Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

ARUS DAN TEGANGAN PADA LAMPU FILAMEN TUNGSTEN

Nama : Puspa Lestari

NIM : 24040117140028

Pengampu : Drs. Indras Mahaendrajaya, M.Si

LABORATORIUM FISIKA DASAR


DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA LABORATORIUM

Laporan praktik kerja laboratorium ini disusun sebagai tugas akhir menyelesaikan
rangkaian praktik kerja laboratorium dan sebagai salah satu syarat lulus mata kuliah praktik kerja
laboratorium.

Judul Percobaan : Arus dan Tegangan pada Lampu Filamen Tungsten

Kode : L-4

Nama : Puspa Lestari

NIM : 24040117140028

Semarang, 5 Desember 2019

Mengetahui,

Dosen Pengampu Asisten Praktikum

Drs. Indras Mahaendrajaya, M.Si Puspa Lestari


NIP.196608031992031003 NIM.24040117140028
PERCOBAAN L-4

ARUS DAN TEGANGAN PADA LAMPU FILAMEN TUNGSTEN

1. TUJUAN PERCOBAAN
Menyelidiki hubungan antara arus yang melewati lampu filamen tungsten dan potensial yang
dipakai

2. Dasar Teori
2.1 Hukum Ohm
Untuk menghasilkan arus listrik pada rangkaian, dibutuhkan beda potensial. Satu cara
untuk menghasilkan beda potensial iala dengan baterai. George Simon Ohm ( 1787-1854)
menentukan dengan eksperimen bahwa arus pada kawat logam sebanding dengan beda
potensial V yang diberikan ke ujung-ujung. Sebagai contoh, jika kita menghubungkan kawat
ke baterai 6V, aliran arus akan dua kali lipat dibandingkan jika dihubungkan ke baterai 3V
(Giancoli,1998).
Tepatnya berapa besar aliran arus pada kawat tidak hanya bergantung pada tegangan,
tetapi juga pada hambatan yang diberikan kawat terhadap aliran elektron. Makin tinggi
habatan, makin kecil arus untuk suatu tegangan V. sehingga arus berbanding terbalik dengan
hambatan. Maka didapatkan kesebandingan sebagai berikut :

𝑉
𝐼=𝑅 (2.1)

Dengan I adalah arus yang mengalir (ampere), V adalah beda potensial (volt), R adalah
hambatan (ohm).
Persamaan 2.1 sering dituliskan sebagai :

V = I.R (2.2)

dan dikenal dengan “Hukum Ohm”. Hukum Ohm menyatakan bahwa besarnya kuat arus yang
mengalir pada sebuah penghantar berbanding lurus dengan beda potensial antara dua titik
pada ujung penghantar dan berbanding terbalik dengan hambatan pada kedua ujung
penghantar tersebut. Hokum Ohm berlaku jika besarnya hambatan pada penghantar bersifat
tetap dan tidak dipengaruhi oleh beda potensial yang diberikan pada penghantar (Giancoli,
1998).

2.2 Arus Listrik


Arus listrik merupakan besaran vektor dengan satuan arus adalah adalah ampere karena
menghormati ahli fisika Prancis, Andre Marie Ampere (1775-1836). Arus yang kecil biasanya
dinyatakan dalam milliampere (Zemansky, 1962).
Arus listrik terjadi karena adanya aliran elektron dimana elektron mempunyai muatan
yang besarnya sama. Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang disebabkan dari
pergerakan elektron-elektron, mengalir melalui suatu titik dalam sirkuit listrik tiap satuan
waktu. Arus listrik dapat diukur dalam satuan coulomb/detik atau ampere (Yudhoyono,2001).
Arus listrik pada kawat dapat didefinisikan sebagai jumlah total muatan yang melewatinya
per satuan waktu pada suatu titik. Dengan demikian, arus rata-rata I di definisikan sebagai :

∆𝑄
𝐼= (2.3)
∆𝑡
dengan ∆Q adalah jumlah muatan yang melewati konduktor pada suatu lokasi selama jangka
waktu ∆t. Arus listrik dapat diukur dalam coulomb per detik ; satuan diberikan nama khusus,
ampere ( disingkat amp atau A ), dari nama fisikawan Prancis. Berarti 1A = 1C/detik. Satuan-
satuan terkecil yang terkecil yang sering kali digunakan adalah seperti milliampere (1 mA =
10-3 A) dan microampere ( 1µA = 10-6 A ) (Giancoli,1998).

