Anda di halaman 1dari 24

KODE ETIK JURNALISTIK, HUMAS, PERIKLANAN, dan PERFILMAN

Makalah

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir Smester Genap

Mata Kuliah Hukum dan Kode Etik Komunikasi

Tahun Akademik 2014/2015

KELOMPOK YJ

ADELIA PUTRI 1471500411

SUNDARI 1471505295

LUSY PERMATA 1471500171

RAHMAT HIDAYAT 1471504306

DANIEL RAMA 1271500884

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS BUDI LUHUR

JAKARTA 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan Rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Kode Etik Jurnalistik, Humas, Periklanan,
dan Perfilman. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Mariko
Rizkiansyah, S.Sos., M.I.Kom selaku Dosen mata kuliah Hukum dan Kode
Etik Komunikasi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kode Etik Jurnalistik,
Humas, Periklanan, dan Perfilman. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan masa
depan.

Jakarta, 10 Juni 2015

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………….…………….. 2

Daftar Isi …………………………………………………………….…………….. 3

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang ……………………………………………….…………... 4


B. Rumusan Masalah ………………………………………….……………. 5
C. Tujuan ………………………………………………………….………….. 5
D. Manfaat ….……………………………………...…………….…………... 5

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Kode Etik Jurnalistik ……………………….…….....……… 6


B. Contoh Kasusnya ………………………………........……….........……. 8
C. Pengertian Kode Etik Humas ……………………………….…......….. 10
D. Contoh Kasusnya …………………………….…………...................… 11
E. Pengertian Kode Etik Periklanan …………………...……..…........…. 16
F. Contoh Kasusnya ………………………………….............................. 17
G. Pengertian Kode Etik Perfilman ………………………...............….... 20
H. Contoh Kasusnya ……………………………..................................... 22

Bab III Penutup

A. Kesimpulan ………………………………………………..……...….…. 23
B. Saran ……………………………………………………….………….… 23

Daftar Pustaka ………………………………………………………..…..…….. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengertian Etika

1. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan
kewajiban moral baik itu dalam kehidupan sehari-hari dalam
keluarga maupun dalam lingkup bermasyarakat bahkan dalam
berfrofesi sekalipun.
2. Nilai yang mengenal benar dan salah yang dianut masyarakat.
3. Kumpulan azaz atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau
pribadi seseorang.

Pengertian Kode Etik

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan professional


tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan
apa yang tidak benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa
yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.

Tujuan kode etik agar professional memberikan jasa sebaik-


baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan
melindungi perbuatan yang tidak professional.

Pelanggaran kode etik profesi adalah penyelewengan/


penyimpangan terhadap norma yang ditetapkan dan diterima oleh
sekelompok profesi, yang mengarahkan atau member petunjuk
kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus
menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik, kode etik humas,
kode etik periklanan, kode etik perfilman?
2. Apa saja contoh kasusnya?

C. Tujuan
1. Agar tidak terjadi kesalahan dalam menggunakan kode etik sehingga
dapat menjadi baik dan benar.
2. Mengetahui apa dan bagaimana penggunaan kode etik dalam
kehidupan sehari-hari.

D. Manfaat
1. Manfaat untuk diri sendiri:
Agar bisa memahami bagaimana yang dijelaskan dengan kode etik
jurnalistik, kode etik humas, kode etik periklanan, dan kode etik
perfilman .
2. Manfaat untuk kelompok:
Agar kita bisa menjaga budaya kode etik jurnalistik, kode etik humas,
kode etik periklanan, dan kode etik perfilman yang baik dan mampu
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Kode Etik Jurnalistik


Kode etik jurnalistik dibagi menjadi tiga kata yaitu kode sendiri
berasal dari bahasa inggris “code” dan dalam bahasa latin “codex”
yang berarti buku undang-undang kumpulan sandi dan kata yang
disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam
masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi filsafat praktis
dan ajaran kesusilaan. Sedangkan jurnalistik sendiri berasal dari
bahasa latin yaitu “Diurna” dan dalam bahasa inggris “Journal” yang
berarti catatan harian.

Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila


kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah
laku, dan tata karma penertiban.

Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen,


menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad
buruk.

Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang


profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik

Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,


memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong,


fitnah, sadis, dan cabul.

