Asssvvxertghuji
Asssvvxertghuji
PENDAHULUAN
Kasus kecurangan menjadi perhatian auditor karena dewasa ini menjadi perhatian semua
orang akibat terjadinya kasus Enron dan WorldCom di Amerika Serikat yang memaksa
dibubarkannya salah satu kantor akuntan besar di sana, di samping menimbulkan kerugian yang
sangat besar bagi para investor kedua perusahaan tersebut. Laporan dari Badan Pemeriksa
Keuangan Amerika Serikat serta dari Asosiasi Peng-uji Kecurangan (Certified Fraud
Examiner) juga mengemukakan hal serupa tentang banyaknya kasus kecurangan yang terjadi
dan besarnya kerugian yang dialami, baik pada perusahaan yang tertutup maupun perusahaan
yang sahamnya diperjual-belikan di pasar bursa, serta baik pada perusahaan yang bermotifkan
laba maupun organisasi nirlaba.
Kasus kecurangan klasik yang terjadi menggambarkan bahwa kecurangan laporan
keuangan bukanlah hal baru. Dengan munculnya skandal tersebut, profesi auditor merespons
dengan menerapkan standar formal pertama untuk prosedur pengauditan. Standar-standar
tersebut mengharuskan adanya konfirmasi atas piutang dan pengamatan fisik persediaan,
prosedur yang sekarang ini sudah menjadi standar, ditambah dengan panduan mengenai
tanggung jawa auditor untuk mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu, sangat penting
mengetahui kecurangan audit maka disini kami akan membahas mengenai tanggung jawab
auditor dalam melakukan penilaian risiko kecurangan dan mendeteksi salah saji material yang
disebabkan oleh kecurangan, dan bagian-bagian utama risiko audit, serta pengendalian-
pengendalian yang dilakukan untuk mencegah kecurangan dan prosedur audit untuk
mendeteksi kecurangan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kecurangan Audit adalah upaya untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan dalam
transaksi-transaksi komersial. Sebagaimana juga diakui oleh IAI, kesengajaan sering sulit
ditentukan, padahal faktor kesengajaan merupakan kata kunci yang digunakan oleh IAI untuk
menentukan apakah suatu kesalahan dianggap sebagai kekeliruan (error) atau kecurangan.
Meskipun demikian, adanya fak-tor risiko atau kondisi lain dapat memperingatkan auditor
tentang kemungkinan adanya kecurangan antara lain dapat berbentuk sebagai berikut:
1. Pengendalian intern yang lemah atau diabaikan oleh manajemen.
2. Kerugian persediaan dalam jumlah yang besar.
3. Hasil-hasil pemeriksaan auditor intern ataupun auditor ekstern yang diabaikan oleh ma-
najemen.
4. Aktivitas perbankan yang tidak biasa atau aneh.
5. Pengeluaran untuk biaya atau pembelian dalam jumlah yang besar.
6. Manajemen didominasi oleh salah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama.
7. Terdapat perputaran pimpinan yang tinggi, atau sering berganti-ganti pimpinan.
8. Perusahaan mempunyai perjanjian kontrak yang signifikan.
9. Kompensasi manajemen didasarkan pada kinerja tertulis sehingga membuka peluang
bagi manajemen untuk “mengutak-atik” kinerja agar memperoleh bonus atau kompen-
sasi yang besar.
10. Auditor menjumpai adanya ketidakjujuran dari manajemen.
11. Perusahaan sering berganti-ganti auditor.
A. JENIS-JENIS KECURANGAN
Sebagai suatu konsep hukum yang luas, kecurangan merupakan setiap ketidakjujuran
yang tidak disengaja untuk merampas hak atau kepemilikan orang atau pihak lain.Dalam
konteks audit atas laporan keuangan, kekurangan didevenisikan sabagi salah saji dalam
laporan keuangan yang dilakukan dengan sengaja. Dua kategori utama kecurangan adalah
kecurangan dalam laporan keuangan dan penyalahgunaan aset.
a. Kecurangan Dalam Laporan Keuangan
Kecurangan dalam laporan keuangan merupakan salah saji atau penghapusan terhadap
jumlah atau pun pengungkapan yang sering dilakukan dengan tujuan untuk mengelabui
para pengguna. Sebagian besar kasus melibatkan salah saji terhadap jumlah yang
2
dilaporkan dibandingkan terhadap pengungkapan. Sebagai contoh, WorldCom yang
dilaporkan telah mengapitalisasi jutaan dollar pengeluaran sebgaai aset tetap, yang
semestinya harus dibebankan, penghapusan terhadap jumlah yang dilaporkan merupakan
kasus yang kurang umum ditemukan,namun sebuah perusahaan dapat melebih sajikan
pendapatan dengan menghapus utang dagang dan liabilitas lainnya.
Sementara dalam sebagian besar kasus kecurangan dalam laporan keuangan
melibatkan suatu usaha untuk melebih sajikan pendapatan apakah dengan cara melebih
sajikan aset dan pendapatan ataupun dengan menghapus liabilitas dengan menghapus
liabilitas dan beban-beban, perusahaan-perusahaan dengan mudah sengaja mengurang
sajikan laba. Pada perusahan-perusahaan-perusahan nonpublik, hal tersebut mungkin
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pajak penghasilan.Manajemen laba
(management earning) melibatkan tindakan-tindakan manajemen yang sengaja dilakukan
unntuk memenuhi target laba. Perataan laba (income smooting) merupakan salah satu
bentuk manajemen laba dimana pendapatan-pendapatandan beban-beban dipindahkan
diantara beberapa periode untuk mengurangi fluktasi laba.
Meskipun jarang ditemukan, beberapa kasus penting terkait kecurangan dalam
laporan keuangan melibatkan pengungkapan yang tidak memadai.sebagai contoh dalam
masalah dalam kasus Enron apakah perusahaan telah mengakui kewajiban terhadap
perusahaan afiliasi yang dikenal dengan entitas bertujuan khusus (Special purpose entities)
secara memadai.
b. Penyalahgunaan Aset
Penyalahgunaan aset merupakan kecurangan yang melibatkan kecurian atau aset milik
entitas. Dalam banyak kasus, namun tidak semuanya, jumlah minimal yang terlibat tidak
material terhadap laporan keuangan. Namun demikian, pencurian aset perusahaan sering
kali menjadi perhatian penting manajemen, tanpa melihat tingkat materialitasnya, karena
pencurian-pencurian kecil dapat dengan mudah meningkat ukuran setiap saat. Istilah
penyalahgunaan aset sering kali digunakan untuk mengacu pada pencurian yang dilakukan
dengan pegawai dan pihak-pihak internal lainnya didalam suatu organisasi.
Menurut perkiraan Association of Certified fraud examiners rata-rata perusahaan
merugi 6 persen dari pendapatannya disebabkan oleh kecurangan, meskipun sebagian
besar dari pencurian tersebut melibakan pihak-pihan eksternal, seperti pengutilan yang
dilakukan oleh pelanggan dan penipuaan yang dilakukan oleh pemasok.
3
Biasanya pelaku penyalahgunaan aset berada ditingkat hierarki organisasi yang lebih
rendah.Namundemikian dalam beberapa kasus penting, manajemen puncak terkadang
terlibat dalam pencurian aset perusahaan, karena otoritas manajemen yang lebih besar serta
kendali tehadap aset-aset perusahaan, penggalapan yang melibatkan manajemen puncak
dapat melibatkan jumlah yang signifikan
5
- Kebiasaan management
membuat peramalan
6
Sumber-Sumber Informasi Untuk Mengukur Risiko Kecurangan
Lima sumber kecurangan untuk mengukur risiko kecurangan adalah sebagai berikut :
Komunikasi Antara Sesama Tim Audit PSA 70 mengharuskan tim audit untuk melakukan
diskusi untuk berbagai pemahaman dari anggota tim audit lebih berpengalam dan untuk “urun
rembung”ide-ide yang menyangkut hal berikut.
1. Bagaimana dan kapan mereka yakin bahwa laporan keuangan entitas tidak dicurigai
terdapat salah saji yang disebabkan oleh kecurangan. Hal ini juga termasuk
pertimbangan atas faktor internal dan eksternal yang diketahui memengaruhi entitas
yang mungkin akan :
menciptakan ensentif atau tekanan bagi manajemen untuk melakukan kecurangan.
memberikan kesempatan untuk dilakukanya tidak kecurangan
mengindikasikan budaya atau lingkunganya yang membuat manajemen membenarkan
tindakan –tindakan kecurangan.
2. Bagaimana manajemen dapat melakukan dan menutupi kecurangan dalam laporan
keuangan
3. Bagaimana setiap orang dapat menyalahsajikan asset entitas tersebut.
4. Bagaimana auditor dapat menyikapi kemungkinan adanya salah saji dalam laporan
keuangan yang disebabkan oleh kecurangan.
Tanya Jawab dengan ManajemenPSA 70 Mengharuskan auditor untuk membuat Tanya
jawab spesifik seputar kecurangan dan setiap pengauditan. Tanya jawab dengan manajemen
dan pihak lainya dalam perusahaan memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk
memberitahukan informasi yang mungkin tidak dapat dikomunikasikan dengan pihak lain,
selain itu, jawaban mereka terhadap pertanyaan-pertanyaan auditor sering kali membuka
pertanyaan atas kemungkinan adanya kecurangan. Tanya jawab auditor terhadap manajemen
harus menyatakan apakah manajemen mengetahui setiap kecurangan atau kecurigaan terhadap
terjadinya kecurangan di dalam perusahaan. Auditor juga harus menanyakan mengenai proses
manajemen dalam mengukur risiko kecurangan, sifat risiko kecurangan yang diidentifikasikan
oleh manajemn atau setiap pengendalian internal yang diterapkan untuk mengatasi risiko-risiko
tersebut, dan setiap informasi mengenai kecurangan dan pengendalian terkait yang harus
dilaporkan oleh manajemen kepada mereka yang bertanggung jawab terhadap tata kelola
perusahaan, seperti komite audit.
Komite audit sering kali melakukan peran aktif dalam mengawasi pengukuran risiko
kecurangan manajemen serta proses penangananya. PSA 70 mengharuskan auditor untuk
7
melakukan Tanya jawab dengan komite audit atau pihak lain yang bertanggung jawab terhadap
tata kelola perusahaan mengenai pandangan mereka terhadap risiko kecurangan dan apakah
mereka mengetahui setiap kecurangan atau kecurigaan atau kecurigaan telah terjandinya
kecurangan.
Faktor –Faktor Risiko PSA 70 Mengharuskan auditor untuk mengevaluasi apakah faktor-
faktor risiko kecurangan mengidentifikasi adanya insentif atau tekanan untuk melakukan
kecurangan, kesempatan untuk melakukan kecurangan, atau sikap atau rasionalisasi digunakan
untuk membenarkan tindakan kjecurangan.
Prosedur Analitis Sebagaimana telh kita bahas pada bab 6, auditor harus melakukan
prosedur analitis sepanjang fase perencanaan dan penyelesaiaan audit untuk membantu
mengidentifikasi transaksi-transaksi atau kejadiaan- kejadian yang tidak biasa yang dapat
mengindentifikasikan salah saji material dalam laporan keuangan. Ketiaka hasil prosedur
analitis berbeda dengan ekspektasi auditor, auditor harus mengevaluasi hasil tersebut beserta
informasi lain yang didapatkan terkait dengan kemungkinan adanya kecurangan atau
menentukan apakah risiko kecurangan meningkat.
Informasi lainya Auditor harus mempertimbamgkan semua informasi yang telah mereka
dapatkan dalam setiap fase atau bagian pengauditan ketika mereka mengukur risiko
kecurangan. Banyak prosedur pengukuran risiko yang dilakukan auditor disepanjang fase
perencanaan untuk mengukur salah sajimaterial yang dapat mengindikasikan adanya
peningkatan risiko kecurangan. Sebagai contoh informasi mengenai integritas dan kejujuran
manajemen yang didapatkan selama melakukan prosedur penerimaan klien, Tanya jawab dan
prosedur analitis yang dilakukan sehubungan dengan penelaahan auditor terhadap laporan
keuangan kuartalan klien dan informasi yang dipertimbangkan dalam mengukur risiko bawaan
dan risiko pengendalian dapat mengarahkan perhatiaan auditor terhadap kemungkinan salah
saji dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh kecurangan.
3) Tambahan “penghasilan”.
12
Penjelasan yang diberikan oleh pelaku untuk unreported taxable income atau
illegal income bisa bermacam-macam, mulai dari warisan, pinjaman dari bank,
lembaga keuangan lannnya, perorangan, atau perusahaan), hadiah atau
gratifikasi, dan lain-lain. Kalau warisan berupa tanah dan bangunan,
pembuktian dapat dilakukan relatif mudah karena menyangkut PPAT (Pejabat
Pembuat Akte Tanah), bermacam dokumen, termasuk PBB dan Badan
Pertanahan Nasional. Begitu juga dengan pinjaman bank dan lembaga keuangan
lainnya, maupun perusahaan. Masalahnya adalah kalau pinjaman berasal dari
perorangan atau perusahaaan kecil, meskipun investigator bisa berdalih bahwa
pinjaman itu terlalu besar dibandingkan dengan kapasitas sang kreditur. Atau
investigator bisa ”mengancam” perorangan atau perusahaan kecil tadi dengan
melakukan investigasi terhadap mereka. Hadiah dan gratifikasi juga
menimbulkan masalah dalam masyarakat yang permisif seperti masyarakat kita
pada umumnya. Itulah sebabnya KPK mengeluarkan aturan tentang gratifikasi,
termasuk larangan untuk memberi dan menerima bingkisan hari raya.
4) Pembalikan beban pembuktian.
Sebenarnya Net Worth Method membalikkan kewajiban membuktikan dari
pemerintah kepada bersangkutan. Rumusnya logis, dan kalau pelaku sudah
melaporkan semua unsure dalam rumus Net Worth Menthod itu maka tidak ada
lagi unreported taxable income atau illegal income. Atau kalaupun ada,
jumlahnya tidak boleh material atau siginifikan.
2. Expenditure Method
Expenditure Method merupakan deviasi atau turunan dari Net Worth Method, yang
dimanfaatkan sebagai petunjuk organized crime dan merupakan cara pembuktian tidak
langsung. Seperti Net Worth Method, Expenditure Method juga dimaksudkan untuk
menentukan unreported taxable income. Expenditure Method lebih cocok untuk para wajib
pajak yang tidak mengumpulkan harta benda, tetapi mempunyai pengeluaran-pengeluaran
besar. Rumus untuk menghitung illegal income dengan menggunakan expenditure method
lebih sederhana daripada perhitungan unreported taxable income, yakni: illegal income =
expenditure dikurangi penghasilan dari legal sources. Expenditure method harusnya
digunakan untuk kasus perpajakan apabila kondisi-kondisi berikut sangat kuat atau
dominan.
Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan atau catatan.
13
Pembukuan dan catatan Wajib Pajak tidak tersedia, misalnya karena terbakar.
Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak memadai.
Wajib Pajak menyembunyikan pembukuannya.
Wajib Pajak tidak mempunyai aset yang terlihat atau dapat diidentifikasi.
Expenditure method harusnya digunakan untuk kasus organized crime apabila kondisi-
kondisi berikut sangat kuat atau dominan.
1) Tersangka kelihatannya tidak membeli aset seperti tanah, rumah, saham, perhiasan,
mobil atau kapal mewah, dan seterusnya.
2) Tersangka mempunyai gaya hidup mewah dan agaknya di luar kemampuannya.
3) Tersangka diduga mengepalai jaringan kejahatan, atau semua saksi yang
memberatkan dia adalah para panjahat yang sudah dijatuhi hukuman.
4) Illegal income harus ditentukan menghitung denda, menghitung keuangan negara, dan
pungutan negara lainnya.
15
memalsukan informasi yang ada dalam catatan gaji/upah serta menciptakan pegawai
fiktif.
16
Penghapusan persediaan tersebut tidak benar karena hanya untuk menutupi
kekurangan stok.
Mempercantik penampilan fisik agar tampak barangnya lebih banyak (physical
padding).
17
6) Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku
kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut; harapannya adalah bahwa
mereka bersedia bersikap koorperatif dalam investigasi itu.
7) Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya. Ada dua versi
dari pendekatan ini. Pertama, lakukan penuntutan tanpa pandang bulu, berapa pun besar
biayanya, siapa pun pelakunya (penjahat besar maupun kecil). Kedua, kejar si penjahat
untuk mengembalikan dana atay aset yang dicurinya, dan kemudian minta dia
mengundurkan diri atau diberhentikan.
8) Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. Seperti pada butir di atas, tujuan
utamanya adalah menyingkirkan “buah busuk” agar “buah segar” tidak ikut busuk.
Pendekatannya adalah pendekatan disiplin perusahaan.
9) Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan. Pendekatan ini
menghentikan kerugian lebih lanjut dan menutup celah-celah peluang (loopholes)
terjadinya kejahatan.
10) Menentukan bagaimana invetigasi akan dilanjutkan. Dalam investigasi ini laporan
kemajuan memungkinkan evaluasi, apakah kita akan melanjutkannya. Kalau “iya”,
bagaimana lingkupnya.
11) Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai
dengan buku pedoman. Tujuan ini biasanya didasarkan atas pengalaman buruk.
12) Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan keputusan
mengenai investigasi di tahap berikutnya. Banyak investigasi bersifat iterative, artinya
suatu investigasi atas dugaan kejahatan menghasilkan temuan baru yang melahirkan
dugaan tambahan atau suatu dugaan baru. Investigasi pertama diikuti dengan
investigasi berikutnya, dan seterusnya, secara iterative memperluas pemahaman
investigator mengnai berapa dalamnya masalah yang dihadapi. Konsultasi, diskusi, dan
prestasi dari temuan-temuan secara berkala (mingguan, misalnya), merupakan ciri khas
dari pendekatan ini.
13) Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut
yang tepat dapat diambil. Ini biasanya merupakan tujuan investigasi dalam hal pelaku
tertangkap tangan, seperti dalam kasus pencurian di supermarket.
14) Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan
terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin. Pendekatan ini berupaya mencari
pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.
18
15) Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat
keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil. Hasil investigasi sering
kali ditindaklanjuti secara emosional. Dengan memperoleh gambaran yang layak (fair)
maka pimpinan secara sadar membuat keputusan tentang siapa yang melakukan
investigasi (harus seorang profesional) dan bagaiman tindak lanjutnya.
16) Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik lisan maupun
tertulis, baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk
menanggapinya secara tepat. Fokusnya adalah pada konteks tuduhan itu dan apakah
tuduhan itu akan dianggap serius.
17) Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. Hal ini sangat penting
ketika moral kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau tim kerja.
18) Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga. Tujuan dari investigasi ini tentunya
bukan untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah korup. Kalau
tujuan ini ditetapkan dalam kondisi semacam ini, maka yang terjadi adalah
persekongkolan jahat atau kolusi. Tujuan investigasi di atas sangat tepat apabila
kejahatan dilakukan oleh segelintir orang, padahal reputasi perusahaan secara
keseluruahan terancam.
19) Mengikuti seluruh kewajiban hukum dam mematuhi semua ketentuan mengenai due
diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi).
20) Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik. Dengan menetapkan tujuan
investigasi ini, perusahaan ingin memastikan bahwa investigator senantiasa mengikuti
kode etik yang sudah ditetapkan.
21) Menentukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya. Prakarsa ini
bermaksud untuk menyeret si pelaku ke pengadilan pidana. Dengan demikian, seluruh
daya dikerahkan disertai publisitas penuh, yang sangat sejalan dengan kebijakan “tanpa
ampun” (zero-tolerance policy).
22) Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak
terpuji. Ini serupa dengan tujuan dalam butir 21 diatas, dengan perbedaan bawa butir
ini diproses melalui ketentuan administratif atau perdata.
23) Mengidentifikasi praktik manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau
perilaku yang melalaikan tanggung jawab. Investigasi dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama diarahkan kepada pelaku. Sedangkan tahap kedua, kepada atasannya.
19
24) Mempertahankan kerahasiaa dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak
terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik. Tujuan investigasi ini
harus jelas dan ditegaskan sebelum investigasi dilakukan.
25) Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan
memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan dakwaan
terhadap si pelaku. Tujuan ini berkaitan dengan petunjuk bahwa si pelaku
mengidentifikasi orang-orang yang secara potensial bisa menjadi saksi.
26) Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya yang akan
mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan. Dalam jangka panjang, manejemen
risiko yang baik akan mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan.
Tujuan audit investigatif adalah mengumpulkan bukti-bukti yang dapat diterima oleh
ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau mengumpulkan bukti hukum dan barang
bukti sesuai dengan acara hukum pembuktian yang berlaku.
21
Cermat dalam menerapkan teknik yang dipilih.
Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan teknik yang kita pilih.
22
Pelaksanaan Pengumpulan Dan Evaluasi Bukti
Difokuskan Pada Upaya Pengujian Hipotesa
Untuk mengungkapkan :
- fakta-fakta dan proses kejadian
- Sebab dan dampak penyimpangan
- Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kergian keungan negara
- Bukti-bukti yang mendukung
23
BAB III
PENUTUP
Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan
dan penyalahguanaan aset sebagaimana dijelaskan dalam PSA 70 (SA 316).
1. Insentif/Tekanan.Manajemen atau pegawai lainnya memiliki insentif atau tekanan
untuk melakukan kecurangan.
2. Kesempatan.Situasi yang memberikan kesempatan bagi manajemen atau pegawai
untuk melakukan kecurangan.
3. Sikap/Rasionalasi.adanya suatu sikap, karakter, atau seperangkat nilai-nilai etika yang
memungkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau
mereka berada dalam suatu lingkungan yang memberikan mereka tekanan yang cukup
besar sehingga menyebabkan mereka membenarkan melakukan perilaku yang tidak
jujur tersebut.
Penelusuran aset pada umumnya berkaitan dengan pengembalian kembali aset yang
dimiliki oleh suatu negara/organisasi atau suatu entitas yang diambil oleh pihak lain dengan
cara melawan hukum seperti perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian
uang. Penyelidik/penyidik dalam menelusuri aset/harta dibantu auditor forensik dengan cara
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti transaksi keuangan dan non keuangan yang
berkaitan dengan aset hasil perbuatan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian
uang. Tujuan penelusuran aset adalah untuk mengetahui keberadaan dan jenis aset yang
disembunyikan dari hasil tindak pidana, yang akan digunakan untuk penggantian kerugian
negara.
Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
lalai. Sumber informasi dalam penelusuran aset adalah Penyedia Jasa Keuangan, Pusat
Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Hasil Penelitian Akademisi dan LSM,
Persengketaan di Pengadilan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kantor Pelayanan
Informasi Untuk Publik, Pembocoran informasi oleh orang dalam dll.
Dasar hukum pemulihan kerugian negara dari hasil penelusuran aset antara lain terdapat
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) dan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001). Teknik Penelusuran Aset dengan
Networth method (metode kekayaan bersih) dapat membuktikan penghasilan kena pajak yang
tidak dilaporkan; penghasilan yang tidak sah/melawan hukum, illegal income dari organized
24
crime; dan penetapan net worth awal tahun. Sedangkan metode Expenditure Method untuk
menentukan unreported taxeable income.
25