Anda di halaman 1dari 23

Referat

NYERI KEPALA PRIMER

Disusun oleh:
Priska Amelia Belopandung
112018012

Pembimbing:
dr. Nino Widjayanto, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
Periode 21 Oktober 2019 s/d 23 November 2019

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan karena berkat rahmat-Nya dapat
menyelesaikan referat ini dengan judul ”Nyeri Kepala Primer”. Referat ini disusun sebagai sarana
diskusi dan pembelajaran di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah
Koja. Terima kasih juga kami ucapkan kepada pembimbing kami dr. Nino Widjayanto, Sp.S, yang
telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing kami. Referat ini diharapkan dapat
memberikan informasi yang bermanfaat bagi para mahasiswa Fakultas Kedokteran, dokter, dan
masyarakat Indonesia. Serta semoga dapat menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran,
terutama di dalam keilmuan penyakit saraf baik dari segi pengetahuan, pemeriksaan fisik, serta
penatalaksanaan dalam mengobati penyakit yang melibatkan sistem motorik pada tubuh manusia.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan baik mengenai isi, susunan
bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Atas perhatian yang diberikan saya
ucapkan terima kasih.

Jakarta, November 2019

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu fungsi utama selaku dokter adalah mengurangi perasaan nyeri dan penderitaan
orang sakit. Nyeri dapat merupakan gejala pertama dari berbagai macam penyakit syaraf. Nyeri
dapat merupakan gejala pertama dari berbagai macam penyakit saraf dan sering kali merupakan
keluhan utama. Di antara keluhan nyeri yang sering kali dijumpai di klinik adalah nyeri kepala.1
Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik, walaupun istilah
“sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda, karena keluhan ini
berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap
individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena
itu, dokter pemeriksa diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin
dari pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya
itu.2
Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit kepala. Sakit
kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur
sensitif terhadap rasa sakit. Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi
geligi, orbita, hidung dan sinus paranasal, jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot,
dan periosteum kepala.3
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder, dan
neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi
migren, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit
kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan
oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan
servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat
adanya zat atau with drawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis,
sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut
atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.4
Menurut WHO (2012), sekitar 47% populasi dewasa di dunia setidaknya pernah mengalami
satu kali nyeri kepala dalam satu tahun. Bahkan, penelitian Stovner, menunjukkan bahwa life time
prevalence nyeri kepala adalah 66%. Nyeri kepala primer umumnya terjadi pada kelompok usia 18-
65 tahun.5

2
Nyeri kepala primer lebih sering terjadi pada orang-orang yang berpendidikan tinggi, yaitu
setingkat sekolah menengah atas atau lebih. Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya nyeri
kepala, antara lain stress emosional, menstruasi, kurang tidur, kelelahan, perubahan cuaca, dan
makanan.6
Penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada lima rumah sakit besar di Indonesia yang
dilakukan oleh Sjahrir (2008) menunjukkan bahwa prevalensi pasien migraine tanpa aura 10%,
migraine dengan aura 1,8%, episodic tension-type headache 31%, chronic tension-type headache
24%, cluster headache 0,5%, dan mixed headache 14%. Dari hasil penelitian itu, dapat disimpulkan
bahwa nyeri kepala tipe tegang merupakan nyeri kepala yang paling banyak dialami oleh
masyarakat. Life time prevalence nyeri kepala tipe tegang adalah 46%.7
Wanita tercatat lebih banyak menderita nyeri kepala tipe tegang dari pada pria, dengan
perbandingan 1,2:1. Kelompok usia 18-65 tahun paling banyak mengalami nyeri kepala ini dari
pada kelompok usia lainnya.5
Jenis nyeri kepala primer terbanyak ke-2 adalah migrain. Lebih dari 10% penduduk dunia
berusia 18-65 tahun yang menderita nyeri kepala dilaporkan menderita migrain (WHO, 2011). Data
WHO mengenai migren tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Stovner et al. (2007) yang
menyatakan bahwa life time prevalence migraine adalah 14%. Data mengenai distribusi frekuensi
nyeri kepala primer di dunia itu sejalan dengan prevalensi nyeri kepala primer di Asia Tenggara.
WHO (2011) menyatakan bahwa prevalensi nyeri kepala tipe tegang di Asia Tenggara pada dewasa
34,8% dan prevalensi migraine pada dewasa 10,9%. Wanita tercatat lebih banyak menderita migren
dari pada pria, dengan perbandingan 3:1. Kelompok usia 18-65 tahun paling banyak mengalami
nyeri kepala ini dari pada kelompok usia lainnya.5