6
Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6: Wartawan Indonesia menyalahgunakan profesi dan


menerima suap.

Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk


melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas
maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi
latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan


berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang
atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,
sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber


tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan


memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan
permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak


koreksi secara proporsional.

Isi Kode Etik Jurnalistik adalah sebagai berikut :

a. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan


dan keberimbangan dalam peliputan dalam peliputan dan
pemberitaan serta kritik dan komentar.
b. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan,
diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin,

7
orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit
jasmani, cacat/sakit menta, atau latar belakang social lannya.
c. Jurnalis melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya
d. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar
e. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya
untuk mencari keuntungan pribadi
f. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan
kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
g. Jurnalis menghormati hak narasumber
h. Jurnalis menghormati hak privasi, keculai hal-hal yang bias
merugikan masyarakat
i. Jurnalis segera meralat setiap pemberitahuan yang diketahuinya
tidak akurat
j. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan
diselesaikan.

Contoh Kasus Pelanggarannya

Di lakukan oleh Dewan Pers (Kasus Penyebaran Foto Seronok


Novi Amelia)

Dewan Pers menganggap dugaan keterlibatan rekan media


berinisial WO dalam penyebaran foto seronok Novi Amelia merupakan
sebuah hal yang gawat. dengan Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE). Pengedar foto Novi itu bukan dimuat di
media cetak maupun elektronik . Namun melalui BBM (Blackberry
Messanger) atau jejaring sosial, ini menjadi gawat karena dapat
terjerat Undang-Undang ITE. UU ITE yang dimaksud adalah Pasal 27
ayat 1 dan ayat 3 yang bisa diancam hukuman hingga enam tahun
penjara.

8
Ledakan bom di Hotel Ritz-Carlton dan JW Mariot
Memuat gambar sadis dan melanggar Pasal 4 Kode Etik
Jurnalistik adalah pemberitaan tentang ledakan bom di Hotel Ritz-
Carlton dan JW Mariott, Kuningan, bulan Juli tahun lalu. Pada siaran
langsung suasana tempat kejadian beberapa saat setelah bom
meledak, Metro TV memuat gambar Tim Mackay, Presiden Direktur
PT Holcim Indonesia, yang berdarah-darah dan tampak tidak
beradaya, di jalanan. Penanyangan gambar tersebut tentu tidak sesuai
dengan Kode Etik Jurnalisitk dan dapat menimbulkan dampak
traumatis bagi penonton yang melihat.

Pemberitaan kasus Antasari yang melibatkan wanita bernama


Rani oleh TV One

Menurut Penasehat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)


Pusat Tribuana Said, Selasa, saat diskusi Bedah Kasus Kode Etik
Jurnalistik di Gedung Dewan Pers, indikasi pelanggaran tersebut
dapat dilihat dari pemberitaan yang kurang berimbang karena hanya
menggunakan pernyataan dari pihak kepolisian saja.
Selain itu, Tribuana menambahkan, narasumber yang dipakai
hanya narasumber sekunder saja, misalnya keluarga Rani dan
tetangga Rani, bukan dari narasumber utama.

Pasal yang dilanggar oleh divisi berita TV One dalam


menyiarkan pemberitaan Antasari – Rani adalah Pasal 3: Wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah. Dalam kasus di atas,
wartawan TV One hanya menggunakan pernyataan dari pihak
kepolisian, tidak menggunakan data dari narasumber utama yaitu
Antasari atau Rani.

9
Kode Etik Humas
Meliputi :

1. Code of conduct –etika perilaku sehari-hari terhadap integritas


pribadi, klien dan majikan, media dan umum, serta perilaku
terhadap rekan seprofesi.
2. Code of profession – etika dalam melaksanakan tugas/profesi
humas.
3. Code of publication – etika dalam kegiatan proses dan teknis
publikasi.
4. Code of enterprise –menyangkut aspek peraturan pemerintah
seperti hukum perizinan dan usaha, hak cipta, merk, dll.

Kode Etik perhumas

Pasal I : Komitmen Pribadi

Anggota PERHUMAS harus :

1. Memiliki dan manerapkan standar moral serta reputasi setinggi


mungkin dalam menjalankan profesi kehumasan.
2. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya
memasyarakatkan kepentingan Indonesia.
3. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga
negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya
persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal II : Perilaku terhadap klien atau atasan

Anggota PERHUMAS harus :

1. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan.


2. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau
yang bersaingan tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
3. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau
atasan, maupun yang perrnah diberikan oleh mantan klien atau
mantan atasan.

10
Pasal III : Perilaku terhadap masyarakat dan media massa

Anggota PERHUMAS harus :

1. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan


kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
2. Tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi integritas sarana
maupun jalur komunikasi massa.

Pasal IV : Perilaku Terhadap Sejawat

Praktisi Kehumasan Indonesia harus :

1. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk


menggantikan kedudukan sejawatnya.
2. Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia
untuk menjunjung tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan ini

Contoh Kasus Pelanggarannya

. Peristiwa retaknya badan pesawat Adam Air 737-300


Rabu, 21 Februari 2007 pesawat Adam Air 737-300 dengan
nomor penerbangan KI-172 dengan mengangkut 148 orang
penumpang diberitakan mengalami keretakan badan pesawat di
bandara Juanda, Surabaya. Media mengabarkan bahwa Manajemen
Adam Air tidak berterus terang mengenai keretakan badan pesawat
tersebut, melainkan membantah pernyataan mengenai keretakan
pesawat Adam Air 737-300. Pihak Adam Air sendiri terbukti melalui
gambar yang tersebar di media bahwa telah mengecat seluruh badan
pesawat menjadi warna putih dan menutup retakan dibelakang sayap
pesawat menggunakan kain berwarna putih. Dari sejumlah bukti yang

11
telah tersebar dimedia, PR Adam Air tetap membantah mengenai
keretakan pesawat yang dialami oleh pesawat Adam Air 737-300, dan
memilih tidak memberikan komentar mengenai berita pengecatan
tersebut.
Dari kasus tersebut ditemukan bahwa PR Adam Air telah
melanggar kode etik kehumasan, yaitu :
a. IPRA (International Public Relation Association) Code of
Condut ; “Dalam IPRA Code of Conduct butir C disebutkan
bahwa lembaga kehumasan tidak diperkenankan untuk
menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau
menyesatkan.”. PR Adam Air dapat dikatakan melanggar
kode etik karena terbukti tidak berterus terang perihak
kejadian retaknya badan pesawat.
b. Kode Etik Kehumasan (KEKI) ; Dalam salah satu butir
ketentuan KEKI pasal III disebutkan bahwa anggota
perhumasan tidak boleh menyebarkan informasi yang tidak
benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai
profesi kehumasan.

Selain memberikan informasi yang tidak sesuai dengan


kenyataan kepada publik, dari tindakan pengecatan pesawat tersebut
pihak Adam Air juga telah melanggar UU Nomor 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan, yaitu pasal 34 ayat 2 yaitu “siapa pun dilarang
merusak, menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara,
mengambil bagian-bagian pesawat atau barang lainnya yang tersisa
akibat kecelakaan, sebelum dilakukan penelitian terhadap penyebab
kecelakaan itu. Ancaman hukuman bagi pelanggarnya adalah enam
bulan kurungan serta denda Rp 18 juta.”

12
Kasus Lumpur Lapindo Brantas
Lebih dari lima tahun kasus lumpur Lapindo belum usai.
Lapindo yang dimiliki oleh Bakrie Group ini memang memiliki
sumberdaya politik ekonomi yang dapat perpengaruh di Indonesia,
bahkan Bakrie Group dapat menciptakan opini public mengenai
lumpur Lapindo itu sendiri melalui media yang dimiliki. Pada 22
Oktober 2008 Lapindo Brantas mengadakan siaran pers mengenai
hasil para ahli geologi di London. Pada konfrensi tersebut Lapindo
menyewa perusahan Public Relation untuk mengabarkan bahwa
peristiwa tersebut bukan dari kesalahan Lapindo. Lapindo
mengeluarkan statement bahwa kejadian tersebut akibat dari bencana
alam, akan tetapi sejumlah ahli geolog dan LSM yang peduli terhadap
kasus lumpur Lapindo ini tetap menganggap bahwa kejadian
pengeboran Lapindo yang menjadi pemicu tragedy tersebut. Lapindo
terus menutupi fakta dengan berbagai cara termasuk membuat iklan
serta memecah belah warga memalui masalah ganti rugi hal tersebut
dilakukan untuk mengarahkan pada opini public.
Dari kasus tersebut, maka PR Lapindo Brantas dapat
dinyatakan telah melanggar kode etik profesi Public relation, yaitu :
a. Pasal 2 mengenai Penyebaran informasi ; “seorang anggota
tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak
bertanggungjawab, informasi yang palsu atau yang
meyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras
mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia
berkewajiban menjaga dan ketepatan informasi.”. Lapindo
dikatakan melanggar pasal tersebut karena Lapindo
menyebarkan informasi yang tidak sesuai dengan fakta.

