Anda di halaman 1dari 3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Ulat Sutera

Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang
berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim disebut ulat, pupa dan
ngengat. Selama metamorfosa, stadia larva adalah satusatunya masa di mana ulat makan,
merupakan masa yang sangat penting untuk sintesa protein sutera dan pembentukan telur. Ulat
sutera adalah serangga yang masuk ke dalam Ordo Lepidoptera yang mencakup semua jenis
kupu dan ngengat (Atmosoedarjo et al., 2000).

Pemeliharaan ulat sutera sudah dimulai di Cina sejak beberapa abad yang lalu. Leluhurnya
adalah ulat sutera liar, Bombyx mandarina, ditemukan dipohon murbei yang banyak di Cina,
Jepang dan Negara lain di Asia Timur. Ulat sutera yang dikenal sekarang Bombyx mori tidak
dapat mandiri dialam bebas, penciumannya sudah sangat tumpul sehingga tidak dapat mengenal
tanaman murbei dalam jarak beberapa meter, pergerakkannya lambat dalam mendapatkan daun
karena kemampuan merangkaknya sudah lemah. Daya pegang ulat yang sangat lemah, sehingga
tidak mampu mempertahankan diri dari goncangan batang oleh angin, ulat tidak dapat
melindungi diri melawan musuh dan tidak bisa bergerak cepat (Atmosoedarjoet al., 2000).

a. Telur

Bentuk telur ulat bulat pipih, lebar sekitar 1 mm, panjang 1,3 mm dan tebal 0,5 mm serta berat
sekitar 0,5 mg. Ukuran dan beratnya dapat bervariasi, berdasarkan ras dan lingkungannya
dimana induk dipelihara. Telur ras univoltin menetas pada cuaca menghangat di musim semi,
bersama dengan tumbuhnya murbei. Larva tumbuh dan menjadi ngengat pada awal musim
panas, kemudian 5 bertelur. Telur ini dorman atau hibernasi. Setelah melewati musim dingin,
embrio dalam telur berkembang dan menetas. Siklus tersebut disebut satu generasi per tahun
(Atmosoedarjo et al., 2000).
b. Pupa

Sekitar lima atau enam hari setelah ulat mulai membentuk kokon, ulat sutera berubah bentuk di
dalam kokon dan menjadi pupa. Segera setelah menjadi pupa, pupa berwarna kuning keputihan
dan lembek namun secara bertahap berubah mengeras. Periode pupa menghabiskan waktu 11
hingga 12 hari (Sinchaisri, 1993).

c. Ngengat

Ngengat tidak bisa terbang untuk berkopulasi, atau kalau betina untuk bertelur pada daun
murbei. Ngengat yang sudah keluar dari kokon, sebaiknya ngengat di kopulasi hanya pada saat
sayap sudah berkembang dengan sempurna. Waktu kopulasi selama sekitar satu jam sudah cukup
bagi jantan untuk ejakulasi pertama, akan tetapi untuk kenyamanan serta untuk mengurangi
proporsi telur yang tidak dibuahi, kopulasi dibiarkan sampai lebih dari dua jam. Ngengat jantan
yang akan digunakan kembali maka ngengat disimpan pada suhu 5–10 ºC. Sebaiknya ngengat
jantan yang sudah digunakan maka kemampuan kopulasi sudah berkurang dan mengakibatkan
jumlah telur yang tidak dibuahi akan bertambah (Atmosoedarjoet al., 2000).

2.2 Singkong

Singkong dikenal dengan ubi kayu atau ketela pohon (Cassava) sudah lama dikenal orang
dan ditanam oleh penduduk dunia. Meskipun sebenarnya singkong bukan tanaman asli
Indonesia, tetapi singkong banyak ditanam dan merupakan makanan pokok nomor tiga setelah
padi dan jagung. Singkong mempunyai banyak nama daerah diantaranya adalah ketela pohon,
ubi jendral, ubi Inggris, telo puhung, kasape, bodin, sampeu, huwi dangdeur, kasbek dan ubi
prancis. Singkong memiliki batang yang berkayu, beruas dan berbuku. Panjang batangnya bisa
mencapai 3 meter, warna batangnya bermacammacam ditentukan oleh warna kulit luar, kulit
dalam dan adanya penyusunan selaput gabus pada batangnya. Warna batang bervariasi
tergantung warna kulit luar, tetapi batang yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan
setelah tua berubah menjadi keputihputihan, kelabu, hijau kelabu, atau coklat kelabu (Rukmana,
1997).

Tanaman singkong masuk ke wilayah Indonesia kurang lebih pada abad ke-18. Tepatnya
pada tahun 1852, didatangkan plasma nutfah singkong dari suriname untuk dikoleksikan di
Kebun Raya Bogor. Penyebaran singkong keseluruh wilayah nusantara terjadi pada tahun 1914 –
1918. Waktu itu Indonesia kekurangan bahan pangan (beras), sehingga sebagai alternatif
pengganti makanan pokok diperkenalkanlah singkong. Di Indonesia singkong dijadikan makanan
pokok nomor tiga setelah padi dan jagung. Pada tahun 1968 indonesia menjadi negara penghasil
singkong nomor 5 didunia (Sosrodirdjo, 2000).

Atmosoedarjo et al., 2000. Sutera Alam Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya

Sinchaisri, N. 1993. Techniques of Silkworm Rearing in The Tropics. United Nation, New York.

Sosrosoedirdjo, R.S. 2000. Bercocok Tanam Ketela Pohon. Jakarta : CV. Yasaguna

Rukmana. 1997. Ubi jalar-Budidaya dan pasca panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai