Anda di halaman 1dari 20

PENGUKURAN KENYAMANAN LINGKUNGAN TERNAK SERTA

PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN

LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN LINGKUNGAN PETERNAKAN

Oleh :
Kelompok 3
Indah Dwi Oktaviani 23010116120037
R. R. Nabila Puspa Ayu A. 23010116140155
Pramesti Kusuma Pratiwi 23010116140160
M. Reza Nur Firdauzi 23010116140177
Anji Tauhidani 23010116140198
M. Raditya Muhtar 23010116140213

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN


DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGUKURAN KENYAMANAN LINGKUNGAN


TERNAK DAN PENGELOLAAN LIMBAH
PETERNAKAN

Program Studi : S1 - PETERNAKAN

Departemen : PETERNAKAN

Fakultas : PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Tanggal Pengesahan : Maret 2018

Menyetujui,

Koordinator Kelas Asisten Pembimbing


Peternakan E

Fitria Istianah Faizal Abdi Akbar


23010115130225 23010115140177

Mengetahui,

Koordinator Umum Asisten


Manajemen Lingkungan Peternakan

Faizal Abdi Akbar


23010115140177
PENGUKURAN KENYAMANAN LINGNUNGAN TERNAK DAN
PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN

TUJUAN

Tujuan praktikum Manajemen Lingkungan Peternakan adalah dapat

mengetahui kondisi lingkungan, mengetahui respon fisiologis ternak terhadap

lingkungan dan mengetahui kondisi kandang yang nyaman untuk ternak serta

mengetahui cara penanganan limbah yang sesuai.

MANFAAT

Manfaat praktikum Manajemen Lingkungan Peternakan yaitu dapat

mengetahui kondisi kandang yang nyaman pada ternak dan dapat mengolah limbah

dari ternak dengan benar, sehingga tidak mencemar lingkungan sekitarnya. Manfaat

yang lainnya yaitu dapat mengatur suhu dan kelembapan yang nyaman pada

kandang ternak, sehingga ternak yang ada didalamnya merasa nyaman dan dapat

mengetahui seberapa nyaman ternak tersebut didalam kandang dengan melihat

fisiologis ternak seperti suhu rektal, denyut nadi dan frekuensi nafas.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Fisiologi Lingkungan dan THI (Temperature Humidity Index)


Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembapan Kandang Sapi Potong
Suhu Kelembaban
Pukul
Dalam Luar Dalam Luar
-------------oC-------------- ---------------%--------------
05.00 24,3 23,93 92,67 99
12.00 30,47 30,39 69 70
18.00 25,2 25,53 92,67 94
Rata-Rata 26,65 26,47 84,77 89,11
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Lingkungan Peternakan, 2018.

Tabel 2. Hasil Perhitungan THI (Temperature Humidity Index)


Parameter Hasil Standar
THI 78,07a ≤74 b
Sumber :
a. Data Primer Praktikum Manajemen Lingkungan Peternakan, 2018.
b. Saiya (2014)

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

suhu dan kelembaban rata-rata pada lingkungan dalam kandang sapi potong adalah

sebesar 26,65°C dan 84,77% serta suhu dan kelembaban rata-rata di luar kandang

sapi potong adalah 26,47°C dan 89,11%. Suhu pada lingkungan kandang sapi

potong termasuk pada kisaran suhu yang normal untuk sapi potong tetapi

kelembaban di kandang tersebut tinggi karena melebihi standar kelembaban yang

ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad dan Sugiharto (2014) menyatakan

bahwa suhu berkisar antara 10°C-27°C merupakan suhu ideal untuk sapi potong

dengan kelembapan 60-80%. Lingkungan dengan tingkat kelembaban yang tinggi

dapat mempengaruhi keseimbangan panas suhu tubuh ternak yang mengakibatkan

proses evaporasi dalam tubuh ternak terjadi secara lambat sehingga ternak

mengalami cekaman panas. Hal ini sesuai dengan pendapat Djafar (2012)
menyatakan bahwa kelembaban tinggi dapat mengganggu keseimbangan termal

terhadap ternak yang menyebabkan ternak mengalami stress.

Berdasarkan hasil perhitungan THI (Temperature Humidity Index)

diperoleh hasil sebesar 78,07. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan

kandang sapi kurang nyaman dan dapat berdampak stress pada sapi karena nilai

THI berada pada kisaran yang melebihi standar normal THI pada sapi potong yaitu

≤74. Sapi yang berada di daerah dengan nilai THI tergolong tinggi tidak dapat

hidup nyaman dan nafsu makan berkurang sehingga produktivitas sapi menurun.

Hal ini sesuai dengan pendapat Suretno (2016) yang menyatakan pendapat bahwa

daerah dengan nilai THI 75-78 sudah menyebabkan ternak akan mulai mengalami

stress yang tidak mampu mempertahankan termogulasi tubuh ternak. Saiya (2014)

menyatakan pendapat bahwa suhu udara dan nilai THI yang tinggi akan

mempengaruhi kemampuan ternak sapi dalam mempertahankan keseimbangan

termal pada tubuhnya terhadap lingkungan.

B. Fisiologi Ternak dan HTC (Heat Tolerance Coefficient)


Tabel 3. Rataan Suhu Rektal, Frekuensi Nadi, Frekuensi Nafas dan HTC (Heat
Tolerance Coefficient) Sapi Potong
Parameter Hasil Standar
Suhu Rektal (oC) 38,22a 38,21 - 38,27b
Frekuensi Denyut Nadi 72,00a 71 - 75b
(kali/menit)
Frekuensi Nafas 25a 22 - 27c
(kali/menit)
Index Rhoad 99,5a 100d
Index Benezra 2,26a 2d
Sumber:

a. Data Primer Praktikum Manajemen Lingkungan Peternakan, 2018.


b. Naiddin dkk. (2010)
c. Saiya (2014)
d. Putra dkk. (2016)
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa suhu

rektal pada sapi potong adalah 38,22 oC yang dapat diartikan bahwa suhu rektal

tersebut normal. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Naiddin dkk. (2010) yang

menyatakan bahwa suhu pada sapi potong yaitu 38,21 oC - 39,27 oC. Faktor yang

mempengaruhi yaitu kemampuan adaptasi ternak dengan baik pada lingkungannya,

sehingga ternak tersebut nyaman dan mendapatkan suhu rektal yang normal. Hal

ini sesuai dengan pendapat Pradana dkk. (2015) yang menyatakan bahwa sapi yang

dapat beradaptasi dengan baik di lingkungannnya akan mendapatkan suhu rektal

yang normal.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa denyut

nadi pada sapi potong adalah 72 kali/menit yang dapat diartikan bahwa denyut nadi

sapi tersebut adalah normal. Hal ini sesuai Naiddin dkk. (2010) yang menyatakan

bahwa denyut nadi sapi potong adalah 71 – 75 kali/menit. Frekuensi denyut nadi

yang normal menyebabkan normalnya aktivitas otot otot pernafasan, sehingga

pendistribusian panas ke tepi kulit untuk dilepaskan ke lingkungan juga normal. Hal

ini sesuai dengan pendapat Anton dkk. (2016) yang menyatakan bahwa secara

fisiologis, frekuensi denyut nadi dapat mempengaruhi frekuensi napas yang

berhubungan dengan aktivitas otot pernafasan yang akan mendistibusikan panas ke

kulit, kemudian akan dikeluarkan ke lingkungan.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

frekuensi nafas pada sapi potong adalah 25 kali/menit yang dapat dikatakan bahwa

frekuensi nafas pada sapi tersebut adalah normal. Hal ini sesuai dengan pendapat

Saiya (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi nafas pada sapi potong adalah 22
- 27 kali per menit. Faktor yang mempengaruhi frekuensi nafas adalah tingkat

konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wuryanto dkk. (2010) yang

menyatakan bahwa tingkat konsumsi tinggi akan meningkatkan proses

metabolisme tubuh dan akhirnya akan mengeluarkan banyak panas tubuh, sehingga

untuk mengeluarkan panas tubuh dapat dilakukan dengan meningkatkan frekuensi

nafas yang merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan panas ke udara.

Berdasarkan hasil praktikum yang diketahui bahwa index rhoad yang

didapatkan saat praktikum adalah 99,5 yang dapat diartikan bahwa sapi potong

tersebut dapat menahan panas terhadap lingkungan dengan baik karena nilainya

masih mendekati 100. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra dkk. (2016) yang

menyatakan bahwa index rhoad yang nilainya masih mendekati 100 berarti dapat

menahan panas terhadap lingkungan baik. Bangsa sapi pada saat praktikum adalah

bangsa sapi lokal (Sapi Jawa) yang dapat hidup di daerah tropis, sehingga bangsa

sapi dapat mempengaruhi indeks rhoad terhadap daya tahan panas. Hal ini sesuai

dengan pendapat Safitri (2011) yang menyatakan bahwa bangsa bangsa sapi yang

tinggal di iklim tropis memiliki daya tahan panas yang baik.

Berdasarkan hasil praktikum yang diketahui bahwa index benezra yang

didapatkan saat praktikum adalah 2,26 yang dapat diartikan bahwa sapi potong

tersebut dapat beradaptasi di lingkungan yang panas dengan baik kerena nilainya

masih mendekati 2. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra dkk. (2016) yang

menyatakan bahwa index benezra yang nilainya masih mendekati 2 berarti dapat

beradaptasi di lingkungan yang panas. Faktor - faktor yang mempengaruhi indeks

benezra adalah frekuensi napas dan suhu rektal. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pradana dkk. (2015) yang menyatakan bahwa suhu tubuh dan frekuensi

pernafasan ialah faktor - faktor yang dapat menduga indeks benezra terhadap daya

adaptasi ternak oleh cekaman panas.

C. Perkandangan
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kandang Sapi Potong
No. Parameter Ukuran
1 Tipe Kandang Kandang Individu
2 Dinding Semen
3 Atap Asbes
4 Lantai Semen
5 Panjang Kandang 1280 cm
6 Lebar Kandang 855 cm
7 Tinggi Kandang 295 cm
8 Kepadatan Kandang 200 x 120 cm
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Lingkungan Peternakan, 2018.

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa model kandang yang

digunakan adalah model kandang individu. Hal ini sesuai dengan Abidin (2008)

yang menyatakan bahwa kandang individu merupakan model kandang yang satu

ternak dengan ternak lain diberi sekat agar ternak lebih tenang dan tidak mudah

stress. Dinding kandang terbuat dari semen dan menggunakan sistem dinding

setengah terbuka. Yulianto dan Saparinto (2011) menyatakan bahwa dinding

kandang dapat terbuat dari tembok semen, anyaman, bambu, papan, dan selebaran

seng yang dibangun dengan menggunakan sistem setengah terbuka yaitu dinding

hanya menutup setengah dari tinggi dinding kandang.

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa atap kandang sapi

potong yang digunakan terbuat dari asbes yang notabennya dapat mengurangi

sengatan sinar matahari dan terpaan angin. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulianto

dan Saparinto (2011) yang menyatakan bahwa atap kandang dapat terbuat dari
asbes, rumbia dan plastik yang dapat mengurangi sengatan sinar matahari dan

terpaan angin. Lantai kandang sapi potong terbuat dari semen karena lebih mudah

pembersihannya dan tidak terlalu licin supaya resiko ternak terjatuh kecil. Haryanti

(2009) menyatakan bahwa lantai kandang bisa terbuat dari semen yang dibuat agak

kasar dengan tujuan lantai tidak terlalu licin.

Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kepadatan kandang sapi

potong tergolong dibawah standar yang telah ditentukan yaitu 3,75 m2 karena setiap

ternak mendapatkan kandang seluas 2,4 m2. Abidin (2008) berpendapat bahwa satu

ekor sapi membutuhkan luas kandang individual minimal 3,75 m2. Luas kandang

sapi potong yang digunakan adalah 109,44 m2, sedangkan standar yang ada yaitu

264,55 m2. Juliana dkk. (2015) menyatakan bahwa panjang kandang yang tergolong

ideal yaitu panjang 19,45 m dan lebar 13,55 m.

D. Pengelolaan Limbah
Tabel 5. Sumber Limbah di Kandang Sapi Potong
Jenis limbah Pengelolaan yang sudah dilakukan
Limbah cair (urine dan air sisa Belum dilakukan pengelolaan
pembersihan kandang)
Limbah padat (Feses) Biogas
Limbah sisa pakan Belum dilakukan pengelolaan
Limbah wadah vaksin, suntikan dan sisa Belum dilakukan pengelolaan
alat kesehatan
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Lingkungan Peternakan, 2018.

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh bahwa usaha

ternak sapi potong menghasilkan limbah yang relatif banyak dan berpotensi

menjadi sumber pencemaran. Pengelolaan limbah yang telah dilakukan pada

kandang sapi potong di Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro


hanya berupa limbah padat atau feses. Limbah padat atau feses tersebut diolah

menjadi biogas dan pupuk yang disebar di lahan pertanian. Pengolahan biogas

dilakukan setiap hari dengan membutuhkan waktu 21 hari untuk menjadi biogas,

sedangkan pengolahan pupuk dilakukan pada saat musim kemarau. Linggotu dkk.

(2016) bahwa pengolahan limbah peternakan selain dapat mengurangi dampak

negatif terhadap kesehatan juga dapat digunakan untuk memberi nilai tambah bagi

usaha peternakan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Setiawan (2008) bahwa

usaha ternak sapi potong dapat juga memanfaatkan limbah ternak sebagai bahan

baku biogas dan pupuk kompos sebagai penambah pendapatan peternak.

Pengelolaan limbah peternakan di Fakultas Peternakan dan Pertanian

Universitas Diponegoro dapat menghasilkan keuntungan dengan dipengaruhi oleh

beberapa faktor keberhasilannya, antara lain sumber daya manusia, sumber air,

pengumpulan, dan pembuangan langsung ke lahan. Keuntungan yang diperoleh

yaitu dapat menggunakan pupuk olahan sendiri untuk menyuburkan lahan pertanian

dan lahan tanaman pakan, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk

membeli pupuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawan dkk. (2013) bahwa

keberhasilan dalam pengelolaan limbah peternakan sangat dipengaruhi oleh teknik

pengelolaan yang dilakukan, meliputi teknik pengumpulan, pengangkutan,

pemisahan, penyimpanan, dan pembuangan. Hal ini didukung oleh pendapat

Kiswanto dkk. (2014) yang menyatakan bahwa keberhasilan pengelolahaan limbah

sangat dipengaruh oleh teknik pengangkutan.


SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan yang didapatkan bahwa suhu di lingkungan kandang sapi

potong termasuk pada kisaran suhu yang normal, tetapi tingkat kelembaban dan

nilai THI di kandang tinggi. Suhu rektal, frekuensi denyut nadi dan frekuensi nafas

normal yang menandakan ternak dalam keadaan sehat. Nilai HTC imdeks rhoad

dan indeks benezra mendekati standar yang menandakan bahwa ternak ternak

dapart menahan dan beradaptasi di lingkungan panas. Perkandangan untuk ternak

sapi potong sudah termasuk cukup baik karena kandang terbuat dari semen ,

memiliki atap terbuat dari asbes, rumbia dan plastik yang dapat mengurangi

sengatan sinar matahari dan terpaan angin. Pengolahan terhadap limbah ternak

sudah termasuk cukup baik dan dapat memberikan nilai tambah dari limbah yang

dikelola.

B. Saran

Sebaiknya saat pengukuran fisiologi pada ternak perlu memperhatikan

kenyamanan pada ternak supaya tidak menimbulkan stress pada ternak yang

mempengaruhi produktivitas ternak serta penggunaan alat pengukuran sebaiknya

lebih berhati-hati supaya alat tidak cepat rusak.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Ahmad, A. A. dan M. Sugiharto. 2014. Peta pengembangan sapi potong di


Kabupaten Banjarnegara. J. Eko Regional. 9 (2) : 106-115.
Anton, A., L. M. Kasip, L. Wirapribadi, S. N. Depamade dan A. R. Somaning Asih.
Perubahan status fisiologis dan bobot badan Sapi Bali bibit yang
diantarpulaukan dari Pulau Lombok ke Kalimantan Barat. J. Ilmu dan
Teknologi Peternakan Indoesia. 2 (1): 86 - 95.

Djafar, A. F. 2012. Tingkat Kelahiran dan Mortalitas Anak Sapi Brahman Cross
(BX) yang Diimpor pada Umur Kebuntingan Berbeda yang Dipelihara di
Bila River Ranch. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin, Makassar.
(Skripsi)

Haryanti, N. W. 2009. Kualitas Pakan Dan Kecukupan Nutrisi Sapi Simental di


Peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunungpati, Kota Semarang.
Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro, Semarang.

Juliana. A., M. Hartono., dan S. Surhayati. 2015. Repeat breeder pada sapi Bali di
Kabupaten Peringsewu. J. Ilmiah Peternakan Terpadu. 3 (2):42 – 27.

Kiswanto, S. H., A. Fatikhunnada dan M. Sholahudin. 2014. Aspek lingkungan dan


produktivitas ayam broiler pada sistem transportasi tertutup dan
konvensional. J. Pengolahan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 4 (2): 161
- 165.

Linggotu, L. O., U. Paputungan dan B. Polii. 2016. Pengelolaan limbah kotoran


ternak dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan di kota
kotamobagu. Jurnal Zootek. 1 (36) : 226 - 237.

Linggotu, L. O., U. Paputungan, dan B. Polii. 2016. Pengelolaan limbah kotoran


ternak dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan di kota
kotamobagu. Jurnal Zootek. 1 (36) : 226-237.
Naiddin, A., M. N. Rokhmat, S. Dartosukarno, M. Arifin, dan A. Purnomoadi.
2010. Respon fisiologis dan profil darah sapi Peranakan Ongole (PO) yang
diberi pakan ampas teh dalam level yang berbeda. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 217 - 223

Pradana, A. P. I., W. Busono dan S. Maylinda. 2015. Karakteristik Sapi Madura


betina berdasarkan ketinggian tempat di Kecamatan Galis dan Kadur
Kabupaten Pamekasan. J. Ternak Tropika. 64 - 72.
Putra, R. R., S. Bandiati dan A. A. Yulianti. 2016. Identifikasi daya tahan panas
sapi Pasundan di BPPT Cijeunjing Kecamatan Cijeuncing Kabupaten
Ciamis. Student e-Journal. 5 (4): 1 - 8.

Safitri, T. 2011. Penerapan good breeding pactices sapi potong di PT Lembu Jantan
Perkasa Serang-Banten. Depatemen Ilmu Reproduksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi).

Saiya, H. V. 2014. Respon fisiologi sapi Bali terhadap perubahan cuaca di


Kabupaten Merauke Papua. J. Agricola. 4 (1) : 22 - 32.

Setiawan, A. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Setiawan, A., A. K. Benito dan A. H. Yuli. 2013. Pengelolaan limbah ternak pada
kawasan budidaya ternak sapi potong di Kabupaten Majalengka. Jurnal
Ilmu Ternak. 1 (13) : 24 - 30.

Suretno, N. D. 2016. Evaluasi Kesesuaian Lingkungan Empat Bangsa Sapi


Berdasarkan Kondisi Fisiologis Dan Produktivitas Di Provinsi Lampung.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi).

Wuryanto, I. P.R., L. M. Y. D. Darmoatmodjo, S. Dartosukarno, M. Arifin dan A.


Purnomoadi. 2010. Produktivitas, respon fisiologis dan perubahan
komposisi tubuh pada sapi jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein
berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 331
- 338.

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2011. Penggemukan Sapi Potong Hari Per Hari 3
Bulan Panen. Penebar Swadaya, Jakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Suhu Lingkungan dan Kelembapan Udara


(Mikro).
Hari T. Udara (0C) Rataan T Rh di udara (%) Rataan Rh
ke Pagi Siang Sore Udara (0C) Pagi Siang Sore Udara (%)
1 25,4 26,2 24,1 25,23 90 90 99 93
2 23,3 33,1 27,4 27,93 95 57 85 79
3 24,2 32,1 24,1 26,8 93 60 94 82,3
Rataan 24,3 30,47 25,2 26,65 92,67 69 92,67 84,77
Keterangan : T = Temperatur
Rh = Kelembapan

Lampiran 2. Hasil Pengukuran Suhu Lingkungan dan Kelembapan Udara


(Makro).
Hari T. Udara (0C) Rataan T Rh di udara (%) Rataan Rh
0
ke Pagi Siang Sore Udara ( C) Pagi Siang Sore Udara (%)
1 24,9 26,5 23,4 24,93 99 99 99 99
2 22,8 33 28,1 26,97 99 54 84 79
3 24,1 33,3 25,1 27,5 99 57 99 89,33
Rataan 23,93 30,93 25,53 26,47 99 70 94 89,11
Keterangan : T = Temperatur
Rh = Kelembapan

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Nilai THI (Temperature Humidity Index)


Hari Rataan T Rataan T Rataan Rh THI
0 0
ke Udara ( C) Udara ( F) Udara (%)
1 25,23 77,42 93 76,67
2 27,93 82,28 79 79,47
3 26,8 80,24 82,3 78,07
Rataan 26,65 79,98 84,77 78,07

Perhitungan THI

Hari ke-1.
Diketahui :
t = 77,42 0F
Rh = 93 %
Dijawab :
Rh
THI = T – 0,55 x (1 - ) x (T - 58)
100
Rh
= T – [0,05 (1 - ) × (t - 58)]
100
93
= 77,42 - [0,05 (1 - ) × (77,42 - 58)]
100

= 77,42 - [0,05(1 - 0,93)× (77,42 - 58)]

= 77,42 - [0,05(0,07)× (77,42 - 58)]


= 77,42 - [0,0385 × 19,42]
= 77,42 - 0,74767
THI = 76,67

Hari ke-2.
Diketahui :
t = 82,28 0F
Rh = 79 %
Dijawab :
Rh
THI = T – 0,55 × (1 - ) × (T - 58)
100
Rh
= T – [0,05 (1 - ) × (t - 58)]
100
79
= 82,28 - [0,05 (1 - ) × (82,28 - 58)]
100

= 82,28 - [0,05(1 - 0,79) × (82,28 - 58)]

= 82,28 - [0,05(0,21)× (82,28 - 58)]


= 82,24 - [0,01155 x 24,28]
= 82,24 – 2,80434
THI = 79,47

Hari ke-3
Diketahui :
t = 80,24 0F
Rh = 82,3 %
Dijawab :
Rh
THI = T – 0,55 x (1 - ) x (T - 58)
100
82,3
= 80,24 - [0,05 (1 - ) × (80,24 - 58)]
100

= 80,24 - [0,05(0,177) × (22,24)]

= 80,24 - [0,09735 × 22,24]


= 80,24 – 2,165064
THI = 78,07

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Frekuensi Nafas


Frekuensi Nafas (x/m)
Hari ke Pagi Siang Sore Rataan F. Nafas
(x/m)
1 22,00 25,00 23,00 23,33
2 22,00 29,00 23,00 24,67
3 24,00 31,00 27,00 27,33
Rataan 22,67 28,33 24,33 25,11

Lampiran 6. Hasil Pengukuran Frekuensi Nadi


Frekuensi Nadi (s/m)
Hari ke Pagi Siang Sore Rataan F. Nadi
(s/m)
1 62,00 66,00 93,00 73,67
2 62,00 72,00 65,00 66,33
3 75,00 72,00 81,00 76,00
Rataan 66,33 70,00 79,67 72,00
Lampiran 7. Hasil Perhitungan HTC (Heat Tolerance Index)
Hari ke T. Rektal T. Rektal Index Rataan Rataan Index
o
Siang Pagi ( C) Rhoad T. Rektal F. Nafas Benezra
(oC) (oC) (x/m)
1 38,10 39,35 112,50 38,38 23,33 2,02
2 38,65 37,80 76,50 38,22 24,67 2,07
3 38,20 37,95 22,50 38,07 27,33 2,18
Rataan 38,32 38,37 70,50 38,22 25,11 2,09
Keterangan :
*) Index Rhoad diperoleh dengan rumus:
HTC = 100 – 10 (Tf - Ti)
*) Index Benezra diperoleh dengan rumus:
TB FR
HTC = +
38,3 23
HTC = Heat Tolerance Coeficien
38,3 = Angka standar suhu tubuh sapi (oC) (Arifin dkk., 2013).
Tf =Suhu Tubuh Siang (oC)
23 = Angka standar frekuensi pernapasan sapi/menit (Arifin dkk., 2013).
Ti = Suhu Tubuh Pagi (oC)
TB = Suhu tubuh (oC)
FR = Rataan frekuensi nafas harian (x/m)
100 = Angka efisien sempurna
10 = Konstanta

Perhitungan Index Rhoad

Index Rhoad hari 1


HTC = 100 – 10 (T i - Tf)
HTC = 100 – 10 (39,35-38,1)
= 87,5
Index Rhoad hari 2
HTC = 100 – 10 (Ti - Tf)
HTC = 100 – 10 (37,8 – 38,65)
= 108,5
Index Rhoad hari 3
HTC = 100 – 10 (Ti - Tf)
HTC = 100 – 10 (37,95 – 38,2)
= 102, 5
Perhitungan Index Benezra

Index Benezra hari 1


TB FR
HTC = +
38,3 23
38,38 23,33
HTC = +
38,3 23
= 2,02
Index Benezra hari 2
TB FR
HTC = +
38,3 23
38,65 24,67
HTC = +
38,3 23
= 2,07
Index Benezra hari 3
HTC = 100 – 10 (Tf - Ti)
38,07 27,33
HTC = +
38,3 23
= 2,18
Lampiran 8. Kuisioner Pengelolaan Limbah

KUESIONER PRAKTIKUM
MANAJEMEN LINGKUNGAN PETERNAKAN

Kelas : Peternakan E
Kelompok : 3E
Komoditas : Sapi Potong
Hari/tanggal/bulan : 17 Maret 2018

Jenis limbah Pengelolaan yang sudah dilakukan


Limbah cair (urine dan air sisa Belum dilakukan pengelolaan
pembersihan kandang)
Limbah padat (Feses) Biogas
Limbah sisa pakan Belum dilakukan pengelolaan
Limbah wadah vaksin, suntikan dan sisa Belum dilakukan pengelolaan
alat kesehatan
Lampiran 9. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai