NIM : 24040117140028
Laporan praktik kerja laboratorium ini disusun sebagai tugas akhir menyelesaikan
rangkaian praktik kerja laboratorium dan sebagai salah satu syarat lulus mata kuliah praktik kerja
laboratorium.
Kode : L-4
NIM : 24040117140028
Mengetahui,
1. TUJUAN PERCOBAAN
Menyelidiki hubungan antara arus yang melewati lampu filamen tungsten dan potensial yang
dipakai
2. Dasar Teori
2.1 Hukum Ohm
Untuk menghasilkan arus listrik pada rangkaian, dibutuhkan beda potensial. Satu cara
untuk menghasilkan beda potensial iala dengan baterai. George Simon Ohm ( 1787-1854)
menentukan dengan eksperimen bahwa arus pada kawat logam sebanding dengan beda
potensial V yang diberikan ke ujung-ujung. Sebagai contoh, jika kita menghubungkan kawat
ke baterai 6V, aliran arus akan dua kali lipat dibandingkan jika dihubungkan ke baterai 3V
(Giancoli,1998).
Tepatnya berapa besar aliran arus pada kawat tidak hanya bergantung pada tegangan,
tetapi juga pada hambatan yang diberikan kawat terhadap aliran elektron. Makin tinggi
habatan, makin kecil arus untuk suatu tegangan V. sehingga arus berbanding terbalik dengan
hambatan. Maka didapatkan kesebandingan sebagai berikut :
𝑉
𝐼=𝑅 (2.1)
Dengan I adalah arus yang mengalir (ampere), V adalah beda potensial (volt), R adalah
hambatan (ohm).
Persamaan 2.1 sering dituliskan sebagai :
V = I.R (2.2)
dan dikenal dengan “Hukum Ohm”. Hukum Ohm menyatakan bahwa besarnya kuat arus yang
mengalir pada sebuah penghantar berbanding lurus dengan beda potensial antara dua titik
pada ujung penghantar dan berbanding terbalik dengan hambatan pada kedua ujung
penghantar tersebut. Hokum Ohm berlaku jika besarnya hambatan pada penghantar bersifat
tetap dan tidak dipengaruhi oleh beda potensial yang diberikan pada penghantar (Giancoli,
1998).
∆𝑄
𝐼= (2.3)
∆𝑡
dengan ∆Q adalah jumlah muatan yang melewati konduktor pada suatu lokasi selama jangka
waktu ∆t. Arus listrik dapat diukur dalam coulomb per detik ; satuan diberikan nama khusus,
ampere ( disingkat amp atau A ), dari nama fisikawan Prancis. Berarti 1A = 1C/detik. Satuan-
satuan terkecil yang terkecil yang sering kali digunakan adalah seperti milliampere (1 mA =
10-3 A) dan microampere ( 1µA = 10-6 A ) (Giancoli,1998).
Arah dari arus listrik berlawanan dengan arah mengalirnya elektron. Ketentuan arah arus
hanyalah merupakan sebuah kesepakatan yang dilakukan sebelum diketahui bahwa
penyebab utama timbulnya arus listrik adalah partikel bermuatan negatif (elektron bebas).
Meskipun pada beberapah bahan ada yang disebabkan oleh muatan positif ( Effendi, 2007).
2.3 Tegangan
Sebuah benda bermuatan positif kalua benda tersebut kehilangan elektron dan
bermuatan negatif kalua benda tersebut kelebihan elektron. Dalam keadaan berbeda muatan
inilah munculnya tenaga potensial yang berada di antara benda-benda itu. Karena itu bila
sepotong kawat peghantar dihubungkan diantara kedua benda yang berbeda muatan
menyebabkan terjadinya perpindahan energi diantara benda-benda itu. Peralihan energi
berlangsung terus selama ada beda tegangan. Terjadinya tegangan disebabkan adanya beda
tiap muatan mempunyai tenaga potensial untuk menggerakkan suatu muatan lain dengan
cara menarik atau menolak (Zemansky, 1962).
