Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat dan
bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini mrupakan hasil dari tugas mandiri bagi para mahasiswa, untuk belajar dan
mempelajari lebih lanjut tentang topik Dinamika Historis Konstitusional, social politik,
kultural,sertaKonteks Kontemporer Penegakan Hukum Yang Bereadilan. Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar
kreativitas dan penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui
tentang berbagai Masalah Dinamika Historis Konstitusional , sosial politik, Kultural Serta
Konteks Temporer Penegakan Hukum Yang berkeadilan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan senantiasa menjadi sahabat dalam belajar
untuk meraih prestasi yang gemilang. Kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah dan
juga teman-teman sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dalam belajar
pada masa mendatang.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Menelusuri konsep dan urgensi penegakan hukum yang berkeadilan...........................5
2.2 Menanya Alasan Mengapa Diperlukan Penegakan Hukum yang Berkeadilan..............6
2.3 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang
Berkeadilan di Indonesia.......................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA…..........................................................................................................20
2
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum merupakan peraturan berupa norma yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat yang
berlaku untuk semua orang dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia,menjaga
ketertiban, keadilan, perdamaian,mencegah terjadinya kekacauan dan memberikan sanksi
bagi orang yang melanggar hokum. Indonesia merupakan negara hukum, karenanya
aturan dan penegakan hukum menjadi bagian penting dalam kehidupan, bukan saja
ada aturannya secara normal, namun realisasi pelaksanaannya secara nyata
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan faktor utama untuk
mewujudkan keadilan dan perdamaian. berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar
1945. negara Indonesia berusaha untuk menjunjung tinggi penegakan hokum, negara akan
menjamin setiap warganya bersamaan kedudukan di depan hukum dan dalam
pemerintahan tanpa terkecuali. dibutuhkan adanya peraturan-peraturan yang mampu
menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara tanpa adanya
diskriminasi. sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat adanya kesenjangan sosial yang
disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif. Selain itu terjadi pola
penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara dan pejabat publik yang seharusnya
menjadi penegak hukum dan pelindung rakyat tetapi justru
mengintimidasi, menganiaya,sampai menghilangkan nyawa.
Kejahatan merupakan persoalan yang dialami masyarakat dari waktu kewaktu. Persoalan
kejahatan tiada henti diperdebatkan. jadi dimana ada kehidupan manusia pasti juga ada
kejahatan yang akan selalu mengikutinya. hal ini berarti bahwa kejahatan terjadi dan tumbuh
berkembang dalam lingkungan kehidupan manusia. Menurut darmadi (2013). Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai wahana untuk mengembangkan
serta melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang
diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari. Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut maka dibuatlah makalah ini.
3
3.Bagaimana menggali sumber historis, sosiologis, politis, tentang penegak hukum yang
berkeadilan di Indonesia?
1.3 Tujuan
3. untuk menggali sumber historis, sosiologis, politis, tentang penegak hukum yang
berkeadilan di Indonesia
4
BAB II
PEMBAHASAN
Teori negara hukum dari Kranenburg ini banyak dianut oleh negara-negara modern.
Bagaimana dengan Indonesia? Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara
hukum. Artinya negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan belaka melainkan negara
yang berdasarkan atas hukum, artinya semua persoalan kemasyarakatan, kewarganegaraan,
pemerintahan atau kenegaraan harus didasarkan atas hukum. Perlindungan terhadap warga
negara serta menjaga ketertiban masyarakat telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Anda dianjurkan untuk mengkaji Bab IX,
Pasal 24, 24.
5
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkunganperadilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Negara kita telah memiliki lembaga peradilan yang diatur dalam UUD NRI 1945 ialah
Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain
lembaga negara tersebut, dalam UUD NRI 1945 diatur pula ada badan-badan lain yang diatur
dalam undang-undang. Tentang MA, KY, dan MK ini lebih lanjut diatur dalam UU No.
