Anda di halaman 1dari 13

Di susun oleh : MF. Abdit Tawab M dan Syarif Aziz.

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Ahlus sunnah Wal Jama’ah sebagai Idiologi PMII

‫"أفمن أسس بنيانه على تقوى من هللا ورضوان خير أم من أسس بنيانه على شفا جرف هار فانهار به في نار جهنم وهللا ال‬
(At-Taubah, 109)" ‫يهدي القوم الظالمين‬

“Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa pada Allah
dan keridlaanNya itu yang baik, ataukah orang-orang yang membangun bangunannya di tepi
jurang yang runtuh lalu bangunannya runtuh dengan dia jatuh ke dalam neraka jahannam?
Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.”

Taqwa menjadi pondasi dasar terbentuknya bangunan yang akan menjadi sebab
hidayah dari Allah, terbentuknya sistem komunitas atau jama’ah ukhuwah antar muslim
dalam mengarungi lautan kehidupan.

Sesuai tujuan awal di dirikan organisasi berbasis pergerakan mahasiswa yaitu


membangun ketaqwaan pada Allah SWT dan untuk kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam pardikma multi kultural dan berasaskan pancasila “Bhinneka Tunggal Ika”
yang menuntut toleransi dan mewujudkan islam yang rohmatan lil ‘alamin, menjaga kestuan
dan persatuan Negara Republik Indonesia dari berbagai ancaman, terkhusus idiologi
persatuan.

Islam lokal merupakan Islam yang lahir dan mengekspresikan Islam keindonesiaan,
sedangkan Islam Transnasional merupakan Islam yang lahir dan mengekspresikan budaya luar
Indonesia (Timur Tengah) khususnya pada simbol-simbol keagamaannya. Wacana Islam lokal
dan Transnasional merupakan konsekuensi dari globalisasi yang mengandaikan persentuhan
nilai-nilai budaya, politik, ekonomi termasuk system keyakinan yang tanpa batas antara satu
Negara dengan Negara lainnya.

1|salam pergerakan…
Keragaman model keberagamaan ini sesungguhnya merupakan sunnatullah yang oleh Nabi
Muhammad pernah diprediksi bahwa Islam akan terpecah dalam berbagai golongan (firqah).
Dalam sebuah hadis ” Ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan semuanya masuk neraka
kecuali satu golongan yaitu mereka yang mengikuti sunnah-sunnahku dan sahabat-
sahabatku”. Hadis ini menurut imam Tirmidzi bernilai hasan. Hadis ini oleh sebagian ulama
ditafsiri bahwa yang dimaksud kelompok yang selamat adalah mereka yang mengikuti Sunnah
Rasulullah dan sahabatnya yang kemudian sering disebut dengan Ahlussunnah wal al-Jamaah.
Oleh karena itu maka hampir semua orang muslim akan menyatakan dirinya sebagai bagian
dari kelompok Ahlussunnah wal al-Jamaah sebagai kelompok yang selamat (al-firqah al-
najihah).

Ahlusssunnah wa al-Jama’ah (ASWAJA) pada hakikatnya adalah ajaran Islam seperti yang
diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu, secara embrional, ASWAJA
sudah muncul sejak munculnya Islam itu sendiri. Hanya saja penamaan Ahlussunnah wa al-
Jamaah sebagai sebuah nama kelompok tidaklah lahir pada masa Rasulullah, tetapi baru
muncul pada akhir abad ke 3 Hijriyah. Dalam catatan sejarah pemikiran Islam, Al-Zabidi adalah
ulama yang pertama kali mengenalkan istilah Ahlussunnah wa al-Jamaah. Beliu mengatakan “
kalau dikatakan Ahlussunnah wa al-Jamaah, maka yang dimaksud adalah kelompok ummat
Islam yang mengikuti imam al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam bidang ilmu Tauhid. Namun
demikian rumusan al-Zabidi di atas tentu hanya satu versi dari sebuah rumusan definisi
ASWAJA di antara definisi-definisi lainnya.