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah kepala
termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher. Rasa nyeri ini timbul dari struktur yang
sensitif atau peka pada nyeri. Struktur yang sensitif nyeri terdiri atas organ intrakranial dan
ekstrakranial. Organ yang sensitif nyeri pada intrakranial meliputi sinus venous, vena kortikal,
arteri basal, anterior dura, fossa tengah dan belakang. Organ ekstrakranial yang sensitif nyeri
adalah pembuluh darah dan otot kepala, organ-organ mata, membran mukosa hidung dan sinus
paranasal, telinga luar dan tengah, gigi dan gusi.8
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang terjadi secara independen dan tidak
disebabkan oleh kondisi medis lainnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas
terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya dan bersifat kronis progresif,
antara lain meliputi kelainan non- vaskular.9

Epidemiologi
Berdasarkan suatu studi berbasis populasi, didapatkan prevalensi nyeri kepala, yaitu nyeri
kepala tipe tension merupakan nyeri kepala primer yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar
78% pasien, kemudian diikuti oleh migren sekitar 16%.5
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit di
Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut : Migren tanpa aura 10%,
Migren dengan aura 1,8%, Episodic Tension type Headache 31%, Chronic Tension type Headache
(CTTH) 24%, Cluster Headache 0.5%, Mixed Headache 14%.2
Penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria Internasional Headache Society untuk
Migrain dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian Headache in General dimana
Chronic Daily Headache juga disertakan. Secara global, persentase populasi orang dewasa dengan
gangguan nyeri kepala 46% , 11% Migren, 42% Tension Type Headache dan 3% untuk Chronic
daily headache.7

Klasifikasi
Terdapat 5 tipe nyeri kepala yaitu vascular, myogenic (muscle tension), cervicogenic,
traction, dan inflammatory.

4
1. Vascular
Nyeri kepala tipe vaskular yang paling sering adalah migraine. Migraine biasanya nyeri
hebat pada satu atau dua sisi kepala, mual dan gangguan penglihatan. Lebih sering terjadi pada
wanita. Perubahan vaskular selama migraine, penyebab nyeri kepala adalah neurologis bukan
vaskular. Setelah migraine, tipe sakit kepala vaskular adalah nyeri kepala “toxic” yang
disebabkan oleh demam. Jenis lain nyeri kepala vaskular termasuk Cluster Headache,
menyebabkan epidosik intensitas nyeri berulang dan nyeri kepala yang berasal dari tekanan
darah tinggi (jarang).

2. Muscular/myogenic
Sakit kepala muscular (atau myogenic) melibatkan tekanan atau spasme pada otot wajah
dan leher; yang menyebar pada dahi. Tension headache merupakan nyeri kepala myogenic yang
paling sering.

3. Cervicogenic
Sakit kepala cervicogenic berasal dari gangguan leher termasuk struktur anatomi yang
diinervasi cervical roots C1-C3 . Cervical headache sering dicetuskan/dipresipitasi oleh gerakan
leher dan/atau sustained awkward head positioning. Sering disertai restriksi range of motion
cervical, leher ipsilateral, bahu atau arm pain of a rather vague non-radicular nature or,
occasionally, arm pain of a radicular nature.

4. Traction/inflammatory
Nyeri kepala traksi dan inflamasi merupakan gejala gangguan lain, ranging from stroke
to sinus infection.

