Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Provinsi DKI Jakarta adalah pemerintahan daerah khusus yang berfungsi sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom setingkat
provinsi. Selain sebagai pusat pemerintahan Provinsi DKI Jakarta juga berperan sebagai pusat
perekonomian sehingga pembangunan di DKI Jakarta akan melebihi pembangunan di daerah-
daerah lainnya. Provinsi DKI Jakarta terbagi dalam lima Kota Administrasi dan satu Kabupaten
Administrasi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2017, DKI Jakarta memiliki luas
sekitar 661,52 km² (luas wilayah laut mencapai 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah
10.374.235 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk di DKI Jakarta mencapai 15.366,87 jiwa per
km2 menjadikan DKI Jakarta sebagai provinsi paling padat keenam di Indonesia namun dengan
luas wilayah paling sempit, sehingga membuat penataan ruang di Jakarta harus kompleks
(Cybriwsky dan Ford, 2001: 199). Penataan ruang dan pembangunan di suatu wilayah
diperlukan agar dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan baik fisik maupun non fisik
di masa yang akan datang (Louis Albrechts, 2003: 74). Dalam melakukan penataan ruang tidak
hanya perlu memperhatikan masing-masing hak individu yang melekat, namun juga perlu
memperhatikan batasan-batasan antara bidang tanah individu satu dengan bidang tanah
individu yang lain, namun juga perlu memperhatikan hak-hak individu lain yang saling melekat
seperti fasilitas publik antara lain jalan raya, rel kereta api, saluran air, saluran kabel, dan
sebagainya. Selain itu juga perlu memperhatikan kehidupan makhluk-makhluk lain seperti
tumbuhan dan satwa yang seharusnya hidup berdampingan dengan manusia dengan
menyediakan zona hijau dan zona biru yang memadai. Zona-zona tersebut saling mendukung
satu sama lain sehingga terciptanya tata ruang yang saling berkesinambungan, hal-hal tersebut
telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014.
Pentingnya memiliki bangunan yang disertai izin mendirikan bangunan untuk
menjamin keandalan bangunan, keamanan dari pemilik bangunan dan lingkungan sekitarnya
serta mengatur pemanfaatan ruang dengan baik (Herea dan Ungureanu, 2018: 89). Selain itu
izin mendirikan bangunan adalah sebuah aturan hukum sehingga apabila tidak memiliki atau
melanggar tentunya akan berdampak hukum. Bangunan yang dibangun pada zonasi yang tidak
sebagaimana mestinya (seperti pada zona hijau sebagai habitat dari tumbuh-tumbuhan atau
spesies tertentu untuk melangsungkan hidup dan berfungsi juga sebagai sumber resapan air
tanah) apabila dilangsungkan pembangunan yang tidak sesuai akan berdampak pada

1
2

keseimbangan ekosistem. Sehingga apabila keseimbangan ekosistem tersebut terganggu maka


