Anda di halaman 1dari 28

1

Implementasi Kebijakan Program e-KTP dalam Peningkatan Pelayanan Publik


menuju Pemerintahan yang Baik/Good Governance di Kabupaten Empat Lawang
Oleh:

EDI KUSMAWAN ( Edikusmawan83@yahoo.com )

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Juanda, S.H.,M.H

Pembimbing Pendamping : Dr. Amancik, S.H.,M.H

Abstrak

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memperlihatkan bermunculannya berbagai jenis


kegiatan yang berbasis pada teknologi ini, seperti dalam dunia pemerintahan (e-government), yang
didalamnya memiliki program sepertie-KTP, Pendidikan (e-education, e-learning), kesehatan (e-
medicine, e-laboratory), dan lainnya, yang kesemuanya itu berbasiskan elektronik. Pemerintah telah
menerapkan kebijakan yang mana Kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan administrasi
yang tertib sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Penelitian yang berjudul “Implementasi
Kebijakan Program e-KTP dalam Peningkatan Pelayanan Publik menuju Pemerintahan yang
Baik/Good Governance di Kabupaten Empat Lawang,” patut dikaji karena peneliti ingin mengetahui
bagaimana pelaksanaan implementasi program e-KTP di kabupaten Empat Lawang dengan cara
mengklarifikasi, menguraikan, menggambarkan serta menganalisis suatu fenomena implementasi
kebijakan publik yang berkembang dalam masyarakat dengan cara mendeskripsikan implementasi
tersebut. Implementasi kebijakan yang digunakan pemerintah Kabupaten Empat lawang
menerapkan sistem implementasi George C. Edward III. Metode spesifikasi penelitian yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis karena bertujuan memberikan gambaran
secara menyeluruh dan mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti serta menganalisa
mengenai Implementasi Kebijakan Program e-KTP dalam Peningkatan Pelayanan Publik menuju
Pemerintahan yang Baik/Good Governance di Kabupaten Empat Lawang. Maka dalam pemilihan
informan peneliti menggunakan purposive. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan tersebut
dirasakan belum efektif karena masih terdapat beberapa kekurangan dari pemerintah, yaitu:
kemampuan Sumber Daya Pegawai yang menangani e-KTP kurang optimal, pemerintah tidak mampu
memenuhi fasilitas yang dibutuhkan ketika kebijakan tersebut diterapkan, kurangnya sosialisasi yang
dilakukan pemerintah kabupaten Empat Lawang kepada masyarakat sehingga kurangnya informasi
yang diterima masyarakat, kurangnya koordinasi dan komunikasi, dan kurangnya pemberian
pelayanan yang opimal.

Kata kunci : Implementasi, Kebijakan Pemerintah, KTP elektronik.


2

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Reformasi saat ini identik dengan keterbukaan informasi yang mengharuskan

adanya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and

Communication Technology/ICT. “Pada Era reformasi mengandung arti perubahan untuk

perbaikan. Jadi reformasi itu timbul secara simultan mencakup aspek kehidupan

bernegara dibidang politik, ekonomi dan hukum.”1 Di era keterbukaan pada pemerintahan

saat ini pengggunaan teknologi ini semakin lama menjadi semakin luas. Masyarakat bisa

menilai sendiri dalam kinerja pemerintahan dan juga masyarakat dapat mengetahui

informasi-informasi yang disampaikan dari pemerintahan pusat, sehingga banyak

masyarakat yang menyampaikan aspirasi opini lewat berbagai saluran media yang ada.

Informasi maupun komunikasi menghasilkan manfaat yang positif bagi kehidupan

manusia dan memberikan banyak kemudahan. Perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi juga dapat membantu manusia dalam menjalankan aktivitasnya, karena

segala kegiatan dapat dilakukan dengan cepat, murah, dan tepat, sehingga produktivitas

kerja akan meningkat. “Setiap individu sudah pasti mempunyai tujuan, yaitu untuk

memenuhi kebutuhan baik hidupnya yang mungkin dapat dicapai melalui usaha sendiri.”2

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memperlihatkan bermunculannya

berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi ini, seperti dalam dunia

pemerintahan (e-government), yang didalamnya memiliki program seperti e-KTP,

pendidikan (e-education, e-learning), kesehatan (e-medicine, e-laboratory), dan lainnya,

yang kesemuanya itu berbasiskan elektronik.

1
Bagir Manan, et.al., Ilmuwan dan Penegakan Hukum, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 201.
2
Silalahi, Ulbert., Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep Teori dan Dimensi, Cet.Pertama, Sinar Baru,
Bandung, 1992, hlm. 17.
3

Peraturan yang terkait dengan hal ini (e-Government) yaitu, pada Undang-Undang

Dasar 1945 Pasal 48 (f) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh

informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk

mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi

dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Dasar Hukum E-KTP:


1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan, dijelaskan bahwa:

"penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor

Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk

dan berlaku seumur hidup."

Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan

Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas

lainnya.

2. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis

Nomor Induk Kependudukan, yang berbunyi:

a. KTP berbasi NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat

verifikasi dan validasi data jati diri penduduk.

b. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda

tangan, pas foto, dan sidik jari tangan penduduk yang bersangkutan.

c. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam basis data

kependudukan.

d. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilakukan pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan
4

ketentuan : Untuk WNI, dilakukan di kecamatan; dan untuk orang asing yang

memiliki izin tinggal tetap dilakukan di instansi pelaksana.

e. Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan

jari telunjuk tangan kanan penduduk yang bersangkutan.

f. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

g. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh

Peraturan Menteri.

h. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik yang dilatar belakangi oleh teknologi informasi (Internet) yang

memungkinkan manusia untuk berinteraksi dengan cara yang sama sekali baru,

di satu sisi memberikan manfaat yang sangat besar namun di sisi lain dapat

disalahgunakan untuk perbuatan-perbuatan melawan hukum yang

mengakibatkan “Sanksi atau ancaman hukuman yang dijatuhkan bisa berupa

paksaan badan atau penjara yang bervariasi sejak dari hukuman kurungan,

penjara sampai dengan hukuman mati, atau berupa denda dan sitaan atas benda

yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan.”3

Sedangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik (KIP) memaparkan sebagai Pegawai Negeri Sipil, pemahaman tentang

Undang-Undang ini sangat penting, karena bisa jadi salah merespon permintaan informasi

dari masyarakat kita bisa dituntut pidana. Undang-Undang KIP memberi jaminan

terbukanya akses informasi bagi masyarakat terhadap badan publik yang mendapat

3
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia, Edisi 1 Cet.
1, PT. RajaGrafindPersada, Jakarta, 2004, hlm. 5.
5

alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah, bantuan luar negeri, dan dari himpunan dana masyarakat. Sanksi pidana

menanti, jika badan publik tidak menjalankan amanat Undang-Undang KIP. Keberadaan

Undang-Undang KIP ini semakin menegaskan bahwa akses publik terhadap suatu

informasi merupakan hak asasi manusia yang diakui juga oleh Undang-Undang Dasar

1945 Pasal 28 (f). Hadirnya Undang-Undang KIP akan meningkatkan kualitas partisipasi

masyarakat dalam perumusan kebijakan publik serta pengawasan atas pelaksanaan roda

pemerintahan.

E-Government menerapkan sistem pemerintahan dengan berbasis elektronik agar

dapat memberikan kenyamanan, meningkatkan transparansi, dan meningkatkan interaksi

dengan masyarakat, serta meningkatkan partisipasi dan pelayanan publik. Dalam

kehidupan sosial yang demikian itu, pelayanan publik merupakan kebutuhan masyarakat

di negara modern. Kebutuhan terhadap pelayanan publik akan melibatkan dua aktor yaitu

negara yang menyediakan pelayanan publik, dan individu warga negara yang menikmati

pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik akan mencerminkan hubungan

antara negara dengan warga negaranya. Good governance atau ketatapemerintahan yang

baik adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang bertanggung jawab

(akuntabilitas), sejalan dengan prinsip demokratis, efektif, dan efisien. Selain itu

pemerintah yang dicita-citakan adalah juga mengandung prinsip mengikutsertakan

masyarakat dan swasta (partisipasi), terbuka (transparansi), kesetaraan, semua warga

masyarakat mempunyai kesempatan dan hak yang sama untuk ikut serta dalam

pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dan

meningkatkan layanan publik yang efektif dan efisien diperlukan adanya kebijakan dan

strategi pengembangan e-government, diantaranya implementasi kebijakan program e-

KTP (Elektronic Kartu Tanda Penduduk) atau disebut Kartu Tanda Penduduk Elektronik,
6

dalam meningkatkan pelayanan publik menuju pemerintahan yang baik (good

governance) dengan penggunaan teknologi dan informasi yang saat ini sedang

dilaksanakan oleh pemerintah. Nomor NIK yang ada di e-KTP akan dijadikan dasar

dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas

lainnya (Pasal 13 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan jo. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Pemerintahan).

Menurut penulis bahwa untuk bisa menilai peran aparatur, diperlukan suatu

pemahaman yang bisa membantu memahami bagaimana seharusnya lembaga pelayanan

publik ini bekerja sehingga menghasilkan output yang berkualitas. Output yang

berkualitas disini mencakup output yang bagus dan sesuai tingkat masyarakat. Peran

aparatur dalam melaksanakan kebijakan terhadap pelayanan e-KTP merupakan salah satu

contoh pelayan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah. Proyek e-KTP ini di

latar belakangi oleh sistem pembuatan KTP konvesional di indonesia yang

memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari 1 ktp. program nasional yang harus

dilaksanakan di setiap daerah salah satunya adalah E-KTP, karena pelaksanaan e-KTP

dipandang sangat relevan dengan rencana pemerintah dalam upaya menciptakan

pemerintahan yang baik yang berkualitas dan berbasis teknologi untuk mendapatkan hasil

data kependudukan yang lebih tepat dan akurat.

Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia

pada bulan Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap

pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 april 2012 yang

mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota.4

4
https://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk_elektronik, Jam 10.00 WIB, Tanggal 10
Desember 2015.
7

Menurut Pasal 77 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2016 yang intinya merubah,

menambah atau mengurangi tanpa hak, isi elemen data pada dokumen kependudukan

dalam pelaksanaan praktek kepemerintah dengan membuat kebijakan program e-KTP

bagi masyarakat, bangsa dan negara dengan maksud agar terciptanya tertib administrasi.

Dan juga diharapkan agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mencegah

dan menutup peluang adanya KTP ganda atau KTP palsu, banyak fakta tejadi yang

selama ini dilakukan dan disalahgunakan oleh masyarakat misalkan dengan

menyembunyikan identitas untuk menghindari pajak, pembuatan paspor, mengamankan

korupsi yang akhirnya dapat menyebabkan kerugian bagi negara. Untuk mendukung

terwujudnya database kependudukan yang akurat, khususnya yang berkaitan dengan data

penduduk wajib KTP yang identik dengan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu

(DP4), sehingga DPT pemilu yang selama ini sering bermasalah tidak akan terjadi lagi.

Menurut pendapat penulis KTP manual yang dibuat dengan banyak dan mudah

mengakibatkan kurang adanya pengawasan yang signifikan, apalagi jika memiliki orang

dalam disebuah instansi kecamatan. Dengan demikian masyarakat yang tidak

bertanggungjawab dapat dengan leluasa melakukan kecurangan dan penyimpangan

dengan menggunakan KTP manual. Hal yang sangat penting dilakukan untuk mencegah

terjadinya peluang terhadap kecurangan dalam pembuatan KTP tersebut, maka

pemerintah menetapkan 5 (lima) tahapan agar menjamin keakuratan data diri setiap warga

sehingga e-KTP tersebut tidak dapat diperbanyak atau digandakan. Berikut 5 (lima) tahap

dalam pembuatan e-KTP, yaitu: Pembacaan biodata, foto, perekaman tanda tangan, scan

sidik jari, dan scan retina mata.

Berdasarkan uraian maka dalam hal ini mancoba melakukan penelitian yang

diberi judul “Implementasi Kebijakan Program e-KTP dalam Peningkatan Pelayanan

Publik menuju pemerintahan yang Baik (Good Governance) di Kabupaten Empat

Lawang.”
8

Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Program e-KTP di Kabupaten Empat

Lawang?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Implementasi kebijakan program e-KTP di

Kabupaten Empat Lawang?

B. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian.

Berangkat dari rumusan masalah dan disesuaikan dengan tujuan yang ingin

dicapai, maka jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris. Dengan

demikian melalui penelitian ini penulis berusaha untuk menggambarkan permasalahan

yang ada dalam kaitannya dengan kebijakan implementasi e-KTP di Kabupaten Empat

Lawang yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,

dan kemudian menganalisis sampai pada suatu kesimpulan.

Populasi dan Sampel


1. Populasi.

Populasi adalah seluruh aparatur pemerintah kabupaten empat lawang yang berkaitan

dengan implementasi kebijakan program e-ktp.

a. Kecamatan Tebing Tinggi:

1. M. Syarifudin Desa Terusan Baru.


2. Irwansyah Desa Ranrau Tenang.
3. Sepawi Desa Ujung Alih
4. Aprianto Desa Kota Gading
5. Syaripuddin Desa Baturaja Lama
6. Hermanto Desa Batu Rajabaru
7. Ishak Desa Sugiwaras
9

b. Kecamatan Talang Padang:

1. A Sonef, S Sos Desa Ulak Dabuk


2. Nasution Desa Kebahang Baru
3. Adi Yosef Desa Talang Padang
4. Sarkowi Desa Macang Manis
5. Haltiana S Sos Desa Padang Titiran
6. Ahmad Nangcili Desa Karang Are

c. Kecamatan Saling:

1. ANazori Spd Desa Tanjungning Tengah


2. Diharis Desa Muara Saling
3. Jhon Hendri. Desa Taba
4. Hurliansyah. Desa Tanjungning Lama
5. Zulkarnaen. Desa Lubuk Kelumpang
6. Husaini Masir Desa Sawah

d. Kecamatan Ulu Musi :

1. As Ari. Desa Muara Betung


2. Dahlan Sayuti Desa Simpang Perigi
3. Zakaria. Desa Pulau Kemang
4. Sopian. Desa Lubuk Puding Baru
5. Srikandi. Desa Lubuk Puding Lama
6. Bakar. Desa Batu Bidung
7. Sabtibi Darwis Desa Kunduran
8. Karmidi . Desa Air Kelinsar
9. Berlian. Desa Padang Tepong
10.Saparudin. Desa Galang
11. Jamaludin Asia. Desa Muara Kalangan
12. Kandar. Desa Talang Bengkulu

e. Kecamatan Lintang Kanan. :

1. Imaran,SE Desa Tanjung Jati


2. Sarkawi. Desa Pagar Jati
3. Jemi. Desa Nibung
4. Mursi. Desa Batu Ampar
5. Desti. Desa Karang Tanding
6. Jeni Lopika. Desa Rantau Kasai
7. Idris. Desa Rantau Alih
8. Basri. Desa Tanjung Alam
9. Rizal. Desa Lesung Batu
10. Farizal Irawan Desa Muara Danau
11. Hendri. Desa Lubuk Tapang

f. Kecamatan Pasemah Air Keruh :

1. Kusnadi. Desa Talang Padang


2. Muhamad Pani Desa Penantian
10

3. Susanto,SE Desa Pagar Jati


4. Firmansyah. Desa Lawang Agung
5. Danial. Desa Keban Jati
6. Sarudin. Desa Nanjungan
7. Iskandar. Desa Talang Randai
8. Mulyadi. Desa Padang Bindu
9. Damhori. Desa Muara Aman

g. Kecamatan Pendopo :

1. Sucpto, A.Md. Desa Nanjungan


2. Parmen. Desa Lubuk Layang
3. Ansor. Desa Bandar Agung
4. Zaili. Desa Landur
5. Ir.Amrullah Desa Gunung Mereksa Baru

h. Kecamatan Pendopo Barat :

1. Kahar Muzakar. Desa Kungkilan


2. Sefza Doris. Desa Muara Lintang Baru
3. Toto Sugianto. Desa Rantau Dodor
4. Hesta Waridi. Desa Padang Bindu

Kecamatan Sikap Dalam :

1. Hawati Desa Puntang


2. Rudi Hartono Desa Bandar Aji
3. Nasir Desa Paduraksa
4. Murdiana. Desa Karangdapo Baru
5. Siamsul Desa Karangdapo Lama

Kecamatan Muara Pinang :

1. Mintansi Desa Seleman Ilir


2. Hamrianto Desa Muara Timbuk
3. Samson Desa Batu Galang
4. M Yunus Desa Talang Benteng
5. Ewe Oktalizakuala Desa Niur
7. Muku Tugirun Desa Pajar Menang
8. Lismawati Desa Tanjung Tawang
9. Dainudin Desa Muara Pinang Lama
10.Juhan Jauhari Desa Sepa Panjang
11.M Nazir Desa Talang Batu
12. Zainal Desa Muara Pinang Baru
13.Dadanh Desa Tanjung Kurung
14. Karmansi Desa Belimbing
15. Jamil Desa Padang Burnai
16.Rustam Efendi Desa Lubuk Tanjung
17.Asnawi Desa Sukadana
18. Ahmad Tabrani Desa Sawah
11

2. Sampel.
Adapun sampe dalam penelitian ini yaitu:

a. Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Edison Jaya).

b. Kepala Bidang Kependudukan Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Empat Lawang (Ali Gatmir).

c. Sebagian staf yang bekerja di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kabupaten Empat Lawang.

d. Kecamatan Pinang kepada Bapak Ahmad Tabrani Desa Sawah.

e. Kecamatan Talang Padang kepada A. Sonef, S. SOS., Desa Ulak Dabuk.

f. Kecamatan Pasemah Air Keruh kepada Kusnadi Desa Talang Padang.

g. Kecamatan Pendopo kepada Ir.Amrullah Desa Gunung Meraksa Baru.

Data Penelitian

a. Data Primer (Prmary Data).

Data primer ialah data dasar/data asli yang diperoleh penelitian dari tangan

pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Data primer mengandung data

aktual yang didapat dari penelitian lapangan dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data

primer yang diperoleh dari responden yakni berupa wawancara. Komunikasi yang

dilakukan dalam wawancara ini dilakukan secara langsung yang artinya peneliti /

pewawancara berhadapan langsung dengan responden untuk menanyakan secara

lisan hal-hal yang diinginkan dan jawaban responden dicatat oleh pewawancara.

b. Data Sekunder (Secondary Data).

Data sekunder merupakan sumber data peneliti yang diperoleh peneliti secara

langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data

sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun
12

dalam arsip (data documenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Bahan hukum sekunder meliputi buku-buku hukum yang ditulis oleh parah ahli

hukum, kamus hukum, Pensiklopedia, tesis hukum, skripsi hukum, komentar

Undang-Undang, jurnal-jurnal hukum, internet, dan komentar putusan pengadilan

dan lain sebagainnya., yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan yang

akan diteliti dalam hal ini perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak korban

perdagangan manusia (taffikicking in person).

Metode Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif maka Sumber data dan

metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengumpulan Data Primer.

Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai

sumber pertama, dengan melalui penelitian yang diperoleh dengan teknik

pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada responden. Tujuan

wawancara untuk “mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta

pendapat-pendapat responden”. Penulis melakukan Wawancara mendalam dengan

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kepala Bidang Kepala bidang

kependudukan dan sebagian staf yang bekerja di kantor Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kabupaten Empat Lawang, serta beberapa orang Kepala Desa di

lingkungan Kabupaten Empat Lawang.

Pemakaian wawancara mendalam ini disusun beberapa pertanyaan pokok yang

tertulis berfungsi sebagai pedoman yang bersifat fleksibel dan pertanyaan berikutnya

didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan sebelumnya. Hal ini

diharapkan akan diperoleh data atau keterangan secara lengkap dengan alasan-alasan

yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.


13

2. Pengumpulan Data Sekunder.

Selain data yang didapat penulis lewat wawancara mendalam dilakukan pula

pengumpulan data sekunder. Data sekunder ini dilakukan dengan penelitian

kepustakaan, yaitu dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan

permasalahan yang diteliti. Bahan hukum sekunder dapat berupa text book, jurnal,

artikel, laporan hasil penelitian, majalah ilmiah, laporan, data statistik, dan lain-lain.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Implementasi Kebijakan Program e-KTP di Kabupaten Empat Lawang.

Implementasi kebijakan yang digunakan pemerintah Kabupaten Empat Lawang

menerapkan sistem implementasi George C. Edward III yang menitikberatkan pada:

1. Komunikasi.

Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan

menurut George C. Eward III, adalah komunikasi. Komunikasi menurutnya lebih

lanjut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan

publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah

mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka

kerjakan dapat berjalan bila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap

keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus ditransmisikan (atau

dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang

dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi diperlukan agar

para pembuat keputusan akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap

kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai (atau digunakan) dalam mengukur

keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas, yaitu:


14

a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu

implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran

komunikasi adalah adanya salah pengertian (miskomunikasi), hal tersebut

disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi,

sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan jelas dan

tidak membingungkan (tidak ambigu/mendua). Ketidakjelasan pesan kebijakan

tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana

membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran

yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai

oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi

haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan). Karena jika

perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan

kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2. Sumber Daya.

Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu

kebijakan adalah sumberdaya. Sumberdaya merupakan hal penting dalam

mengimplementasikan kebijakan. Indikator sumber-sumberdaya terdiri dari beberapa

elemen, yaitu:

a. Staf; sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan

yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebagiankan

oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten

dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi,

tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang
15

diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau

melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.

b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu

pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.

Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka

diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data

kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang

telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di

dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat

dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para

pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika

wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak

terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan.

Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka

sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak,

efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan

tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan

oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan

kelompoknya.

d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa

yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya,

tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi

kebijakan tersebut tidak akan berhasil.


16

3. Disposisi.

Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam

pendekatan mengenai pelaksanaan suatu kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu

kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui

apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk

melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal penting yang

perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut George C. Edward III, adalah:

a. Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan

hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil

yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-

pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana

kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang

telah ditetapkan; lebih khusus lagi pada kepentingan warga.

b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk

mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi

insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan

mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan

mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah

keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendukung yang

membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini

dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau

organisasi.

4. Struktur Birokrasi.

Variabel keempat, menurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan

implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber

untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan


17

mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk

melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat

terlaksana atau terealisasi karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi.

Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika

struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan

menyebagiankan sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat

jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat

mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan

koordinasi dengan baik. Dua karakteristik menurut Edward III yang dapat

mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah:

melakukan Standar Operating Prosedures (SOPs) dan melaksanakan Fragmentasi.

SOPs adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau pelaksana

kebijakan/administratur/birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap

harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan (atau standar minimum yang

dibutuhkan warga). Sedangkan pelaksanaan fragmentasi adalah upaya peyebaran

tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktiuvitas pegawai diantara beberapa

unit kerja.

Dijelaskan oleh Edward III secara singkat bahwa pedoman yang tidak akurat, jelas

atau konsisten akan memberikan kesempatan kepada Implementors membuat

diskresi. Diskresi ini bisa langsung dilaksanakan atau dengan jalan membuat

petunjuk lebih lanjut yang ditujukan kepada pelaksana tingkat bawahnya. Jika

komunikasi tidak baik maka diskresi ini akan memunculkan disposisi. Namun

Komunikasi yang terlampau detail akan mempengaruhi moral dan independensi

implementor, bergesernya tujuan dan terjadinya pemborosan sumber daya seperti

keterampilan, kreatifitas, dan kemampuan adaptasi. Sumber daya saling berkaitan

dengan komunikasi dan mempengaruhi disposisi dalam implementasi. Demikian


18

juga disposisi dari implementor akan mempengaruhi bagaimana mereka

menginterpertasikan komunikasi kebijakan baik dalam menerima maupun dalam

mengelaborasi lebih lanjut ke bawah rantai komando.5

Faktor yang mempengaruhi Implementasi kebijakan program e-KTP di Kabupaten

Empat Lawang

Berikut ini membahas permasalahan yang peneliti temukan di lapangan, sebagai berikut:

1. Terdapat Warga Yang Telah Wajib KTP Tetapi Belum Terdaftar.

Program dan pelaksanaan e-KTP di DISDUKCAPIL Kabupaten Empat

Lawang sampai bulan April 2016 ini masih terus berjalan. Sampai dengan saat ini

masih terdapat warga yang belum melakukan perekaman e-KTP. Data terakhir yang

diperoleh bahwa jumlah warga Empat Lawang yang belum terdata dan melakukan

perekaman e-KTP hingga Sampai dengan bulan Januari 2016 dengan data

kependudukan di Kabupaten Empat Lawang berjumlah 402.243 orang. Jumlah yang

wajib memiliki e-KTP 294.089 orang, yang telah membuat e-KTP berjumlah 214.062

orang, yang tidak atau belum membuat e-KTP berjumlah 80.027 orang. Padahal pada

perencanaan yang telah dibuat sebelumnya bahwa batas akhir perekaman e-KTP di

Kabupaten Empat Lawang 15 Juli 2012. Hal tersebut disebabkan karena ada sebagian

warga Empat Lawang tersebut bekerja di luar kota, sehingga pemerintah cukup

kesulitan untuk menghubungi warga tersebut. Tetapi sebagian ada warga yang belum

terdata oleh pihak Kabupaten Empat Lawang.

Masalah tersebut sebenarnya sangat menjadi hambatan, karena waktu yang

telah ditentukan menjadi lebih lama lagi, kartu elektronik juga akan didapatkan

semakin lama. Tapi seharusnya dari pihak Kabupaten berupaya untuk terus mendata

5
http://indraachmadi.blogspot.co.id/2014/05/teori-implementasi-kebijakan-george-c.html, Jam 8.07
WIB, Tanggal 11 Januari 2017.
19

warganya yang belum terdata. Pemerintah diharapkan dapat melaksanakan program e-

KTP sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Agar program e-KTP

tahun ini dapat berjalan dengan baik. Karena harapan warga Empat Lawang terhadap

program ini selain agar dapat memberikan dampak positif, warga juga berharap agar

program e-KTP ini berjalan secepatnya.

2. Sumber Daya Pegawai Yang Kurang Siap.

Peranan penting dalam pelaksanaan program ini terletak juga pada sumber

daya manusia, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau

aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab

mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk

melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan

bisa efektif. Ada indikator yang dipergunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya

dapat berjalan dengan rapi dan baik yaitu staf. Sumber daya utama dalam

implementasi kebijakan adalah staf/pegawai, atau lebih tepatnya street-level

bureaucrats. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah

satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak memadai, mencukupi ataupun tidak

kompeten dibidangnya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu juga

diperhitungkan manakala hendak menentukan staf pelaksana kebijakan. Misalkan saja

implementasi kebijakan mengenai program e-KTP, harus mempertimbangkan

cakupan wilayah dalam satu kabupaten, sehingga dapat ditentukan berapa banyak

pegawai yang akan melayani masyarakat dalam pembuatan e-KTP.

Efektifnya pemerintah sebelum menerapkan satu kebijakan harus sudah

mempertimbangkan semua unsur pendukung yang nantinya dibutuhkan ketika

kebijakan tersebut diterapkan khususnya sumber daya pegawai, dimana pemerintah

harus melakukan kontrol kepada pegawai yang akan menangani program e-KTP, dari

unsur pegawai apakah sudah memadai atau justru belum memadai, dan apabila
20

pemerintah merasa pegawai kabupaten kurang memadai sudah seharusnnya

melakukan rekruitmen baru dengan catatan rekruitmen tersebut menghasilkan

pegawai yang berpotensi agar justru tidak memberikan hambatan dalam pelaksanaan

e-KTP. Dalam pelaksanaan kebijakan program e-KTP pemerintah pusat memberikan

keputusan bahwa pegawai yang menangani program e-KTP di Kabupaten adalah

operator. Operator adalah orang-orang yang dipilih oleh Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kabupaten Empat Lawang dengan sistem rekruitmen dan tahap

penyeleksian yang cukup ketat. Dengan masa waktu kontak tertentu. Dalam hal ini

pemerintah kabupaten memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pegawai

operator, yaitu:

a) Calon pegawai minimal tamatan SMA.

b) Calon pegawai menguasai komputer.

c) Calon pegawai dapat berkomunikasi dengan yang baik.

d) Calon pegawai tidak memiliki pekerjaan apapun agar tidak menghambat ketika

menangani pelaksanaan e-KTP. Beberapa persyaratan tersebut diharapkan dapat

menjadi tolok ukur agar pegawai operator dapat melaksanakan pembuatan e-KTP

dengan baik.

Beberapa persyaratan tersebut diharapkan dapat menjadi tolok ukur agar

pegawai operator dapat melaksanakan pembuatan e-KTP dengan baik. Kemudian

setelah penyeleksian dilakukan, pemerintah memberikan pembekalan tentang tata cara

perekaman e-KTP yang nantinya akan dilakukan di tingkat Kabupaten. Operator

tersebut diberikan pembekalan selama 3 (tiga) hari. Dan dari kantor DISDUKCAPIL

sendiri harus melatih staf dan pegawainya ketika masa kontrak operator habis maka

pegawai DISDUKCAPIL bisa melakukan pembuatan e-KTP dengan baik. Namun

dari pihak staf di Disdukcapil tidak memahami maksud dari adanya Operator itu

sendiri. Sehingga ketika operator tersebut habis masa kontraknya staf/pegawai dari
21

Kabupaten Empat Lawang kurang memiliki kemampuan dalam pelaksanaan program

e-KTP tersebut. Sehingga hal tesrsebut menjadi kendala baru bagi staf Kabupaten

Empat Lawang.

Dalam hal ini pemerintah Kabupaten Empat Lawang merasa kebijakan

tersebut kurang efektif dalam pelaksanaan e-KTP. Seperti yang telah dipaparkan di

bab sebelumnya (bab 1 pendahuluan) bahwa sumber daya pegawai kurang optimal,

hal ini dikarenakan operator tersebut bukan orang-orang yang ahli dalam bidangnya.

Pegawai operator hanya memahami tata cara pembuatan e-KTP saja, tetapi dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat pegawai operator tersebut dirasa kurang

memahami dengan baik sehingga pelayanan yang dilakukan kepada masyarakat

kurang optimal. Ini terlihat ketika terjadi pembeludakan antrian pada saat perekaman

identitas e-KTP dihari pertama, operator merasa kesulitan menangani keluhan-

keluhan dari masyarakat Empat Lawang yang sebagian notabane-nya adalah

masyarakat kurang berpendidikan.

3. Sosialisasi Berupa Informasi Dari Pemerintah Kurang Jelas.

Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk. Pertama,

informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan, implementor

harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk

melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana

terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan, implementor harus

mengetahui apakah orang lain yang terlibat dalam pelaksanaan tersebut patuh

terhadap hukum. Ketika kebijakan program e-KTP ini dibuat maka akan ada

sosialisasi dari pemerintah, bentuk dari sosialisasi ini berupa informasi yang diberikan

dari pemerintah pusat ke daerah untuk menjelaskan tentang e-KTP dan bagaimana

prosedur tatacara pelaksanaanya, sehingga dalam pelaksanaanya stakeholder yang

terlibat memahami apa yang akan dilakukan dalam kebijakan tersebut. Faktor
22

terpenting dalam penerapan satu kebijakan khususnya mengenai e-KTP adalah

sosialisasi yang baik terhadap stakeholder dalam hal ini pemerintah pusat

bekerjasama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Empat

Lawang untuk memberikan sosialisasi sebaik mungkin berupa seluruh informasi baik

data, teori maupun praktek mengenai e-KTP baik kepada masyarakat, agar penerepan

e-KTP berjalan dengan baik. Sosialisasi yang baik akan menghasilkan penerapan

kebijakan yang baik pula, sebaliknya sosialisasi yang buruk akan menimbulkan

banyak masalah dalam penerapan kebijakan, khususnya penerapan kebijakan

pelaksanaan e-KTP. Dalam hal ini pemerintah Kabupaten empat Lawang menyatakan

sudah memberikan sosialisasi kepada warganya. Dalam hal ini pada praktek di

lapangan pemerintah kabupaten kurang berupaya dalam melakukan sosialisasi kepada

masyarakat tentang program e-KTP. Pemerintah kabupaten juga tidak melaksanakan

perencanaan program sosialisasi yang sudah dibuat, karena pihak Kabupaten hanya

mengumpulkan pihak kecamatan dan kepala desa hanya untuk memberitahukan

adanya program e-KTP dan kemudian menyerahkan surat panggilan untuk disebarkan

kepada warga setiap desa, tanpa memberikan informasi tentang pengetahuan program

e-KTP.

4. Kewenangan Pemerintah Dalam Melaksanakan Program e-KTP.

Dalam implementasi kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para

pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan secara politik.

Kewenangan harus bersifat formal untuk menghindari gagalnya proses implementasi

karena dipandang oleh publik implementor tersebut tidak terlegitimasi. Tetapi dalam

konteks yang lain, efektivitas kewenangan dapat menyurut manakala diselewengkan

oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri maupun demi kepentingan

kelompoknya. Dalam penerapan kebijakan pelaksanaan e-KTP pemerintah pusat,

pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten sudah memiliki kewenangan atas


23

kebijakan tersebut. Pemerintah pusat memiliki kewenangan yaitu, membuat

kebijakan, membiayai pelaksanaan e-KTP, melaksanakan koordinasi persiapan

pelaksanaan penerapan e-KTP, mengkoordinir pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan

teknis di kabupaten dan tingkat kecamatan, mengkoordinir pelaksanaan

pendistribusian fasilitas pelaksanaan penerapan e-KTP, melaksanakan pemantauan

terhadap pelaksanaan penerapan e-KTP, mengkoordinir pelaksanaan pengumpulan

hasil perekaman data kependudukan, serta mengevaluasi dalam pelaksanaan program

e-KTP. Pemerintah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Empat

Lawang memiiliki kewenangan yaitu: melaksanakan koordinasi persiapan

pelaksanaan penerapan e-KTP di kabupaten, mengkoordinir pelaksanaan sosialisasi

dan pembinaan teknis penerapan e-KTP di tingkat kabupaten, mengkoordinir

pelaksanaan pendistribusian bahan dan fasilitasi pelaksanaan penerapan e-KTP di

kabupaten, melaksanakan pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan e-KTP

tingkat kabupaten Empat Lawang, mengkoordinir pelaksanaan pengumpulan hasil

perekaman data kependudukan/wajib e-KTP di kabupaten Empat Lawang. Sedangkan

Pemerintah kabupaten Empat Lawang memiliki kewenangan yaitu: melaksanakan

koordinasi persiapan pelaksanaan penerapan e-KTP di kabupaten Empat Lawang,

memberikan informasi dengan cara sosialisasi kepada masyarakat, melaksanakan

pemantauan terhadap distribusi surat panggilan di desa dan RT/RW, mencatatat dan

melaporkan penerimaan peralatan e-KTP yang bersumber dari pemerintah kabupaten,

mengkordinir pelaksanaan pengumpulan hasil perekaman data kependudukan wajib e-

KTP, serta memantau pelaksanaan perekaman data.

Pemerintah pusat, kabupaten dalam hal ini sebaiknya

menggunakan kewenangan tersebut dengan sebaik-baiknya, dan

melaksanakan kewenangan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.


24

Agar pelaksanaan kebijakan program e-KTP ini berjalan sesuai dengan yang

diharapkan.

5. Kurangnya Komunikasi dan Koordinasi Yang dilakukan Oleh

Pemerintah.

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang

menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain.

Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap

proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya akan selalu

berurusan dengan permasalahan “Bagaimana hubungan yang dilakukan”.

Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan dan

implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, dan hal itu hanya dapat

diperoleh melalui komunikasi yang baik, yang juga dari komunikasi tersebut

membentuk kualitas partisipatif masyarakat. Dalam hal ini komunikasi yang baik dan

terarah perlu Komunikasi perlu dilakukan agar tidak ada miscomunication yang dapat

menyebabkan permasalahan dalam pelaksanaan e-KTP. Seperti yang telah dipaparkan

sebelumnya tentang permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan e-KTP, pada

pengrekrutan pegawai, bahwa pemerintah kabupaten kurang memahami tujuan dari

pemerintah propinsi melakukan pengrekrutan pegawai berstatus kontrak. Padahal

tujuan dari pemerintah propinsi adalah agar pegawai kabupaten Empat Lawang dapat

belajar dari pegawai yang diberikan oleh pemerintah propinsi.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat kurangnya koordinasi dan

komunikasi yang dilakukan antara pihak pemerintah kabupaten dengan pemerintah

propinsi Sumatera Selatan. Kurangnya komunikasi tersebut dapat mengakibatkan

kesalahpahaman antara pemerintah propinsi dengan pemerintah kabupaten.

Komunikasi yang baik sangat perlu dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman

antara pemerintah pusat, kabupaten dan kecamatan. Selain komunikasi yang perlu
25

dilakukan oleh pihak-pihak aparat pemerintah, komunikasi yang baik juga perlu

dilakukan dari pemerintah kepada masyarakat, agar masyarakat mengerti dan

memahami tujuan dilaksanakannya program e-KTP tersebut.

6. Sikap.

Sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam

implementasi kebijakan ini, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para

implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan

mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut, tetapi

mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan

tersebut

D. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Bentuk implementasi dari kebijakan Kemendagri tentang program eKTP adalah

dengan melakukan pelaksanaan pembuatan KTP secara elektronik yang sebelumnya

adalah KTP secara manual. Implementasi kebijakan yang digunakan pemerintah

Kabupaten Empat lawang menerapkan sistem implementasi George C. Edward III.

Tujuan pemerintah membuat kebijakan pelaksanaan program e-KTP adalah agar

terciptanya tertib administrasi dan mencegah dampak negatif dari penggunaan KTP

manual yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang dapat

merugikan pemerintah dan masyarakat.

2. Dari hasil analisis penelitian mengenai pelaksanaan implementasi kebijakan program

e-KTP di Kabupaten Empat Lawang Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan data dan

temuan di lapangan serta observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa kebijakan
26

tersebut belum efektif dalam pelaksanaannya, ini terlihat dari faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan e-KTP di lapangan yang dialami oleh pemerintah, yaitu:

a. Pelayaan yang kurang baik oleh pegawai operator kepada masyarakat.

b. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah Kabupaten Empat Lawang kepada

masyarakat belum terlaksana dengan baik, sehingga kurangnya informasi yang

diterima oleh warga Empat Lawang tentang pelaksanaan e-KTP.

c. Koordinasi dan komunikasi antara pemerintah Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil dengan pihak kecamatan di kabupaten Empat Lawang tidak

berjalan dengan baik.

d. Adanya ketidak disiplinan yang dilakukan pegawai operator dalam pelaksanaan

program e-KTP

e. Kurangnya sarana dan prasanan yang disediakan untuk pelaksanaan program e-

KTP .

Saran

 Pemerintah haruslah meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai

sehingga dalam mewujudkan pelayanan publik menuju Good Governance bisa

terlaksana dengan sempurna tanpa harus ada yang menjadi dikecewakan.

 Upaya peningkatan pelayanan publik untuk pembuatan e-KTP yang dilaksanakan

pada hari kerja dibuka juga pada hari libur misalkan pada hari sabtu dan minggu.

Dikarenakan banyaknya permasalahan yang dikemukakan disebabkan oleh

perlunya waktu yang khusus untuk pembuatan e-KTP.

 Agar pemerintah dapat meningkatkan SDM yang propesional dalam menjalankan

tugasnya
27

DAFTAR PUSTAKA

- Bagir Manan, et.al., Ilmuwan dan Penegakan Hukum, Mahkamah Agung RI, Jakarta,

2008, hlm. 201.

- Silalahi, Ulbert., Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep Teori dan Dimensi,

Cet.Pertama, Sinar Baru, Bandung, 1992, hlm. 17.

- lhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di

Indonesia, Edisi 1 Cet. 1, PT. RajaGrafindPersada, Jakarta, 2004, hlm. 5.

- https://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk_elektronik, Jam 10.00 WIB,

Tanggal 10 Desember 2015.

- http://indraachmadi.blogspot.co.id/2014/05/teori-implementasi-kebijakan-george-

c.html, Jam 8.07 WIB, Tanggal 11 Januari 2017.


28

BIODATA PENULIS

NAMA : EDI KUSMAWAN

NIM : B2A014013

EMAIL : Edikusmawan@yahoo.com

ALAMAT RUMAH : Perumahan Geriya Tebing Pratama Blok C.22 Kel Tanjung

Kupang Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Empat

Lawang

JURUSAN/PROG.STUDI : Pascasarjana Ilmu Hukum

FALKUTAS : Hukum

UNIVERSITAS : Universitas Bengkulu

ALAMAT : Jln. W.R. Supratman Kandang Limun

Bengkulu

EMAIL : pascasarjanailmuhukum.unib@ymail.com

Laman : www.unib.fh.ac.id

Anda mungkin juga menyukai