
diikuti oleh logam natrium, campuran Na/K dan natrium hidroksida, kalium
hidroksida yang digabung dengan gliserol. Natium metilat dan etilat dapat
digunakan dalam bentuk serbuk kering atau cair, misalnya dilarutkan dalam
pelarut seperti silena. Natrium metilat dan etilat tidak mahal, mudah ditangani,
bereaksi pada temperatur yang rendah 50700C, digunakan pada konsentrasi yang
rendah (0,1% berat sampel), dan pada akhir reaksi dapat dengan mudah
dipisahkan melalui pencucian dengan air (Soerawidjaja, 2006).
Adapun reaksi interesterifikasi dapat terjadi melalui dua mekanisme yang
pertama melalui pembentukan ion enolat sebagai zat antara yang bertindak
sebagai inisiator pada gliserida, dan yang kedua adalah melalui adisi inisiator
terhadap karboksil gliserida. Mekanisme melalui pembentukan ion enolat akan
dapat menyebabkan terjadinya reaksi secara intramolekular dan intermolekular
dimana kedua reaksi ini menggunakan zat antara beta keto ester (struktur III dan
VIII) (Soerawidjaja, 2006).
2.4.4 Alkoholisis
Alkoholisis adalah reaksi suatu ester dengan alkohol untuk membentuk
suatu ester baru. Alkoholisis sering juga disebut sebagai reaksi transesterifikasi
yang berlangsung dengan menggunakan katalis basa seperti natrium hidroksida
atau hidroksida ataupun dalam bentuk alkoholat natrium atau kalium. Reaksi ini
bermanfaat dalam pembentukan metil ester yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar biodisel (Soerawidjaja, 2006).

2.5.6 Asidolisis
Asidolisis adalah reaksi pembentukan suatu ester baru antara asam lemak dengan
ester yang lain. Pada reaksi ini terjadi reaksi yang simultan antara hidrolisis dan
esterifikasi untuk proses pertukaran asilnya. Asidolisis dapat berlangsung dengan
cara kimia dan enzimatik menggunakan lipase sebagai katalis. Penggabungan
asam lemak kedalam triasilgliserol berlangsung melalui migrasi gugus asil
sehingga jenis gugus asilnya berbeda dengan gliserida awal, dengan demikian
akan dapat memperbaiki fungsi, absobrsi, metabolisme, nutrisi dan manfaatnya
secara klinis. Misalnya dengan menggunakan asam lemak yang yang rantai
karbonnya medium (Medium Chain Fatty Acid = MCFA). atau dengan asam
lemak tidak jenuh sehingga dapat digunakan sebagai makanan kesehatan.
Pertukaran gugus asil dapat berlangsung pada posisi α, β, δ tergantung pada jenis
katalis lipase yang digunakan (Soerawidjaja, 2006).

2.6 Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut
terkonsumsi oleh keseluruhan reaksi. Pada dasarnya, katalis justru harus ikut
bereaksi dengan reaktan untuk membentuk suatu zat antara yang aktif. Zat antara
ini kemudian bereaksi dengan molekul reaktan yang lain menghasilkan produk.
Pada akhirnya, produk kemudian terlepas dari permukaan katalis (Apriani, 2017).
Reaksi antara trigliserida dan akohol dengan katalis asam pada pembuatan
biodiesel disebut sebagai reaksi esterifikasi. Sedangkan, jika menggunakan
katalis basa, disebut sebagai reaksi transesterifikasi. Syarat berlangsungnya suatu
reaksi ialah
(1) Terjadi kontak (tumbukan) dengan orientasi yang tepat, dan
(2) disertai dengan energi yang cukup (melebihi energi aktivasi reaksi).

Dengan adanya katalis, kedua syarat di atas dapat terkomodasi dengan


baik. Katalis dapat mengantarkan reaktan melalui jalan baru yang lebih mudah
untuk berubah menjadi produk. Jalan baru yang dimaksud yaitu jalan dengan
energi aktivasi yang lebih rendah. Keberadaan katalis juga dapat meningkatkan
jumlah tumbukan dengan orientasi yang tepat. Hal itu disebabkan molekul-
molekul reaktan akan teradsorp pada permukaan aktif katalis sehingga
kemungkinan terjadinya tumbukan antar molekul-molekul reaktan akan semakin
besar. Selain itu, ketepatan orientasi tumbukan pun akan semakin meningkat.
Katalis memiliki beberapa sifat - sifat tertentu, yang pertama ialah katalis tidak
mengubah kesetimbangan dan katalis hanya berpengaruh pada sifat kinetik seperti
mekanisme reaksi. Oleh karena itu, sebagus apa pun katalis yang digunakan,
konversi yang dihasilkan tidak akan melebihi konversi kesetimbangan (Apriani,
2017).

2.6.1 Katalis Asam Sulfat


Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral
(anorganik) yang kuat.Asam sulfat (H2SO4) merupakan cairan yang bersifat
korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan
berbagai logam. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan, termasuk dalam
kebanyakan reaksi kimia. Kegunaan utama termasuk pemrosesan bijih mineral,
sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.
Sifat – sifat asam sulfat ditunjukkan pada tabel 1.3 :

Tabel 2.4 Sifat-sifat Fisika dan Kimia Asam Sulfat


Berat molekul 98.08 g/gmol
Titik leleh 10.49oC
Titik didih 340oC
Specific gravity 1.834
Warna Tidak berwarna
Wujud Cair
(Sumber : Darma, 2011)
2.6.2 Amberlyst-15

Amberlyst-15TM wet adalah salah satu katalis heterogen yang dapat


digunakan pada berbagai proses, antara lain esterifikasi pada minyak dan beberapa
asam lemak. Resin ini memiliki efisiensi katalitik yang tinggi, dan bersifat
nontoksik. Amberlyst-15TM wet memberikan efektivitas reaksi yang tinggi
karena memiliki diameter pori yang lebar dan luas permukaan yang luas (Apriani,
2017).

Gambar 2.6 Struktur Amberlyst-15TM wet

Amberlyst-15TM wet dapat digunakan secara langsung dalam sistem yang


aqueous atau dalam media organik setelah dicampur dengan pelarutnya. Sifat
khusus yang dimiliki katalis Amberlyst-15TM wet dapat dilihat pada Tabel

tabel sifat khusus amberlyst-15

Menurut Apriani (2017), karakter katalis heterogen ini dapat dianalisis


diantaranya berdasarkan kapasitas penukar ion (Ion Exchange Capacity/IEC), dan
derajat pengembangan (Degree of Swelling/DS).

a. Kapasitas Penukar Ion (Ion Exchange Capacity/IEC)


Kapasitas penukar ion (acid sites, concentration of active site) adalah nilai
kapasitas penukar ion dari polimer bermuatan atau menyatakan jumlah ion H+
yang terdapat dalam 1 gram katalis dan dapat ditentukan dengan metode titrimetri.
Nilai kapasitas penukar ion polimer ditentukan dengan menggunakan metode
titrasi yaitu sejumlah tertentu katalis yang telah ditimbang massanya direndam
dalam larutan asam, basa atau garam tergantung pada sifat gugus fungsinya,
kemudian dititrasi dengan larutan basa atau asam.

b. Derajat Pengembangan (Degree of Swelling/DS)

Derajat pengembangan menunjukkan seberapa besar katalis polimer dapat


mengembang saat berinteraksi dengan pelarut pada rentang waktu tertentu.
Derajat pengembangan ini berhubungan dengan pelarutan. Pada prinsipnya,
pelarutan terdiri dari dua tahap yaitu swelling (derajat penggembungan) rantai
polimer, dan pelarutan. Pada saat katalis/polimer berinteraksi dengan pelarut pada
rentang waktu tertentu, pelarut akan berdifusi ke dalam katalis dan menyebabkan
pengembangan sehingga memungkinkan mengalami kelarutan dengan jumlah
terbatas dalam pelarut tersebut. Keberadaan gugus hidrofil dalam suatu material
mengakibatkan material tersebut mudah berinteraksi dengan air

Amberlyst-15TM wet dapat digunakan untuk proses dimana pengotor organik


atau ionik telah dihilangkan atau telah dipulihkan. Kedua senyawa kation dan
anion dapat dihilangkan baik melalui ion dan interaksi adsorpsi polimer dari
kelompok asamnya dengan pengotor. Ketahanan yang sangat baik terhadap
oksidasi membuat resin unggul dalam banyak aplikasi (Apriani, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Apriani, dita and nadya. 2017. Pengaruh Karakteristik Katalis Heterogen
Amberlyst-15TMwet dalam Reaksi Esterifikasi .Bandung: Politeknik Negeri
Bandung.

Badan Standardisasi Nasional, B. 2006. SNI 04-7182-2006. Jakarta: Badan


Standarisasi Nasional.
Darma, Surya. 2011. Pembuatan Metil ester Dari Minyak Jelantah Dengan
Katalis Asam. Pekanbaru : Universitas Riau.
Hikmah, Zuliana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Dedak
Dan Metanol Dengan Proses Esterifikasi Dan Transesterifikasi,
Semarang: Universitas Diponegoro.
Hui, Y. H, 2005, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, 6th edition, New York;
Chichester; Brisbane; Toronto; Singapore: John Willey & Sons, Inc.
Mittlebach, M.; Remschmidt, Claudia. 2004. Metil ester The Comprehensive
Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.
Pasaribu, Nurhida. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Medan: Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara.
Soerawidjaja, Tatang H. 2006. Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari
Teknologi Pembuatan Metil ester. Handout Seminar Nasional Metil ester
Sebagai Energi Alternatif Masa Depan. UGM Yogyakarta.
Suirta, I.W. 2009. Metil ester Preparation of Waste Cooking Oils. Chemistry
Journal 3,Vol. 1.

Anda mungkin juga menyukai