Anda di halaman 1dari 12

TUGAS SEDIMENTOLOGI LAUT

PAPER DEBRIS FLOW DAN TURBIDITY CURRENT


Untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Sedimentologi

Disusun oleh:

Azizah Anis Ashilah

26050117130053

Oseanografi C

Dosen Pengampu:

Ir. Baskoro Rochaddi, MT

NIP.196503131992031001

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sedimentologi adalah studi tentang proses-proses pembentukan, transportasi dan


pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen di dalam lingkungan kontinen dan
laut hingga membentuk batuan sedimen. Konsep interpretasi batuan dalam proses modern
menjadikan sedimentologi adalah cabang yang berbeda dalam ilmu geologi. Material sedimen
secara alami sangat bervariasi dari asal usul, ukuran, bentuk dan komposisi. Dalam
sedimentologi, dikenal beberapa fenomena yang terjadi seperti Debris Flow dan Turbidiry
Current.

Salah satu fenomena sistem kompleks yang secara nyata dapat disaksikan adalah bencana
alam aliran debris (Debris Flow). Debris Flow merujuk pada percampuran material klastis yang
termasuk batuan besar dan kayu. Makna lainnya mendefinisikan Debris Flow sebagai aliran
sedimen dan percampuran air yang menyerupai bentuk aliran kontinu dan dipengaruhi oleh
gaya gravitasi. Debris Flow bergerak dengan sangat cepat dan biasanya terjadi di daerah yang
berlereng curam dimana runtuhan berpeluang terjadi dan intensitas hujan di daerah tersebut
tinggi. Debris Flow bisa juga terkombinasi dengan jatuhan salju sehingga konsentrasi alirannya
semakin tinggi. Aliran Debris Flow biasanya terdeposit di area fan, lokasi dimana sudut
kemiringan menurun secara progressif. Sedangkan turbidity current adalah salah satu tipe dari
arus kerapatan (density current), dimana arus bergerak secara gaya berat, karena adanya
perbedaan kerapatan antara arus dengan cairan di sekeliingnya, yang disebabkan oleh adanya
dispersi sedimen pada suatu tempat, dimana sedimen banyak terakumulasi karena adanya faktor
pemicu seperti gempa bumi, tsunami, dan lain-lain, mulai bergerak dan meluncur secara tiba-
tiba ke arah bawah cekungan.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian turbidity current
2. Mengetahui pengertian Debris Flow
II. PEMBAHASAN