13
b. Pasal 3 mengenai Media Komunikasi ; “seorang anggota tidak
akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas
media komunikasi”. Lapindo dapat dikatakan melanggar pasal
berikut karena Lapindo yang merupakan milik Bakrie Group
dapat menciptakan opini public sendiri mengenai lumpur
Lapindo itu sendiri melalui media yang dimiliki sehingga
informasi yang diberikan meskipun tidak sesuai dengan
kenyataan tetapi tidak menjatuhkan citra Lapindo.

Iklim Komunikasi di PT Citra Marga Nusaphala Persada tbk


Berkaitan dengan Kondisi Perusahaan
Terdapat tiga permasalahan yang terjadi di CMNP yaitu
stigma KKN, kinerja keuangan yang buruk, dan gugatan bagi hasil
pengelolaan jalan tol dengan Jasa marga. Karyawan lebih
menganggap pembagian revenue sharing dengan Jasa Marga
yang paling menganggu eksistensi karyawan karena menyangkut
kesejahteraan. hubungan antara bahawan dan atasan dalam
CMNP berkaitan dengan informai tentang usaha repositioning dan
keadaan negatif perusahaan terlihat tidak supportive, dimana para
karyawan merasa bahwa atasan tidak membantu mereka dalam
membangun dan memelihara rasa saling meghargai dan
kepentingan semua pihak. Adanya jarak yang membatasi antara
karyawan yang bekerja di lapangan dengan karyawan yang bekerja
di kantor pusat maupun operasional.
Para karyawan lapangan merasa diperlakukan seperti
mesin. Tidak adanya rasa saling menghargai dan kepentingan
semua pihak antar anggota organisasi karena motivasi kerja
karyawan dan anggota organisasi CMNP adalah untuk kepentingan
pribadi. Karyawan hanya pasrah dengan keadaan tanpa ada usaha

14
untu lebih meningkatkan komunikasi sampai pada taraf optimal,
karyawan merasa lebih baik diam dan menerima apapun kebijakan
manajemenn dengan harapan eksistensi karyawan tetap terjaga.
Kejujuran atau keterusterangan atasan atau manajemen atas hasil
kerja karyawan dirasakan kurang.
Departemen Komunikasi Korporat berfungsi sebagai
jembatan antara manajemen dengan pihak internal maupun
eksternal. Salah satu bentuk dari program Bidang Internal
Departemen Korporat untuk menjawab kebutuhan komunikasi
internal prusahaan diterbitkan buletin triwulan. namun tidak tepat
bisa menjawab kebutuhan akan saluran komunikasi, dengan
pemunculan media-media internal selain koordinasi oleh
Depatemen Komunikasi Korporat. Menurut karyawan hal ini
sebenarnya tidak sehat, selain tidak efisien juga mengkaburkan
fungsi internal relations Departemen Komunikasi Korporat.
Departemen komunikasi Korporat juga menerbitkan media internal
warta Citra Marga, namun dinilai terlambat dan cenderung menjadi
corong manajemen dan belum memberikn kesempatan komunikasi
yang sifatnya bottom up. Komunikasi face to face menjadi hal yang
sangat dirindukan oleh para karyawan.
Dari kasus tersebut, Departemen Komunikasi Koorporat
yang diposisikan sebagai PR perusahaan tersebut tidak
menjalankan etika profesi kehumasan dengan baik. Perusahaan
tersebut dapat dinyatakan melanggar etika kehumasan karena :
a. Pasal 3 mengenai Media Komunikasi ; “seorang anggota
tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat
merugikan integritas media komunikasi”. Dari sini CMNP
dapat dikatakan melanggar pasal tersebut karena CMNP

15
menciptakan suatu media komunikasi yang sifatnya
belum dua arah.
b. Pasal 8 mengenai memberitahukan Kepentingan
Keuangan ; “seorang angota yang mempunyai
kepentingan keuangan dalam suatu organisasi, tidak
akan menyarankan klien atau majikannya untuk
memakai organisasi tersebut atau pun memanfaatkan
jasa-jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan
terlebih dahulu kepentingan pribadinya yang terdapat
dalam organisasi tersebut.”. CMNP dapat dikatakan
melanggar pasal tersebut karena terbukti kinerja
keuangan perusahaan tersebut cenderung tertutup dan
memiliki kinerja buruk.
c. Perusahaan CMNP juga melanggar kode etik
Kehumasan Pemerintah mengenai hubungan kerja
kewajiban dalam organisasi yang berbunyi “pengelola
anggota/kehumasan pemerintah harus loyal kepada
instansinya, memiliki kinerja berkomunikasi dan
integritasmoral secara efektif, baik dalam jalur formal
maupun informal dengan para pegawai instansi tempat
pengelola / anggota kehumasan pemerintah.

Kode Etik Periklanan


Regulasi periklanan di Indonesia diatur dala bentuk kode etik
yang disebut sebagai Etika Periklanan Indonesia (EPI) dan aturan
pelaksanaan yang disebut sebagai Tata Krama dan Tata Cara
Periklanan Indonesia (TKTCPI). Kedua jenis regulasi ini bukan berupa
undang-undang dan dibuat oleh sejumlah institusi di bidang periklanan
di Indonesia, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia

16
(PPPI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI),
Asosiasi Media Luar Ruang Indonesia (AMLI), Serikat Penerbit Surat
Kabar (SPSI), Serikat Grafika Pers (SGP), dan sebagainya.

Konsekuensi dari bentuk regulasi yang berupa kode etik ini


adalah pada penegakan hukumnya. Penegakan hukum pada kode etik
dilakukan oleh asosiasi industry periklanan, yaitu PPPI. Demikian pula
sanksi pelanggaran atas kode etik periklanan hanya berupa teguran
dari PPPI kepada anggotanya.

Rancangan kode etik periklanan Indonesia

1. Iklan harus jujur, bertanggung jawab dan tidak bertentangan


dengan hukum yang berlaku.
2. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau
merendahkan martabat agama, tata susila, adat budaya, suku
dan golongan.
3. Iklan harus dijiwai oleh azaz persaingan yang sehat.

Contoh Kasus Pelanggarannya

Kesalahan dari iklan provider XL ini adalah

17
Di iklan ini memakai kata “TERmurah”. Iklan tidak boleh
menggunakan kata-kata yang berawalan “Ter, Paling, nomer satu, top”
ini melanggar tata karna isi iklan dalam bentuk bahasa.

Selain itu pada iklan xl ini mereka memakai kata “GRATIS”.


Kata gratis atau kata lain yang bermakna sama juga tidak boleh
dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar
biaya lain. Ini juga termasuk tata karma isi iklan

Kesalahan dari iklan shampoo CLEAR ini karena memakai


kata NO. 1, dalam Tata krama isi iklan, kata NO.1 melanggar aturan
“bahasa”.

18
Kesalahan iklan “NANO-NANO NOUGAT” melanggar tata
karma isi iklan “rasa takut dan tahayul” karena ada sesosok makhluk
gaib (suster ngesot) yang ngesot di sebuah ruangan gelap, serta
music yang menyeramkan sebagai backsound. ini menimbulkan rasa
takut orang yang sedang menonton TV.

Sanksi :

1. Pelanggaran pertama
Berupa Peringatan Pertama secara tertulis, dan masa
pengawasan selama enam bulan.
2. Pelanggaran kedua
Berupa Peringatan Kedua secara tertulis, dan masa
pengawasan tiga bulan.
3. Pelanggaran ketiga
Berupa skorsing dari keanggotaan PPPI, dikenakan jika
antara pelanggaran pertama dan pelanggaran ketiga ini
terjadi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.
Lama skorsing ditetapkan berdasarkan bobot dan tenggang
waktu terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut.
4. Pelanggaran keempat
Berupa pemecatan dari keanggotaan PPPI, dan
rekomendasi kepada para klien maupun para mitra usaha
terkait untuk memutuskan segala bentuk hubungan usaha
dengan mantan Anggota tersebut.

19
Kode Etik Perfilman
Kode etik bidang perfilman:

1. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas Profesional


wajib menghormati setiap perjanjian kerja yang dibuat bersama
serta melaksakannya secara profesional.

2. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional


berkewajiban menolak pekerjaan membuat dan atau terlibat
dalam pembuatan film biru, ataupun film yang menghina
agama.

3. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional tidak


melakukan ikatan kerja pada dua perusahaan film atahu lebih
dalam waktu yang bersamaan.

4. Segenap anggota KFT-ASI adalah para sineas profesional


berkewajiban mematuhi dan tunduk pada kebijaksanaan
organisasi berdasarkan keputusan kongres.

UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman

Pasal 5

Kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan


kebebasan berkreasi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.

Pasal 6

Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dilarang


mengandung isi yang :

a. Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan


perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya
b. Menonjolkan pornografi

20
c. Memprovokasikan terjadinya pertentangan antar kelompok,
suku, ras, dan golongan
d. Menistakan, melecehkan dan menodai nilai-nilai agama
e. Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan
hukum
f. Merendahkan harkat dan martabat manusia

Pasal 45

Masyarakat berhak:

a. Memperoleh pelayanan dalam kegiatan perfilman dan usaha


perfilman
b. Memilih dan menikmati film yang bermutu
c. Menjadi pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman
d. Memperoleh kemudahan sarana dan prasarana pertunjukkan
film
e. Mengembangkan perfilman

UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,


bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh,
atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
atau pertunjukkan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam
masyarakat.

Pasal 4

Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,


menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan, atau menyediakan pornografi yang secara
eksplisit memuat:

21
a. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang
b. Kekerasan seksual
c. Masturbasi atau onani
d. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
e. Alat kelamin
f. Pornografi anak

Contoh Kasus pelangarannya


Banyak film-film horror Indonesia yang menampilkan adegan-
adegan perempuan dengan balutan busana yang minim bahkan
terkesan telanjang. Tidak seperti tahun-tahun yang dahulu, sekarang
film horror Indonesia sudah banyak yang mengandung unsur-unsur
pornografi. Kecenderungan hadirnya konten seks dalam film horror
saat ini nampaknya perlu mendapat perhatian serius. Biladiamati,
sebenarnya kondisinya berbalik, bukan film horror dibumbui seks,
melainkan film-film seks yang dibungkus dengan horror.

Contohnya seperti film Pacar Hantu Perawan, di film tersebut


bisa dilihat Dewi Persik sedang melakukan adegan mandi dalam
keadaan hampir setengah telanjang yaitu hanya dibaluti kain putih
yang agak transparan, dapat memperlihatkan lekuk tubuhnya tersebut.

Film kedua yaitu “SKANDAL”, adegan awal dari film ini sudah
disambut dengan adegan masturbasi mischa yang diperankan oleh Uli
Auliani.

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Beberapa contoh kasus diatas banyak memilik kesalahan dan


melanggar hukum kode etik serta adanya pelanggaran UU Pornografi
membuat Berita, Iklan, dan Film. Sehingga dari contoh kasus tersebut banyak
memuat pesan – pesan ambigu dan mengarah kearah seks serta penggunaan
pakaian minim yang digunakan oleh seorang talent wanita membuat kesan
seksi dalam Film ini lebih diperjelas

B. SARAN

Seharusnya para pembuat Iklan atau Film agen pembuat Iklan atau
Film memerhatikan UU Periklanan, UU penyiaran, UU Perfilman, UU
Pornografi, serta Kode Etik Periklanan dan Kode Etik Perfilman ketika akan
membuat Iklan atau Film. Tidak hanya melindungi produk Iklan atau Film
dari kesalahan hukum serta Kode Etik, tetapi juga memerhatikan konten Iklan
atau Film sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

23
DAFTAR PUSTAKA

Happy. 2008. HAK-HAK KONSUMEN JIKA DIRUGIKAN. Jakarta :


Transmedia Pustaka
Nova, Firsan. 2009. Crisis Public Relations: Bagaimana PR
Menangani Krisis Perusahaan. Jakarta : Grasindo
Cibengnews.blogspot.com/ pengertian-kode-etik-jurnalistik
Infoaktual.net/ pelanggaran-pelanggaran-kode-etik

24

Anda mungkin juga menyukai