tentunya ke depan akan terjadi ketidakseimbangan alam seperti tanah longsor di Kalisari,
(Ryana Aryadita Umasugi, 2018) dimana rumah tersebut dibangun pada zona hijau sehingga
kualitas tanah yang seharusnya bisa menyerap air dengan baik menjadi berkurang daya
serapnya dikarenakan fungsi lahan yang digunakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal
ini tentunya akan jauh merugikan ke depannya apabila terus menerus dibiarkan. Peraturan
Daerah Nomor 7 Tahun 2010 mengamanatkan untuk melibatkan peran serta masyarakat dalam
pemantauan dan penjagaan ketertiban. Bagi pelanggar yang tidak memiliki izin mendirikan
bangunan dalam proses pembangunan maka akan dikenai sanksi administratif berupa
peringatan hingga pembongkaran bahkan dapat dikenakan pidana.
Pemberian pelayanan kepada masyarakat atau publik merupakan esensi dari
pemerintahan (Mirwan Karim, 2015). Definisi dari pelayanan publik adalah sebuah layanan
yang disediakan oleh pemerintah atau otoritas yang ditujukan bagi penduduk yang tinggal di
dalam yurisdiksi, secara langsung (melalui sektor publik) atau dengan pembiayaan penyediaan
layanan (Eugene B. McGregor, 1982: 304). Pelayanan publik di Indonesia disajikan oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam
bidang tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup merupakan kewenangan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007
tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dimana pekerjaan
umum dan penataan ruang sebagai urusan pemerintahan konkuren. Peraturan Daerah Nomor 1
Tahun 2014 diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatur pola penataan
ruang dan zonasi di wilayah DKI Jakarta. Penataan ruang yang baik bertujuan untuk
terwujudnya ruang yang menyediakan kualitas kehidupan kota yang produktif dan inovatif,
serta memperkecil dampak pembangunan dan menjaga kualitas lingkungan. Pembangunan di
DKI Jakarta yang sebelumnya tidak diatur zonasinya secara detail maka setelah adanya Perda
tersebut diwajibkan untuk menyesuaikan, dikarenakan banjir, kemacetan, serta tumbuhnya
wilayah kumuh (slump area) dikarenakan tidak adanya pengaturan pemanfaatan ruang (zonasi)
dengan baik. Sydney telah menerapkan sejak tahun 1979, New York City di tahun 1922, serta
Singapura di tahun 1947 (Korlena dkk. 2010: 132) dalam menetapkan peraturan mengenai
rencana tata ruang dan zonasi Penataan ruang dan pembangunan merupakan dua hal yang
berbeda namun saling berkesinambungan,. Pembangunan di wilayah DKI Jakarta diatur dalam
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung, pengaturan
penyelenggaraan bangunan gedung bertujuan untuk:
3

a. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan
gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya;
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan
teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan
kemudahan; dan
c. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Penyelenggaraan bangunan gedung di DKI Jakarta terdiri atas Izin Mendirikan
Bangunan (IMB), Sertifikat Laik Fungsi Bangunan (SLF), bukti kepemilikan bangunan
gedung; dan persetujuan rencana teknis bongkar bangunan gedung yang semuanya diatur
turunannya dalam Peraturan Gubernur Nomor 129 Tahun 2012. Izin Mendirikan Bangunan
gedung (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemilik
bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, dan/atau mengurangi
bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan teknis yang berlaku, IMB
diterbitkan sebelum aktivitas pembangunan, perubahan, serta perluasan dilakukan. Sehingga
setiap aktivitas dalam penyelenggaraan bangunan di DKI Jakarta wajib memiliki administrasi
tersebut. Sebelum melakukan tahapan pembangunan maka masyarakat perlu mengetahui
terlebih dahulu kewajiban-kewajiban yang melekat pada hak-hak atas tanah yang dimiliki yang
didalamnya terdapat hak-hak publik seperti rencana pembangunan jalan dan saluran air oleh
pemerintah, rencana jalur hijau dan ekosistem lainnya, serta zonasi yang tertuang didalam
Ketetapan Rencana Kota (KRK) yang menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan izin
mendirikan bangunan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan peraturan perundang-undangan
mengenai perizinan bangunan dalam rangka memberi perlindungan bagi kepentingan publik
sehingga diperlukan pengetatan dalam tata ruang dan pembangunan, bangunan-bangunan
tersebut harus memenuhi unsur-unsur kemanfaatan, keselamatan, kenyamanan, keseimbangan,
serta keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya. Dengan terpenuhinya unsur-unsur
tersebut sehingga kepentingan masyarakat dapat dilindungi. Selain melakukan sistem kendali
ketat terhadap penataan ruang dan pembangunan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga
melakukan inovasi dalam rangka pemberian kemudahan bagi Warga Jakarta maupun pelaku
bisnis di Jakarta dalam melakukan aktivitas pembangunan, seperti pengintegrasian secara
umum instansi penerbit administrasi perizinan dan non perizinan ke dalam Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (sebelumnya Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
yang sebelumnya tersebar pada masing-masing instansi teknis, apabila sebelumnya masyarakat
untuk dapat mengetahui Ketetapan Rencana Kota maka harus melakukan pengajuan terlebih
4

