KELOMPOK 2 :
I. SONI SETIAWAN
II. INA DANIATI
III. DARMAN LAIA
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini akan dipaparkan hal-hal seputar tentang sejarah kehidupan musa
dalam Alkitab Ibrani, dan perjanjian lama di Alkitab Kristen. Semua bagian tersebut akan diuraikan
secara lengkap dibawah ini.
A. Latar Belakang
Ada beberapa perhatian tentang nama Musa yang muncul di dalam berbagai citra yang
berbeda di dalam pikiran berbagai orang. Ketika kita berpaling ke sumber dokumen yang
dapat dipercaya mengenai Musa (Alkitab) yang darinya kita mampu untuk membentuk
opini yang akurat tentang anak Allah yang dipakai dengan cara yang luar biasa, maka kita
akan datang dengan suatu pemahaman yang realistis dan bisa dipercaya. Dan ketika kita
mencampurkan kedua ramuan teresebut bersama-sama, maka citra yang akurat mengenai
Musa akan muncul, sebagaimana yang akan dituliskan di dalam makalah ini.
Musa menjadi manusia pilihan Allah di masa transisi dalam sejarah. Ketika panggilan
ilahi datang untuk memikul peranan yang sangat penting bagi nasib orang-orang dan
bangsa-bangsa, Musa menjawab panggilan tersebut. Ia mungkin saja keberatan. Ia mungkin
saja takut. Ia mungkin saja dipenuhi penyesalan dan keraguan pada diri sendiri. Tetapi pada
akhirnya, ia menyerah dan menjadi alat Allah pada generasinya.
Bayi Musa lahir di dunia yang sangat berbeda dengan dunia kita. Walaupun baik
ayahnya maupun ibunya tidak mengetahui itu, kelahiran bayi laki-laki ini meluncurkan
serangkaian peristiwa yang akan mengubah jalan bangsa-bangsa dan menentukan nasib
jutaan orang. Sejarah akan berputar seperti engsel karena kelahiran itu. Dunia tidak akan
sama lagi.
Judul dari kitab di mana kisah Musa dimulai memberitahukan kita bahwa peristiwa-
peristiwa yang besar dan klimaks terdapat dalan pekerjaan-pekerjaan yang ada pada kita
itu sendiri.
Keluaran, kata tersebut mengandung arti “keberangkatan, kepergian keluar,” dan tentu saja
itu menggambarkan tema utama dari kitab kedua dalam Perjanjian Lama ini. Kitab ini
mencatat keberangkatan orang Israel dari Mesir, yang telah mereka diami selama lebih dari
empat ratus tahun. Mereka telah memasuki tanah itu sebagai suatu keluarga kecil; mereka
berangkat dari Mesir sebagai sebuah bangsa yang besar. Keika Firaun akhirnya
membiarkan umat Allah pergi, maka pergilah mereka dari Mesir dan memulai suatu
perjalanan (yang akan menjadi) sangat panjang, perjalanan yang sanagat panjang menuju
tanah mereka sendiri, tanah Kanaan.
Musa adalah putra Amran bin Kehat dan Yokhebed, istrinya. Yokhebed dan Kehat
adalah anak-anak Lewi. Musa memiliki dua orang kakak, yaitu Miryam dan Harun.
Setelah melahirkan Musa, Yokhebed melihat, bahwa anak itu cantik ("ia elok di mata
Allah"), disembunyikannya tiga bulan lamanya di dalam rumah. Tetapi ia tidak dapat
menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya
dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di
tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil; kakaknya perempuan (Miryam) berdiri di tempat
yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.
Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya
berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau
itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya. Ketika dibukanya,
dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia
kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang Ibrani”.
Lalu bertanyalah Miryam, kakak anak itu, kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah
bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu
bagi tuan puteri?" Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu
memanggil Yokhebed, ibu bayi itu. Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah
bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian
perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya. Ketika anak itu telah besar,
dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan
menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya dari air”. Dan Musa
dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan
perbuatannya.
B. Penjelasan
Dilain sisi orang yang menjadi tema kelompok kami ini beberapa kali disinggung hanya
dengan sebutan “manusia Musa” (Keluaran 32:1,23; Bilangan 12:3). Suatu cara yang sangat
sederhana dalam membicarakan seorang, yang menurut tradisi zaman-zaman kemudian,
mengumpulkan pada dirinya sendiri hamper semua pangkat-pangkat tinggi, yang dapat
dipikirkan dalam Gereja dan juga dalam Negara. Bukankah dia sekaligus Imam dan
Pemimpin dan Nabi dan Pemberi Undang-undang (Taurat) dan Panglima dari bangsanya?
Namun, disamping semua gelar-gelar kehormatan itu, yang diberikan kepadanya oleh suatu
keturunan yang berterima kasih, sebutan yang biasa ini juga mempunyai artinya dan
maknanya yang khusus. Musa ialah seorang manusia, mahluk insani. Ia bukan orang suci,
bukan pertapa, seorang yang telah menanggalkan dari dirinya semua perasaan-perasaan
kemanusiaan biasa; sama dengan itu, ia bukan seorang pahlawan dalam arti yang biasa
diberikan kepada kata itu pada zaman kuno. Memang, sekali-kali ia bukan setengah dewa.
Memang ia dituliskan sebagai tokoh yang mempunyai keagungan yang tiada tandinganya.
Tetapi ketelitian yang tepat dan pasti, dengan mana selalu ditegaskan garis pemisah antara
dia dan Allah. Ialah salah satu ciri yang paling mengaggumkan dari cerita-cerita ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada suatu hari, sewaktu ia berumur 40 tahun, Musa pergi untuk melihat
bagaimana keadaan bangsanya. Sungguh mengerikan perlakukan yang mereka
terima. Ia melihat seorang Mesir memukul seorang budak Israel. Musa melihat
sekeliling, dan sewaktu ia melihat tidak ada orang yang memperhatikan, maka
dipukulnyalah orang Mesir itu sampai mati. Kemudian Musa menyembunyikan
mayatnya di dalam pasir.
Orang itu berkata, ’Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan
hakim atas kami? Apakah engkau bermaksud membunuh aku, sama seperti engkau
telah membunuh orang Mesir itu?’
Pada waktu Musa meninggalkan Mesir, ia pergi jauh sekali ke tanah Midian.
Di sana ia bertemu dengan keluarga Yitro, dan menikah dengan salah seorang
putrinya yang bernama Zipora. Musa menjadi seorang penggembala dan
mengawasi domba-domba milik Yitro. Selama 40 tahun ia hidup di tanah Midian.
Ia sekarang berumur 80 tahun. Maka pada suatu hari, sementara Musa sedang
mengawasi domba-domba milik Yitro, suatu perkara yang luar biasa terjadi yang
merubah seluruh kehidupan Musa.
’Aneh betul ini,’ pikir Musa. ’Baiklah aku mendekatinya dan memeriksanya.’
Sewaktu ia berbuat demikian, suatu suara terdengar dari semak duri itu, berkata,
’Janganlah datang dekat-dekat. Tanggalkanlah kasutmu, sebab engkau berdiri di
atas tanah yang kudus.’ Allah yang berbicara melalui seorang malaikat, maka Musa
menutup mukanya.
Tetapi Musa berkata, ’Aku bukan apa-apa. Bagaimana aku bisa berbuat ini?
Seandainya aku pergi juga, bangsa Israel akan berkata kepadaku, ”Siapakah yang
mengutusmu?” Maka apakah yang harus kujawab?’
’Beginilah kaukatakan,’ jawab Allah. Aku adalah Aku”, Allah Abraham, Allah
Ishak dan Allah Yakub telah mengutusku kepadamu.’ Dan Allah menambahkan,
’Inilah nama-Ku selama-lamanya.’
’Tetapi bagaimana kalau mereka tidak percaya kepadaku bila aku berkata bahwa
Engkau mengutusku,’ jawab Musa.
Setelah itu Musa pulang dan berkata kepada Yitro, ’Izinkanlah aku kembali
kepada saudara-saudaraku di Mesir untuk melihat bagaimana keadaan mereka.’
Maka Yitro mengucapkan selamat jalan kepada Musa, dan Musa memulai
perjalanannya kembali ke tanah Mesir.
Kemudian Musa dan Harun pergi menghadap Firaun. Mereka berkata kepadanya,
’Allah, Allah Israel berfirman, ”Biarkanlah umat-Ku pergi untuk tiga hari, supaya
mereka dapat beribadat kepada-Ku di padang gurun.”’ Tetapi Firaun menjawab,
’Aku tidak kenal Allahnya orang israel. Dan aku tidak akan membiarkan orang
Israel pergi.’
Firaun marah, karena orang-orang Israel minta berhenti dari pekerjaan mereka
untuk menyembah Allah. Maka ia memaksa mereka bekerja lebih keras lagi. Orang-
orang Israel menyalahkan Musa karena perlakuan buruk yang mereka terima, dan
Musa merasa sedih. Tetapi Yehuwa berkata kepadanya supaya jangan khawatir.
’Aku akan memaksa Firaun agar membiarkan umat-Ku pergi,’ kata Allah.
Musa dan Harun pergi untuk menghadap Firaun lagi. Kali ini mereka
membuat sebuah mukjizat. Harun melemparkan tongkatnya, dan tongkat itu
menjadi seekor ular yang besar. Tetapi para ahli dari Firaun juga melemparkan
tongkat-tongkat mereka, dan muncullah ular-ular. Tetapi, lihat! Ular dari Harun
memakan habis ular-ular dari para ahli. Firaun masih tetap tidak ingin membiarkan
orang-orang Israel pergi.
Setelah beberapa dari tulah itu, Firaun menyuruh Musa datang, dan berkata,
’Hentikanlah tulah ini, dan aku akan membiarkan orang-orang Israel pergi.’ Tetapi
jika tulah itu berhenti, Firaun kemudian merubah pikirannya. Ia tidak akan
membiarkan mereka pergi. Tetapi akhirnya, setelah tulah yang ke-10, Firaun
membiarkan orang-orang Israel pergi.
D. Kesepuluh Tulah
Allah datangkan tulah atas Mesir. Harun memukul Sungai Nil dengan
tongkatnya. Setelah itu, air dalam sungai berubah menjadi darah. Ikan-ikan mati,
dan air sungai mulai berbau busuk.
Lalu Harun memukul tanah dengan tongkatnya, dan debu tanah berubah
menjadi nyamuk-nyamuk. Ini adalah serangga kecil yang dapat terbang dan
menggigit. Nyamuk-nyamuk adalah tulah ketiga atas negeri Mesir.
Sisa dari tulah-tulah menimpa hanya orang-orang Mesir, bukan orang-orang
Israel. Yang keempat adalah tulah dari lalat-lalat besar yang beterbangan ke dalam
rumah-rumah dari semua orang Mesir. Tulah yang kelima adalah atas binatang-
binatang. Banyak ternak dan domba dan kambing dari orang-orang Mesir mati.
Tulah yang kedelapan adalah kawanan besar dari belalang. Tidak pernah
sebelum waktu itu atau sesudahnya terdapat begitu banyak belalang. Mereka
memakan semuanya yang tidak dihancurkan oleh hujan es.
Tulah yang kesembilan adalah kegelapan. Untuk tiga hari kegelapan yang
pekat menutupi negeri itu, tetapi di tempat orang-orang Israel ada terang.
Setelah tulah terakhir ini, Firaun menyuruh orang-orang Israel pergi. Umat
Allah semua telah siap untuk pergi, dan pada malam itu juga mereka berbaris keluar
dari Mesir.
Sebelah beberapa hari orang-orang Israel tiba di Laut Merah. Di sana mereka
beristirahat. Sementara itu, Firaun beserta orang-orangnya mulai menyesal karena
mereka membiarkan orang-orang Israel pergi. ’Kita membiarkan budak-budak kita
pergi!’ kata mereka.
Lalu orang-orang Israel mulai berbaris melewati tanah yang kering. Memakan
waktu berjam-jam bagi jutaan orang beserta semua binatang mereka untuk sampai
dengan selamat melewati laut sampai ke seberang. Akhirnya orang-orang Mesir
dapat melihat lagi orang-orang Israel. Budak-budak mereka sedang lari! Maka
mereka menyusul masuk ke laut mengejar orang-orang Israel.
Setelah itu, Allah menyebabkan roda-roda dari kereta-kereta perang mereka
berjatuhan. Orang-orang Mesir menjadi sangat takut dan mulai berteriak, ’Yehuwa
berperang untuk orang-orang Israel melawan kita. Marilah kita lari dari sini!’ Tetapi
sudah terlambat.
A. Kesimpulan
Kami dapat menyimpulkan bahwa Musa itu benar-benar alat yang dipakai
Tuhan secara luar biasa, sehingga Allah membantunya untuk menurunkan banyak
mujizat bagi bangsa Israel. Musa juga adalah pria berdedikasi dan tak
mementingkan diri sendiri, ia sangat perduli akan bangsanya, tentu musa bukan
orang yang sempurna ia pun masih bisa berdosa akan tetapi Allah tetap perduli
kepadanya, jadi banyak pelajaran yang bisa kita dapat melalui Musa ini.