1. Sejarah Munculnya Nama ASWAJA

ASWAJA merupakan kependekan dari “ahlu as-sunnah wal jama’ah”. Istilah


tersebut muncul dari pemahaman terhadap Firman Allah SWT dan sabda-sabda Rasulullah
SAW, yang antara lain :

Surat Ali imran ayat 106

2|salam pergerakan…
Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang
hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya(kepada mereka
dikatakan): “kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman ? karena itu rasakanlah azab
disebabkan kekafiranmu itu”

Yang kemudian dari firman Allah tersebut Nabi memberikan penjelasan :

: ‫عن ابن عمر عن النبي صلى هللا عليه وسلم في قوله تعالى { يوم تبيض وجوه وتسود وجوه } قال‬
‫ وتسود ووجه أهل البدع‬، ‫تبيض وجوه أهل السنة‬

“di riwayatkan dari Ibnu Umar dari Rosulallah SAW tentang firman Allah (pada hari
bersinarnya wajah dan gelapnya wajah) bersabda : yang bersinar adalh wajah-wajah ahlus
sunnah, dan yang gelap adalah wajahnya ahlu bid’ah”.

‫اّلل قَا َل َما أَنَا‬ َ ‫س ْب ِعينَ مِ لَّة كلُّه ْم فِي النَّ ِار ِإ َّال مِ لَّة َواحِ دَة قَالوا َو َمنْ ه‬
ِ َّ ‫ِي يَا َرسو َل‬ َ ‫علَى ث َ ََلث َو‬
َ ‫َوت َ ْفت َِرق أ َّمتِي‬
ْ َ ‫علَ ْي ِه َوأ‬
‫ص َحابِي‬ َ

“Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan semua ada di neraka kecuali satu golongan,
para Sahabat bertanya: siapakah mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab:
(golongan)yang mengikuti apa yang aku dan sahabatku lakukan.” (HR. Tirmidzi)

‫س َوادَ األ َ ْع َظ َم‬


َّ ‫ ُكلُّ َها فِي النَّ ِار ِإالَّ ال‬، َ‫س ْب ِعين‬
َ ‫علَى ثِ ْنتَي ِْن َو‬ ُ ‫َو ِإنَّ أ ُ َّمتِي ت َ ْفت َ ِر‬
َ ‫ق‬

“Sungguh umatku akan terpecah menjadi 72 golongan, semua ada di neraka kecuali golongan
mayoritas.”(HR. Abu Ya’la)

Dari firman dan sabda-sabda nabi

[1]. Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata, “Apabila aku dikabarkan
tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota
tubuhku.”
[2]. Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk

3|salam pergerakan…
tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghuraba’(orang
yang terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” [3]
[3]. Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah [4] (wafat th. 187 H) berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah:
Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”

[4]. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata dalam
muqaddimah kitabnya, al-Imaan [5] : “...Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya
kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah dan
berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk
mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian...”
[5]. Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah [6] (hidup th. 164-241 H), beliau berkata dalam
muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus
Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan para Shahabatnya, dari
semenjak zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in hingga pada masa sekarang ini...”
[6]. Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: “...Adapun yang
benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari
kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui
bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa ahli Surga akan melihat Allah sesuai
dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.”
[7]. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah (hidup th. 239-321
H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah Thahawiyah):
“...Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

2. Formulasi ASWAJA NU
Sebelum menguraikan formulasi ASWAJA NU, terlebih harus diketahui pengertian
“ahlu as-sunnah wal jama’ah” secara bahasa dan istilah, sehingga penjelasanya akan lebih
bisa dipahami serta tidak melenceng. Kata ahlu memiliki makna antara lain; keluarga,

4|salam pergerakan…
pengikut, dan penganut. Sedangkan kata sunnah bermakna segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, baik itu berupa ucapan, perbuatan, ataupun ketetapan
Beliau. Serta al-jama’ah yang bermakna golongan dimana yang dikehendaki adalah para
khulafa’u ar-rosyidin (Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali radliallahu anhum).
Dari pemaknaan ahlu as-sunnah wal jam’ah di atas, Hadrotus Syaikh KH.Hasyim
As’ari yang merupkan pendiri Nahdlotul Ulama (NU) memformulasikan ASWAJA yang
sangat cocok dengan prinsip-prinsip dasar umat Islam. Dimana formulasi tersebut
merupakan formulasi sempurna yang sangat cocok dengan karakter Islam warna
Indonesia. Formulasi tersebut bukan sembarang formulasi, akan tetapi merupakan hasil
ijtihad Beliau dari berbagai madzab yang beliau pelajari kemudian munculah forulasi
tersebut yang sekali lagi sangat sesuai dengan karakter Islam Indonesia.
Pertimbangan-pertimbangan KH.Hasyim Asyari mengenai Islam rahmatal lil’alamin
memunculkan prinsip-prinsip dasar Aswaja NU yakni tawassuth, tawazun dan tasamuh.
Ketiganya muncul berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadist, diantaranya :
َ ‫علَ ْيك ْم‬
‫ش ِهيدا‬ ِ َّ‫علَى الن‬
َّ َ‫اس َويَكون‬
َ ‫الرسول‬ َ ‫َو َكذَ ِلكَ َجعَ ْلنَاك ْم أ َّمة َو‬
َ ‫سطا ِلت َكونوا ش َهدَا َء‬
Dan demikianlah aku menciptakanmu sebagai umat yang (moderat, adil), agar kamu
menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu.” (QS: Al Baqarah
143).
dimana ketiga prinsip dasar tersebut bisa ditemukan dalam koridor-koridor hukum hasil
pemikiran :
A. Dalam bidang fiqh
 Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (80-148 M )
 Imam Malik bin Anas (714-800 M)
 Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (767-819 M)
 Imam Ahmad bin Hanbal (781 - 855 M)
B. Dalam bidang aqidah
 Imam Abu Hasan al-Asy’ari (873-935 M)
 Imam Abu Manshur al-Maturidi (w. 944 M)

5|salam pergerakan…
C. Dalam bidang tasawuf
 Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghazali
 Imam Abu Junaid

Rumusan tersebut memiliki pertimbangan-pertimbangan antara lain :

1) Masyarakat Muslim di pulau Jawa tempo dulu memiliki pandangan dan madzhab yang
sama, memiliki satu referensi dan kecenderungan yang sama. Semua masyarakat Jawa
ketika itu menganut dan mengidolakan satu madzhab yakni Imam Muhammad bin
Idris Al- Syafi’i dan di dalam masalah teologi atau aqidahnya mengikuti madzhab
Imam Abu Hasan al ‘Asy’ari dan di bidang Tasawuf mengikuti madzhab Imam al –
Ghazali dan Imam Abi al Hasan al Syadili, Rodiallahu Anhum Ajma’in”. (KH. Hasyim
Asy’ari)
2) Dengan mengikuti satu madzhab tertentu akan lebih dapat terfokus pada satu nilai
kebenaran yang haqiqi, lebih dapat memahami secara mendalam dan akan lebih
memudahkan dalam mengimplementasikan amalan”. (KH. Hasyim Asy’ari)
3) Hendaknya kita tetap eksis berpedoman pada Al Kitab, Al Sunnah, dan apa saja yang
menjadi tuntunan para Ulama, panutan umat yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik
bin Anas, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal Ra. Merekalah Ulama yang
Mujma ‘Alaih, sah untuk diikuti dan dilarang keluar dari madzhab madzhab mereka.”
(KH. Hasyim Asy’ari)
4) Yang terpenting bahwa rumusan tersebut adalah dalam rangka mengarahkan untuk
mempermudah, bukan membatasi pemikiran.

3. Ideologi ASWAJA PMII untuk NKRI

Sejarah mencatat bahwa PMII merupakan turunan dari Organisasi Nahdlotul Ulama’
(NU) yang di dirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari, dan beliau membuat rumusan ajaran dalam
mengaplikasikan syari’ah islam di Indonesia yang multi kultural dan sosio kultural, maka dari
itu tidaklah cukup kalau dalam tatanan keberagaman kemasyarakatannya hanya di lihat dari

6|salam pergerakan…
satu sisi sudut pandang dalam mentransfer kandungan Al-Qur’an dan Assunnah yang sifatnya
sangatlah global dan statis, oleh karena itu beliau mengajarkan dan memmbuat formulasi
dalam menghadapi keberagaman karakter yang ada sehingga manisnya ajaran islam dapat
dirasakan setiap umat dan menunjukkan bahwa islam adalam agam yang rohmatan lil ‘alamin.

Dalam pembahasan di atas telah di paparkan terkait formulasi dalam hal fiqh,
tauhid/kalam, dan tasawuf oleh sang pendiri NU (KH. Hasyim A) yang mengikuti madzhab
jumhuriyah yakni dalam hal furu’iyah / fiqh mengikuti Al-a’immah Al-Arba’ah dan dalam
ketaudidan mengikuti jumhur umat Ahlus sunnah wal jama’ah yakni imam Asy’ari dan imam
Maturidi seperti yang di sampaikan oleh syaikh Muhammad bin Muhammad Al-Husainiy
dalam kitab beliau:

“Apabila disebutkan Ahlus sunnah Wal Jama’ah maka yang di maksud adalah pengikut
madzhab Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.”1

Dan dalam kitab Ziyadatu ta’liqot Kiyai Hasyim menyebutkan :

‫ ومن كان خارجا عن هذه األربعة في هذه الزمان فهو من‬,‫قد إجتمعت أهل السنة و الجماع ة اليوم في المذاهب األربعة‬
2.‫المبتدعة‬

Maka sudah barang tentu NU menjadi Organisasi agam yang paling besar dan cepat
perkembangannya menilik dari banyak pengikutnya dan kuatnya organisasi ini berdiri,
dikarnakan kemoderatannya dalam idiolaogi dan fleksibel dalam hukum furu’i, hingga kini
banyak pengikutnya tak terkecuali para pemuda dan pelajar di perguruan tinggi di seluruh
nusantara. Para kader-kader NU yang melanjutkan jenjang pendidikan di ranah perguruan
tinggi pun masih mejaga dan memperjuanguangkan idiologi ASWAJA di kampus dan
universitas masing-masing.

Salah satu ormas keagamaan yang kemudian menformulasikan ajaran ASWAJA sebagai
dasar ajaran agamanya misalnya adalah Nahdhatul Ulama (NU). Kerangka pemahaman

1
Muhammad bin Muhammad Al-Husaini, Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, juz 2 hal. 6
2
K.H Hasyim Asy’ari, Ziyadatu ta’liqot, hal. 23-24

7|salam pergerakan…
ASWAJA yang dikembangkan NU memiliki karakteristik yang khusus yang mungkin juga
membedakan dengan kelompok muslim lainya yaitu bahwa ajaran ASWAJA yang
dikembangkan berporos pada tiga ajaran pokok dalam Islam yang meliputi bidang aqidah,
Fiqh dan Tasawwuf.

Di bidang Aqidah, model yang diikuti oleh NU adalah pemikiran-pemikiran aqidah yang
dikembangkan oleh Abu Hasan al-‘Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Pada bidang Fiqh,
mengikuti model pemikiran dan metode istinbat hukum yang dikembangkan empat imam
madzhab (aimmat al- madzahib al-arba’ah) yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Sedangkan dibidang Tasawwuf mengikuti model yang dikembangkan oleh Abu Hamid al-
Ghazali dan Imam Junaidi al-Baghdadi.
Dari berbagai hasil telaah terhadap berbagai perkembangan pemikiran di kalangan ulama
Ahlussunnah wa al-Jamah dari kelompok salafusshalih dapat dirumuskan beberapa
karakteristik dasar dari ajaran agama Islam berhaluan ASWAJA sebagaimana di pahami oleh
orang NU. Dalam Musyawarah Nasional di Surabaya tahun 2006, telah ditetapkan bahwa
Khashaish/karakteristik doktrin Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:

1. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa bersikap
tawazun (seimbang ) dan i’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan. Nahdlatul
Ulama tidak tafrith atau ifrath.
2. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup berdampingan
secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara pikir, dan budayanya berbeda.
3. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa al-ashlah).
4. Fikrah tathowwuriyah (pola pikir dinamis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa melakukan
kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5. Fikrah manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh
Nahdlatul Ulama.

8|salam pergerakan…
Pemahaman tentang paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah sangat penting bagi warga NU,
Karena Aswaja merupakan fundamen NU dalam membangun gerakan dan berkhidmat kepada
umat. Dengan sendirinya seluruh metode berpikir (manhaj al-fikri) dan metode pergerakan
(manhaj al-haraki) warga, terutama pengurus NU dan lembaga di bawahnya, harus merujuk
kepada konsep dan semangat Aswaja.
Madzhab Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam pandangan NU merupakan pendekatan yang
multidimensional dari sebuah gagasan konfigurasi aspek aqidah, fiqh dan tasawwuf. Ketiganya
merupakan satu kesatuan yang utuh, masing-masing tidak terpilah dalam trikotomi yang
berlawanan. Hanya saja dalam prakteknya, dimensi ajaran fiqh (hukum Islam) jauh lebih
dominan dibanding dimensi yang lain.

Dalam pemikiran fiqh yang dianut NU konsep hukum Allah terbagai menjadi dua
besaran yaitu hukum yang bersifat iqtidha (sesuatu yang sudah ada ketentuanya secara
eksplisit dalam nash) dan hukum Allah yang bersifat takhyir (belum ada ketentuan dasarnya)
yang biasanya disebut ibahah. Ketentuan hukum yang secara eksplisit tidak diatur jumlahnya
jauh lebih banyak dan ini merupakan wilayah hukum yang bersifat ijtihadiyah dan menjadi
tugas umat Islam untuk megembangkanya dengan mendasarkan pada kaidah fiqh al-hukmu
ma’al al-‘illat (hukum itu didasarkan pada ada dan tidaknya alas an hukum yang
mendasarinya) dengan mendasarkan pada logika sebab akibat (causality) yang biasanya
mendasarkan pada kalkulasi maslahat dan madharat.

Formulasi pemahaman keagamaan NU terhadap ASWAJA yang mengikuti pola/model


ulama mazdhab bukan berarti NU puas dengan situasi Jumud/stagnan yang penuh taqlid
sebagaimana dituduhkan oleh kelompok “Islam Modernis”. Ide dasar pelestarian mazdhab
oleh NU justeru sebagai bagian dari tanggung jawab pelestarian dan pemurnian ajaran Islam
itu sendiri. Pola bermazdhab yang dikembangkan oleh NU sebagaimana hasil Musyawarah
Nasional di Bandar Lampung tahun 1992 menganut dua pola yaitu bermazdhab secara qauli
(tekstual) ataupun bermazdhab secara manhaji (dimensi metodologis/istinbathi).
Sedangkan basis sosial warga NU adalah masyarakat muslim yang secara keagamaan pada
umumnya berbasis pendidikan pesantren baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan

9|salam pergerakan…
walaupun sekarang ini terjadi pergeseran yang sangat signifikan pada tataran segmen warga
NU dengan lahirnya alumni-alumni perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.