Tegangan atau beda potensial adalah selisih pada potensial dimana potensial listrik
adalah usaha yang dibuahkan untuk membawa suatu satuan muatan pada jarak yang tak
berhingga ke tempat tersebut dalam medan listrik. Jadi beda potensial adalah selisih antara 2
titik. Satuan untuk mengukur tegangan listrik adalah volt (Giancoli,1998).
2.4 Hambatan
Hambatan atau resistansi adalah karakteristik dari penghantar yang menyebabkan
terjadinya perbedaan arus. Kita mendefinisikan hambatan dari sebuah penghantar diantara
dua titik dengan menggunakan sebuah perbedaan potensial V diantara titik-titik tersebut
dengan mengukur arus I dan kemudian melakukan pembagian (Halliday, 1996 ).
𝑉
𝑅= (2.4)
𝐼
Dengan R adalah hambatan (ohm), V adalah tegangan (volt), I adalah arus listik (ampere)
(Tipler,2001).
Jadi hambatan listrik adalah sesuatu yang menahan listrik. Hambatan listrik sering disebut
juga resistansi. Pada dasarnya setiap material memiliki hambatan listrik. Sebuah konduktor
yang cenderung menghantarkan listrik memiliki hambatan yang kecil dan sebuah isolator
yang tidak bisa di aliri listrik memiliki hambatan yang besar (Tipler,2001).
I = kVn (2.5)
dengan I adalah arus yang mengalir pada lampu filamen tungsten (ampere), k adalah
konstanta hambatan dalam lampu ( Ʊ ), V adalah tegangan yang dipakai ( volt ), n adalah
konstanta lampu (Alonso, 1994).
Berdasarkan persamaan (2.5) dapat dicari energi yang hilang atau energi yang terdisipasi
dari rangkaian ini. Persamaan mencari energi terdisipasi adalah sebagai berikut :
Hubungan antara arus, tegangan, dan hambatan dijelaskan dalam hokum ohm. Untuk
menghasilkan arus dibutuhkan dorongan atau tenaga agar terjadi aliran elektron. Aliran
elektron ini mengalir penghantar yang terdapat hambatan yang akan menghambat aliran
elektron dan arus listrik dan mempengaruhi besarnya arus yang dapat mengalir. Semakin
besar tenaga yang digunakan semakin besar arus yang dihasilka. Namun, semakin kecil
hambatan pada suatu penampang, arus yang dihasilkan semakin besar (Alonso, 1994).
𝐸
𝜌= (2.7)
𝐽
dengan 𝜌 resistivitas atau hambatan jenis ( Ωm ), E adalah medan listrik (V/m), J adalah
rapat arus (A/m2).
2.10 Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai perpindahan
bagian-bagian zat itu. Perpindahan kalor dengan cara konduksi pada umumnya terjadi pada
zat padat. Suatu zat yang dapat menghantarkan kalor disebut dengan konduktor, seperti
berbagai jenis logam. Sedangkan zat yang tidak dapat menghantarkan listrik disebut isolator,
pada umumnya benda-benda non logam (Abdullah,2006).
2.11 Amperemeter
Amperemeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik yang ada dalam
rangkaian tertutup dengan cara menyisipkan amperemeter secara langsung ke rangkaian.
Amperemeter dapat dibuat atas susunan mikroamperemeter dan shunt yang berfungsi untuk
deteksi arus pada rangkaian baik arus yang kecil, sedangkan untuk arus yang besar ditabahkan
dengan hambatan shunt. Amperemeter bekerja sesuai dengan gaya Lorentz dan gaya
magnetis. Arus yang mengalir pada kumparan yang diselimuti medan magnet akan
menimbulkan gaya Lorentz yang dapat menggerakan jarum amperemeter. Semakian besar
arus yang mengalir makan semakin besar pula simpangannya (Zemansky, 1962).