Arah dari arus listrik berlawanan dengan arah mengalirnya elektron. Ketentuan arah arus
hanyalah merupakan sebuah kesepakatan yang dilakukan sebelum diketahui bahwa
penyebab utama timbulnya arus listrik adalah partikel bermuatan negatif (elektron bebas).
Meskipun pada beberapah bahan ada yang disebabkan oleh muatan positif ( Effendi, 2007).

2.3 Tegangan
Sebuah benda bermuatan positif kalua benda tersebut kehilangan elektron dan
bermuatan negatif kalua benda tersebut kelebihan elektron. Dalam keadaan berbeda muatan
inilah munculnya tenaga potensial yang berada di antara benda-benda itu. Karena itu bila
sepotong kawat peghantar dihubungkan diantara kedua benda yang berbeda muatan
menyebabkan terjadinya perpindahan energi diantara benda-benda itu. Peralihan energi
berlangsung terus selama ada beda tegangan. Terjadinya tegangan disebabkan adanya beda
tiap muatan mempunyai tenaga potensial untuk menggerakkan suatu muatan lain dengan
cara menarik atau menolak (Zemansky, 1962).
Tegangan atau beda potensial adalah selisih pada potensial dimana potensial listrik
adalah usaha yang dibuahkan untuk membawa suatu satuan muatan pada jarak yang tak
berhingga ke tempat tersebut dalam medan listrik. Jadi beda potensial adalah selisih antara 2
titik. Satuan untuk mengukur tegangan listrik adalah volt (Giancoli,1998).

2.4 Hambatan
Hambatan atau resistansi adalah karakteristik dari penghantar yang menyebabkan
terjadinya perbedaan arus. Kita mendefinisikan hambatan dari sebuah penghantar diantara
dua titik dengan menggunakan sebuah perbedaan potensial V diantara titik-titik tersebut
dengan mengukur arus I dan kemudian melakukan pembagian (Halliday, 1996 ).

𝑉
𝑅= (2.4)
𝐼

Dengan R adalah hambatan (ohm), V adalah tegangan (volt), I adalah arus listik (ampere)
(Tipler,2001).
Jadi hambatan listrik adalah sesuatu yang menahan listrik. Hambatan listrik sering disebut
juga resistansi. Pada dasarnya setiap material memiliki hambatan listrik. Sebuah konduktor
yang cenderung menghantarkan listrik memiliki hambatan yang kecil dan sebuah isolator
yang tidak bisa di aliri listrik memiliki hambatan yang besar (Tipler,2001).

2.5 Hubungan Arus, Tegangan, dan Hambatan


Persamaan yang menyatakan hubungan antara arus dan tegangan pada percobaan ini
tidak berlaku hokum ohm atau yang biasa disebut hokum nonohmic. Berdasarkan
ketidakberlakuannya percobaan ini pada hokum ohm maka hubungan antara arus dan
tegangan pada percobaan ini dapat dinyatkan menjadi persamaan matematis sebagai berikut:

I = kVn (2.5)

dengan I adalah arus yang mengalir pada lampu filamen tungsten (ampere), k adalah
konstanta hambatan dalam lampu ( Ʊ ), V adalah tegangan yang dipakai ( volt ), n adalah
konstanta lampu (Alonso, 1994).
Berdasarkan persamaan (2.5) dapat dicari energi yang hilang atau energi yang terdisipasi
dari rangkaian ini. Persamaan mencari energi terdisipasi adalah sebagai berikut :

Energi Terdisipasi = ( 1-n ) x 100% (2.6)

Hubungan antara arus, tegangan, dan hambatan dijelaskan dalam hokum ohm. Untuk
menghasilkan arus dibutuhkan dorongan atau tenaga agar terjadi aliran elektron. Aliran
elektron ini mengalir penghantar yang terdapat hambatan yang akan menghambat aliran
elektron dan arus listrik dan mempengaruhi besarnya arus yang dapat mengalir. Semakin
besar tenaga yang digunakan semakin besar arus yang dihasilka. Namun, semakin kecil
hambatan pada suatu penampang, arus yang dihasilkan semakin besar (Alonso, 1994).

2.6 Lampu Filamen Tungsten


Lampu filamen tungsten akan menyala bila terdapat beda potensial sebagai sumber
tegangan. Ketika lampu filamen tungsten dihubungkan dengan beda potensial maka muatan
dari beda potensial akan mengalir melalui penghantar (kawat). Muatan tersebut adalah arus
listrik yang berfungsi sebagai energi listrik. Karena arus yang dibawa dalam jumlah yang cukup
besar maka akan banyak tumbukan antara elektron-elektron atom pada kawat.
Pada setiap tumbukan sebagian energi elektron ditransfer ke atom lain melalui
tumbukan. Tumbukan tersebut terjadi disekitar ruangan dari filamen tungsten yang dibatasi
tabung kaca. Kerena terjadi tubukan secara terus-menerus sebagai akibatnya energi kinetic
atom bertambah dan dengan begitu suhu kawat filamen tungsten akan bertambah.
Energi panas yang bertambah dari kawat tersebut dapat di konduksi dan di konveksi ke
udara sebagai kalor dan di radiasi sebagai cahaya sehingga lampu dapat menyala. Filamen
tungsten tidak bisa putus atau meleleh akibat panas kurang lebih 3771,1ᵅC karena titik leleh
filamen tungsten sebesar 3771,1ᵅC (Abdullah,2006).
2.7 Resistivitas
Resistivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik yang
bergantung terhadap besarnya medan istrik dan kerapatan arus. Semakin besar resistivitas
suatu bahan maka semakin besar pula medan listrik yang dibutuhkan untuk menimbulkan
sebuah kerapatan arus. Satuan untuk resistivitas adalah Ω m (Alonso,1994).
Resistivitas atau hambatan jenis juga didefinisikan sebagai perbandingan medan listrik E
yang dimiliki konduktor dan rapat arus listrik J. Secara matematis konduktansi dapat di
tuliskan dalam persamaan sebagai berikut

𝐸
𝜌= (2.7)
𝐽

dengan 𝜌 resistivitas atau hambatan jenis ( Ωm ), E adalah medan listrik (V/m), J adalah
rapat arus (A/m2).

2.8 Hambatan Dalam


Hambatan dalam sebuah baterai adalah kemampuan suatu baterai dalam mensuplai arus
listrik terhadap hambatan luar atau tegangan jepit yang mengakibatkan tegangan jatuh pada
baterai. Hambatan dalam dipengaruhi oleh massa jenis kawat, Panjang kawat, dan luas
penampang kawat. Jadi hambatan dalam adalah hambatan yang terdapat dalam sumber
tegangan (Abdullah,2006).

2.9 Konduktivitas dalam konduktor


Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik di
tunjukkan oleh besarnya harga konduktivitas listrik atau daya hantar listrik bahan tersebut
(sigma mho/m ) (Abdullah,2006).

2.10 Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai perpindahan
bagian-bagian zat itu. Perpindahan kalor dengan cara konduksi pada umumnya terjadi pada
zat padat. Suatu zat yang dapat menghantarkan kalor disebut dengan konduktor, seperti
berbagai jenis logam. Sedangkan zat yang tidak dapat menghantarkan listrik disebut isolator,
pada umumnya benda-benda non logam (Abdullah,2006).

2.11 Amperemeter
Amperemeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik yang ada dalam
rangkaian tertutup dengan cara menyisipkan amperemeter secara langsung ke rangkaian.
Amperemeter dapat dibuat atas susunan mikroamperemeter dan shunt yang berfungsi untuk
deteksi arus pada rangkaian baik arus yang kecil, sedangkan untuk arus yang besar ditabahkan
dengan hambatan shunt. Amperemeter bekerja sesuai dengan gaya Lorentz dan gaya
magnetis. Arus yang mengalir pada kumparan yang diselimuti medan magnet akan
menimbulkan gaya Lorentz yang dapat menggerakan jarum amperemeter. Semakian besar
arus yang mengalir makan semakin besar pula simpangannya (Zemansky, 1962).
2.12 Voltmeter