48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Anda perhatikan apa yang dimaksud dengan ketiga
lembaga peradilan tersebut. UU No. 48/2009 Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
(2) Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Mahkamah Konstitusi adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4) Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pelaksanaan fungsi keempat, yakni menegakkan keadilan, fungsi negara dalam bidang
peradilan dimaksudkan untuk mewujudkan adanya kepastian.
hukum. Fungsi ini dilaksanakan dengan berlandaskan pada hukum dan melalui badan-badan
peradilan yang didirikan sebagai tempat mencari keadilan. Bagi Indonesia dalam rangka
menegakkan keadilan telah ada sejumlah peraturan perundangan yang mengatur tentang
lembaga pengadilan dan badan peradilan. Peraturan perundangan dalam bidang hukum
pidana, kita memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam bidang peradilan, kita memiliki Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan
Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain itu, ada juga peradilan yang
sifatnya ad hoc, misalnya peradilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Bagaimana pelaksanaan penegakan hukum untuk tercapainya rasa keadilan masyarakat?
Anda dianjurkan untuk menelusuri sumber rujukan tentang upaya penegakan hokum
Sebagaimana telah diuraikan pada Bab IV, terdapat enam agenda reformasi, satu di
antaranya adalah penegakan hukum. Dari sebanyak tuntutan masyarakat, beberapa sudah
6
mulai terlihat perubahan ke arah yang positif, namun beberapa hal masih tersisa. Mengenai
penegakan hukum ini, hampir setiap hari, media massa baik elektronik maupun cetak
menayangkan masalah pelanggaran hukum baik terkait dengan masalah penegakan hukum
yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat maupun masalah pelanggaran HAM dan
KKN.
Pada Bab I, telah diungkapkan sejumlah permasalahan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Beberapa di antaranya yang terkait dengan masalah penegakan
hukum adalah:
- Perilaku warga negara khususnya oknum aparatur negara banyak yang belum baik
dan terpuji (seperti masih ada praktik KKN, praktik suap, perilaku premanisme, dan
perilaku lain yang tidak terpuji);
- Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial (seperti SARA, tawuran, pelanggaran
HAM, etnosentris, dan lan-lain);
- Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum diselesaikan dan
ditangani secara tuntas;
- Penegakan hukum yang lemah karena hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah
tetapi tumpul ke atas, dan
- Pelanggaran oleh Wajib Pajak atas penegakan hukum dalam bidang perpajakan.
Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut tentu menimbulkan pertanyaan
dalam pikiran kita. Oleh karena itu, Anda dapat
mempertanyakan secara kritis terhadap masalah-masalah tersebut. Berikut ini adalah contoh
pertanyaan yang dapat diajukan:
(1) Mengapa banyak oknum aparatur negara yang belum baik dan terpuji? Siapa aparat
penegak hukum atau badan peradilan yang ada di Indonesia? Mereka masih melakukan
praktik KKN yang merugikan keuangan negara yang dikumpulkan dari uang rakyat melalui
pajak, praktik suap, perilaku premanisme, dan perilaku lain yang tidak terpuji. Padahal,
ketika bangsa Indonesia memasuki era reformasi masalah-masalah tersebut telah menjadi
perhatian dan target bersama untuk diberantas atau dihilangkan;
(2) Mengapa masih terjadi konflik dan kekerasan sosial yang bernuansa SARA, bahkan
mereka tawuran dengan merusak aset negara yang dibiayai dari pajak, melanggar HAM,
bersikap etnosentris padahal bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah, santun,
dan toleran? Siapa saja yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah konflik dan
kekerasan?;
7
(3) Mengapa setelah Indonesia merdeka lebih dari setengah abad masih marak terjadi kasus-
kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum diselesaikan dan ditangani secara tuntas?
