Anda di halaman 1dari 3

Hak Dan Kewajiban Pasien

a. Hak Pasien
Menurut Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran juga memberikan
perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur dalam pasal :
Pasal 52 :
Pasien , dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunayi hak :
(1) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
(2) Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain ;
(3) Mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhan medis;
(4) Menolak tindakan medis;
(5) Mendapatkan isi rekam medis.

Secara umum beberapa hak yang dimiliki oleh seorang pasien adalah:1
1) Hak atas informasi
Keputusan akhir mengenai penentuan nasibnya sendiri dapat diberikan jika untuk mengambil
keputusan tersebut memperoleh informasi yang lengkap tentang segala untung dan ruginya dari
pasien.
2) Hak atas Second Opinion (pendapat Kedua)
Adalah hak pasien yang dapat digunakan jika si pasien ingin menyakinkan dirinya akan
kebenaran diagnosis dan tindakan dokter pertama yang telah ditemuinya.
3) Hak memilih dokter.
Walaupun dokter dianggap memiliki kemampuan yang sama untuk melakukan tindakan medis
dalam bidangnya, pasien tetap berhak memilih dokter yang dikehendakinya, biarpun berbagai
konsekuensi yang harus ditanggungnya, misalnya biaya.
4) Hak memilih rumah sakit/layanan Medis lain.
5) Hak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. Pasien berhak meminta pelayan
medis sesuai dengan kebutuhannya.
6) Hak memberikan persetujuan,
Pasien berhak memberikan persetujuan , baik secara lisan maupun tertulis (sebaiknya ditulis)
tentang pengobatan yang akan diberikan. Sebelum memberikan persetujuan atas tindakan medis,
sebaiknya pasien mendapatkan dulu informasi penting , meliputi :
a) Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan medis yang
diusulkan oleh dokter serta tujuan yang ingin dicapai.
b) Deskripsi mengenai efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang ditimbulkan.
c) Deskripsi mengenai keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh pasien.
d) Penjelasan mengenai perkiraan lamanya prosedur berlangsung.
e) Penjelasan mengenai hak pasien untuk menarik kembali persetujuan tanpa adanya prasangka
jelek mengenai hubungannya dengan dokter dan lembaganya.
f) Akibat mengenai kondisi madis pasien bila ia menolak tindakan medis tersebut.
7) Hak menolak pengobatan dan menolak tindakan medis tertentu serta hak untuk menghentikan
pengobatan. Setelah pasien mendapatkaan informasi mengenai manfaat/resiko pengobatan yang
seharusnya dilakukan, pasien berhak menolak semua/sebagian pengobatan atau tindakan medis
yang hendak diberikan.
8) Hak atas rahasia kedokteran.

1 Naraya Dira, Pasien Berhak Tahu, Padi Pressindo, Jakarta,2010,.hal.20


Pasien berhak atas kerahasiaan dari segala informasi mengenai dirinya maupun penyakit yang
dideritanya.
9) Hak melihat rekam medis (medical record)
Pasien adalah pemilik rekam medis serta bertanggung jawab sepenuhnya atas rekam medis
tersebut. Apabila pasien menghendaki keluarga atau pengacaranya untuk mengetahui isi rekam
tersebut, pasien harus meminta izin dokter/rumah sakit agar dapat memberikan ringkasan atau
fotokopi rekam medis tersebut.
10) Hak pasien atas pelayanan kefarmasian
Dalam menjalankan profesinya, apoteker atau farmasis di apotek wajib mematuhi standar
kompetensi farmasis yang erat kaitannya dengan pelayanan kepada pasien dalam memberikan
pelayanan obat serta memastikan ketepatan resep, kesesuaian dosis, karakteristik pasien dan
memberikan informasi yang dibutuhkan pasien agar penggunaan obat benar-benar tepat.
11) Hak pasien terhadap pelayanan perawat
Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care) bukan untuk mengobati (
cure). Kesalahan dalam pemberian obat, perawat harus turut bertanggung jawab meskipun
tanggung jawab utama ada pada pemberi tugas atau atasan perawat.

b. Kewajiban Pasien
Keseimbangan antara hak dan kewajiban adalah tolok ukur rasa keadilan terhadap diri seseorang.
Dalam hal hubungan dari dua pihak, maka hak pihak yang satu akan diimbangi pihak yang lain,
demikian pula sebaliknya. Untuk mendapatkan pelayanan yang diharapkan, seorang pasien harus
memiliki kewajiban yang harus dipenuhinya. Hal ini dimuat dalam Pasal 53 Undang-undang
Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, yaitu :
1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi ;
3) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
4) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Informasi yang jujur dari pasien kepada dokter merupakan unsur utama dalam menentukan
tindakan medis, hal ini dikarenakan adanya itikad baik atau kepercayaan antara dokter dan pasien
pada awal memberikan pelayanan kesehatan. Dalam UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
kedokteran (Pasal 39) disebut sebagai kesepakatan antara dokter dengan pasien. Ukuran
perlakuan berbuat sesuatu secara maksimal atau sebaik-baiknya didasarkan pada standar profesi
medik dan standar prosedur operasional. (Pasal 44)
Dengan adanya prestasi yang merupakan isi dari perjanjian (Pasal 1313 KUH Perdata)
apabila dokter tidak memenuhi sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian, maka ia
dikatakan wanprestasi. Dalam perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien, disamping
melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak juga membentuk pertanggungjawaban
hukum . Pertanggungjawaban perdata seorang dokter didasarkan atas :
1. Setiap tindakan yang mengakibatkan kerugian atas diri orang lain.
2. Seseorang harus bertanggungjawab tidak hanya kerugian yang dilakukan dengan sengaja atau
karena kurang hati-hati.
3. Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas dirinya sendiri melainkan
juga atas tindakan orang yang berada di bawah pengawasannya.

Sedangkan ganti rugi yang diderita oleh pasien karena dokter melakukan kesalahan
dalam hubungan kontrak terapeutik dapat dalam bentuk :
1. Melakukan wanprestasi (Pasal 1239, Pasal 1234 KUH Perdata)
2. Melakukan Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
3. Melakukan kelalaian (Pasal 1366 KUH Perdata)
Jadi akibat hukum apabila tidak terpenuhinya prestasi ditujukan kepada dokter, yang
mana dalam perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien, dokter berada dalam posisi sebagai
debitur yang harus melaksanakan prestasinya.
E. Kesimpulan
1. Perjanjian terapeutik berawal dari hubungan antara dokter dan pasien,hal ini dimulai sejak
kedatangan pasien kepada dokter dengan menginformasikan segala sesuatau yang berkaitan
dengan sakitnya (penyakitnya). Apabila diperlukan suatu tindakan medis maka dokter wajib
memberikan informasi atau penjelasan kepada pasien.
2. Akibat hukum dari suatu perjanjian pada dasarnya lahir dari adanya hubungan hukum karena
suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban, apabila tidak terpenuhinya suatu
prestasi,maka hal ini hanya ditujukan kepada dokter, yang mana dalam perjanjian terapeutik
antara dokter dan pasien, dokter berada dalam posisi sebagai debitur yang harus melaksanakan
prestasinya.

http://semestahukum.blogspot.com/2016/01/akibat-hukum-dari-perjanjian-terapeutik.html

Anda mungkin juga menyukai