Voltmeter adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengukur tegangan listrik. Dengan
ditambah alat multiplier akan dapat meningkatkan kemampuan pengukuran alat voltmeter
berkali-kali lipat. Gaya magnetik akan timbul dari interaksi antar medan magnet dan kuat arus.
Gaya magnetik tersebut akan mampu membuat jarum alat pengukur voltmeter bergerak pada
saat ada arus listrik. Semakin besar arus listrik yang mengalir maka semakin besar
penyimpangan jarum yang terjadi (Ishaq, 2007).
Penyusunan voltmeter harus secara parallel dengan sumber listrik atau komponen listrik
yang akan diukur beda potensialnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa pada voltmeter
terdapat dua kutub yaitu kutub positif dan kutub negatif sehingga kutub-kutub ini harus
dihubungkan secara bersesuaian dengan kutub-kutub yang terdapat pada rangkaian
(Zemansky, 1962).

2.13 Disipasi Panas


Disipasi panas merupakan panas yang hilang dari suatu system, hilang dalam berarti
berubah menjadi energi lain yang tidak menjadi tujuan suatu system. Sebagai contoh energi
yang timbul akibat gesekan, energi listrik yang terbuang karena adanya hambatan pada kawat
penghantar, energi panas trafo yang digunakan untuk mengubah tegangan panas ini yang
dianggap sebagai energi yang disimpan (Kamil,2012).

2.14 Eksitasi dan De-eksitasi


Eksitasi adalah peristiwa dimana elektron yang berada di tingkat energi yang lebih rendah
berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan menyerap energi tumbukan nya dengan
elektron. Sedangkan peristiwa kebalikan dari eksitasi adalah relaksasi atau deeksitasi.
Deeksitasi atau relaksasi adalah perpindahan elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi
ketingkat energi yang lebih rendah dengan memancarkan energi (Nur M, 1998).
3. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
a. Lampu
b. Amperemeter
c. Voltmeter
d. Kawat
e. Pengatur voltmeter
f. Jepit buaya
g. Kabel

3.2 Fungsi Alat


a. Lampu : Indikator adanya hubungan antara arus dan tegangan
b. Amperemeter : Untuk mengukur kuat arus
c. Voltmeter : Untuk mengukur tegangan
d. Kawat : Tempat untuk menjepitkan kabel jepit buaya
e. Pengatur voltmeter : Untuk mengatur tegangan
f. Jepit bauya : untuk menguhubungkan kawat satu dengan kawat yang lainnya
g. Kabel : Untuk menghantarkan arus listrik

3.3 Gambar Set Up Alat Percobaan

Gambar 3.1 Set Up Alat percobaan

3.4 Cara Kerja


1. Susun rangkaian seperti pada gambar
2. Geserlah tahanan sehingga di dapat nilai V dan I dari voltmeter dan amperemeter yang
terbaca
3. Catat kenaikan V dan I
4. Ulangi percobaan di atas dengan lampu filament yang berbeda
3.5 Proses Fisis
Saat menghidupkan saklar akan mengakibatkan aliran listrik dan menimbulkan medan
listrik pada kawat. Medan listrik ini mengakibatkan elektron-elektron yang bergerak acak akan
menjadi bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu kea rah kutub positif. Aliran elektron
yang bergerak akan menimbulkan arus listrik.
Arus listrik akan mengalir ke lampu dan akhirnya akan sampai ke filamen tungsten. Saat
pemanasan lampu akibat arus, tungsten tidak akan rusak. Adanya perpindahan kalor tersebut
merupakan perpindahan kalor secara konduksi yaitu melalui perantara. Muatan-muatan
elektron saling bergetar dan menghantarkan energi dari elektron lain. Karena proses ini maka
terjadi proses ionisasi yaitu hilangnya elektron terluar. Elektron ini nantinya akan menumbuk
gas argon.
Elektron yang menabrak gas argon mengakibatkan terjadinya eksitasi elektron yaitu
elektron berpindah energi yang lebih rendah ke energi yang lebih tinggi. Dan akan kembali
lagi ke tingkat energi awal, proses ini disebut proses de-eksitasi. Dalam peristiwa ini disertai
pemancaran energi foton, foton ini nantinya akan menyebabkan lampu berpijar. Energi panas
yang timbul akibat gesekan tumbukan atom argon dan elektron berkurang atau hilang
berganti menjadi energi cahaya biasa disebut dengan disipasi panas.

4. Hasil dan Pengolahan Data


4.1 Data Percobaan pada tanggal 25 September 2019
4.1.1 Lampu 1 ( 45 watt )

Volt I (Ampere ) I (Ampere)


(V) Filamen 1 Filamen 2
1 2 3 1 2 3
0 0 0 0 0 0 0
1 1,2 1,1 1,2 1,2 1,1 1,2
2 1,4 1,5 1,4 1,5 1,4 1,4
3 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6
4 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7
5 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8

4.1.2 Lampu 2 ( 35 watt )

Volt I (Ampere) I (Ampere)


(V) Filamen 1 FIlamen 2
1 2 3 1 2 3
0 0 0 0 0 0 0
1 1,3 1,3 1,3 1,4 1,4 1,4
2 1,7 1,8 1,7 2 1,9 1,9
3 1,8 1,9 1,9 2,2 2,1 2,2
4 2 2 2 2,3 2,2 2,3
5 2,1 2,1 2,1 2,4 2,4 2,4
4.2 Data Perhitungan
4.2.1 Nilai k
Rumus :
I = kVn , lalu untuk mencari nilai konstanta lampu adalah : k = I/Vn

Lampu 1
 n untuk filamen 1 = 0,469

Nilai k yang diperoleh adalah :

Volt k1(Ʊ) k2(Ʊ) k3(Ʊ) k rata-rata ( Ʊ )


0V 0 0 0 0
1V 1,2 1,1 1,2 1,166667
2V 1,011451 1,083698 1,011451 1,035533
3V 0,955763 0,955763 0,955763 0,955763
4V 0,887325 0,887325 0,887325 0,887325
5V 0,846166 0,846166 0,846166 0,846166

 n untuk filamen 2 = 0,135

Volt k1(Ʊ) k2(Ʊ) k3(Ʊ) k rata-rata ( Ʊ )


0V 0 0 0 0
1V 1,2 1,1 1,2 1,166667
2V 1,366005 1,274938 1,274938 1,305293
3V 1,379458 1,379458 1,379458 1,379458
4V 1,409843 1,409843 1,409843 1,409843
5V 1,448477 1,448477 1,448477 1,448477

Lampu 2

 n untuk filamen 1 = 0,383

Volt k1(Ʊ) k2(Ʊ) k3(Ʊ) k rata-rata ( Ʊ )


0V 0 0 0 0
1V 1,3 1,3 1,3 1,3
2V 1,30363 1,380314 1,30363 1,329192
3V 1,181776 1,24743 1,24743 1,225545
4V 1,176091 1,176091 1,176091 1,176091
5V 1,133741 1,133741 1,133741 1,133741
 n untuk filamen 2 = 0,802

Volt k1(Ʊ) k2(Ʊ) k3(Ʊ) k rata-rata ( Ʊ )


0V 0 0 0 0
1V 1,4 1,4 1,4 1,4
2V 1,147107 1,089752 1,089752 1,10887
3V 0,911531 0,870098 0,911531 0,89772
4V 0,756616 0,72372 0,756616 0,745651
5V 0,660142 0,660142 0,660142 0,660142

4.2.2 Nilai Standar Deviasi

Rumus standar deviasi :

√∑(I2 − I1)^2
𝛿𝐼 =
n(n − 1)

 Lampu 1

Volt Hasil Standar Deviasi


0 volt 0
1 volt 0
2 volt 0,057735027
3 volt 0
4 volt 0
5 volt 0

 Lampu 2

Volt Hasil Standar Deviasi


0 volt 0
1 volt 0,070710678
2 volt 0,152752523
3 volt 0,219848433
4 volt 0,191485422
5 volt 0,212132034
4.3 Grafik Slope

Sumbu X = ln V
Sumbu Y = ln I

 Grafik slope pada Lampu 1 Filamen 1

Grafik slope lampu 1 filamen 1


0.7
0.6
0.5
y = 0.3151x + 0.0998
0.4 R² = 0.9289
ln I

0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
ln V

Series1 Series2 Series3 Linear (Series3)