Siapa yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah konflik dan kekerasan?;
(4) Mengapa penegakan hukum di Indonesia dianggap lemah sehingga muncul sebutan
“bagaikan pisau yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas? Masalah yang keempat ini
merupakan masalah klasik, artinya masalah ini sudah lama terjadi dalam praktik, tetapi
sampai saat ini masih tetap belum dapat terselesaikan.
(5) Mengapa masih saja terdapat warga negara yang tidak patuh akan kewajibannya sebagai
Wajib Pajak? Sebagaimana kita tahu bahwa pajak adalah tulang punggung penerimaan
negara, akan tetapi masih saja terdapat kasus di mana Wajib Pajak berusaha melakukan
penghindaran pajak maupun rekayasa perpajakan yang bersifat melanggar hukum
sebagaimana yang dilakukan PT. Asian Agri pada Tahun 2002-2005.
2.3 Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang
Berkeadilan di Indonesia
Agar negara dapat melaksanakan tugas dalam bidang ketertiban dan perlindungan
warga negara, maka disusunlah peraturan-peraturan yang disebut peraturan hukum. Peraturan
hukum mengatur hubungan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, di samping
mengatur hubungan manusia atau warga negara dengan negara, serta mengatur organ-organ
negara dalam menjalankan pemerintahan negara. Ada dua pembagian besar hukum. Pertama,
hukum privat ialah hukum yang mengatur hubungan antarmanusia (individu) yang
menyangkut "kepentingan pribadi" (misalnya masalah jual beli, sewa-menyewa, pembagian
waris). Kedua, hukum publik ialah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan
organ negara atau hubungan negara dengan perseorangan yang menyangkut kepentingan
umum. Misalnya, masalah perampokan, pencurian, pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan
kriminal lainnya.
Peraturan-peraturan hukum, baik yang bersifat publik menyangkut kepentingan umum
maupun yang bersifat privat menyangkut kepentingan pribadi, harus dilaksanakan dan
ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila segala
tindakan pemerintah atau aparatur berwajib menjalankan tugas sesuai dengan hukum atau
dilandasi oleh hukum yang berlaku, maka negara tersebut disebut negara hukum. Jadi, negara
hukum adalah negara yang setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan atas
hukum yang berlaku di negara tersebut.
8
Hukum bertujuan untuk mengatur kehidupan dan ketertiban masyarakat. Untuk
mewujudkan masyarakat yang tertib, maka hukum harus dilaksanakan atau ditegakkan secara
konsekuen. Apa yang tertera dalam peraturan hukum seyogianya dapat terwujud dalam
pelaksanaannya di masyarakat. Dalam hal ini, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan
untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat
merasa memperoleh perlindungan akan hak-haknya.
Gustav Radbruch, seorang ahli filsafat Jerman (dalam Sudikno Mertokusumo, 1986:130),
menyatakan bahwa untuk menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan
yaitu: (1) Gerechtigheit, atau unsur keadilan; (2) Zeckmaessigkeit, atau unsur kemanfaatan;
dan (3) Sicherheit, atau unsur kepastian.
1) Keadilan
Keadilan merupakan unsur yang harus diperhatikan dalam menegakkan hukum.
Artinya bahwa dalam pelaksanaan hukum para aparat penegak hukum harus bersikap adil.
Pelaksanaan hukum yang tidak adil akan mengakibatkan keresahan masyarakat, sehingga
wibawa hukum dan aparatnya akan luntur di masyarakat. Apabila masyarakat tidak peduli
terhadap hukum, maka ketertiban dan ketentraman masyarakat akan terancam yang pada
akhirnya akan mengganggu stabilitas nasional.
2) Kemanfaatan
Selain unsur keadilan, para aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya
harus mempertimbangkan agar proses penegakan hukum dan pengambilan keputusan
memiliki manfaat bagi masyarakat. Hukum harus bermanfaat bagi manusia. Oleh karena itu,
pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi
manusia.
