Anda di halaman 1dari 17

BAB I

A. PENGERTIAN PPH YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL


PPH yang bersifat final dan tidak final
 Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar
pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun
berjalan. Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan pembayaran
dimuka atas PPh terutang akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan
tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final mengandung arti bahwa atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan
pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang
dikenakan, baik yang dipotong fihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan
pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang
untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, penghasilan yang dikenakan PPh final ini
tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-
sama dengan penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar
tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
 Sedangkan PPh non final adalah penghasilan yang dikenakan atas obyek lainnya dimana
seluruh penghasilan, selain yang telah dikenakan PPh Final, diakumulasikan selama satu
tahun pajak dan dihitung pajak penghasilannya secara berlapis sesuai pasal 17 UU PPh
No. 36/2008.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, Undang-undang
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-
penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan,
kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat
(2) ini. Namun demikian, ada juga pengenaan PPh final berdasarkan Pasal lain yaitu Pasal 15,
Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh.
Dengan demikian maka penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh
final) ini tidak akan dihitung lagi Pajak Penghasilannya pada SPT Tahunan dengan penghasilan
lain yang non final untuk dikenakan tarif progresssif (pasal 17 UU PPh). Namun atas pelunasan
pemotongan atau pembayaran PPh final tersebut juga bukan merupakan kredit pajak pada SPT
Tahunan.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak perlu digabungkan dengan
penghasilan lain (yang non final) dalam penghitungan Pajak Penghasilan pada
SPT Tahunan.
2. -Jumlah PPh Final yang telah dipotong pihak lain ataupun dibayar sendiri tidak dapat
dikreditkan pada SPT Tahunan.
3. -Biaya-biaya yang digunakan untuk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang pengenaan PPh-nya bersifat final tidak dapat dikurangkan
4. Beberapa kategori penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final)
adalah sebagai berikut:
5. -Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
6. -Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
7. -Penghasilan dari hadiah atas undian
8. -Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan.
9. -Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan.
10. -Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa efek
11. -Penghasilan atas jasa konstruksi
12. -Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri
13. -Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.
14. -Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia
15. -Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap
16. -Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina
17. -Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi
18. -Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha.
19. -Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara
20. -Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di
bursa.
21. -Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang Pribadi dalam negeri.

Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 (Pemotongan Pajak Final)


 Bunga deposito dan jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan diskon
jasa giro, tarif sebesar 20% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131
tahun 2000 dan turunannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK. 04/2001.
 Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota masing-masing,
dengan tarif sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (7) dan turunannya
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2009.
 Bunga dari kewajiban, dengan berbagai tarif dari 0% sampai 20%. Penjelasan lebih
lanjut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009.
 Dividen yang diterima oleh Indonesia Wajib Pajak orang pribadi, tarif sebesar 10%
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 (2c).
 Hadiah lotere / undian, tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 132 tahun 2000.
 Transaksi derivatif dalam bentuk berjangka panjang yang diperdagangkan di bursa,
dengan tarif sebesar 2,5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17
tahun 2009.
 Transaksi penjualan saham pendiri, dan saham non-founder (bukan pendiri), tarif
sebesar 0,5% dan 0,1% masing-masing, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 14 tahun 1997, yang derivatif-nya berupa turunan Menteri Keuangan No
282/KMK.04/1997, yang SE-15/PJ.42/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.
 Jasa konstruksi, dengan berbagai tarif dari 2% sampai 6%. Penjelasan lebih lanjut
dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 dan turunannya
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009.
 Sewa atas tanah dan / atau bangunan, dengan tarif 10% sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1996 dan turunannya Peraturan Pemerintah
Nomor 5 tahun 2002.
 Pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan (termasuk usaha real estate), tarif
sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2008.
 Transaksi penjualan saham atau pengalihan ibukota mitra perusahaan yang diterima
oleh modal usaha, dengan tarif 0,1% sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 4 tahun 1995.

B. JENIS –JENIS PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL
 Berikut adalah beberapa jenis penghasilan yang dikenakan PPh Final sebagai
berikut:

1. Bunga deposito/tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia/Surat Berharga Negara;


2. Bunga/diskonto obligasi;
3. Penghasilan penjualan saham yang diperdagangkan di bursa efek;

 Penghasilan penjualan saham milik perusahaan modal ventura;

4. Penghasilan Usaha Penyalur/Dealer/Agen Produk BBM;


5. Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah/Bangunan;
6. Penghasilan Persewaan atas Tanah/Bangunan;
7. Imbalan Jasa Konstruksi;
8. Perwakilan Dagang Asing;
9. Pelayaran/Penerbangan Asing;
10. Pelayaran Dalam Negeri;
11. Penilaian Kembali Aktiva Tetap;
12. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu

 Perbedaan antara PPh Final dan Tidak Final

Berikut adalah perbedaan mendasar atanara PPh Final (bersifat final) dan tidak final:

1. Dasar pengenaan pajak penghasilan dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan
biaya-biaya untuk memperolehm menagih dan memelihara atau bisa juga disebut dengan
penghasilan netto. Sedangkan untuk PPh Final, dasar penghitungannya adalah
penghasilan bruto tanpa dikurangi biaya-biaya
2. Tarif Pajak PPh final dikenakan dengan tarif umum progresif sesuai pasal 17 Undang-
undang PPh. Sedangkan PPh Final dikenakan tarif tertentu yang diatur dengan peraturan
pemerintah atau keputusan menteri. Contohnya adalah tarif PPh Final PP46 sebesar 1%
dari penghasilan bruto
3. PPh Final yang sudah dipotong oleh pihak lain tidak dapat menjadi kredit pajak pada SPT
Tahunan
4. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final tidak perlu digabung dengan penghasilan
yang dikenakan tarif umum dalam SPT Tahunan
Dasar Hukum

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, dan Pasal 19

1. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995


2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994
3. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013
4. Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 s.t.t.d. Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 2009
7. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 s.t.t.d. Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 2002
8. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 s.t.t.d. Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2008
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009
10. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 250/KMK.04/1995
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001
13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997
14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.04/1994
15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 s.t.d.t.d. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008
16. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996
17. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996
18. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996
19. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002
20. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 543/KMK.03/2002
21. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008
22. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009
23. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 s.t.d.t.d. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 07/PMK.11/2012
24. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.03/2008
25. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 s.t.d.t.d. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013
26. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013
27. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 667 Tahun 2001
28. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 28 Tahun 2009
1.29. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32 Tahun 2013
C. TARIF DAN PEMOTONGAN PPH BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL

Istilah PPh Final dulu pernah disebut PPh rampung. Seolah-olah jika sudah dibayar,
rampung kewajibannya. Yang benar terkait PPh Final adalah metode penghitungan. Ya, PPh
Final terutang didapat dari penghasilan bruto dikalikan tarif. Sedangkan PPh umum di dapat
dari penghasilan neto dikalikan tarif.

Kenapa ada PPh Final? PPh Final merupakan penyederhanaan cara atau metode
penghitungan PPh. Pada umumnya, PPh dihitung dari penghasilan neto. Untuk mendapatkan
penghasilan neto, penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya. Tetapi tidak semua biaya! Ada biaya
yang boleh dikurangkan, ada biaya yang tidak boleh dikurangkan.

Nah, karena untuk menghitung penghasilan neto lebih rumit, beberapa jenis penghasilan
menggunakan PPh Final. Penghitungan PPh terutang disederhanakan menjadi : penghasilan
bruto dikalikan tarif.

Pun tarif di PPh Final pada umumnya flat alias satu saja. Berapapun nominal penghasilan
brutonya, tinggal dikalikan dengan tarif tersebut. Walaupun ada jenis penghasilan tertentu yang
tarif PPh Finalnya progresif. Makin besar nominal, tarifnya makin tinggi.

Ingat! Kewajiban pelaporan di SPT baik untuk PPh umum maupun PPh Final sama saja. Artinya,
walaupun PPh Final sudah dibayar atau dipotong oleh pihak lain, tetapi kewajiban pelaporan di
SPT Tahunan tetap wajib hukumnya.

Pasal 4 ayat (2) Undang-undang PPh merupakan dasar hukum PPh Final. Begini bunyi Pasal 4
ayat (2):

1) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final


2) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
3) penghasilan berupa hadiah undian;
4) penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
5) penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan;
dan
6) penghasilan tertentu lainnya;
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan ketentuan diatas, Undang-undang PPh memberikan kewenangan


kepada pemerintah untuk menentukan jenis-jenis penghasilan mana saja yang dikenakan
PPh Final. Pasal 4 ayat (2) Undang-undang PPh masih menyebutkan “penghasilan
tertentu lainnya”. Artinya, bisa jadi pemerintah kemudian menentukan jenis penghasilan
yang tidak dicontohkan di Pasal 4 ayat (2) huruf a sampai dengan d Undang-undang PPh.

Untuk mencari jenis penghasilan mana saja, kita harus mencarinya di peraturan pemerintah. Hal
ini karena Undang-undang PPh “memberikan kewenangannya” kepada peraturan pemerintah.

Jasa Konstruksi

Penghasilan jasa konstruksi terbagi tiga:

 Perencanaan Konstruksi;
 Pelaksana Konstruksi; dan
 Pengawas Konstruksi.

Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk
bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu
penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan
pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and build).

Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan
pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan
diserahterimakan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2008, besarnya tarif PPh Final atas
penghasilan jasa konstruksi yaitu:

 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
selain Penyedia Jasa diatas;
 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi
yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Kualifikasi usaha di bidang jasa konstruksi diberikan oleh Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK).

Sedangkan pelunasan atas PPh Final jasa konstruksi dapat:

 dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa
merupakan pemotong pajak; atau
 disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong
pajak.

Bunga Deposito, Tabungan, dan Diskonto SBI

Tarif PPh atas penghasilan bunga deposito, tabungan, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia
diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 123 tahun 2015. Peraturan pemerintah ini
mengubah Peraturan Pemerintah nomor 131 tahun 2000 yang sebagian pasalnya masih berlaku.

Berikut kutipannya:

Atas bunga dari deposito dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang dananya bersumber
dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:

 Tarif 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 1
(satu) bulan;
 Tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka
waktu 3 (tiga) bulan;
 Tarif 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka
waktu 6 (enam) bulan; dan
 Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu lebih dari 6
(enam) bulan.

Atas bunga dari deposito dalam mata uang rupiah yang dananya bersumber dari Devisa Hasil
Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan tarif sebagai berikut:

 Tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka
waktu 1 (satu) bulan;
 Tarif 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 3 (tiga)
bulan; dan
 Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto, untuk deposito dengan jangka waktu 6 (enam)
bulan atau lebih dari 6 (enam) bulan.
Atas bunga dari tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia, serta bunga dari deposito
selain dari deposito diatas, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai
berikut:

 Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap; dan
 Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.

Tarif 0% artinya atas penghasilan tersebut tidak dikenai PPh secara nominal. Karena berapapun
nominalnya jika dikalikan dengan tarif 0% akan nihil. Tetapi secara tarif, atas penghasilan
tersebut sudah dikenai PPh. Dalam bahasa awam, tarif 0% artinya bebas pajak.

 Pemotongan pajak tidak dilakukan terhadap:

 bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang
jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp
7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah;
 bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia;
 bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
 bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk
dihuni sendiri.

Hadiah Undian

Pengenaan PPh Final atas penghasilan berupa hadiah undian berdasarkan Peraturan Pemerintah
nomor 132 tahun 2000. Ingat bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi hadiah bukan undian!

Hadiah perlombaan, kuis di media massa, dan kejuaraan olah raga dipotong PPh Pasal 21 dan di
SPT Tahunan penerima penghasilan dilaporkan sebagai PPh umum.

Yang dimaksud dengan hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang diberikan melalui undian. Wajib Pajak penerima penghasilan tidak melakukan usaha yang
bersifat “persaingan”.

Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan adalah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah bruto hadiah undian.

PPh atas hadiah undian wajib dipotong oleh penyelenggara undian.


Bunga Simpanan Anggota Koperasi

Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Final atas penghasilan berupa bunga
simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi adalah:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009;


2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/ 2010.

Koperasi wajib memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final kepada Wajib
Pajak orang pribadi yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan. Kewajiban
memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final tetap dilakukan terhadap
penghasilan dari bunga simpanan yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0% (nol persen).

Bunga dan Diskonto Obligasi

Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Final atas penghasilan berupa bunga
obligasi adalah:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009;


2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.011/2012.

Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan.

Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam
bentuk bunga dan/atau diskonto.

Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak berupa Bunga Obligasi dikenai
PPh Final yang tarifnya dibedakan berdasarkan:

 Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,


 Wajib Pajak luar negeri, dan
 Wajib Pajak reksadana.

Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tarif PPh Final sebesar 15%
(lima belas persen) dari:

 bunga dari Obligasi dengan kupon (dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa
kepemilikan Obligasi);
 diskonto dari Obligasi dengan kupon (dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di
atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan);
 diskonto dari Obligasi tanpa bunga (dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di
atas harga perolehan Obligasi).
Untuk Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, tarif PPh Final sebesar 20% (dua
puluh persen) atau sesuai tarif tax treaty.

Untuk Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan, tarif PPh Final
sebesar:

 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020; dan
 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.