2.1 Debris Flow


Arus Debris atau aliran lumpur merupakan pergerakan menuruni lereng dari material-
material yang dialiri oleh air intergranular. Air bercampur dengan partikel-partikel kecil
yang berperilaku seperti cairan yang kental; partikel-partikel yang lebih besar ada pada arus
dengan kemampuan mengapungnya dan dengan kekentalan yang tinggi, menghasilkan
kekuatan, atau kekohesifan dari fase fluida daripada dengan turbulensi atau tekanan
dispersifatau daya angkat hidrodinamik. Reverse grading merupakan karakteristik dari
lapisan basal dari endapan arus debris, ini dikarenakan tegangan yang melemah dari
sedimen lempung di arus semacam itu, menjadi kehilangan kekuatan bahwa lumpur
lempung menopang pada deformasi. Arus debris yang lain berasal dari bawah air.
Hubungan antara ukuran klastik maksimum dan ketebalan dari aliran massa dapat
berfungsi untuk membedakan antara kohesif arus debris dan kohesi dari aliran butiran.
Terdapat arus kohesif dengan hanya sedikit lumpur dan arus berlumpur yang kurang
kohesi (lebih jauh lagi, lumpur dapat dicuci ke dalam atau luar dari endapan gravel).
Aliran debris merupakan suatu fenomena dari gerakan sedimen yang berada di tebing
gunung atau pada lembah dengan kemiringan lebih dari 15° dan disebabkan oleh hujan di
daerah torrent atau akibat salju. Aliran air yang bercampur batu, tanah, pasir dan batang kayu
mengalir dengan kecepatan tinggi dan mempunyai daya rusak yang besar. Bencana aliran debris
sangat berbahaya dapat merusak rumah, sawah, jalan dan bangunan lain bahkan menghilangkan
jiwa manusia. Meskipun berbagai cara komputer telah diterapkan pada penelitian gerakan
tanah, pada saat ini belum dapat diperoleh cara setepat-tepatnya yang dapat memenuhi
persyaratan untuk keperluan pelaksanaan bangunan teknik. Untuk lingkungan yang lebih
longgar, pada asasnya masalah peramalan gerakan tanah didekati dengan memanfaatkan
gagasan. Gerakan tanah paling sedikit dikuasai oleh lima peubah/variabel, yaitu antara lain:
batuan, lereng, penggunaan lahan, curah hujan dan gempa.
Adapun untuk mencegah atau mengurangi bencana aliran debris dibentuklah Bangunan
Sabo, antara lain bangunan dam penahan sedimen (check dam), konstruksi ”gravity sabo dam”
dari beton, pasangan batu dan dam terbuka baja (open dam steel). Konstruksi ini cukup mahal
dan memerlukan waktu lama dalam pembangunannya pada seluruh daerah yang diperkirakan
akan mendapat bahaya dari aliran debris.
Salah satu fenomena sistem kompleks yang secara nyata dapat disaksikan adalah bencana
alam aliran debris (Debris Flow). Debris Flow merujuk pada percampuran material klastis yang
termasuk batuan besar dan kayu (Julien dan Leon). Makna lainnya mendefinisikan Debris Flow
sebagai aliran sedimen dan percampuran air yang menyerupai bentuk aliran kontinu dan
dipengaruhi oleh gaya gravitasi (Takahashi, 2007). Debris Flow bergerak dengan sangat cepat
dan biasanya terjadi di daerah yang berlereng curam dimana runtuhan berpeluang terjadi dan
intensitas hujan di daerah tersebut tinggi. Debris Flow bisa juga terkombinasi dengan jatuhan
salju sehingga konsentrasi alirannya semakin tinggi. Aliran Debris Flow biasanya terdeposit di
area fan, lokasi dimana sudut kemiringan menurun secara progressif (Berti dan Simoni, 2013).
Di Indonesia, Debris Flow dikenal dengan banjir bandang.
Debris Flow adalah bentuk gerakan massa yang cepat di mana campuran tanah yang
gembur, batu, bahan organik, udara, dan air bergerak seperti bubur yang mengalir pada suatu
lereng. Debris Flow biasanya disebabkan oleh aliran permukaan air yang intens, karena hujan
lebat atau pencairan salju yang cepat, yang mengikis dan memobilisasi tanah gembur atau
batuan pada lereng yang curam.

Sumber Aliran Debris


1. Hujan yang deras
Pada waktu musim hujan dengan hujan yang deras di daerah hulu, akan terjadi pula aliran
yang besar dan akan membawa atau mengangkut rombakan dari longsoran tersebut ke
daerah yang lebih rendah/hilirnya. Yang patut diwaspadai pada kondisi ini adalah apabila
musim hujan, curah hujan 70 mm/jam, jika ada gejala-gejala seperti : hujan turun, tetapi
air sungai surut dan ada beberapa batang pohon dan kayu yang hanyut di sungai.
2. Longsoran
Terjadinya longsoran-longsoran pada tebing yang terjal (misalnya tebing-tebing sungai
yang terjal), sehingga terjadi pembendungan pada sungai, yang merupakan kolam/empang.
Akibat hujan, tekanan air terus bertambah, maka akan mengakibatkan terjadinya limpas
atau bobol, bila pembendungan tersebut tidak kuat menahan air (tekanan air), sehingga
terjadi banjir bersama-sama rombakan tersebut.
3. Letusan gunung berapi
Indonesia terletak pada deretan zona vulkanik aktif Trans Asiatik dan Sirkum Pasifik yang
merupakan sumber bencana alam aliran debris. Adanya aktivitas gunung berapi
menyebabkan timbunan bebatuan dan tanah di atas gunung menjadi runtuh dan akan terus
turun bersama air hujan melalui aliran sungai dan menjadi aliran debris. Terjadinya letusan
gunung api, magma yang keluar dari kepundan/kawahnya merupakan rombakan batuan-
batuan, sehingga terjadi akumulasi rombakan di daerah hulu. Bila terjadi hujan di daerah
timbunan atau sebelah hulunya dan tergantung besar kecilnya curah hujan tersebut, maka
akan terjadi proses gerakan debris/rombakan.
4. Gempa bumi
Gempa bumi dapat disebabkan oleh kegiatan gunung api dan gerakan patahan bumi.
Adanya gempa bumi menyebabkan tanah bergetar, sehingga timbunan bebatuan dan tanah
di atas gunung menjadi runtuh dan akan terus turun bersama air hujan melalui aliran sungai
dan menjadi aliran debris.

2.2 Turbidity Current

Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity
current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang memiliki suspensi sedimen
dan mengalir pada dasar tubuh cairan, karena mempunyai kerapatan yang lebih besar daripada
cairan tersebut (Keunen dan Migliorini, 1950).
Ciri-ciri endapan Turbidit : Endapan turbidit mempunyai karakteristik tertentu yang
sekaligus dapat dijadikan sebagai ciri pengenalnya. Namun perlu diperhatikan bahwa ciri itu
bukan hanya berdasarkan suatu sifat tunggal sehingga tidak bisa secara langsung untuk
mengatakan bahwa suatu endapan adalah endapan turbidit. Hal ini mengingat bahwa banyak
struktur sedimen tersebut, yang juga berkembang pada sedimen yang bukan turbidit (Keunen,
1964).

Karakteristik endapan turbidit pada dasarnya dapat dikelompokan ke dalam dua bagian
besar berdassarkan litologi dan struktur sedimen, yaitu :
1. Karakteristik Litologi
- Terdapat perselingan tipis yang bersifat ritmis antar batuan berbutir relatif kasar
dengan batuan yang berbutir relatif halus, dengan ketebalan lapisan beberapa
milimeter sampai beberapa puluh centimeter. Umumnya perselingan antar batupasir
dan serpih. Batas atas dan bawah lapisan datar, tanpa adanya penggerusan (scouring).
- Pada lapisan batuan berbutir kasar memiliki pemilahan buruk dan mengandung
mineral-mineral kuarsa, feldspar, mika, glaukonit, juga banyak didapatkan matrik
lempung. Kadang-kadang dijumpai adanya fosil rework, yang menunjukan lingkungan
laut dangkal.
- Pada beberapa lapisan batupoasir dan batulanau didapatkan adanya fragmen
tumbuhan.
- Kontak perlapisan yang tajam, kadang berangsur menjadi endapan pelagik.
- Pada perlapisan batuan, terlihat adanya struktur sedimen tertentu yang menunjukan
proses pengendapannya, yaitu antara lain perlapisan bersusun, perlapisan sejajar,
perlapisan bergelombang, konvolut, dengan urut-urutan tertentu.
- Tak terdapat struktur sedimen yang memperlihatkan ciri endapan laut dangkal maupun
fluvial, antara lain pengerukan, silang siur, dll.
- Sifat-sifat penunjukan arus , memperlihatkan pola aliran yang hampir
- seragam saat suplai terjadi.
2. Karakteristik Struktur sedimen
Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu ciri yang penting
adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus turbid memberikan karakteristik
sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur sedimen hasil mekanisme arus turbid, salah
satunya karakteristik genetik dari Selly (1969). Selly (1969) mengelompokan struktur sedimen
menjadi 3 berdasarkan proses pembentukannya :
o Struktur Sedimen Pre-Depositional
Merupakan struktur sedimen yang terjadi sebelum pengendapan sedimen, yang
berhubungan dengan proses erosi oleh bagian kepala (head) dari suatu arus turbid
(Middleton, 1973). Umumnya pada bidang batas antara lapisan batupasir dan serpih.
Beberapa struktur sedimen yang antara lain flute cast, groove cast.
o Struktur Sedimen Syn-Depositional
Struktur yang terbentuk bersamaan dengan pengendapan sedimen, dan merupakan
struktur yang penting dalam penentuan suatu endapan turbidit. Beberapa struktur
sedimen yang penting diantaranya adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar dan
perlapisan bergelombang.
o Struktur Sedimen Post-Derpositional
Struktur sedimen yang dibentuk setelah terjadi pengendapan sedimen, yang umumnya
berhubungan dengan proses deformasi. Salah satunya struktur pembebanan. Sam
Boggs (1995) mengklasifikasikan struktur sedimen dengan menghubungkan struktur
stratifikasi dan bentuk dasar. Struktur stratifikasi dibagi menjadi 4 : Bedding dan
lamination, Bedforms, Cross lamination, dan Irregular stratification.