2.12 Voltmeter
Voltmeter adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengukur tegangan listrik. Dengan
ditambah alat multiplier akan dapat meningkatkan kemampuan pengukuran alat voltmeter
berkali-kali lipat. Gaya magnetik akan timbul dari interaksi antar medan magnet dan kuat arus.
Gaya magnetik tersebut akan mampu membuat jarum alat pengukur voltmeter bergerak pada
saat ada arus listrik. Semakin besar arus listrik yang mengalir maka semakin besar
penyimpangan jarum yang terjadi (Ishaq, 2007).
Penyusunan voltmeter harus secara parallel dengan sumber listrik atau komponen listrik
yang akan diukur beda potensialnya. Namun, perlu diperhatikan bahwa pada voltmeter
terdapat dua kutub yaitu kutub positif dan kutub negatif sehingga kutub-kutub ini harus
dihubungkan secara bersesuaian dengan kutub-kutub yang terdapat pada rangkaian
(Zemansky, 1962).
Lampu 1
n untuk filamen 1 = 0,469
Lampu 2
√∑(I2 − I1)^2
𝛿𝐼 =
n(n − 1)
Lampu 1
Lampu 2
Sumbu X = ln V
Sumbu Y = ln I
0.3
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
ln V
0.6
ln I
0.4
0.2
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
ln V
6. Penutup
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui hubungan arus yang melewati
lampu filamen tungsten dengan tegangan yang diberikan, yaitu semakin besar tegangan atau
beda potensial yang di berikan, maka semakin besar pula arus listrik yang mengalir pada
lampu filamen tungsten dan itensitas cahaya yang dihasilkan juga semakin besar.
Hasil yang diperoleh adalah pada lampu 1 dengan daya 45 watt untuk filamen 1 dengan
n=0,469 dihasilkan nilai k rata-rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada saat V = 1 V yaitu 1,166667
Ʊ, pada saat V = 2 V yaitu 1,035533 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 0,955763 Ʊ, pada saat V = 4 V
yaitu 0,887325 Ʊ, dan pada saat V = 5 V diperoleh k nya sebesar 0,846166 Ʊ.
Untuk filamen 2 dengan n = 0,135 dihasilkan k rata-rata pada saat V = 0 V yaitu 0 Ʊ, pada V =
1 V yaitu 1,166667 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,305293 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 1,379458 Ʊ, pada
V = 4 V yaitu 1,409843 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu 1,448477 Ʊ.
Pada lampu 2 dengan daya 335 watt untuk filamen 1 dengan n=0,383 dihasilkan k rata-
rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada V = 1 V yaitu 1,3 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,329192 Ʊ, pada
saat V = 3 V yaitu 1,225545 Ʊ, pada V = 4 V yaitu 1,176091 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu
1,133741 Ʊ.
Untuk filamen 2 dengan n=0,802 dihasilkan nilai k rata-rata pada saat V=0 V yaitu 0 Ʊ, pada V
= 1 V yaitu 1,4 Ʊ, pada V = 2 V yaitu 1,10887 Ʊ, pada saat V = 3 V yaitu 0,89772 Ʊ, pada V = 4
V yaitu 0,745651 Ʊ, dan pada saat V = 5 V yaitu 0,660142 Ʊ.
Standar deviasi yang di hasilkan pada lampu 1 pada saat V=0 V adalah 0, pada saat V= 1 V
standar deviasinya adalah 0, pada V=3V yaitu 0,057735027, pada saat V=4V yaitu 0, pada saat
V = 5 V yaitu 0. Pada lampu 2 diperoleh hasil standar deviasi untuk V=0 V adalah 0, pada saat
V = 1 V yaitu 0,070710678, pada saat V = 2 V yaitu 0,152752523, pada saat V = 3 V yaitu
0,219848433, pada saat V = 4 V yaitu 0,191485422 dan pada saat V = 5 V standar deviasi nya
adalah 0,212132034.
Daftar Pustaka
Alonso, Marcello dan Edward J Finn.1994. Dasar-dasar Fisika Universitas. Jakarta : Erlangga
Tipler, P.2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Erlangga