Diskonto Surat Utang Negara

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan
Negara dan Obligasi Negara

Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara yang
berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2008:

Diskonto SPN dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Diskonto SPN adalah selisih lebih antara :

 nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di
Pasar Sekunder; atau
 harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar
Sekunder,
tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.

Besarnya PPh Final atas Diskonto SPN adalah 20% dari diskonto SPN.

Penjualan Saham Pendiri dan Bukan Pendiri di Bursa Efek

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Final atas penghasilan dari transaksi penjualan
saham di bursa adalah:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997

Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari penjualan saham di bursa. Tarifnya 0,1%
dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham.

Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku ketentuan sebagai berikut:
 transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan PPh dengan tarif 0,5%
(setengah persen) dari nilai saham perusahaan sehingga tarif efektifnya menjadi 0,6%;
 dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, maka
nilai saham pendiri ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum
perdana.

Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya selain saham pendiri selain
diatas, atas penghasilan dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan PPh sesuai dengan
tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang PPh.

Penjualan Tanah dan/atau Bangunan

Penjualan atau pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sejak 2016 dipangkas dari tarif 5%
menjadi hanya 2,5% saja.

Tarif baru diatur di Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2016, yaitu:

 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah
Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan;atau
 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah,
badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan
usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.

Tarif PPh Final diatas dikalikan dengan harga jual. Harga jual atau nilai pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan diatur sebagai berikut:

 nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan hak kepada
pemerintah;
 nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang
(Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 beserta perubahannya);
 nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa;
 nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan
istimewa;atau
 nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar,
pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para
pihak.

Persewaan Tanah dan / atau Bangunan

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Final atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017.

Peraturan Pemerintah nomor 34 tahun 2017 mengganti Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun
1996. Tidak ada perubahan tarif. Tapi ada perubahan objek penghasilan.

Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa
tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko,
rumah toko, gudang dan industri.

Tarif PPh yang bersifat final adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan, baik yang
menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan.

Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan merupakan semua jumlah yang
dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau Bangunan yang disewa termasuk :

 biaya perawatan,
 biaya pemeliharaan,
 biaya keamanan,
 biaya layanan (service charge), dan
 biaya fasilitas lainnya.

Biaya-biaya diatas walaupun dibuat perjanjian terpisah dengan sewa gedung tetap dianggap
sebagai sewa.

Termasuk penghasilan sewa yang merupakan objek PPh Final terkait dengan pelaksanaan
perjanjian Bangun Guna Serah, meliputi:

1. penghasilan atas pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna Serah;
2. penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian Bangun Guna
Serah berakhir;
3. penghasilan dalam bentuk Bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan pada
saat perjanjian Bangun Guna Serah berakhir; dan/atau
4. penghasilan lain terkait perjanjian Bangun Guna Serah, termasuk pembayaran terkait bagi
hasil penggunaan Bangunan dan denda perjanjian Bangun Guna Serah.

Uang Pesangon Yang Dibayarkan Sekaligus

Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola
Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk
uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang
pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.

Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah
ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai
berikut :

 sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah);
 sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
 sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
 sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00
(lima ratus juta rupiah).

Sedangkan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:

 sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima
puluh juta rupiah);
 sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).

Ketentuan diatas berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2009.

Penjualan Saham Milik Perusahaan Modal Ventura

Perusahaan modal ventura merupakan wahana pembiayaan yang dapat dimanfaatkan sebagai
sarana pemerataan kesempatan berusaha bagi para pemodal kecil dan menengah termasuk
koperasi, yang pada akhirnya akan membantu perkembangan perekonomian nasiona. Untuk
mendorong pertumbuhan perusahaan modal ventura, pemerintah memberikan tarif spesial untuk
perusahaan modal ventura.

Maka diatur dengan Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 1995 tarif khusus untuk perusahaan
modal ventura.

Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final.

Besarnya tarif PPh Final 0,1% (satu perseribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal.

Syarat untuk memenfaatkan tarif khusus ini:

 merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan
 sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 48/PMK.010/2018, menteri


keuangan mengatur tengan perusahaan kecil dan menengah:

1. perusahaan mikro, kecil, dan menengah adalah perusahaan yang penjualan bersihnya
setahun tidak melebihi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
2. Penyertaan modal perusahaan modal ventura pada setiap perusahaan pasangan usaha
dilakukan selama perusahaan pasangan usaha tersebut belum menjual saham di bursa
efek atau untuk jangka waktu tidak melebihi 10 (sepuluh) tahun.
3. memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.

Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari
perusahaan pasangan usaha, bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan.

F. PERHITUNGAN PPH BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL

Menghitung PPh Final?

Orang yang wajib memahami cara menghitung PPh Final adalah wajib pajak dengan penghasilan
di bawah Rp 4,8 miliar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM,
mereka dengan penghasilan di bawah Rp 4,8 miliar per tahun masuk dalam kategori pelaku
usaha mikro, kecil dan menengah. Oleh karenannya tidak heran jika PPh Final sering disebut
dengan pajak UKM.

Namun, tidak semua pelaku UKM paham cara menghitung pajak yang menjadi kewajiban
mereka. Apalagi untuk menuntaskan kewajiban perpajakannya seperti membayar dan
melaporkan PPh Final. Nah, pada artikel kali ini kita akan membahas topik yang bersifat dasar
namun penting, yakni cara menghitung PPh Final. Untuk memudahkan Anda memahami
perhitungannya, mari kita simak rumus menghitung PPh Final di bawah ini.

Rumus PPh Final

PPh Final adalah jenis pajak yang perhitungannya cukup sederhana. Rumusnya adalah omzet x
tarif PPh Final. Lantas, berapa tarif PPh Final yang berlaku saat ini? Berdasarkan PP Nomor 23
Tahun 2018 tentang PPh Final, tarif yang berlaku adalah 0,5%.

Nah, sekarang Anda sudah mengetahui rumus dan tarif PPh Final. Selanjutnya, mari kita pelajari
contoh kasus perhitungan PPh Final di bawah ini.

Contoh Perhitungan PPh Final

Sebagai contoh, Ibu Olivia adalah seorang pedagang batik dengan berjualan secara online di
marketplace. Usahanya sudah berlangsung selama tiga tahun. Omzet Ibu Olivia setahun terakhir
adalah Rp 160 juta. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Januari Rp 15.000.000 Juli Rp 10.000.000

Februari Rp 11.000.000 Agustus Rp 8.000.000

Maret Rp 13.000.000 September Rp 15.000.000

April Rp 16.000.000 Oktober Rp 13.000.000

Mei Rp 15.000.000 November Rp 17.000.000

Juni Rp 11.000.000 Desember Rp 16.000.000

Jika total omzet usaha Ibu Olivia selama setahun adalah Rp 160 juta, maka berapa pajak terutang
PPh Final Ibu Olivia di masing-masing masa pajak?

Berikut ini perhitungannya:

Rumus = omzet per bulan x tarif PPh Final

PPh Final Januari = 0,5% x Rp 15 juta = Rp 75 ribu

PPh Final Februari = 0,5% x Rp 11 juta = Rp 55 ribu

Demikian seterusnya untuk tiap-tiap masa pajak. Omzet per bulan dikalikan 0,5%. Sehingga,
total pajak yang dibayar oleh Ibu Olivia selama setahun adalah Rp 800 ribu.

Bagaimana? Sekarang Anda sudah jauh lebih paham cara menghitung PPh Final 0,5% kan?
Namun, jika Anda tidak ingin sebuah solusi perhitungan PPh Final otomatis yang juga
memungkinkan Anda untuk langsung membayar PPh Final melalui satu aplikasi, Anda dapat
menggunakan aplikasi OnlinePajak.

Kesimpulan

1. PPh Final wajib dibayarkan bagi wajib pajak individu dan badan yang memiliki omzet di bawah
Rp 4,8 miliar setahun.
2. PPh Final didasarkan atas PP 46/2013 disusun agar pelaku UKM dapat dengan mudah
menghitung pajak tanpa keharusan atas pembukuan yang lengkap.
3. Berdasarkan PP 23/2018 besaran tarif PPh Final adalah 0,5%.
4. Penghitungannya, semua transaksi penjualan per bulan dijumlahkan kemudian dikalikan 0,5 %.
5. PPh Final UKM dilaporkan hanya sekali setiap tahunnya lewat SPT PPh Tahunan orang pribadi
atau badan.
BAB II
A. PENGERTIAN PPH PASAL 21
B. PENGERTIAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21
C. HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PPH PASAL 21
D. PENGERTIAN WAJIB PAJAK
E. HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
F. OBYEK PPH PASAL 21
BAB III
A. PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPH PASAL 21 FINAL
B. PENGHASILAN YANG PPH PASAL 21 NYA DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH
C. PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPH PASAL 21
D. PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN
E. PENGHASILAN YANG TIDAK DIBERIKAN PENGURANGAN
F. TARIF PPH PASAL 21
BAB IV
A.

Anda mungkin juga menyukai