Gambar 4.1 Grafik Slope

 Grafik slope pada Lampu 2 Filamen 2

Grafik slope lampu 2 filamen 2


1
y = 1.5095x + 0.049
0.8 R² = 0.9753

0.6
ln I

0.4

0.2

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
ln V

Series1 Series2 Series3 Linear (Series3)

Gambar 4.2 Grafik Slope


5. Pembahasan
Pada tanggal 25 September 2019 dilakukan percobaan yang berjudul “Arus dan Tegangan
pada lampu filamen tungsten” dengan kode praktikum L-4. Percobaan L-4 memiliki tujuan yaitu
untuk menyelidiki hubungan antara arus yang melewati lampu tungsten dan potensial/tegangan
yang dipakai. Variasi yang digunakan yaitu 2 lampu yang masing-masing memiliki 2 filamen.
Lampu 1 memiliki daya 45 watt dan lampu 2 memiliki daya 35 watt. Variable dari praktikum ini
adalah tegangan dengan engubah tegangan dengan kelipatan 1 V. Apabila tegangan diubah maka
besarnya arus yang mengalir juga berubah. Perubahan arus akan mengakibatkan perubahan
intensitas cahaya. Semakian besar arus yang mengalir pada kawat dan sampai di lampu maka
semakin terang pula cahaya yang dipancarkan lampu.
Proses fisis yang terjadi adalah ketika menghidupkan saklar akan mengakibatkan aliran
listrik dan menimbulkan medan listrik pada kawat. Medan listrik ini mengakibatkan elektron-
elektron yang bergerak acak akan menjadi bergerak dengan arah dan kecepatan tertentu kea rah
kutub positif. Aliran elektron yang bergerak akan menimbulkan arus listrik. Arus listrik akan
mengalir ke lampu dan akhirnya akan sampai ke filamen tungsten. Saat pemanasan lampu akibat
arus, tungsten tidak akan rusak. Adanya perpindahan kalor tersebut merupakan perpindahan
kalor secara konduksi yaitu melalui perantara. Muatan-muatan elektron saling bergetar dan
menghantarkan energi dari elektron lain. Karena proses ini maka terjadi proses ionisasi yaitu
hilangnya elektron terluar. Elektron ini nantinya akan menumbuk gas argon. Elektron yang
menabrak gas argon mengakibatkan terjadinya eksitasi elektron yaitu elektron berpindah energi
yang lebih rendah ke energi yang lebih tinggi. Dan akan kembali lagi ke tingkat energi awal, proses
ini disebut proses de-eksitasi. Dalam peristiwa ini disertai pemancaran energi foton, foton ini
nantinya akan menyebabkan lampu berpijar. Energi panas yang timbul akibat gesekan tumbukan
atom argon dan elektron berkurang atau hilang berganti menjadi energi cahaya biasa disebut
dengan disipasi panas.
Pada lampu 1 dengan daya 45 watt untuk filamen 1 dengan n=0,469 dihasilkan nilai k rata-
rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada saat V = 1 V yaitu 1,166667 Ʊ, pada saat V = 2 V yaitu
1,035533 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 0,955763 Ʊ, pada saat V = 4 V yaitu 0,887325 Ʊ, dan pada
saat V = 5 V diperoleh k nya sebesar 0,846166 Ʊ.
Untuk filamen 2 dengan n = 0,135 dihasilkan k rata-rata pada saat V = 0 V yaitu 0 Ʊ, pada V = 1 V
yaitu 1,166667 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,305293 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 1,379458 Ʊ, pada V = 4
V yaitu 1,409843 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu 1,448477 Ʊ.
Pada lampu 2 dengan daya 335 watt untuk filamen 1 dengan n=0,383 dihasilkan k rata-
rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada V = 1 V yaitu 1,3 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,329192 Ʊ, pada saat
V = 3 V yaitu 1,225545 Ʊ, pada V = 4 V yaitu 1,176091 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu 1,133741 Ʊ.
Untuk filamen 2 dengan n=0,802 dihasilkan nilai k rata-rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada V = 1
V yaitu 1,4 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,10887 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 0,89772 Ʊ, pada V = 4 V yaitu
0,745651 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu 0,660142 Ʊ.
Standar deviasi yang di hasilkan pada lampu 1 pada saat V=0 V adalah 0, pada saat V= 1 V
standar deviasinya adalah 0, pada V=3V yaitu 0,057735027, pada saat V=4V yaitu 0, pada saat V
= 5 V yaitu 0. Pada lampu 2 diperoleh hasil standar deviasi untuk V=0 V adalah 0, pada saat V = 1
V yaitu 0,070710678, pada saat V = 2 V yaitu 0,152752523, pada saat V = 3 V yaitu 0,219848433,
pada saat V = 4 V yaitu 0,191485422 dan pada saat V = 5 V standar deviasi nya adalah
0,212132034.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada saat praktikum adalah kurang telitinya dalam
membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada voltmeter dan juga amperemeter.

6. Penutup
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui hubungan arus yang melewati
lampu filamen tungsten dengan tegangan yang diberikan, yaitu semakin besar tegangan atau
beda potensial yang di berikan, maka semakin besar pula arus listrik yang mengalir pada
lampu filamen tungsten dan itensitas cahaya yang dihasilkan juga semakin besar.
Hasil yang diperoleh adalah pada lampu 1 dengan daya 45 watt untuk filamen 1 dengan
n=0,469 dihasilkan nilai k rata-rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada saat V = 1 V yaitu 1,166667
Ʊ, pada saat V = 2 V yaitu 1,035533 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 0,955763 Ʊ, pada saat V = 4 V
yaitu 0,887325 Ʊ, dan pada saat V = 5 V diperoleh k nya sebesar 0,846166 Ʊ.
Untuk filamen 2 dengan n = 0,135 dihasilkan k rata-rata pada saat V = 0 V yaitu 0 Ʊ, pada V =
1 V yaitu 1,166667 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,305293 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 1,379458 Ʊ, pada
V = 4 V yaitu 1,409843 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu 1,448477 Ʊ.
Pada lampu 2 dengan daya 335 watt untuk filamen 1 dengan n=0,383 dihasilkan k rata-
rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada V = 1 V yaitu 1,3 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,329192 Ʊ, pada
saat V = 3 V yaitu 1,225545 Ʊ, pada V = 4 V yaitu 1,176091 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu
1,133741 Ʊ.
Untuk filamen 2 dengan n=0,802 dihasilkan nilai k rata-rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada V
= 1 V yaitu 1,4 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,10887 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 0,89772 Ʊ, pada V = 4
V yaitu 0,745651 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu 0,660142 Ʊ.
Standar deviasi yang di hasilkan pada lampu 1 pada saat V=0 V adalah 0, pada saat V= 1 V
standar deviasinya adalah 0, pada V=3V yaitu 0,057735027, pada saat V=4V yaitu 0, pada saat
V = 5 V yaitu 0. Pada lampu 2 diperoleh hasil standar deviasi untuk V=0 V adalah 0, pada saat
V = 1 V yaitu 0,070710678, pada saat V = 2 V yaitu 0,152752523, pada saat V = 3 V yaitu
0,219848433, pada saat V = 4 V yaitu 0,191485422 dan pada saat V = 5 V standar deviasi nya
adalah 0,212132034.
Daftar Pustaka

Abdullah,Mikrajuddin.2006.Diktat Kuliah Fisika Dasar II. Bandung:FMIPA ITB

Alonso, Marcello dan Edward J Finn.1994. Dasar-dasar Fisika Universitas. Jakarta : Erlangga

Giancoli, Douglas C.1998. Fisika Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Effensi, Rustam, dkk. 2007. Medan Elektromagnetik Terapan. Jakarta : Erlangga

Ishaq, Mohammad. 2007. Fisika Dasar Edisi 2. Yogyakarta : Graha Ilmu

Nur, M.1998. Fisika Plasma dan Aplikasinya.Semarang : Undip Press

Tipler, P.2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Zemansky, Sears. 1986. Fisika untuk Universitas 2. Bandung : Birocipta

Anda mungkin juga menyukai