3) Kepastian hukum
Unsur ketiga dari penegakan hukum adalah kepastian hukum, artinya penegakan
hukum pada hakikatnya adalah perlindungan hukum terhadap tindakan sewenang-wenang.
Adanya kepastian hukum memungkinkan seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang
diharapkan. Misalnya, seseorang yang melanggar hukum akan dituntut pertangungjawaban
atas perbuatannya itu melalui proses pengadilan, dan apabila terbukti bersalah akan dihukum.
Oleh karena itu, adanya kepastian hukum sangat penting. Orang tidak akan mengetahui apa
yang harus diperbuat bila tanpa kepastian hukum sehingga akhirnya akan timbul keresahan.
9
Dalam rangka menegakkan hukum, aparatur penegak hukum harus menunaikan tugas sesuai
dengan tuntutannya yang ada dalam hukum material dan hukum formal.
Pertama, hukum material adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berupa perintah-perintah
dan larangan-larangan. Contohnya: untuk Hukum Pidana terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), untuk Hukum Perdata terdapat dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUHPER). Dalam hukum material telah ditentukan aturan atau
ketentuan hukuman bagi orang yang melakukan tindakan hukum. Dalam hukum material juga
dimuat tentang jenis-jenis hukuman dan ancaman hukuman terhadap tindakan melawan
hukum.
Kedua, hukum formal atau disebut juga hukum acara yaitu peraturan hukum yang
mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum
material. Contohnya: hukum acara pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) dan hukum acara Perdata. Melalui hukum acara inilah hukum
material dapat dijalankan atau dimanfaatkan. Tanpa adanya hukum acara, maka hukum
material tidak dapat berfungsi.
Para aparatur penegak hukum dapat memproses siapa pun yang melakukan perbuatan
melawan hukum melalui proses pengadilan serta memberi putusan (vonis). Dengan kata lain,
hukum acara berfungsi untuk memproses dan menyelesaikan masalah yang memenuhi
norma-norma larangan hukum material melalui suatu proses pengadilan dengan berpedoman
pada peraturan hukum acara. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hukum acara
berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan hukum material. Hukum acara hanya digunakan
dalam keadaan tertentu yaitu dalam hal hukum material atau kewenangan yang oleh hukum
material diberikan kepada yang berhak dan perlu dipertahankan.
Agar masyarakat patuh dan menghormati hukum, maka aparat hukum harus
menegakkan hukum dengan jujur tanpa pilih kasih dan demi Keadilan Berdasarkan Kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, aparat penegak hukum hendaknya memberikan
penyuluhan-penyuluhan hukum secara intensif dan persuasif sehingga kesadaran hukum dan
kepatuhan masyarakat terhadap hukum semakin meningkat.
Dalam upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD
NRI 1945, bukan hanya diperlukan pembaharuan materi hukum, tetapi yang lebih penting
adalah pembinaan aparatur hukumnya sebagai pelaksana dan penegak hukum. Di negara
10
Indonesia, pemerintah bukan hanya harus tunduk dan menjalankan hukum, tetapi juga harus
aktif memberikan penyuluhan hukum kepada segenap masyarakat, agar masyarakat semakin
sadar hukum. Dengan cara demikian, akan terbentuk perilaku warga negara yang menjunjung
tinggi hukum serta taat pada hukum.
1. Lembaga Penegak hukum
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya, maka dibentuk beberapa lembaga
aparat penegak hukum, yaitu antara lain: Kepolisian yang berfungsi utama sebagai
lembaga penyidik; Kejaksaan yang fungsi utamanya sebagai lembaga penuntut;
Kehakiman yang berfungsi sebagai lembaga pemutus/pengadilan; dan lembaga
Penasehat atau memberi bantuan hukum
(KUHAP), Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI. Penyelidik mempunyai
wewenang:
1) menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak Pidana;
2) mencari keterangan dan barang bukti;
3) menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;
4) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
a) penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
b) pemeriksaan dan penyitaan surat;
c) mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d) membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Setelah itu, penyelidik berwewenang membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan tersebut di atas kepada penyidik.
