Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Kasus kecurangan menjadi perhatian auditor karena dewasa ini menjadi perhatian semua
orang akibat terjadinya kasus Enron dan WorldCom di Amerika Serikat yang memaksa
dibubarkannya salah satu kantor akuntan besar di sana, di samping menimbulkan kerugian yang
sangat besar bagi para investor kedua perusahaan tersebut. Laporan dari Badan Pemeriksa
Keuangan Amerika Serikat serta dari Asosiasi Peng-uji Kecurangan (Certified Fraud
Examiner) juga mengemukakan hal serupa tentang banyaknya kasus kecurangan yang terjadi
dan besarnya kerugian yang dialami, baik pada perusahaan yang tertutup maupun perusahaan
yang sahamnya diperjual-belikan di pasar bursa, serta baik pada perusahaan yang bermotifkan
laba maupun organisasi nirlaba.
Kasus kecurangan klasik yang terjadi menggambarkan bahwa kecurangan laporan
keuangan bukanlah hal baru. Dengan munculnya skandal tersebut, profesi auditor merespons
dengan menerapkan standar formal pertama untuk prosedur pengauditan. Standar-standar
tersebut mengharuskan adanya konfirmasi atas piutang dan pengamatan fisik persediaan,
prosedur yang sekarang ini sudah menjadi standar, ditambah dengan panduan mengenai
tanggung jawa auditor untuk mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu, sangat penting
mengetahui kecurangan audit maka disini kami akan membahas mengenai tanggung jawab
auditor dalam melakukan penilaian risiko kecurangan dan mendeteksi salah saji material yang
disebabkan oleh kecurangan, dan bagian-bagian utama risiko audit, serta pengendalian-
pengendalian yang dilakukan untuk mencegah kecurangan dan prosedur audit untuk
mendeteksi kecurangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Kecurangan Audit adalah upaya untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan dalam
transaksi-transaksi komersial. Sebagaimana juga diakui oleh IAI, kesengajaan sering sulit
ditentukan, padahal faktor kesengajaan merupakan kata kunci yang digunakan oleh IAI untuk
menentukan apakah suatu kesalahan dianggap sebagai kekeliruan (error) atau kecurangan.
Meskipun demikian, adanya fak-tor risiko atau kondisi lain dapat memperingatkan auditor
tentang kemungkinan adanya kecurangan antara lain dapat berbentuk sebagai berikut:
1. Pengendalian intern yang lemah atau diabaikan oleh manajemen.
2. Kerugian persediaan dalam jumlah yang besar.
3. Hasil-hasil pemeriksaan auditor intern ataupun auditor ekstern yang diabaikan oleh ma-
najemen.
4. Aktivitas perbankan yang tidak biasa atau aneh.
5. Pengeluaran untuk biaya atau pembelian dalam jumlah yang besar.
6. Manajemen didominasi oleh salah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama.
7. Terdapat perputaran pimpinan yang tinggi, atau sering berganti-ganti pimpinan.
8. Perusahaan mempunyai perjanjian kontrak yang signifikan.
9. Kompensasi manajemen didasarkan pada kinerja tertulis sehingga membuka peluang
bagi manajemen untuk “mengutak-atik” kinerja agar memperoleh bonus atau kompen-
sasi yang besar.
10. Auditor menjumpai adanya ketidakjujuran dari manajemen.
11. Perusahaan sering berganti-ganti auditor.

A. JENIS-JENIS KECURANGAN
Sebagai suatu konsep hukum yang luas, kecurangan merupakan setiap ketidakjujuran
yang tidak disengaja untuk merampas hak atau kepemilikan orang atau pihak lain.Dalam
konteks audit atas laporan keuangan, kekurangan didevenisikan sabagi salah saji dalam
laporan keuangan yang dilakukan dengan sengaja. Dua kategori utama kecurangan adalah
kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset.
a. Kecurangan Dalam Laporan Keuangan
Kecurangan dalam laporan keuangan merupakan salah saji atau penghapusan terhadap
jumlah atau pun pengungkapan yang sering dilakukan dengan tujuan untuk mengelabui
para pengguna. Sebagian besar kasus melibatkan salah saji terhadap jumlah yang
2
dilaporkan dibandingkan terhadap pengungkapan. Sebagai contoh, WorldCom yang
dilaporkan telah mengapitalisasi jutaan dollar pengeluaran sebgaai aset tetap, yang
semestinya harus dibebankan, penghapusan terhadap jumlah yang dilaporkan merupakan
kasus yang kurang umum ditemukan,namun sebuah perusahaan dapat melebih sajikan
pendapatan dengan menghapus utang dagang dan liabilitas lainnya.
Sementara dalam sebagian besar kasus kecurangan dalam laporan keuangan
melibatkan suatu usaha untuk melebih sajikan pendapatan apakah dengan cara melebih
sajikan aset dan pendapatan ataupun dengan menghapus liabilitas dengan menghapus
liabilitas dan beban-beban, perusahaan-perusahaan dengan mudah sengaja mengurang
sajikan laba. Pada perusahan-perusahaan-perusahan nonpublik, hal tersebut mungkin
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pajak penghasilan.Manajemen laba
(management earning) melibatkan tindakan-tindakan manajemen yang sengaja dilakukan
unntuk memenuhi target laba. Perataan laba (income smooting) merupakan salah satu
bentuk manajemen laba dimana pendapatan-pendapatandan beban-beban dipindahkan
diantara beberapa periode untuk mengurangi fluktasi laba.
Meskipun jarang ditemukan, beberapa kasus penting terkait kecurangan dalam
laporan keuangan melibatkan pengungkapan yang tidak memadai.sebagai contoh dalam
masalah dalam kasus Enron apakah perusahaan telah mengakui kewajiban terhadap
perusahaan afiliasi yang dikenal dengan entitas bertujuan khusus (Special purpose entities)
secara memadai.

b. Penyalahgunaan Aset
Penyalahgunaan aset merupakan kecurangan yang melibatkan kecurian atau aset milik
entitas. Dalam banyak kasus, namun tidak semuanya, jumlah minimal yang terlibat tidak
material terhadap laporan keuangan. Namun demikian, pencurian aset perusahaan sering
kali menjadi perhatian penting manajemen, tanpa melihat tingkat materialitasnya, karena
pencurian-pencurian kecil dapat dengan mudah meningkat ukuran setiap saat. Istilah
penyalahgunaan aset sering kali digunakan untuk mengacu pada pencurian yang dilakukan
dengan pegawai dan pihak-pihak internal lainnya didalam suatu organisasi.
Menurut perkiraan Association of Certified fraud examiners rata-rata perusahaan
merugi 6 persen dari pendapatannya disebabkan oleh kecurangan, meskipun sebagian
besar dari pencurian tersebut melibakan pihak-pihan eksternal, seperti pengutilan yang
dilakukan oleh pelanggan dan penipuaan yang dilakukan oleh pemasok.