Arus turbidit adalah arus yang memiliki laju yang kuat. Hal ini disebabkan oleh jatuhan
batuan yang berasal dari lereng. Umumnya arus turbidit terjadi pada bagian dalam danau, laut
dll. Arus yang kuat inilah yang membuat bagian dalam pengendapan terdapat struktur graded
bedding karena arus ini membawa material material yang memiliki ukuran yang besar.
Arus turbidit ini dipengaruhi oleh gaya deformasi yang menyebabkan terjadinya gempa
sehingga dapat membuat material material yang terdapat pada lereng dapat jatuh dan akibat
gaya gravitasi, material tadi jatuh dengan kekuatanan yang besar. Arus turbidit terjadi secara
tiba-tiba dan fenomena yang singkat. Arus ini dapat juga terbentuk saat pasir dan lumpur yang
terjadi pada daerah continental shelf dan slope yang terlepas dan bisa juga terbentuk oleh badai.
Gaya deformasi yang membuat terjadinya arus turbidit ini menyebabkan juga terjadinya pull
apart basin atau membelahnya suatu lempeng benua sehingga menyebabkan terjadinya danau.
Arus turbidit ini menghasilkan perselingan tipis yang bersifat ritmis antara batuan berbutir
kasar dan batuan berbutir halus dengan ketebalan lapisan beberapa milimeter sampai dengan
ketebalan puluhan sentimeter. Umumnya perselingan ini terjadi pada batupasir dan batuserpih
atau bisa juga pada batupasir dan batulempung. Batas atas dan bawah terbentuk lapisan datar
tanpa memiliki adanya penggerusan.

Sistem Arus Turbid


Pergerakan aliran sedimen oleh adanya sistem arus turbid menurut Middleton dan
Hmapton (1973) dalam Kusumadinata (1980) adalah sebagai berikut:
a. Turbidity Current (Arus Turbid)
Arus turbidit merupakan arus cepat yang bergerak menuruni lereng berdasarkan
densitasnya yang tinggi relatif terhadap fluida, densitas yang tinggi ini dikarenakan
partikel yang melimpah di dalam suspensi. Arus turbidit terjadi secara tiba-tiba dan
fenomena yang singkat, banyak juga yang dipicu oleh gempa bumi maupun badai
di lautan. Arus turbidit bisa melakukan perjalanan ribuan kilometer menuruni lereng
lautan. Arus turbidit seperti proses besar yang tak terlihat dari proses transportasi dan
pengendapan sedimen marin. Arus turbidit yang baru saja terjadi, memberikan
waktu dan jarak yang cukup, berkembang menjadi gerakan cepat, massa yang
bergerak turbulen memiliki kepala (head), tubuh (body), dan ekor (tail), kepala
menjadi bagian yang paling tebal dalam arus turbidit, tubuh memiliki ketebalan
seragam, dan ekor menjadi bagian yang mengurangi ketebalan dan konsentrasi
sedimen. Gelombang dasar merupakan gerakan cepat suspensi butiran dalam udara,
dibentuk oleh letupan, bagian dari energi dari letupan menjadi tertransportasi
dengan cepat dalam atmosfer, sepanjang permukaan, dan jauh dari titik nol. Ini
serupa dengan arus turbidit. Gelombang dasar berhubungan dengan ledakan nuklir,
letusan gunung berapi, dan pengaruh jatuhnya meteor.
b. Fluidizes Sediment Flow (Aliran Sedimen yang Terfluidakan)
Arus sedimen fluida hasil dari pelepasan intergranular fluida atas, di mana sesaat
menyokong butiran melawan gaya gravitasi dan juga hasil dalam agregat butiran
dengan kekuatan yang lemah. Aliran cair, di mana sedimen mengendap melalui
pori dari fluida tersebut, yang sebagai hasilnya, sedimen hanya menyokong
sebagian pergerakan ke atas dari pori-pori fluida.
c. Grain Flow (Aliran Butir)
Aliran butir dipertahankan oleh tekanan dispersif, yang di mana dikarenakan
momentum perubahaninteraksi antar butir. Lapisan granular yang bebas merupakan
Tekanan Geser (T) dan Tekanan Normal (N), menjadi tangensial dan komponen
normal dari tekanan berat. Kedua tekanan tersebut dikombinasikan menjadi sudut
friksi internal, α, tan α = T/N. Butiran kasar mengalir lebih cepat dan lebih tebal
daripada butiran halus. Tipe aliran butiran pasir ketebalannya kurang dari 2 sentimeter
dan mempunyai kecepatan kurang dari 1 meter per detik. Butiran subaqueous
mengalir dengan ketebalan kurang dari beberapa sentimeter. Aliran butiran yang
tidak turbulen atau hanya sedikit turbulen tidak ada pencampuran yang cukup di antara
lapisan yang lebih dalam di dalam arus dan lapisan dangkal. Butiran yang lebih
besar muncul untuk bermigrasi ke puncak dari aliran, memungkinkan efek saringan
kinetik, jadi disebut reverse grading (perlapisan terbalik).
d. Debris Flow (Aliran Lumpur)
Arus Debris atau aliran lumpur merupakan pergerakan menuruni lereng dari
material-material yang dialiri oleh air intergranular. Air bercampur dengan partikel-
partikel kecil yang berperilaku seperti cairan yang kental; partikel-partikel yang
lebih besar ada pada arus dengan kemampuan mengapungnya dan dengan kekentalan
yang tinggi, menghasilkan kekuatan, atau kekohesifan dari fase fluida daripada
dengan turbulensi atau tekanan dispersifatau daya angkat hidrodinamik. Reverse
grading merupakan karakteristik dari lapisan basal dari endapan arus debris, ini
dikarenakan tegangan yang melemah dari sedimen lempung di arus semacam itu,
menjadi kehilangan kekuatan bahwa lumpur lempung menopang pada deformasi.
Arus debris yang lain berasal dari bawah air. Hubungan antara ukuran klastik
maksimum dan ketebalan dari aliran massa dapat berfungsi untuk membedakan
antara kohesif arus debris dan kohesi dari aliran butiran. Terdapat arus kohesif
dengan hanya sedikit lumpur dan arus berlumpur yang kurang kohesi (lebih jauh
lagi, lumpur dapat dicuci ke dalam atau luar dari endapan gravel).

Erosi di Dalam Rangkaian Turbidit

Struktur sedimen di atas dasar turbidit adalah hal umum. Aliran turbulen yang kuat
menggerus hingga ke sedimen yang mendasarinya ketika aliran ini melintas di atasnya dan
menghasilkan flute mark dan groove dan fitur erosi lainnya. Fitur ini petunjuk paleocurrent
yang berguna di dalam endapan turbidit. Penggerusan mungkin cukup kuat untuk memindahkan
keseluruhan bagian atas lapisan yang terendapkan sebelumnya, khususnya di bagian aliran yang
lebih proximal dimana energi turbulennya merupakan yang tertinggi. Oleh karena itu
kemungkinan ketiadaan divisi ‘d’ dan ‘e’ karena erosi ini. Sedimen yang tererosi mungkin
tertransportasikan menjadi endapan yang menutupi sebagai klastik lumpur.
Waktu dan Arus Turbidit
Arus turbidit adalah peristiwa aliran individual. Arus ini terjadi dengan periode waktu
geologi yang sangat pendek, dengan hampir semua pengendapan terjadi dalam beberpa jam
sampai beberapa hari. Faktanya, dalam konteks waktu geologi endapan turbidit berlangsung
sejenak. Waktu yang diperlukan untuk lapisan tipis dari sedimen suspensi agar terendapkan di
bagian teratas turbidit berlangsung lebih lama (bulanan hingga ratusan tahun).
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Arus turbidit merupakan arus cepat yang bergerak menuruni lereng
berdasarkan densitasnya yang tinggi relatif terhadap fluida, densitas yang tinggi ini
dikarenakan partikel yang melimpah di dalam suspensi.
2. Debris Flow adalah bentuk gerakan massa yang cepat di mana campuran tanah yang
gembur, batu, bahan organik, udara, dan air bergerak seperti bubur yang mengalir pada
suatu lereng.
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, M. R. (2018). Geologi Dan Studi Endapan Turbidit Formasi Penosogan Daerah
Karanggayam Dan Sekitarnya, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen,
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Online Mahasiswa (Jom) Bidang Teknik Geologi, 1(1).

Kneller, B. (2010). Turbidity Currents And Their Deposits Turbidity Currents And Their
Deposits.

Purqon, A. (2016). Pemodelan Aliran Debris Flow Untuk Analisis Potensi Longsoran Studi
Kasus : Pegunungan Fishhwa, California. 6–10.

Rustan, R., & Purqon, A. (2016). Pemodelan Aliran Debris Flow Untuk Analisis Potensi
Longsoran Studi Kasus: Pegunungan Fishhwak, California. Journal Online Of
Physics, 2(1), 6-10.

Rustan, R., & Jambi, U. (2019). Pemodelan Aliran Debris Flow Untuk Analisis Potensi
Longsoran Pemodelan Aliran Debris Flow Untuk Analisis Potensi Longsoran Studi
Kasus : Pegunungan Fishhwak , California. 5–10.

Yuskar, Y., Riau, U. I., & Choanji, T. (2016). Sedimentologi Dasar. 3(2).

Anda mungkin juga menyukai