dahulu pada Dinas Penataan Ruang serta dalam proses pembangunan harus mengajukan Izin
Mendirikan Bangunan pada Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan, maka secara
kemudahan masyarakat tidak perlu pergi ke instansi yang berbeda untuk melakukan pengajuan
IMB sebagai sebuah rangkaian.
Karl Popper berpendapat bahwa pengintegrasian dalam beberapa program menjadi satu
dapat mempermudah untuk pengambilan keputusan selanjutnya (Gerd Gigerenzer, 2017).
Manfaat dari pengintegrasian instansi penerbit administrasi perizinan tentunya dengan lebih
mudah dapat mendeteksi adanya regulasi yang tumpang tindih dibandingkan dengan masing-
masing instansi yang terpisah dan selanjutnya diharapkan dapat mempermudah dan
mempersingkat durasi masyarakat dalam mendapatkan perizinan bangunan (IMB) melalui
deregulasi. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tidak hanya melekat
sebagai sebuah kantor pelayanan perizinan dan non perizinan saja namun juga tersebar ke
masing-masing unit pada tingkat kota/kabupaten administrasi (6 unit), kecamatan (42 unit),
serta kelurahan (267 unit) dengan total sebanyak 316 unit pelayanan dimana masing-masing
unit dapat menerima, memproses, dan menerbitkan berkas sesuai dengan kewenangan
ditambah dengan transboundary baik secara vertikal maupun horizontal maka pelayanan
perizinan dan non perizinan dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan unit pelayanan
terdekat.
Setelah adanya pelayanan terpadu satu pintu dapat diketahui bahwa administrasi
perizinan merupakan sebuah rangkaian yang tersebar di berbagai instansi dan bukan hanya
sekedar output sehingga masyarakat hanya memerlukan hasil akhir bukan hanya sebuah proses
(Arifianto, 2015), oleh sebab itu perlu adanya deregulasi dan inovasi untuk mempermudah dan
mempersingkat rangkaian perizinan bangunan tanpa mengabaikan unsur-unsur keselamatan,
kemanfaatan, keindahan, dan kenyamanan. Visi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu adalah sebagai solusi perizinan Warga Jakarta, sehingga dalam penyelenggaraan
pelayanan memangkas prosedur yang panjang menjadi lebih ringkas dalam satu instansi (Jessi
Carina, 2015). Keluhan umum seperti kewenangan yang hierarkis maupun fungsional dalam
pengajuan administrasi masyarakat hendaknya sudah dapat dieliminasi, karena adanya peran
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu sebagai penengah. Setelah adanya
pengintegrasian maka ditemui berbagai masalah sehingga dihadirkanlah berbagai inovasi
untuk menjadi solusi masyarakat dalam pengajuan administrasi perizinan. Inovasi yang telah
dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam administrasi
perizinan bangunan seperti IMB online, IMB jasa arsitek gratis bagi rumah sederhana dengan
luas dibawah 100 m2, serta IMB 3.0 yaitu IMB 3 jam, selain itu masyarakat dan pelaku bisnis
5

juga dimudahkan dengan inovasi AJIB (Antar Jemput Izin Bermotor) yang memiliki konsep
bukan sekedar sebagai platform antar jemput berkas saja namun juga membawa konsep front
office sehingga pemohon tidak perlu beranjak keluar rumah atau kantor mereka.
Dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan bangunan, pembagian kewenangan
perizinan bangunan (izin mendirikan bangunan) di DKI Jakarta dibagi menjadi 4 klasifikasi
sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 129 Tahun 2012 yaitu tipe A, tipe B, tipe C, dan tipe
D. Hal ini untuk bertujuan untuk mengurangi beban pada Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang berakibat pada durasi penyelesaian izin mendirikan
bangunan, sehingga berbanding lurus dengan tingkat kepuasan masyarakat. Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta mendelegasikan kewenangan tipe-tipe izin mendirikan bangunan yang
lebih kecil pada struktural yang lebih rendah dibawahnya sejalan dengan pemikiran Stoner,
Freeman dan Gilbert, Jr (2000) dalam Sev (2017: 138) untuk berfungsinya organisasi secara
efisien, dikarenakan manajer (jabatan pimpinan tinggi madya) dapat diselesaikan atau
sepenuhnya diawasi semua yang terjadi pada organisasi. Pendelegasian kewenangan dalam izin
mendirikan bangunan dituangkan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 129 Tahun
2012. Berikut ini adalah klasifikasi izin mendirikan bangunan di wilayah DKI Jakarta.
Tabel 1.1 Klasifikasi Izin Mendirikan Bangunan Di Wilayah DKI Jakarta