Pergeseran warga dan basis sosial NU ini pada akhirnya mempengaruhi dinamika
pemikiran keagamaan didalam tubuh NU sendiri dengan corak yang beragam. Pada umumnya
perbedaan corak pemahaman keagamaan ini berporos pada dua kubu yaitu kubu yang
cenderung mempertahanakan tradisi bermazdhab secara qauli (materi/tekstual) dan kubu
yang mencoba mengembangkan pemahaman secara manhaji (metodologis) dengan
pendekatan kontekstual yang melahirkan berbagai pemikiran alternatif.

Dengan mendasarkan pada semangat inti ajaran ASWAJA tawassuth, tawazun dan
tasamuh, maka strategi perjuangan/dakwah NU menuju ‘izzul islam wal muslimin lebih pada
pilihan strategi pembudayaan nilai-nilai Islam. Pendekatan cultural juga bisa dimaknai upaya
pembumian ajaran Islam dengan menggunakan perangkat budaya local sebagai instrumen
dakwahnya dengan melakukan tranformasi social menuju ‘izzul Islam wal muslimin dengan
mendasarkan pada beberapa ayat al-Qur’an yaitu:

surat An-Nahl: 125, Ali Imron: 104, 110, 112, Al-Anbiya: 107.
Dalam pandangan NU perjuangan pembumian syari’at Islam adalah kewajiban agama dengan
memperjuangkan sesuatu yang paling mungkin dicapai, dan sesuatu yang paling mungkin
dicapai adalah yang paling tepat digunakan. Dalam konteks hukum agama (bidang muamalah)
berlaku prinsip apa yang disebut dengan prinsip ‘tujuan dan cara pencapaianya” (al-ghayah
wa al-wasail). Selama tujuan masih tetap, maka cara pencapaiannya menjadi sesuatu yang
sekunder. Tujuan hukum akan selalu tetap, tetapi cara pencapaianya bisa berubah-rubah
seiring dengan dinamika zaman.

Prinsip dasar yang dikembangkan NU dalam merespon arus perubahan dalam berbagai
dimensi kehidupan khususnya berkaitan dengan problematika hukum kontemporer (al-
waqi’iyyah al-haditsah) dan perubahan kebudayaan, NU berpegang pada kaidah “al-
Muhafadhatu ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhd bi al-jadid al-ashlah” yaitu memelihara tradisi
lama yang masih baik (relevan) dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik.

10 | s a l a m p e r g e r a k a n …
Proses dialektika Islam dengan budaya lokal Indonesia yang menghasilkan produk budaya
sintetis merupakan suatu keniscayaan sejarah sebagai hasil dialog Islam dengan system
budaya local. Lahirnya berbagai ekspresi-ekspresi ritual yang nilai instrumentalnya produk
budaya lokal, sedangkan muatan materialnya bernuansa religius Islam adalah sesuatu yang
wajar dan sah adanya dengan syarat akulturasi tersebut tidak menghilangkan nilai
fundamental dari ajaran agama..

PMII merupakan organisasi mahasiswa dalam kontestasi memperjuangkan idiologi dan


kontrol keseimbangan negara, sebagai organisasi pengayom yang mendidik dan mejadi
tempat berprosesnya kader NU di tengah persaingan idiologi yang semakin merebak pasca
reformasi Indonesia dengan begitu banyak aliran organisasi agama dengan corak yang
bermacam-macam.

Pasca perang Afganstan banyak bermunculan aliran-aliran transnasional yang mengacu


pada gerakan militan yang juga masuk dan subur di Indonesia dengan demokrasinya, sehingga
memudahkan pergerakannya dengan di sokong dana dari luar negeri menjadi momok bagi
pemuda Nahdliyin dalam mempertahankan ke daulatan Ahlus sunnah wal jama’ah di tanah
kelahiran merekan, dalam hal ini sebagai pewakilan organisasi islam lokal NU maupun PMII
sanagat tertinggal dalam relasi yang berbasis internasional, karena lebih mengacu pada
nation-state.

Islam militan yang menginginkan negara berbasiskan agama menjadi ancaman yang
serius bagi Negara dan umat islam lokal yang merupakan klompok yang berbasiskan substansif
dalam menjalankan peran sebagai umat beragama dan sebagai warga negara, kedaulatan
pancasila dan Negara kesatuan.

Pandangan yang menyebabkan seseorang termasuk kelompok ini (militan) dapat


dilihat dari pemahamannya mengenai Syari’at Islam, Khilafah Islamiyah dan Jihad sedangkan
nilai-nilai islam sebagai rohmatan lil ‘alamin adalah anti terorisme, anti kekerasan, anti
berlebihan dalam beragama, dan anti ekstrimisme.

11 | s a l a m p e r g e r a k a n …
Dalam kontestasi peran ASWAJA menyelamatkan Nilai-nilai islam dan kesatuan Negara
dari berbagai ancaman, peluang, kelemahan dan kekuatan yang dimiliki para Nahdliyin
menghadapi meluasnya kelompok-kelompok yang menggerogoti umat dari dalam perlu
pematangan dalam gerakan, sehingga butuh kesiapan dari para kader Nahdliyin dalam
berbagai aspek.

PETA SWOT

Ancaman Peluang
- Perkembangan gerakan Islam - Banyaknya organisasi sosial politik
transnasional yang mulai yang bersedia bekerjasama demi
mengancam komunitas nahdliyin memajukan warga nahdliyin
- Ekspansi gerakan-gerakan sosial dan - Banyaknya lembaga ekonomi dan
politik dalam kantong-kantong NU bisnis yang bersedia bekerjasama
- Besarnya angka kemiskinan warga - Mulai munculnya saling pengertian
nahdliyin, khususnya di pedesaan sesama ormas Islam berbasis
- Rendahnya tingkat pendidikan serta nasional.
kesehatan warga nahdliyin, - Mobilitas sosial, intelektual,
khususnya di pedesaan, ekonomi dan politik warga
- Masih munculnya stigma nahdliyin nahdliyin, yang ditandai dengan:
sebagai kelompok tradisional  Mulai munculnya warga nahdliyin yang
menduduki posisi kepemimpinan di
birokrasi dan politik nasional/lokal
 Mulai munculnya warga nahdliyin yang
eksis dalam berbagai gerakan LSM,
intelektual, dan organisasi sosial lainnya
 Mulai tumbuhnya kelas pengusaha yang
berasal dari warga nahdliyin.

12 | s a l a m p e r g e r a k a n …
Kelemahan Kekuatan
- Tata kelola organisasi masih lemah - Sebagai pembela NKRI
- Program kerja belum terukut - Sebagai Islam Moderat
dengan baik, mekanisme organisasi - Struktur organisasi yang sudah
belum berjalan dengan optimal, dst mapan, mulai dari PBNU hingga
- Belum terjadi kesatuan gerak ranting
langkah antar lembaga-lembaga NU - Jumlah pesantren dan lembaga
- Wibawa organisasi kalah pendidikan yang sangat banyak
dibandingkan wibawa kekuatan - Mulai munculnya pembaharuan
personal pemikiran di kalangan anak muda
- Godaan politisasi NU masih sangat NU.
kuat
- Sering muncul aspirasi warga NU
yang tidak bisa diakomodasi
- Kaderisasi tidak tertangani secara
organisatoris.

Dan dengan komitmen yang di pegang :

 Memperkuat wawasan wathoniah (Pancasila) dan Aswaja

 Memperkuat pemahaman yang benar makna jihad, khilafah islamiyah, syariat Islam

 Merangkul mereka yang terlanjur menjadi pendukung terror

 Langkah represif diikuti persuasif terhadap kelompok radikal termasuk langkah edukasi

Peran PMII sebagai penggerak di kalangan pelajar mahasiswa Nahdliyin guna mencetak kader
penyelamat umat dan masyarakat sangatlah kompleks dan benar-benar di harapkan dalam
peperangan idiologi dan keutuhan NKRI.

13 | s a l a m p e r g e r a k a n …

Anda mungkin juga menyukai