Berdasarkan klasifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 3 dari Internasional Headache


Society (IHS), Primary Headache disorder terdiri atas:
1. Migren
2. Tension-type headache
3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
4. Other primary headaches

Klasifikasi nyeri kepala primer sesuai The Intemational Classification of Headache


Disorders, 3nd Edition (2013) adalah: Untuk nyeri kepala primer secara garis besar klasifikasinya

5
adalah:
1. Migren:
 Migren tanpa aura
 Migren dengan aura
 Migren kronik
 Komplikasi migren
 Probable migraine
 Sindroma episodik yang mungkin berhubungan dengan migren
2. Tension-type Headache:
 Tension-type headache episodik yang infrequent
 Tension-type headache episodik yang frequent
 Tension-type headache kronik
 Probable tension-type headache
3. Sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya:
 Nyeri kepala Klaster
 Hemikrania paroksismal
 Short-lasting unilateral neuralgiform headache attacks
 Hemicrania continua
4. Nyeri kepala primer lainnya:
 Pimary cough headache
 Primary exercise headache
 Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual
 Primary thunderclap headache
 Cold-stimulus headache
 External-pressure headache
 Primary stabbing headache
 Nummular headache
 Hypnic headache
 Daily persistant headache

Migren
A. Definisi
Migren merupakan nyeri kepala primer yang umum di temui. Studi epidemiologi
telah mencatat prevalensi yang tinggi dan sosio-ekonomi yang tinggi dan dampak
personalnya. Dalam Global Burden of Disease Survey (2010), migren menduduki peringkat
ketiga sebagai kelainan yang cukup sering terjadi dan peringkat ketujuh sebagai penyebab
spesifik ketidak mampuan beraktivitas di seluruh dunia.
6
Nyeri kepala migrain ditandai dengan penumpukan dari rasa berdenyut dan nyeri
yang berdenyut yang disebabkan oleh aktivasi serabut saraf di dalam pembuluh darah
selaput otak.

B. Etiologi dan Faktor Resiko9


- Perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesterone pada
fase luteal siklus menstruasi.
- Makanan (26,9%), vasodilator (histamine seperti pada anggur merah, natrium nitrat),
vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada
makanan (MSG).
- Stress (79,7%).
- Rangsangan sensorik seperti sinar yang terang menyilaukan (38,1%) dan bau yang
menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
- Faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan dan perubahan pola tidur.
- Perubahan lingkungan (53,2%).
- Alkohol (37,8%), merokok (35,7%).
- Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga, wanita, dan usia
muda
C. Fase Migren
Migren dibagi kedalam empat fase, dimana dari semuanya itu dapat muncul atau
tidak muncul pada saat serangan migren terjadi.9

1. Gejala premonitory
Terjadi hingga awal 48 jam untuk berkembang menjadi migren. Hal ini
termasuk keinginan untuk memakan makanan, perubahan perasaan (depresi atau
euforia), menguap yang tidak terkontrol, retensi cairan, atau peningkatan
berkemih.
2. Aura
Beberapa orang melihat seperti kilatan cahaya atau cahaya yang sangat terang
atau sesuatu yang terlihat seperti gelombang panas dalam 10-12 menit awal
untuk berkembang menjadi atau saat migren terjadi, beberapa orang mengalami
kelemahan otot atau sensasi seperti disentuh atau dipegang.

3. Nyeri Kepala
7
Nyeri kepala biasanya dimulai secara bertahap dan meningkat dalam
intensitasnya. Hal ini terkait dengan peningkatan kepekaan terhadap cahaya dan
atau kebisingan. Hal ini memungkinkan untuk memiliki migren tanpa sakit
kepala.
4. Postdrome (setelah nyeri kepala)
Individu sering kali kelelahan atau bingung setelah migren. Periode
postdrome dapat bertahan hingga satu hari sebelum pasien merasa sehat.
D. Patofisiologi
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori vaskular, adanya
gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi
hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan menyebar ke depan. Penyebaran frontal
berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai. Teori cortical spread depression,
dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi
neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating depression
(penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang
memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas
neuron ketika melewati korteks serebri.10
Teori Neovaskular (trigemino vascular), adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS dan
produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga
melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel
mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga
menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang
akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post
junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokussereleus
sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus
dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan
serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran
darah di otak. Penurunan aliran darah diotak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi
penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan
ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren.11