Klasifikasi Tingkat
Deskripsi Bentuk-bentuk
IMB Kewenangan
Tipe A Provinsi Non hunian kompleks Bangunan tinggi, bangunan cagar
memerlukan sidang pertimbangan budaya, bangunan yang mengubah
bentang alam
Tipe B Kota/Kabupaten Non hunian yang tidak Bangunan komersial, bangunan hunian
Administrasi memerlukan sidang pertimbangan komersial (hotel/kos)
Tipe C Kecamatan Hunian Rumah tinggal

Tipe D Kelurahan Hunian sederhana Hunian dibawah 100 meter

(Sumber: Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 129 Tahun 2012)

Bila mengaitkan antara kepuasan produk dengan kepuasan masyarakat maka produk
atau penawaran akan berhasil jika memberikan nilai dan kepuasan kepada target pembeli begitu
pula dengan sebuah program (Kotler, 2000). Kepuasan dari masyarakat merupakan tingkat
perasaan yang dialami masyarakat tersebut setelah membandingkan antara kinerja pelayanan
yang disajikan dengan harapan dari masyarakat. Menurut Giese dan Cote (2000) komponen
dari kepuasan masyarakat yaitu respons emosional, respons berkaitan dengan fokus tertentu
(harapan, produk, pengalaman konsumsi, dan lain-lain), dan respons terjadi pada waktu
tertentu (setelah konsumsi, setelah pilihan, berdasarkan akumulasi pengalaman, dan lain-lain).
6

Sehingga bila dikaitkan dengan proses dalam pengajuan izin mendirikan bangunan, respons
emosional, harapan masyarakat akan program tersebut akan menjadi solusi bagi masyarakat,
serta waktu penyelesaian dokumen semakin sedikit maka akan semakin membuat masyarakat
puas.
Pemerintah pada dasarnya adalah sebuah organisasi yang berada pada lingkungan yang
penuh dengan perubahan, sehingga target-target yang ada seharusnya bersifat dinamis. Untuk
beradaptasi dengan lingkungan tersebut maka organisasi harus melakukan perubahan-
perubahan (inovasi) dalam keberlangsungannya (Foster dan Kaplan, 2001 dalam Dyer dan
Shafer, 2003). Inovasi-inovasi yang dihadirkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dimana untuk memperingkas
tahapan serta persyaratan dalam pengajuan izin mendirikan bangunan adalah untuk
menghadirkan kemudahan bagi masyarakat. Hal ini senada dengan asas kecepatan,
kemudahan, keterjangkauan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik, namun dengan tidak mengesampingkan asas akuntabilitas. Menurut Utrecht, izin
(vergunning) merupakan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih
juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal
konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut
bersifat suatu izin (Adrian Sutedi, 2011:167 dalam Cahyani 2018). Sehingga perizinan
berkaitan dengan pembatasan yang juga berkaitan dengan syarat dan ketentuan yang
diterapkan. Berikut ini adalah inovasi-inovasi yang telah dihadirkan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Tabel 1.2 Inovasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dalam Pelayanan Bangunan

No Inovasi Ketentuan Khusus


1 Izin Mendirikan 1. Luas Tanah Maksimal 100 m2 pada tingkat kelurahan
Bangunan Dengan Jasa 2. Luas Tanah dari 100 m2 hingga 200 m2 pada tingkat kecamatan
Arsitek Gratis 3. Dibangun pada tanah kosong
2. IMB 3.0 (IMB 1. Luas Tanah Maksimal 100 m2 pada tingkat kelurahan
2. Luas Tanah dari 100 m2 hingga 200 m2 pada tingkat kecamatan
3. Dibangun pada tanah kosong

(Sumber: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu)