Selain selaku penyelidik, polisi bertindak pula sebagai penyidik. Menurut Pasal 6 UU
No.8/1981 yang bertindak sebagai penyidik yaitu:
1) pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;
2) pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
11
3) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
4) melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
5) melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
6) mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
7) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
8) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
9) mengadakan penghentian penyidikan;
10) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. Kejaksaan
Dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Pasal 1 dinyatakan bahwa “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-
undang.” Jadi, Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan adalah tindakan penuntut
umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yangdiatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa
dan diputus oleh hakim di sidang Pengadilan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka Jaksa
(penuntut umum) berwewenang antara lain untuk: a) menerima dan memeriksa berkas
perkara penyidikan; b) membuat surat dakwaan; c) melimpahkan perkara ke Pengadilan
Negeri sesuai dengan peraturan yang berlaku; d) menuntut pelaku perbuatan melanggar
hukum (tersangka) dengan hukuman tertentu; e) melaksanakan penetapan hakim, dan lain-
lain. Yang dimaksud penetapan hakim adalah hal-hal yang telah ditetapkan baik oleh hakim
tunggal maupun tidak tunggal (majelis hakim) dalam suatu putusan pengadilan. Putusan
tersebut dapat berbentuk penjatuhan pidana, pembebasan dari segala tuntutan, atau
pembebasan bersyarat.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, Kejaksaan berkedudukan
sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
Berdasarkan Pasal 4 UU No. 16 tahun 2004 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia"
pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan tersebut diselenggarakan oleh:
12
1) Kejaksaan Agung, berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
2) Kejaksaan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi
wilayah provinsi.
3) Kejaksaan negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang daerah hukumnya
meliputi daerah kabupaten/kota.
Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana, tetapi juga di
bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan kepentingan umum, serta
dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
Tugas dan wewenang Kejaksaan bukan hanya dalam bidang Pidana, tetapi juga di
bidang Perdata dan Tata usaha negara, di bidang ketertiban dan kepentingan umum, serta
dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya.
Dalam Pasal 30 UU No. 16 tahun 2004 tentang "Kejaksaan Republik Indonesia" dinyatakan
bahwa di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
(a) Melakukan penuntutan;
(b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
(c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
(d) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
(e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut meyelenggarakan
kegiatan: (a) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; (b) Pengamanan kebijakan
penegakan hukum; (c) Pengawasan peredaran barang cetakan; (d) Pengawasan kepercayaan
yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; (e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau
penodaan agama; (f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statik kriminal.
c. Kehakiman
13
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk mengadili.
Adapun Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengadili. Menurut Pasal 1 UU Nomor 8 tahun1981 tentang Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di
sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Artinya, hakim tidak boleh dipengaruhi
oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapat
pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara, maka cenderung keputusan hakim itu
tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat dan wibawa hukum dan hakim
akan pudar.
2. Lembaga Peradilan
Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dapat dilakukan dalam
berbagai badan peradilan sesuai dengan masalah dan pelakunya. Dalam bagian pertimbangan
Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Keempat lingkungan peradilan tersebut masing-masing
mempunyai lingkungan wewenang mengadili perkara tertentu dan meliputi badan peradilan
secara bertingkat. Peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara
merupakan peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengadili
golongan/kelompok rakyat tertentu. Sedangkan peradilan umum merupakan peradilan bagi
rakyat pada umumnya baik mengenai perkara Perdata maupun perkara Pidana. a. Peradilan
Agama Peradilan agama terbaru diatur dalam Undang-Undang nomor 50 tahun 2009 sebagai
perubahan kedua atas UU No. 7 tahun 1989. Berdasar undang-undang tersebut, Peradilan
Agama bertugas dan berwewenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang: a) perkawinan; b) kewarisan, wasiat, dan hibah
yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c) wakaf dan shadaqah. b. Peradilan Militer
Wewenang Peradilan Militer menurut Undang-Undang Darurat No. 16/1950 yang telah
14
diperbaharui menjadi UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah memeriksa dan
memutuskan perkara Pidana terhadap kejahatan atau pelanggaran yang diakukan oleh: 1)
seorang yang pada waktu itu adalah anggota Angkatan Perang RI; 2) seorang yang pada
waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan sama
dengan Angkatan Perang RI; 3) seorang yang pada waktu itu ialah anggota suatu golongan
yang dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau berdasarkan
Undang-Undang; 4) orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (1,2,3) tetapi atas
keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan
Militer.