8
E. Diagnosis
1. Migren tanpa aura
Kelainan nyeri kepala yang rekuren dengan manifestasi serangan bertahan 4-72 jam.
Karakteristik yang khas mengenai nyeri kepala adalah lokasi unilateral, kualitasnya
berdenyut, intensitas sedang hingga berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik rutin
dan berhubungan dengan mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.12 Dengan kriteria
diagnosis:
- Serangan nyeri kepala terjadi selama 4-72 jam (tanpa terapi atau terpi tidak
berhasil)
- Nyeri kepala memiliki paling sedikit dua dari empat karakteristik berikut:
 Lokasi unilateral
 Kualitasnya berdenyut
 Intensitas sedang hingga berat
 Bertambah berat dengan atau menyebabkan penghindaran aktivitas fisik
rutin (seperti berjalan atau naik tangga)
- Selama nyeri kepala paling sedikit satu diantara berikut:
 Mual dan/atau muntah
 Fotofobia dan fonofobia
2. Migren dengan aura
Kriteria diagnosis:
- Serangan nyeri kepala terjadi selama 4-72 jam (tanpa terapi atau terpi tidak
berhasil)
- Satu atau lebih mengikuti penuh gejala aura yang reversible:
 Visual
 Sensorik
 Verbal dan/atau bahasa
 Motorik
 Batang otak
 Retinal
- Paling sedikit dua dari empat karakteristik berikut:

9
 Paling sedikit satu gejala aura menyebar secara bertahap lebih dari sama
dengan lima menit, dan/atau dua atau lebih gejala timbul
rangkaian/berurutan
 Setiap individu gejala aura bertahan 5-60 menit
 Paling sedikit satu gejala aura terjadi unilateral
 Aura berbarengan atau diikuti setelah 60 menit nyeri kepala

Terdapat subtipe dari migren dengan aura, yaitu:12


a) Migren dengan tipikal aura
Aura yang termasuk adalah visual, sensorik, verbal dan/atau bahasa, dan aura
tersebut bersifat revesible, tanpa aura motor, batang otak, atau retinal. Durasi dari
tipa gejala tidak lebih dari satu jam.
b) Migren dengan aura batang otak
Aura yang termasuk adalah berasal dari batang otak, namun tanpa kelemahan
motorik. Setidaknya dua dari gejala batang otak ini ada yaitu, disartria, vertigo,
tinitus, hiperakusis, diplopia, ataksia, penurunan kesadaran.
c) Migeren hemiplegik
Aura yang termasuk adalah kelemahan motorik, visual, sensorik dan/atau
bahasa. Durasi kelemahan motorik < 72 jam.
d) Migren retinal
Aura terdiri dari fenomena visual positif dan/atau negatif monokular
(skintillations/kilatan cahaya, scomata atau kebutaan) dinyatakan selama serangan
dengan salahsatu atau kedua hal berikut, pemeriksaan klinis lapangan pandang,
gambaran defek lapang monokular (dibuat setelah instruksi yang jelas)
F. Penatalaksanaan
Pengobatan migren ditujukan untuk mengurangi gejala dan mencegah serangan
tambahan. Langkah cepat untuk meringankan gejala termasuk tidur siang atau beristirahat
dengan mata tertutup di ruang gelap yang tenang, menempatkan kain dingin atau es kemasan
di dahi, dan minum banyak cairan, terutama jika migrain disertai dengan muntah. sejumlah
kecil kafein dapat membantu meringankan gejala selama tahap awal migrain ini.9
Terapi obat untuk migrain dibagi menjadi pengobatan akut dan pencegahan.
Pengobatan akut atau "abortif" dapat mengurangi rasa sakit dan mengembalikan fungsi
ketika diambil sesegera gejala terjadi. Pengobatan pencegahan meliputi mengonsumsi obat
10
setiap hari untuk mengurangi keparahan serangan di masa depan atau kejadiannya. AS Food
and Drug Administration (FDA) telah menyetujui berbagai obat untuk metode pengobatan
ini.9
Pengobatan akut untuk migrain termasuk dalam salah satu obat berikut:
-
Obat triptan meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin di otak. Serotonin
menyebabkan pembuluh darah konstriksi dan menurunkan ambang nyeri. Triptan
dapat meringankan nyeri sedang sampai migrain yang parah dan tersedia sebagai
tablet, semprotan hidung, dan suntikan.9
-
Obat derivatif ergot berikatan dengan reseptor serotonin pada sel-sel saraf dan
mengurangi transmisi pesan nyeri di sepanjang serabut saraf. Mereka adalah
yang paling efektif pada tahap awal migrain dan tersedia sebagai semprot hidung
dan suntikan.9
-
Selain itu dapat menggunakan obat lain yaitu ibuprofen, aspirin, atau
asetaminofen dapat meringankan rasa sakit migrain lebih ringan. Ada juga
beberapa obat yang dicampur seperti asetaminofen plus kafein.9
-
Perubahan gaya hidup yang mengurangi atau mencegah serangan migrain pada
beberapa individu termasuk berolahraga, menghindari makanan dan minuman
yang memicu sakit kepala, makan makanan yang dijadwalkan secara teratur
dengan hidrasi yang memadai, menghentikan obat-obat tertentu, dan membuat
jadwal tidur yang konsisten. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sakit
kepala harian kronis, sehingga program penurunan berat badan dianjurkan untuk
penderita obesitas.9

Tension-Type Headache
A. Definisi
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot-
otot kepala dan tengkuk (M. splenius kapitis, M. temporalis, M. maseter, M.
sternokleidomastoid, M. trapezius, M. servikalis posterior, dan M. levator skapula).13

B. Etiologi dan Faktor Resiko9


Etiologi dan faktor resiko Tension Type Headache adalah stress, depresi, bekerja
dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang

11
berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidak seimbangan neurotransmiter seperti
dopamin, serotonin, dan noerpinefrin.

C. Epidemiologi
Tension Type Headache terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type
Headache episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension
Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan
pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20- 40 tahun.14

D. Patofisiologi
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil
penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai
berikut:11
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan dari pada sistem saraf perifer dimana
disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem
saraf pusat mengarah kepada CTTH.
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen
tanpadisertai iskemia otot.
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan
mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi
molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada jaringan perikranial dan
miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas
otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan
miofasial.
4. Hiperflesibilitas neuron sentralnosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks
serebri yang diikuti hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai
ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan
ekstrasefalik. Selain itu,terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit
activity.
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi
info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak dan
hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin di
12
otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan
penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7. Faktor psikogenik (stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH
sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan aktivasi struktur
persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan ansietas akan
meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi sentral pada jalur
transmisi nyeri.
8. Aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori
yang menjelaskan hal tersebut yaitu
- Adanya stress fisik (kelelahan)akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi
sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel
dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri
kepala.
- Stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak
selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma trigeminus
yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida ini akan
merangsang ganglion trigeminus (pons).
- Stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan
stage of exhausted.
- Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan
mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob.
Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga
merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan
menstimulasi jaras nyeri.
- Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen
yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan menjaga
simpanan ion kalium.

13
- Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein
dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan
menyebabkan disfungsi saraf.
E. Diagnosis
1. TTH episodik infrekuen12
-
Setidaknya 10 episode sakit kepala terjadi pada rata-rata <1 hari per bulan (<12
hari per tahun)
-
Berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari
-
Setidaknya memenuhi 2 dari 4 karakteristik berikut
 Lokasi bilateral
 Kualitas menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
 Intensitas ringan hingga sedang
 Tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau naik
tangga
- Memenuhi dua karaktristik berikut
 Tanpa mual atau mintah
 Tidak lebih dari satu dari fotofobia atau fonofobia
2. TTH episodik frekuen12
-
Setidaknya 10 episode sakit kepala terjadi pada 1-14 hari per bulan rata-rata
selama> 3 bulan (12 dan <180 hari per tahun)
-
Berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari
-
Setidaknya memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut:
 Lokasi bilateral
 Kualitas menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
 Intensitas ringan hingga sedang
- Tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau naik tangga
- Memenuhi dua karakteristik berikut
 Tanpa mual atau muntah
 Tidak lebih dari satu dari fotofobia atau fonofobia
3. TTH kronik12
- Sakit kepala yang terjadi pada rata-rata 15 hari per bulan dalam > 3 bulan (180
hari per tahun)

14
- Berlangsung berjam-jam hingga berhari-hari, atau tidak mereda
- Setidaknya memenuhi 2 dari 4 karakteristik berikut
 Lokasi bilateral
 Kualitas menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
 Intensitas ringan hingga sedang
 Tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau naik
tangga
- Memenuhi dua karakteristik berikut
 Tidak lebih dari satu dari fotofobia, fonofobia, atau mual ringan
 Tidak ada sedang hingga berat dari mual maupun muntah
F. Penatalaksanaan
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest , massage, dan/ atau
latihan bio feedback.9
Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles relaxants.
Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika
pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,ibuprofen, dll.) gagal maka dapat
ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan
menambah efektifitas pengobatan.9

Cluster Headache
A. Definisi
Nyeri kepala cluster merupakan bentuk yang paling parah dari nyeri kepala primer,
melibatkan nyeri kepela yang mendadak, sangat menyakitkan yang terjadi secara "cluster,"
biasanya pada saat yang sama di siang dan malam selama beberapa minggu. Mereka
menyerang salah satu sisi kepala, sering di balik atau sekitar satu mata, dan mungkin
didahului oleh gejala seperti migren dengan aura dan mual. Rasa sakit biasanya memuncak 5
sampai 10 menit setelah onset dan berlanjut pada intensitas hingga 3 jam. Hidung dan mata
pada sisi yang terkena wajah mungkin mendapatkan merah, bengkak, dan berkaca-kaca.9

B. Etiologi dan Faktor Resiko9


Sakit kepala cluster umumnya terjadi mulai antara usia 20 dan 50, tetapi bisa mulai
pada usia berapa pun, lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita, dan lebih

15
sering terjadi pada perokok dari pada bukan perokok. Frekuensi serangan biasanya kurang
sering dan lebih pendek dari migren. Hal umum untuk memiliki 1 sampai 3 nyeri kepala
cluster sehari dengan 2 periode cluster setahun, dipisahkan oleh bulan dengan kebebasan
dari gejala. Periode cluster sering muncul musiman, biasanya pada musim semi dan musim
gugur, dan dapat keliru dengan alergi. Pada sekelompok kecil orang nyeri kepala cluster
dapat berkembang menjadi bentuk kronis, yang ditandai dengan serangan sakit kepala yang
dapat berlangsung selama bertahun-tahun dengan hanya periode remisi yang singkat (1
bulan atau kurang). Sakit kepala cluster lebih sering terjadi pada malam hari dibandingkan
siang hari, menunjukkan hal ini dapat disebabkan oleh penyimpangan dalam siklus tidur-
bangun tubuh. Alkohol dan merokok dapat memprovokasi serangan. Peningkatan risiko
keluarga dari sakit kepala ini menunjukkan bahwa mungkin ada penyebab genetik.9

C. Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari nyeri kepala tipe cluster masih belum sepenuhnya
dipahami. Pola periode serangan menunjukkan adanya keterlibatan jam biologis yang diatur
oleh hipotalamus (yang mengendalikan ritme sikardian), yang disertai dengan disinhibisi
jalur nosisepif dan otonomik – secara spesifik, jalur nosiseptif nervus trigeminus.15
Nervus trigeminus (N.V) adalah saraf campuran. Saraf ini memiliki komponen yang
lebih besar (porsio mayor) yang terdiri dari serabut sensorik untuk wajah, dan komponen
yang lebih kecil (porsio minor) yang terdiri dari serabut motorik untuk otot-otot pengunyah
(mastikasi).16
Ganglion trigeminale (gasserian) bersifat seperti ganglia radiks dorsalis medulla
spinalis untuk persarafan sensorik wajah. Seperti ganglia radiks dorsalis, ganglion ini
mengandung sel-sel ganglion pseudounipolar, yang prosesus sentralnya berproyeksi ke
nucleus sensorik prinsipalis nervis trigemini (untuk raba dan diskriminasi) dan ke nucleus
spinalis tigemini (untuk nyeri dan suhu). Nukleus mesensefali nervis trigemini merupakan
kasus khusus, karena sel-selnya mirip dengan sel-sel ganglion radiks dorsalis meskipun
terletak di dalam batang otak; yaitu seakan-akan nucleus perifer telah dipindahkan ke system
saraf pusat. Prosesus perifer neuron pada nucleus ini menerima impuls dari reseptor perifer
di spindle otot yang berbeda di dalam otot-otot pengunyah, dan dari reseptor lain yang
memberikan respons terhadap tekanan.16

16
Aktivasi area spesifik pada otak selama periode nyeri tipe cluster. Ketiga nuklei yang
disebutkan tadi membentang dari medulla spinalis servikalis hingga ke mesensefalon,
seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Perjalanan ganglion trigiminal


Ganglion trigiminale terletak di basis kranii di atas apeks os. Petrosus, tepat di lateral
bagian posterolateral sinus kavernosus. Ganglion ini membentuk tiga buah cabang nervus
trigeminus ke area wajah yang berbeda, yaitu nervus oftalmikus (V1), yang keluar dari
tengkorak melalui fisura orbitalis superior, nervus maksilaris (V2), yang keluar melalui
foramen rotudum; dan nervus mandibularis (V3), yang keluar melalui foramen ovale.16
Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) dan morfometri berhasil
mengidentifikasi area abu-abu pada bagian posterior hipotalamus sebagai area inti dari defek
pada nyeri kepala tipe cluster.15
Pencitraan Voxel-based morphometry (VBM) menunjukkan area spesifik pada otak
(hipotalamus) yang mengalami perbedaan dengan otak pada pasien tanpa nyeri kepala tipe
cluster.15

17
Terdapat perubahan pola sirkuit neuron tregimenus-fasial sekunder terhadap
sensitisasi sentral, yang disertai dengan disfungsi jalur serotonergic nucleihipotalamus.

Disfungsi fungsional hipotalamus telah berhasil dikonfirmasi dengan adanya metabolisme


yang abnormal berdasarkan marker neuron N-asetilaspartat pada pemeriksaan magnetic
resonance spectroscopy.15
Neuron-neuron substansia P membawa impuls motoric dan sensorik pada divisi
maksilaris dan oftalmik dari nervus trigeminus. Nervus ini berhubungan dengan ganglion
sphenopalatina dan pleksus simpatis perivaskuler karotis.15
Dilatasi vaskuler mungkin memiliki peranan penting dalam pathogenesis nyeri
kepala tipe cluster, meskipun hasil penelitian terhadap aliran darah masih menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Aliran darah ekstra kranial mengalami peningkatan (hipertermi dan
peningkatan aliran darah arteri temporalis), namun hanya setelah onset nyeri.15
Sekalipun bukti-bukti terkait peranan histamine masih inkosisten, namun nyeri
kepala tipe cluster dapat dipresipitasi dengan sejumlah kecil histamine. Terdapat
peningkatan jumalh sel mast pada kulit area yang terasa nyeri pada beberapa pasien, namun
temuan ini tidaklah konsisten.15
D. Diagnosis
Nyeri yang parah atau sangat parah di orbital unilateral, supraorbital dan / atau
temporal berlangsung 15-180 menit (saat tanpa diobati). Memenuhi salah satu atau kedua
kriteria berikut:
- Setidaknya salah satu gejala atau tanda-tanda berikut, ipsilateral untuk nyeri
kepala:
 injeksi konjungtiva dan / atau lakrimasi

18
 hidung tersumbat dan / atau rhinorrhoea
 edema kelopak mata
 dahi dan wajah berkeringat
 kemerahan pada dahi dan wajah
 sensasi penuh pada telinga
 miosis dan / atau ptosis
 Rasa gelisah atau agitasi
- Serangan memiliki frekuensi antara satu setiap lain hari dan delapan per hari
selama lebih dari setengah dari waktu ketika gangguan tersebut aktif
E. Penatalaksanaan
Pilihan pengobatan termasuk terapi-oksigen yaitu oksigen murni dihirup melalui
masker untuk mengurangi aliran darah ke otak-dan obat triptan. Pengobatan pencegahan
dengan kalsium channel blocker tertentu dan lithium dapat mengurangi keparahan rasa sakit
dan frekuensi serangan. Dalam kasus ekstrim, stimulasi listrik pada saraf oksipital untuk
mencegah sinyal saraf dapat memberikan bantuan.9

Kesimpulan
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang terjadi secara independen dan tidak
disebabkan oleh kondisi medis lainnya. Nyeri kepala primer terdiri dari: migren, tension-type
headache, cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias, dan other primary
headaches. Migren merupakan nyeri kepala primer yang umum di temui. Migren secara garis besar
dibagi menjadi migren dengan aura dan migren tanpa aura. Tension Type Headache merupakan
sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus menerus otot- otot kepala dan tengkuk.
Nyeri kepala cluster memiliki gambaran klinis sakit kepala, yang biasanya terlatelarisasi dan sering
menonjolkan gambaran otonom parasimpatis kranial, yang juga terlatelarisasi dan ipsilateral
terhadap sakit kepala.

Tabel Red Flag Cephalgia

Possible
Red Flag Consider Investigation

Sudden Onset Headache SAH, Bleed into a mass Neuroimaging


Lumbal Pucture
AV Malformaion, Mass
19
lesion
(especially posterior fossa)

Worsening Pattern Headache Mass Lesion, SDH Neuroimaging


Medical Overuse

Headache with systemic illness Meningitis, Encephalitis Neuroimaging


Lyme Disease,Collagen Lumbal Pucture
Vascular disease, systemic Blood Test
Infection

Mass Lesion, AV
Focal Neurological signs other Malformation Neuroimaging
than typical visual or sensorial Collagen Vascular Disease Collagen Vascular
Aura Evaluation

Papiloedema Mass Lesion, Pseudotumor Neuroimaging


Encephalitis, Meningitis Lumbal Pucture

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Buku ajar NEUROLOGI KLINIS. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Jakarta: Gajah Mada University Press; 2005. hal 285-8.
2. Odegard SS, Engstrom M, Sand T, Stovner LJ, Hagen K. Associations between sleep
disturbance and primary headaches: the third Nord-Trondelag Health Study. J Headache
Pain. 2010. 11: 197-206.
3. Lindsay, Kenneth W, dkk. Headache. Neurology and Neurosurgery I llustrated. London:
Churchill Livingstone. 2004 .66-72.
4. ISH Classification ICHD II (International Classification of Headache Disorders) available
at http://ihsclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc (diakses pada tanggal
12 November 2019).
5. Gorelick et al. Dypridamole-induced headache and lower recurrence risk in secondary
prevention of ischemic stroke: A post hoc analysis. European Journal of Neurology.2014.
1311-7.
6. Illiopoulus et al. Trigger factors in primary headache subtypes: a cross-sectional study from
a tertiary centre in Greece. BioMed Cental. 2015. 8: 393.
7. Dodick, D.W., Rozen, T.D., Goadsby, P.J., Silberstein, S.D. Cluster Headache. Cephalgia.
200. 20: 787-803.
8. Lindsay KW, Bone I, Callander R, Gijn JV. Neurology and neurosurgery illustrated.
Edinburgh: Churchchill Livingstone; 1997.
9. National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). 2012. Available at
http://www.ninds.nih.gov/disorders/headache/headache.htm (diakses pada tanggal 12
November 2019).
10. Simon, Roger P, David A.Greenberg, dan Michael J.Aminoff. Headaches and facial pain.
Clinical Neurology . United states of Amerika : Lange. 2009. 69-93.
11. Price S dan Lorraine MW, dkk. Patofisiologi nyer. Edisi 6.Jakarta:EGC.2003.
12. ISH Classification ICHD III (International Classification of Headache Disorders) available
at http://ihsclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIIR1final.doc (diakses pada tanggal
12 November 2016).
13. Bogduk N. Anatomy and physiology of headache. Australia:faculty of medicine and health
science. Paris: University of Newcastle and University Drive (Elsevier). 1995.

21
14. McPhee, Stephen J, Maxine AP, dkk. Nervous System disorders. Current Medical
Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko : McGraw-HillCompanies. 2009.
15. Blande M. Cluster headache. In: MedScape reference. Updated: November, 12 2019.
http://emedicine.medscape.com/article/1142459-overview#a0104
16. Brainstem. In: Baehr M, Frotscher M, editors. Topical Diagnosis in Neurology. 4th edition.
p. 160-7. Stutgard: Thieme; 2005.

22

Anda mungkin juga menyukai