Apabila melihat dari ketentuan khusus yang ada pada tabel 1.2 maka regulasi tersebut
seharusnya dapat diterapkan pada izin mendirikan bangunan tipe C dan D. Berbagai inovasi
yang dihadirkan tentunya bertujuan untuk memberikan solusi atas permasalahan di masyarakat
sehingga masyarakat dapat memperoleh izin mendirikan bangunan dan mengurangi
kepemilikan bangunan tanpa adanya izin mendirikan bangunan yang tentunya dapat merugikan
7

masyarakat sendiri. Namun dalam implementasinya banyak bangunan yang terbangun dengan
tidak memperhatikan peraturan-peraturan tersebut. Dikutip dari Indopos jumlah bangunan
yang melanggar izin di Jakarta jumlahnya mencapai 20.000 (Muhammad Izzul Mutho, 2018).
Bangunan-bangunan yang melanggar tersebut terdiri atas bangunan hotel dan perkantoran
sebanyak 178 gedung, sedangkan sisanya adalah perumahan. Pelanggaran dikategorikan tidak
memiliki izin mendirikan bangunan maupun menyalahi izin mendirikan bangunan. Berikut ini
adalah sebab dari masyarakat malas untuk mengurus izin mendirikan bangunan.

Kewajiban
dalam KRK

Biaya Arsitek
Regulasi yang
yang dianggap
berbelit
tidak murah

Malas
Belum urus
bukti
Urus IMB Ketidakpastian
kepemilikan
tanah Rumah waktu
penyelesaian

Lokasi
pengajuan Tahapan yang
yang tidak tumpang tindih
terintegrasi

Gambar 1.1 Sebab Masyarakat Malas Untuk Mengurus Izin Mendirikan Bangunan
Hunian di DKI Jakarta
(Sumber: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu)

Bila melihat dari gambar 1.1 biaya arsitek dalam membangun rumah tinggal bagi
masyarakat dianggap memberatkan. Menyadari permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta telah memberikan solusi berupa program izin mendirikan bangunan dengan jasa
arsitek gratis bagi rumah tinggal yang diluncurkan oleh Gubernur DKI Jakarta pada Januari
2016 (Ghoida Rahmah, 2016). Berikut ini adalah data pengajuan izin mendirikan bangunan di
DKI Jakarta pada tahun 2017 melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu.
8

Tabel 1.3 Data Izin Mendirikan Bangunan Per Wilayah Administratif Tahun 2017

Wilayah administratif IMB tipe A IMB tipe B IMB tipe C IMB tipe D

Jakarta Pusat 0 487 779 9


Jakarta Timur 193 434 2378 121
Jakarta Selatan 0 799 2016 79
Jakarta Barat 1 346 1945 68
Jakarta Utara 0 490 1994 110

(Sumber: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu)

Data diatas merupakan jumlah perizinan bangunan yang memenuhi persyaratan


pengajuan izin mendirikan bangunan sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 129 Tahun
2012, untuk pengajuan izin mendirikan bangunan yang dikategorikan hunian atau rumah
tinggal (bukan hunian vertikal seperti apartemen) dikategorikan izin mendirikan bangunan tipe
C dan D untuk Jakarta Timur berjumlah 2499, Jakarta Utara berjumlah 2104, Jakarta Selatan
berjumlah 2095, Jakarta Barat berjumlah 2013, dan Kepulauan Seribu berjumlah 788. Berikut
ini dibawah adalah data tabel jumlah warga yang mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan dengan jasa arsitek gratis dan izin mendirikan bangunan 3.0 sebagai inovasi untuk
masyarakat dalam pengajuan izin mendirikan bangunan di DKI Jakarta sesuai dengan
ketentuan Surat Edaran Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
nomor 31/SE/2016 dan 70/SE/2016.

Tabel 1.4 Jumlah Warga Yang Mengakses Program Izin Mendirikan Bangunan
Dengan Jasa Arsitek Gratis Dan Program Izin Mendirikan Bangunan 3.0 Tahun 2017

Wilayah Administrasi Program IMB jasa arsitek gratis Program IMB 3.0
Jakarta Pusat 16 8
Jakarta Timur 6 10
Jakarta Selatan 6 10
Jakarta Barat 5 8
Jakarta Utara 1 6
Kepulauan Seribu 7 0

(Sumber: Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu)

Berdasarkan tabel 1.3 dan tabel 1.4 terdapat kesenjangan antara jumlah permohonan
izin mendirikan bangunan tipe C dan D yang masuk dengan jumlah izin mendirikan bangunan
dengan jasa arsitek gratis pada masing-masing wilayah di lima Kota Administrasi dan satu
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Jumlah permohonan tersebut merupakan
permohonan yang telah memenuhi persyaratan dan ketentuan yang tertuang di dalam Surat
9