Peradilan Tata Usaha Negara diatur Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 yang telah
diperbaharui menjadi UU No. 9 tahun 2004. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Tata
Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Peradilan Tata
Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh pegawai tata usaha negara. Dalam peradilan Tata Usaha Negara ini yang
menjadi tergugat bukan orang atau pribadi, tetapi badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau dilimpahkan
kepadanya. Sedangkan pihak penggugat dapat dilakukan oleh orang atau badan hukum
perdata. d. Peradilan Umum Peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Rakyat (pada umumnya) apabila
melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang menurut peraturan dapat dihukum, akan
diadili dalam lingkungan Peradilan Umum.
15
beberapa unsur yaitu: Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, sekretaris, dan juru sita. Adapun
Fungsi Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan memutuskan serta menyelesaikan perkara
dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana sipil untuk semua
golongan penduduk.
2) Pengadilan Tinggi
Putusan hakim Pengadilan Negeri yang dianggap oleh salah satu pihak belum
memenuhi rasa keadilan dan kebenaran dapat diajukan Banding. Proses Banding tersebut
ditangani oleh Pengadilan Tinggi yang berkedudukan di setiap ibukota Provinsi. Dengan
demikian, pengadilan Tinggi adalah pengadilan banding yang mengadili lagi pada tingkat
kedua (tingkat banding) suatu perkara perdata atau perkara Pidana, yang telah
diadili/diputuskan oleh pengadilan negeri. Pengadilan Tinggi hanya memeriksa atas dasar
pemeriksaan berkas perkara saja, kecuali bila Pengadilan Tinggi merasa perlu untuk langsung
mendengarkan para pihak yang berperkara. Daerah hukum pengadilan tinggi pada asasnya
adalah meliputi satu daerah tingkat I. Menurut Undang-Undang No. 2 tahun 1986, tugas dan
wewenang Pengadilan Tinggi adalah:
a) memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara Pidana dan Perdata di tingkat banding;
b) mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar
Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
16
ditegaskan bahwa Kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***) Untuk mengatur
lebih lanjut pasal tentang kekuasaan kehakiman, sebelumnya telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang telah
diubah menjadi UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
17
yang harus diperhatikan oleh semua pihak, yaitu: a) penegak hukum yang memeriksa
tersangka/terdakwa wajib memberi kesempatan kepada terdakwa untuk memperoleh bantuan
hukum; b) bantuan hukum tersebut merupakan usaha untuk membela diri; c)
tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri penasehat hukumnya. Penasehat
hukum ada yang berdiri sendiri dan ada pula yang berhimpun dalam organisasi seperti:
Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasehat
Hukum Indonesia (IPHI), dan sebagainya.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
2. Penegakan hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam
masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hak-haknya
terlindungi.
3. Aparatur hukum yang mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan hukum
antara lain lembaga kepolisisan, kejaksaan, dan kehakiman.
3.2 Saran
Dalam makalah ini saran yang diberikan kepada pembaca agar memahami dan melaksanakan
hukum peraturan hukum yang berlaku di Indonesia guna tercapainya penegakan hukum yang
berkeadilan.
19
DAFTAR PUSTAKA
20