3
Biasanya pelaku penyalahgunaan aset berada ditingkat hierarki organisasi yang lebih
rendah.Namundemikian dalam beberapa kasus penting, manajemen puncak terkadang
terlibat dalam pencurian aset perusahaan, karena otoritas manajemen yang lebih besar serta
kendali tehadap aset-aset perusahaan, penggalapan yang melibatkan manajemen puncak
dapat melibatkan jumlah yang signifikan

B. KONDISI YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KECURANGAN


Terdap tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan
dan penyalahguanaan aset sebagaimana dijelaskan dalam PSA 70 (SA 316)
1. Insentif/Tekanan.Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan
untuk melakukan kecurangan.
2. Kesempatan.Situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai
untuk melakukan kecurangan.
3. Sikap/Rasionalasi.adanya suatu sikap, karakter, atau seperangkat nilai-nilai etika yang
memungkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau
mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan mereka tekanan yang cukup
besar sehingga menyebabkan mereka membenarkan melakukan perilaku yang tidak
jujur tersebut.

 Faktor-faktor Risiko untuk Penyalahgunaan Aset


Tiga kondisi yang sama juga berlaku untuk penyalahgunaan aset.namun demikian, dalam
melakukan penilaian risiko, penekanan yang lebih besar diberikan insentif dan kesempatan
pribadi untuk melakukan penilaian risiko, pen dekanan yang lebih besar dibrikan insentif
dan kesempatan pribadi untuk melakukan pencurian.
a) Insentif/tekanan Tekanan keuangan merupakan insentif umum bagi pegawai yang
menyalahgunakan aset.pegawai yang memiliki utang yang sangat besar, atau mereka
yang terlibat dalam masalah kecanduan narkotika dan perjadian, dapat mencuri untuk
memenuhi kebutuhan pribadi mereka.
b) Kesempatan Kesempatan untuk melakukan pencurian ada pada semua
perusahaan.Namun,Kesempatan tersebut lebih besar pada perusahaan yang akses
terhadap kasnya sangat mudah, atau pada perusahaan yang memilki persediaan atau
aset berharga lainnya.Khususnya jika ukuran aset tersebut kecil dan mudah dipindah-
pindah sebagai contoh,kasino-kasino yang menangani jumlah besar uang kas dengan
pencatatan informasi yang sangat kecil atas penerimaan kas. Kelemahan dalam
4
pengendalian internal menciptakan kesempatan terjadinya pencurian, pemisahan tugas
yang tidak yang memadai hampir dipastikan menjadi liseni bagi para pegawai untuk
melakukan pencuriaan.Jika para karyawan menangani atau bahkan memiliki akses
sementara terhadap aset dan juga melakukan pembukuan untuk aset tersebut, maka
muncul potensi terjadinya pencurian. Kecurangan menjadi lebih besar di perusahaan
yang lebih kecil dan organisasi nirlaba karena lebih sulit bagi entitas tersebut untuk
melakukan pemisahan tugas .Namun demikian, bahkan perusahaan yang lebih besar
pun dapat tidak melakukan pemisahan tugas yang memadai dibagian-bagian penting.
c) Sikap/Rasionalisasi Sikap manajemen terhadap pengendalian dan kode etik dapat
menyebabkan para kayawan dan manajer membenarkan pencurian terhadap aset.Jika
manjemen mencurangi para pelanggannya dan menetapkan harga yang sangat tinggi
untuk barang-barang atau terlibat dalam taktik penjualan bertekanan tinggi, para
pegawai dapat merasa bahwa mereka juga dibenarkan untuk memmbuat serupa dengan
memalsukan pengeluaran atau memalsukan laporan keuangan waktu kinerja
Fraud Triangle Faktor resiko untuk kecurangan Faktor resiko penyalah gunaan
pelaporan keuangan Aktiva
Insentif / Stabilitasi keuangan atau - Kewajiban keuangan pribadi
Tekanan profitabilitas teranacam oleh kondisi menciptakan tekanan
ekonomi,industri dan - Hubungan buruk antara
persaingan. contoh : penurunan management dan pegawai
permintaan pelanggan yang
signifikan
Kesempatan - Estimasi akuntansi yang - Adanya jumlah kas yang besar
signifikan ditangan atau ditempat kasir
- Ketidak efektipan komite - Pengdalian internal yang tidak
audit dalam mengawasi pelaporan memadai
keuangan

- Staf akuntansi, IT yang sering


berganti atau tidak efektif
Sikap / - Komunikasi yang tidak tepat - Meremehkan pengendalian
Rasionalisasi - Sejarah pelanggaran hukum internal
securitas - Meremehkan pemantauan

5
- Kebiasaan management
membuat peramalan

 Mengukur Risiko Kecurangan


PSA 70 memberikan paduan kepada auditor dalam mengukur risiko kecurangan. Auditor
harus menjaga suatu tingkat skeptisme professional ketika mereka mempertimbangkan
informasi yang luas termasuk faktor-faktor risiko kecurangan, untuk mengedintifikasi dan
menghadapi risiko kecurangan.
 Skeptisme Profesional
PSA 04 (SA230) menyatakan bahwa, dalam melaksanakan skeptisme professional,
seorang auditor” tidak menganggap bahwamanajemen tidak jujur maupun tidak
menganggap kejujuran manajemen dipertanyakan”. Dalam praktinya, menjaga sikap
skeptisme professional dapat menjadi sulit, karena meskipun beberapa contoh kasus
kecurangan dalam laporan keuangan tingkat tinggi, kecurangan material jarang terjadi
dibandingkan dengan jumlah audit atas laporan keuangan yang di lakukan setiap tahun.
Sebagian besar auditor tidak akan pernah menemukan kecurangan material sepanjang
akhir mereka.
Berfikir kritis PSA 07 menekankan pertimbangan atas kecurangan klien untuk
melakukan kecurangan, tampa mempertimbangkan keyakinan auditor mengenai
kemungkinan terjadinya kecurangan serta kejujuran dan integrasi manajeman. Selama
merancang audit dalam setiap pengauditan ,tim kerja harus membahas kebutuhan untuk
menjaga pikiran kritis disepanjang pengauditan untuk mengidentifikasi risiko-risiko
kecurangan dan secara kritis mengevaluasi bukti-bukti audit.
Evaluasi Kritis atas Bukti Audit Terhadap informasi yang ditemukan atau kondisi –
kondisi lainya yang mengindikasikan adanya salah saji material yang disebabkan oleh
kecurangan mungkin telah terjadi, auditor harus meninvestogasi masalah-masalah yang
ada secara menyeluruh, mendapatkan bukti tambahan jika diperlukan, dan berkonsultasi
dengan anggota tim lainnya. Auditor harus berhati-hati tidak membenarkan atau
mengasumsikan suatu salah saji merupakan suatu insiden yang terpisah.Sebagai contoh
katakanlah seorang auditor menemukan adanya penjualan ditahun berjalan yang
seharusnya secara tepat diakui sebagai penjualan pada tahun berikutnya.

6
Sumber-Sumber Informasi Untuk Mengukur Risiko Kecurangan
Lima sumber kecurangan untuk mengukur risiko kecurangan adalah sebagai berikut :
Komunikasi Antara Sesama Tim Audit PSA 70 mengharuskan tim audit untuk melakukan
diskusi untuk berbagai pemahaman dari anggota tim audit lebih berpengalam dan untuk “urun
rembung”ide-ide yang menyangkut hal berikut.
1. Bagaimana dan kapan mereka yakin bahwa laporan keuangan entitas tidak dicurigai
terdapat salah saji yang disebabkan oleh kecurangan. Hal ini juga termasuk
pertimbangan atas faktor internal dan eksternal yang diketahui memengaruhi entitas
yang mungkin akan :
 menciptakan ensentif atau tekanan bagi manajemen untuk melakukan kecurangan.
 memberikan kesempatan untuk dilakukanya tidak kecurangan
 mengindikasikan budaya atau lingkunganya yang membuat manajemen membenarkan
tindakan –tindakan kecurangan.
2. Bagaimana manajemen dapat melakukan dan menutupi kecurangan dalam laporan
keuangan
3. Bagaimana setiap orang dapat menyalahsajikan asset entitas tersebut.
4. Bagaimana auditor dapat menyikapi kemungkinan adanya salah saji dalam laporan
keuangan yang disebabkan oleh kecurangan.
Tanya Jawab dengan ManajemenPSA 70 Mengharuskan auditor untuk membuat Tanya
jawab spesifik seputar kecurangan dan setiap pengauditan. Tanya jawab dengan manajemen
dan pihak lainya dalam perusahaan memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk
memberitahukan informasi yang mungkin tidak dapat dikomunikasikan dengan pihak lain,
selain itu, jawaban mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan auditor sering kali membuka
pertanyaan atas kemungkinan adanya kecurangan. Tanya jawab auditor terhadap manajemen
harus menyatakan apakah manajemen mengetahui setiap kecurangan atau kecurigaan terhadap
terjadinya kecurangan di dalam perusahaan. Auditor juga harus menanyakan mengenai proses
manajemen dalam mengukur risiko kecurangan, sifat risiko kecurangan yang diidentifikasikan
oleh manajemn atau setiap pengendalian internal yang diterapkan untuk mengatasi risiko-risiko
tersebut, dan setiap informasi mengenai kecurangan dan pengendalian terkait yang harus
dilaporkan oleh manajemen kepada mereka yang bertanggung jawab terhadap tata kelola
perusahaan, seperti komite audit.
Komite audit sering kali melakukan peran aktif dalam mengawasi pengukuran risiko
kecurangan manajemen serta proses penangananya. PSA 70 mengharuskan auditor untuk

7
melakukan Tanya jawab dengan komite audit atau pihak lain yang bertanggung jawab terhadap
tata kelola perusahaan mengenai pandangan mereka terhadap risiko kecurangan dan apakah
mereka mengetahui setiap kecurangan atau kecurigaan atau kecurigaan telah terjandinya
kecurangan.
Faktor –Faktor Risiko PSA 70 Mengharuskan auditor untuk mengevaluasi apakah faktor-
faktor risiko kecurangan mengidentifikasi adanya insentif atau tekanan untuk melakukan
kecurangan, kesempatan untuk melakukan kecurangan, atau sikap atau rasionalisasi digunakan
untuk membenarkan tindakan kjecurangan.
Prosedur Analitis Sebagaimana telh kita bahas pada bab 6, auditor harus melakukan
prosedur analitis sepanjang fase perencanaan dan penyelesaiaan audit untuk membantu
mengidentifikasi transaksi-transaksi atau kejadiaan- kejadian yang tidak biasa yang dapat
mengindentifikasikan salah saji material dalam laporan keuangan. Ketiaka hasil prosedur
analitis berbeda dengan ekspektasi auditor, auditor harus mengevaluasi hasil tersebut beserta
informasi lain yang didapatkan terkait dengan kemungkinan adanya kecurangan atau
menentukan apakah risiko kecurangan meningkat.
Informasi lainya Auditor harus mempertimbamgkan semua informasi yang telah mereka
dapatkan dalam setiap fase atau bagian pengauditan ketika mereka mengukur risiko
kecurangan. Banyak prosedur pengukuran risiko yang dilakukan auditor disepanjang fase
perencanaan untuk mengukur salah sajimaterial yang dapat mengindikasikan adanya
peningkatan risiko kecurangan. Sebagai contoh informasi mengenai integritas dan kejujuran
manajemen yang didapatkan selama melakukan prosedur penerimaan klien, Tanya jawab dan
prosedur analitis yang dilakukan sehubungan dengan penelaahan auditor terhadap laporan
keuangan kuartalan klien dan informasi yang dipertimbangkan dalam mengukur risiko bawaan
dan risiko pengendalian dapat mengarahkan perhatiaan auditor terhadap kemungkinan salah
saji dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh kecurangan.

Mendokumentasikan Hasil Pengujian Kecurangan


PSA 70 Mengharuskan auditor mendokumentasikan hal-hal berukut yang terkait dengan
pertimbangan auditor terhadap salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan.
a. Diskusi dengan sesame personel tim kerja dalam perencanaan audit mengenai kecurigaan
terhadap adanya salah saji material dalam laporan keuangan entitas yang disebabkan oleh
kecurangan .
b. Prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk
mengindentifikasi dan mengukur risiko kecurangan material.
8
c. Risiko spesifik dalam kecurangan material yang telah diindentifikasi, dan deskripsi
respons auditor terhadap risiko-risiko tersebut.
d. Alasan-alasan yang mendukug suatu kesimpulan tersebut bukan merupakan risiko yang
signifikan pengakuan pendapatan material yang tidak tepat.
e. Hasil dari prosedur yang dijalankan untuk mengatasi risiko dominasi pengendalian oleh
manajemen.
f. Kondisi-kondisi lain serta hubungan analitis yang mengindikasikan bahwa prosedur audit
atau tambahan atau penanganan lainya diperlukan, dan tindakan-tindakan tersebut adalah
dijalankan oleh auditor.
g. Sifat komunikasi mengenai kecurangan yang dilakukan dengan manajemen komite audit
atau lainya

C. PENELUSURAN ASET (ASSET TRACING)


Penelusuran aset pada umumnya berkaitan dengan pengembalian kembali aset yang
dimiliki oleh suatu negara/organisasi atau suatu entitas yang diambil oleh pihak lain dengan
cara melawan hukum seperti perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana
pencucian uang. Aset yang diambil secara melawan hukum tersebut oleh pelaku
disembunyikan sedemikian rupa misalnya dibelikan ke aset tetap seperti bangunan, tanah,
kendaraan, atau disimpan dalam bentuk sertifikat deposito, diinvestasikan dalam surat
berharga saham, obligasi atau cara lain yang dilakukan pelaku untuk dapat mengaburkan
asal usul aset tersebut.
Menurut BPKP dalam Modul Audit Forensik (2007) yang dimaksud dengan
penelusuran aset adalah merupakan suatu teknik yang digunakan oleh seorang
investigator/auditor forensik dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti
transaksi keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan aset hasil perbuatan tindak
pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang yang disembunyikan oleh pelaku
untuk dapat diidentifikasikan, dihitung jumlahnya, dan selanjutnya agar dapat dilakukan
pemblokiran/pembekuan dan penyitaan untuk pemulihan kerugian akibat perbuatan pelaku
tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang tersebut.
a. Sumber Informasi Dalam Penelusuran Aset
Penyembunyian aset oleh pelaku kejahatan tindak pidana korupsi dan atau tindak
pidana pencucian uang, dapat menggunakan sarana perbankan dan bisa juga pembelian
barang dagangan, membuka restaurant, usaha hiburan atau pembelian aset tetap lainnya
seperti; mesin-mesin, kendaraan, bangunan, tanah dll.
9
Untuk mengetahui tempat persembunyian tersebut, pihak penegak hukum yang dibantu
oleh auditor forensik akan dapat memperoleh informasi penyembunyian tersebut dari
sumber-sumber berikut ini (BPKP:2007)
a) Penyedia Jasa Keuangan
Laporan Transaksi Keuangan yang mencurigakan (Suspicius transaction report) dan
transaksi keuangan tunai (Cash transaction report) yang dikirim Penyedia Jasa
Keuangan kepada PPATK. Laporan ini mencantumkan detail dari jumlah yang
ditransfer, nama bank, dan nomor rekening bank pengirim (kalau transfer bukan berasal
dari setoran tunai) dan penerima. Informasi ini bermanfaat untuk pembekuan rekening
bank dan penelusuran lebih lanjut dari arus dana berikutnya.
b) Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK)
PPATK juga mempunyai jaringan kerjasama dengan lembaga serupa di luar negeri
seperti Financial Inteligence Service (FIS) di Inggris, yang menjadi counterpart-nya
maupun pihak interpol. Informasi dari dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk
maksud penelusuran aset sesuai dengan peraturan perundang-undangan tindak pidana
pencucian uang, misalnya oleh Tim Pemburu Koruptor.
c) Hasil Penelitian Akademisi dan LSM
Informasi lain adalah dari hasil penelitian dari orang-orang yang mengkhususkan diri
dalam ”perburuan harta haram”, seperti George Aditjondro (Kompas Cyber Media:15-
4-2006) dan para NGO. Tulisan mereka berunjuk kepada sumber-sumber (referensi)
lain dan wawancara mereka dengan orang-orang yang sangat mengetahui, tetapi lebih
suka identitas diri mereka tidak diungkapkan. Dengan kondisi semacam ini, mereka
lebih bebas berbicara tanpa perlu khawatir dengan tuntutan pencemaran nama baik.
d) Persengketaan di Pengadilan
Informasi juga dapat diperoleh dari sangketa-sangketa yang sedang disidangkan di
pengadilan baik dalam negeri mapun luar negeri. Sangketa bisa terjadi antara keluarga
maupun antar perusahaan atau organisasi yang bisa diikuti, mungkin harta yang
dipersengketakan diduga berasal dari tindakan pidana.
e) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan setiap
pejabat/ penyelenggara negara ke KPK
f) Kantor Pelayanan Informasi Untuk Publik
Di banyak negara dan macam-macam kantor pendaftaran (registrasi) yang informasinya
terbuka untuk umum karena memang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
10
umum. Contoh di Indonesia, Badan Pertanahan Nasional (yang dulu dikenal sebagai
Kadaster), Bapepam dan Bursa Efek merupakan sumber informasi mengenai
perusahaan yang menjual surat berharga (efek-efek) di pasar modal. Kelemahannya
adalah untuk pemegang saham yang tercatat di negara-negara yang disebut tax haven
countries, tidak jelas siapa pemegang saham sesungguhnya.
g) Pembocoran informasi oleh orang dalam.
Alasannya bermacam-macam ,mulai dari kekecewaan atau sakit hati dengan partner
dagangannya, sampai harapan untuk memperoleh keringanan hukum karena bekerja
sama dengan penegak hukum untuk membongkar suatu kasus. Dalam beberapa
kasus,usia yang lanjut juga membawa dampak terhadap keinginan ” mengaku dosa”.

b. Teknik Penelusuran Aset


Secara umum terdapat dua Teknik Penelusuran asset (BPKP:2007) yaitu:
Net Worth Method dan Expenditure Method. Kedua teknik ini digunakan untuk
menentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam
SPT-nya. Penerapan teknik-teknik ini terus berkembang, sehingga menjadi umum
digunakan dalam memerangi organized crime.
1. Net worth method (metode kekayaan bersih)
Dalam teknik ini dapat membuktikan dua hal yaitu:
a. Adanya PKP yang belum dilaporkan oleh wajib pajak dan
b. Adanya penghasilan yang tidak sah, melawan hukum, atau illegal income dari
kegiatan organized crime.
a. Net Worth Method untuk perpajakan
Metode ini merupakan cara pembuktian tidak langsung, dasar penggunaannya
adalah para wajib pajak untuk melaporkan semua penghasilannya secara lengkap
dan benar dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
(SPT.PPh). Pemeriksa pajak menetapkan net worth atau kekayaan bersih pada awal
tahun. Ini diperoleh dari pengurangan seluruh aset seseorang dengan seluruh
kewajibannya. Jadi di awal tahun tertentu, sebutlah Tahun 1, net worth = assets –
liabilities. Hal yang sama dilakukan untuk menentukan net worth Tahun 2.
Selanjutnya, net worth Tahun 1 dibandingkan dengan net worth Tahun 2.
Perbandingan ini akan menghasilkan kenaikan net worth (net worth increase) yang
seharusnya sama dengan PKP untuk Tahun 2. Oleh karena itu, kenaikan net worth
ini dibandingkan dengan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT PPh Tahun 2.
11
b. Net Worth Method untuk organized crime
Dengan rumus yang hampir sama, kita dapat menentukan illegal income. Kalau di
Amerika Serikat teknik ini digunakan dalam memerangi orginized crime, di
Indonesia pendekatan ini dapat digunakan untuk memerangi korupsi. Ketentuan
pejabat negara untuk menyampaikan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara) merupakan dasar hukumnya.
Beberapa catatan yang harus diperhatikan oleh penyidik/investigator/auditor:
1) Rekaman.
Makin banyak transaksi terekam, makin ampuh pula Net Worth Method.
Misalnya penggunaan rekening bank baik giro, tabungan maupun deposito.
Semuanya terekam, semuanya meninggalkan jejak atau audit trails. Contoh
lain, penggunaan kartu kredit, kartu debet, kartu cerdas (smart card); selain
meninggalkan paper trails (jejak berupa kertas), ia juga meninggalkan digital
trails yang bisa menjadi bukti. Dalam upaya pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, bank, lembaga-lembanga keuangan lainnya bahkan membuat
laporan mengenai transaksi yang mencurigakan. Rekaman ini sangat
mendukung penerapan Net Worth Method.
2) Penyimpanan uang tunai.
Istilah sehari-hari adalah simpan di bawah bantal, atau cash hoarding. Pelaku
kejahatan cukup canggih untuk menggunakan jasa perbankan atau pasar modal
untuk menanamkan uang dalam jumlah besar. Tetapi dalam berbagai kasus
pidana perpajakan, pencucian uang dan korupsi yang besar-besar sekalipun,
cash hoarding masih sering dipraktekkan. Penggerebekan, penggeledahan atau
penyitaan di rumah-rumah pejabat dalam kasus korupsi menunjukkan cash
hoarding dalam jumlah puluhan ribu dollar Amerika Serikat atau ratusan juta
sampai miliaran rupiah. Kalau tidak terungkap dari penggerebekan,
penggeledahan atau penyitaan, pelaku menjelaskan bahwa penghasilan mereka
yang sudah dipajaki selama bertahun-tahun mereka simpan dalam bentuk uang
tunai di rumah.

3) Tambahan “penghasilan”.

12
Penjelasan yang diberikan oleh pelaku untuk unreported taxable income atau
illegal income bisa bermacam-macam, mulai dari warisan, pinjaman dari bank,
lembaga keuangan lannnya, perorangan, atau perusahaan), hadiah atau
gratifikasi, dan lain-lain. Kalau warisan berupa tanah dan bangunan,
pembuktian dapat dilakukan relatif mudah karena menyangkut PPAT (Pejabat
Pembuat Akte Tanah), bermacam dokumen, termasuk PBB dan Badan
Pertanahan Nasional. Begitu juga dengan pinjaman bank dan lembaga keuangan
lainnya, maupun perusahaan. Masalahnya adalah kalau pinjaman berasal dari
perorangan atau perusahaaan kecil, meskipun investigator bisa berdalih bahwa
pinjaman itu terlalu besar dibandingkan dengan kapasitas sang kreditur. Atau
investigator bisa ”mengancam” perorangan atau perusahaan kecil tadi dengan
melakukan investigasi terhadap mereka. Hadiah dan gratifikasi juga
menimbulkan masalah dalam masyarakat yang permisif seperti masyarakat kita
pada umumnya. Itulah sebabnya KPK mengeluarkan aturan tentang gratifikasi,
termasuk larangan untuk memberi dan menerima bingkisan hari raya.
4) Pembalikan beban pembuktian.
Sebenarnya Net Worth Method membalikkan kewajiban membuktikan dari
pemerintah kepada bersangkutan. Rumusnya logis, dan kalau pelaku sudah
melaporkan semua unsure dalam rumus Net Worth Menthod itu maka tidak ada
lagi unreported taxable income atau illegal income. Atau kalaupun ada,
jumlahnya tidak boleh material atau siginifikan.

2. Expenditure Method
Expenditure Method merupakan deviasi atau turunan dari Net Worth Method, yang
dimanfaatkan sebagai petunjuk organized crime dan merupakan cara pembuktian tidak
langsung. Seperti Net Worth Method, Expenditure Method juga dimaksudkan untuk
menentukan unreported taxable income. Expenditure Method lebih cocok untuk para wajib
pajak yang tidak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai pengeluaran-pengeluaran
besar. Rumus untuk menghitung illegal income dengan menggunakan expenditure method
lebih sederhana daripada perhitungan unreported taxable income, yakni: illegal income =
expenditure dikurangi penghasilan dari legal sources. Expenditure method harusnya
digunakan untuk kasus perpajakan apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau
dominan.
 Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan.
13
 Pembukuan dan catatan Wajib Pajak tidak tersedia, misalnya karena terbakar.
 Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai.
 Wajib Pajak menyembunyikan pembukuannya.
 Wajib Pajak tidak mempunyai aset yang terlihat atau dapat diidentifikasi.
Expenditure method harusnya digunakan untuk kasus organized crime apabila kondisi-
kondisi berikut sangat kuat atau dominan.
1) Tersangka kelihatannya tidak membeli aset seperti tanah, rumah, saham, perhiasan,
mobil atau kapal mewah, dan seterusnya.
2) Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya di luar kemampuannya.
3) Tersangka diduga mengepalai jaringan kejahatan, atau semua saksi yang
memberatkan dia adalah para panjahat yang sudah dijatuhi hukuman.
4) Illegal income harus ditentukan menghitung denda, menghitung keuangan negara, dan
pungutan negara lainnya.

Berikut diberikan contoh penelusuran aset oleh KPK:


Sindonews.com, tanggal 27 Januari 2014 menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menemukan ratusan aset milik Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan,
tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tersangka sengketa Pemilukada
Lebak,Banten. ”Asetnya di atas 100 item, KPK menemukan ada beberapa aset berupa tanah,
bangunan. Di antaranya ada di Bali, Jabar (Jawa Barat), DKI Jakarta dan Banten,” ujar Juru
Bicara KPK Johan Budi SP di Kantor KPK,JakartaSelatan. KPK mengaku terus melakukan
penelusuran aset milik adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu. Penyidik KPK juga
mengendus aset Wawan lainnya berupa barang bergerak seperti kendaraan. KPK menjerat
Wawan dengan Pasal 3 dan atau 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHP. TCW juga diduga melanggar
Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 UU Nomor 15/2002 sebagaimana diubah dengann UU
Nomor 25/2003 tentang TPPU jo Pasal 55 Ayat (1) ke-(1) KUHP.

D. KECURANGAN PENYALAHGUNAAN ASET (ASSET MISAPPROPRIATION)


Kecurangan penyalahgunaan aset terdiri atas :
1) Kecurangan Kas
14
Kecurangan Penerimaan Kas (Skimming)
Pencurian terhadap penerimaan kas yang belum dicatat (skimming):
 Pendapatan Negara tidak dilaporkan/dicatat (unrecorded) atau dilaporkan lebih
kecil (understates).
 Piutang dihapus padahal piutang tersebut sebetulnya tidak dihapus tetapi ditagih dan
tidak dilaporkan (write off schemes).
 Pengambilan uang hasil penagihan untuk sementara waktu dengan menunda pencatatan
penerimaannya (lapping schemes).
 Pengambilan penerimaan cek dari pelanggan.
Pencurian yang sudah dicatat dipembukuan (cash lanceny) antara lain:
 Pencurian kas tunai (cash on hand)
 Pencurian kas di Bank (cash in Bank)
 Mencuri kas dengan membuat kesalahan perhitungan atau kesalahan pembukuan
dengan sengaja.

Kecurangan Pengeluaran Kas (Fraudulent Disbursement)


Kecurangan penagihan (Billing Schemes), dengan memasukkan dokumen tagihan atau
invoice pengadaan barang, sehingga tagihan lebih tinggi (mark up) atau tagihan fiktif
dengan cara:
 Menciptakan rekanan fiktif melalui perusahaan papan nama (shell company).
 Melakukan pembayaran ganda atas pembayaran yang lebih tinggi kemudian diminta
kembali secara pribadi kelebihan pembayaran tersebut (pay and return).
 Meninggikan tagihan dari rekanan (overbilling).

Kecurangan penggantian biaya (expense reimbursement schemes) adalah kecurangan


pengeluaran kas dengan memanipulasi penggantian biaya antara lain dengan cara:
 Meninggikan biaya (overslated expense) dari yang sebenarnya dikeluarkan sehingga
penggantian biaya yang diterima lebih tinggi, dari yang benar-benar dikeluarkan.
 Penggantian biaya atas biaya-biaya fiktif (fictitious expense schemes) antara lain
dengan cara membuat kwitansi palsu.
 Kecurangan penggantian biaya berulang-ulang (multiple reimbursement).
Kecurangan pembayaran gaji/upah (payroll schemes) dengan cara memalsukan
dokumen pendukung pembayaran gaji/upah berupa catatan waktu kerja atau

15
memalsukan informasi yang ada dalam catatan gaji/upah serta menciptakan pegawai
fiktif.

2) Penyalahgunaan Persediaan dan Aset Lain (Inventory and Other Assets


Misappropriation)
Kecurangan persediaan barang dan aset lainnya terdiri dari pencurian (lancery) dan
penyalahgunaan (misuse). Lancery scheme dimaksudkan sebagai pengambilan
persediaan/barang di gudang karena penjualan atau pemakaian, untuk perusahaan, tanpa
ada upaya untuk menutupi pengambilan tersebut dalam akuntansi atau catatan gudang.
a. Penjualan Fiktif (Fictitious Sell), dengan cara:
 Kolusi dengan pihak ketiga yang mengambil barang tapi tidak diproses (tanpa
pembayaran).
 Menjual dengan discount tidak wajar.
b. Aset Requisition and Transfer Schemes, dengan cara:
 Pemindahan aset ke lokasi lain dengan dokumen intern resmi, barang kemudian dicuri.
 Permintaan material untuk proyek jumlah yang diminta di mark-up.
 Menciptakan proyek fiktif untuk mencuri material.
 Memalsukan formulir permintaan barang.
c. Kecurangan Pembelian dan Penerimaan (Purchasing & Receiving Schemes), dilakukan
dengan cara:
 Membeli barang yang tidak diperlukan.
 Pembelian aset kemudian dicuri.
d. Memalsukan Penerimaan Barang (False Inventory Receive Recent)
 Petugas penerima memalsukan catatan penerimaan (dicatat lebih kecil).
 Memalsukan penjualan dan pengapalannya (false sales & shipment scheme).
 Dibuat dokumen penjualan palsu, pelaku mengirim ke pembeli fiktif.
 Catatan persediaan dipalsukan agar sama dengan fisiknya.
e. Membuat jurnal palsu, untuk menutupi ketekoran persediaan
 Debet: harga pokok penjualan
Credit: persediaan
 Debet: piutang
Credit: persediaan
f. Menghapus Persediaan (Inventory Write Off)

16
 Penghapusan persediaan tersebut tidak benar karena hanya untuk menutupi
kekurangan stok.
 Mempercantik penampilan fisik agar tampak barangnya lebih banyak (physical
padding).

E. TUJUAN AUDIT INVESTIGATIF


1. Pengertian audit investigatif
Audit investigatif lebih dalam dan tidak jarang melebar ke audit atas hal-hal yang tidak
disentuh atau tidak tersentuh oleh opinion audit. Audit investigatif diarahkan kepada
pembuktian ada atau tidak adanya fraud (termasuk korupsi) dan perbuatan melawan hukum
lainnya (seperti tindak pidana pencucian uang). Meskipun tujuan opinion audit berbeda dari
audit investigatif, teknik auditnya sama. Hal yang berbeda hanyalah penerapan yang lebih
intens dalam audit investigatf. Penerapan teknik yang lebih mendalam, kadang-kadang
melebar, dengan fokus pada pengumpulan bukti hukum untuk menentukan apakah
seseorang melakukan atau tidak melakukan fraud.

2. Tujuan Audit Investigasif


Macam-macam alternatif mengenai tujuan investigasi yang diambil dari K. H. Spencer
Pickett dan Jeniffer Pickett, financial Crime Investigation and Control (2002).
1) Memberhentikan manajemen. Tujuan utamanya adalah sebagai teguran keras bahwa
manajemen tidak mampu mempertanggungjawabkan kewajiban fidusianya.
2) Memeriksa, mengumpulkan, dan menilai cukupnya dan relevannya bukti. Tujuan ini
akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk meyakinkan
hakim di pengadilan.
3) Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah. Investigasi mengungkapkan
siapa yang bersalah. Mereka yang tidak bersalah terbebas dari tuduhan.
4) Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi. Tujuan dari
investigasi ini adalah menjaga keutuhan dokumen.
5) Menemukan aset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang
terjadi.Tujuan in imeliputi penelusuran rekening bank bank, pembekuan rekening, izin-
izin untuk proses penyitaan dan atau penjualan aset, dan penentuan kerugian yang
terjadi.

17
6) Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut; harapannya adalah bahwa
mereka bersedia bersikap koorperatif dalam investigasi itu.
7) Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya. Ada dua versi
dari pendekatan ini. Pertama, lakukan penuntutan tanpa pandang bulu, berapa pun besar
biayanya, siapa pun pelakunya (penjahat besar maupun kecil). Kedua, kejar si penjahat
untuk mengembalikan dana atay aset yang dicurinya, dan kemudian minta dia
mengundurkan diri atau diberhentikan.
8) Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. Seperti pada butir di atas, tujuan
utamanya adalah menyingkirkan “buah busuk” agar “buah segar” tidak ikut busuk.
Pendekatannya adalah pendekatan disiplin perusahaan.
9) Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan. Pendekatan ini
menghentikan kerugian lebih lanjut dan menutup celah-celah peluang (loopholes)
terjadinya kejahatan.
10) Menentukan bagaimana invetigasi akan dilanjutkan. Dalam investigasi ini laporan
kemajuan memungkinkan evaluasi, apakah kita akan melanjutkannya. Kalau “iya”,
bagaimana lingkupnya.
11) Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai
dengan buku pedoman. Tujuan ini biasanya didasarkan atas pengalaman buruk.
12) Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan
mengenai investigasi di tahap berikutnya. Banyak investigasi bersifat iterative, artinya
suatu investigasi atas dugaan kejahatan menghasilkan temuan baru yang melahirkan
dugaan tambahan atau suatu dugaan baru. Investigasi pertama diikuti dengan
investigasi berikutnya, dan seterusnya, secara iterative memperluas pemahaman
investigator mengnai berapa dalamnya masalah yang dihadapi. Konsultasi, diskusi, dan
prestasi dari temuan-temuan secara berkala (mingguan, misalnya), merupakan ciri khas
dari pendekatan ini.
13) Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut
yang tepat dapat diambil. Ini biasanya merupakan tujuan investigasi dalam hal pelaku
tertangkap tangan, seperti dalam kasus pencurian di supermarket.
14) Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan
terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin. Pendekatan ini berupaya mencari
pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.

18
15) Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil. Hasil investigasi sering
kali ditindaklanjuti secara emosional. Dengan memperoleh gambaran yang layak (fair)
maka pimpinan secara sadar membuat keputusan tentang siapa yang melakukan
investigasi (harus seorang profesional) dan bagaiman tindak lanjutnya.
16) Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik lisan maupun
tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk
menanggapinya secara tepat. Fokusnya adalah pada konteks tuduhan itu dan apakah
tuduhan itu akan dianggap serius.
17) Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. Hal ini sangat penting
ketika moral kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau tim kerja.
18) Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga. Tujuan dari investigasi ini tentunya
bukan untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah korup. Kalau
tujuan ini ditetapkan dalam kondisi semacam ini, maka yang terjadi adalah
persekongkolan jahat atau kolusi. Tujuan investigasi di atas sangat tepat apabila
kejahatan dilakukan oleh segelintir orang, padahal reputasi perusahaan secara
keseluruahan terancam.
19) Mengikuti seluruh kewajiban hukum dam mematuhi semua ketentuan mengenai due
diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi).
20) Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik. Dengan menetapkan tujuan
investigasi ini, perusahaan ingin memastikan bahwa investigator senantiasa mengikuti
kode etik yang sudah ditetapkan.
21) Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya. Prakarsa ini
bermaksud untuk menyeret si pelaku ke pengadilan pidana. Dengan demikian, seluruh
daya dikerahkan disertai publisitas penuh, yang sangat sejalan dengan kebijakan “tanpa
ampun” (zero-tolerance policy).
22) Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak
terpuji. Ini serupa dengan tujuan dalam butir 21 diatas, dengan perbedaan bawa butir
ini diproses melalui ketentuan administratif atau perdata.
23) Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau
perilaku yang melalaikan tanggung jawab. Investigasi dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama diarahkan kepada pelaku. Sedangkan tahap kedua, kepada atasannya.

19
24) Mempertahankan kerahasiaa dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak
terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik. Tujuan investigasi ini
harus jelas dan ditegaskan sebelum investigasi dilakukan.
25) Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan dakwaan
terhadap si pelaku. Tujuan ini berkaitan dengan petunjuk bahwa si pelaku
mengidentifikasi orang-orang yang secara potensial bisa menjadi saksi.
26) Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya yang akan
mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan. Dalam jangka panjang, manejemen
risiko yang baik akan mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan.
Tujuan audit investigatif adalah mengumpulkan bukti-bukti yang dapat diterima oleh
ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau mengumpulkan bukti hukum dan barang
bukti sesuai dengan acara hukum pembuktian yang berlaku.

3. Audit Investigatif dengan Teknik Audit


Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian
laporan keuangan. Hasil daripenerapan teknik audit adalah bukti audit. Ada tujuh teknik,
yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti auditnya dalam
kurung (kata benda bahasa Inggris), yakni:
a. Memeriksa fisik (physical examination);
Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai penghitungan
uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing). Keras berharga,
persediaan barang, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya. Mengamati sering
diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui sesuatu. Dalam kedua
teknik ini investigator menggunakan inderanya, untuk mengetahui atau memahami
sesuatu.
b. Meminta konfirmasi (confirmation);
Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditee, merupakan prosedur
yang biasa dilakukan auditor. Seperti dalam audit, juga dalam audit investigatif,
permintaan informasi harus dibarengi, diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi
dari sumber lain atau diperkuat (substantiate) dengan cara lain. Permintaan informasi
sangat penting, dan juga merupakan prosedur yang normal dalam suatu audit
investigatif. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diaudit
investigatif) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbeneran suatu informasi. Dalam
20
audit, teknik ini umumnya diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo utang-
piutang. Akan tetapi sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi,
keuangan maupun nonkeuangan. Dalam audit investigatif kita harus memperhatikan
apakah pihak ketiga mempunyai kepentingan dalam audit investigatif.
c. Memeriksa dokumen (documentation);
Tak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan
teknologi, definisi dokumen menjadi lebih luas, termasuk informasi yang diolah,
disimpan, dan dipindahkan secara elektronis (digital).
d. Review analitikal (analytic review atau analytical review);
Stringer dan Stewart menulis, Analytical review sebagai suatu bentuk penalaran
deduktif. Tekanannya adalah pada penalarna, proses berpikirnya. Penalaran yang
membawa seorang auditor atau investigator pada gambaran mengenai wajar, layak, atau
pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara
global, menyeluruh atau agregat.
e. Meminta informasi lisan atau tertulis dari auditee (inquaries of the auditee);
f. Menghitung kembali (reperformance);
Menghitung kembali atau reperform tidak lain dari mengecek kebenaran perhitungan
(kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit.
Biasanya tugas ini diberikan kepada seorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor;
seorang junior auditor di kantor akuntan. Dalam audit investigatif, perhitungan yang
dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak atau perjanjian yang
rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renergoisasi berkali-kali dengan pejabat
(atau kabinet) yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan atau disupervisi oleh
investigator yang berpengalaman.
Dalam audit atas laporan keuangan, tujuanya adalah memberikan pendapat
(independent auditors’ opinion) mengenai kewajaran laporan keuangan sesuai dengan
standar akuntansi keuangan. Hasil audit ini ditunjukkan oleh bentuk opini, seperti
unqualified opinion, qualified opinion, disclaimer of opinion, atau adverse opinion.
g. Mengamati (observation).
Kunci keberhasilan dari semua teknik audit investigatif adalah sebagai berikut.
 Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diaudit
investigatif.
 Kuasai dengan baik teknik-teknik audit investigatif.

21
 Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih.
 Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang kita pilih.

4. Tahapan Kegiatan Audit Investigatif


a. Pra Perencanaan
a) Tujuan : tujuan dilakukan pra perencanaan adalah untuk meyakini layak tidaknya
suatu informasi/pengaduan yang diterima dapat ditindak lanjuti dengan audit
investigatif
b) Informasi dugaan adanya kasus penyimpangan dapat bersumber dari lingkungan intern
atau ekstern antara lain :
 Pengembangan hasil audit reguler BPKP
 Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif /
 Masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM)
 Media massa

b. Perencanaan Audit Investigatif


a) Tujuan perencanaan audit investigative adalah untuk meminimalkan tingkat resiko
kegagalan dalam melakukan audit investigatif serta memberikan arah agar
pelaksanaan audit investigatif efisien dan efektif.
b) Tahap Perencanaan
 Menyusun Audit Program
 Perencanaan Sumber Daya yang Dibutuhkan
 Penugasan (assignment)

c. Pelaksanaan Audit Investigatif


 Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
 Pengumpulan dan evaluasi bukti
 Ekspose intern dilingkungan BPKP
 Pembicaraan akhir dengan auditan
 Ekspose ekstern BPKP dengan instansi penyidik dalam kasus yang berindikasi
Tindak Pidana Korupsi

22
Pelaksanaan Pengumpulan Dan Evaluasi Bukti
 Difokuskan Pada Upaya Pengujian Hipotesa
 Untuk mengungkapkan :
- fakta-fakta dan proses kejadian
- Sebab dan dampak penyimpangan
- Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kergian keungan negara
- Bukti-bukti yang mendukung

d. Pelaporan dan Tindak Lanjut


 Tujuan, sasaran, ruang linkup audit investigatif
 Hambatan pelaksanaan audit investigatif
 Uraian fakta
 Dampak dan penyebab penyimpangan
 Bukti-bukti yang diperoleh
 Kesepakatan melaksanakan tindak lanjut (termasuk kesepakatan dengan pihak
penyidik)

23
BAB III
PENUTUP
Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan
dan penyalahguanaan aset sebagaimana dijelaskan dalam PSA 70 (SA 316).
1. Insentif/Tekanan.Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan
untuk melakukan kecurangan.
2. Kesempatan.Situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai
untuk melakukan kecurangan.
3. Sikap/Rasionalasi.adanya suatu sikap, karakter, atau seperangkat nilai-nilai etika yang
memungkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau
mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan mereka tekanan yang cukup
besar sehingga menyebabkan mereka membenarkan melakukan perilaku yang tidak
jujur tersebut.
Penelusuran aset pada umumnya berkaitan dengan pengembalian kembali aset yang
dimiliki oleh suatu negara/organisasi atau suatu entitas yang diambil oleh pihak lain dengan
cara melawan hukum seperti perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian
uang. Penyelidik/penyidik dalam menelusuri aset/harta dibantu auditor forensik dengan cara
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti transaksi keuangan dan non keuangan yang
berkaitan dengan aset hasil perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian
uang. Tujuan penelusuran aset adalah untuk mengetahui keberadaan dan jenis aset yang
disembunyikan dari hasil tindak pidana, yang akan digunakan untuk penggantian kerugian
negara.
Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
lalai. Sumber informasi dalam penelusuran aset adalah Penyedia Jasa Keuangan, Pusat
Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Hasil Penelitian Akademisi dan LSM,
Persengketaan di Pengadilan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kantor Pelayanan
Informasi Untuk Publik, Pembocoran informasi oleh orang dalam dll.
Dasar hukum pemulihan kerugian negara dari hasil penelusuran aset antara lain terdapat
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) dan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001). Teknik Penelusuran Aset dengan
Networth method (metode kekayaan bersih) dapat membuktikan penghasilan kena pajak yang
tidak dilaporkan; penghasilan yang tidak sah/melawan hukum, illegal income dari organized
24
crime; dan penetapan net worth awal tahun. Sedangkan metode Expenditure Method untuk
menentukan unreported taxeable income.

25

Anda mungkin juga menyukai