Edaran Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu nomor 31/SE/2016
dan 70/SE/2016.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan pada Dinas Penanaman Modal
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang sesuai visinya berfungsi sebagai solusi pelayanan
perizinan Warga Jakarta, sehingga terobosan-terobosan yang ditawarkan bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat dalam pengajuan izin
mendirikan bangunan. Namun setelah diluncurkannya terobosan-terobosan tersebut,
masyarakat masih kesulitan dalam mengakses pengajuan terobosan-terobosan izin mendirikan
bangunan yang telah dihadirkan, sehingga terobosan-terobosan tersebut perlu ada
penyempurnaan agar masyarakat dapat mengakses solusi yang ditawarkan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat digambarkan bahwa pengajuan izin
mendirikan bangunan tipe C dan tipe D yang seharusnya dapat masuk dalam kriteria izin
mendirikan bangunan dengan jasa arsitek gratis atau izin mendirikan bangunan 3.0 tergolong
rendah. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagai pintu masuk
perizinan terintegrasi meluncurkan inovasi-inovasi pelayanan izin mendirikan bangunan
bertujuan untuk memberikan kemudahan masyarakat dalam pengurusan administrasi
perizinan, namun inovasi tersebut belum menjadikan solusi masyarakat dalam pengurusan izin
dalam bidang pembangunan. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Terobosan-terobosan kemudahan yang disajikan oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dalam bentuk program izin mendirikan bangunan dengan jasa arsitek gratis
belum dijadikan alternatif bagi masyarakat untuk mengatasi permasalahan
perizinan bangunan.
2. Adanya indikasi dalam penyusunan terobosan kemudahan dalam bentuk izin
mendirikan bangunan dengan jasa arsitek gratis tidak melibatkan masyarakat
sebagai penerima manfaat
3. Syarat-syarat dan ketentuan yang diterapkan sebagai sebuah terobosan-terobosan
kemudahan dalam pengajuan izin mendirikan bangunan di Jakarta Pusat dianggap
memberatkan masyarakat dalam mengajukan izin mendirikan bangunan
Berdasarkan latar belakang permasalahan, terdapat kesenjangan jumlah permohonan
izin mendirikan bangunan di lima Kota Administrasi dan satu Kabupaten Administrasi
10

Kepulauan Seribu pada tipe C dan tipe D, kategori tersebut seharusnya dapat memenuhi
persyaratan bagi izin mendirikan bangunan dengan jasa arsitek gratis.

1.3 PERTANYAAN PENELITIAN


1. Mengapa Warga DKI Jakarta belum banyak memanfaatkan inovasi dari izin
mendirikan bangunan dengan jasa arsitek gratis?
2. Bagaimana evaluasi program izin mendirikan bangunan dengan jasa arsitek gratis
diterapkan pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Provinsi DKI Jakarta ditinjau dari konsep evaluasi program CIPP D.L.
Stufflebeam?

1.4 TUJUAN PENELITIAN


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan solusi atas permasalahan
pada masyarakat dalam pengajuan izin mendirikan bangunan yang telah dikemukakan pada
pokok permasalahan, yaitu :
1. Menjelaskan hal-hal yang menjadi penyebab pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dengan jasa arsitek gratis di DKI Jakarta belum dapat dimanfaatkan
masyarakat dengan baik.
2. Menganalisis evaluasi program Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan jasa
arsitek gratis pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Provinsi DKI Jakarta ditinjau dari konsep evaluasi program CIPP D.L.
Stufflebeam.

1.5 SIGNIFIKANSI HASIL PENELITIAN


Manfaat penelitian yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini meliputi:
a. Signifikansi akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian mengenai faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi tidak berjalannya suatu program, terutama fleksibilitas
program yang berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat yang sifatnya
majemuk. Fleksibilitas berkaitan dengan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi
masyarakat untuk mendapatkan akses dalam sebuah program.
b. Signifikansi praktis
Penelitian ini diharapkan sebagai masukan untuk menjadi pertimbangan bagi
lembaga atau otoritas pelayanan administrasi perizinan untuk mengkaji fleksibilitas
11

dari persyaratan dan ketentuan dalam pelayanan perizinan. Persyaratan dan


ketentuan diterapkan untuk memenuhi prosedur hukum namun bukan berarti
membatasi akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai