Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

FARMAKOGNOSI FITOKIMIA 1

DISUSUN OLEH :
1. SUKMAWATI
2. SARTIKA AHMAD
3. DINA IZZA SYAM
4. MIFTAHUL KHAERANI D
5. ANDI NURUL INSANI AULIA NUR
6. ABUDZAR ALGIFARI
7. RATU ANANDA ABUSTON
8. ILAN SAFITRI
9. FAJRI WULANDARI
10. ANDI FITRI AZIZAH
11. OMER ELZAIN
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak
ribuan tahun lalu, mengingat bahwa Indonesia merupakan Negara yang
memiliki iklim tropis dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di
dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000 – 30.000 spesies
tanaman yang meripakan 80% dari jenis tanaman disunia dan 90% dari
jenis tanaman di Asia. Pengobatan tradisional merupakan sumber
informasi bagi pemanfaatan tumbuhan sebagai obat.Tumbuhan dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional apabila tanaman tersebut
mengandung senyawa kimia yang mempunyai aktivitas biologis.
Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia L) adalah salah satu
sumber daya hayati yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat.Tanaman ini banyak tumbuh di daerah tropis.Daun jati
belanda (Guazuma ulmifolia L.) mengandung damar, lendir, tanin,
triterpen, alkaloid, karotenoid, flavonoid, dan asam fenol.
Bagian jati belanda yang dapat dimanfaatkan untuk bahan obat
adalah daun, kulit, batang, dan bijinya.Daun jati belanda banyak dipakai
sebagai pelangsing tubuhm sedangkan kulit batangnyabdimanfaatkan
sebagai obat disentri wasir, pneumonia, batuk, bronchitis.Selain sebagai
tanaman obat, di Indonesia tanaman Jati Belanda juga dimanfaatkan
sebagai tanaman peneduh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Skrining fitokimia?
2. Apa yang dimaksud dengan Ekstraksi Sampel?
3. Apa saja metode pada Ekstraksi Sampel?
4. Apa yang dimaksud dengan Penguapan Sampel?
5. Apa yang dimaksud dengan Partisi?
6. Apa yang dimaksud dengan Kromatografi lapis Tipis?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
menentukan apa yang dimaksud dengan skrining fitokimia, ekstraksi
sampel, penguapan sampel, partiri sampel, dan identifikasi sampel
secara kromatigrafi lapis tipis pada sampel tanaman Daun Jati Belanda
(Guazuma ulmifolia Lamk).
BAB 2

ISI

2.1 Uaraian Tanaman


a. Klasifikasi Jati belanda(itis.gov)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivision : Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
Order : Malvales
Family : Malvaceae
Genus : Guazuma
Species : Guazuma ulmifolia L.
b. Morfologi tanaman
Tanaman jati belanda tumbuh secara liar didaerah tertentu
seperti pulau jawa dengan penyebaran tumbuhan pada dataran
rendah hingga ketinggian 800 m dpl.Jati belanda belum
dibudidayakan secara komersial.Batang tanaman jati belanda keras,
berkayu, bercabang, dan berwarna hijau keputih-putihan.Daunnya
tunggal, bulat telur, permukaan kasar, tepi bergerigi, ujung runcing,
pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, dan letaknya berseling.
Panjang daun sekitar 4-22,5 cm dan lebar 2-10 cm. Pada bagian
bawah daun berbuku. Panjang tangkai daun sekitar 5-25 mm. Jati
belanda mempunyai daun penumpu yang berbentuk lanset atau
berbentuk paku dengan panjang antara 3-6 mm. Bunga tanaman jati
belanda tunggal, bulat dan muncul dari ketiak daun.Bunganya
berwarna hijau muda.Bentuk bunga agak ramping, berjumlah
banyak, dan beraroma harum.Panjang kelopak bunga 3-4 mm
dengan tajuk terbagi dua bagian.Tajuknya berwarna ungu tua
kadang-kadang menjadi kuning tua. Panjang tajuk sekitar 3-4 mm.
bagian bawah tajuk berbentuk garis dengan panjang 2-2,5 mm. buah
jati belanda berbentuk kotak atau agak bulat, keras, permukaan
berduri, dan berwarna hitam. Bijinya kecil, keras, berwarna coklat
muda, dan berdiameter 2 mm. Akarnya tunggal dan berwarna putih
kecoklatan (Sulaksana dan Jayusman, 2005).
c. Nama lain
Tanaman ini di jawa juga dikenal dengan nama daerah Jati
Londo. Di Sumatra dikenal dengan nama Jati Belanda, sedangkan di
melayu dikenal dengan nama Jati Blanda (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991).
d. Kandungan kimia
Zat utama yang terkandung dalam seluruh bagian tanaman jati
belanda adalah tanin dan lendir atau muscilago (Suharmiati dan
Maryani, 2003).
Batang tanaman jati belanda kaya akan kandungan tanin dan
proantosianidin. Kandungan kimia utama yang pernah ditemukan
dalam berbagai bagian jati belanda adalah alkaloid, kafeina,
caryophyllene, katekin, epikatekin, farnesol, friedelin, kaurenoid aid,
precocene I, prosianidin B-2, prosianidin B-5, prisianidin C-1,
sitosterol, terpen (Suharmiati,2003).
e. Khasiat tanaman
Tanaman jati belanda mempunyai efek anti diare, astringen,
dan menguruskan badan (Suharmiati, 2003)
2.2 Tinjauan Pustaka
Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat
dengan cepat memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan
fitokimia tertentu dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan
fitokimia tertentu (Kristianti, 2008).
Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan senyawa
kimia dalam bagian tumbuhan, terutama kandungan metabolit sekunder
yang di antaranya adalah flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, terpenoid
dan sebagainya. Skrining fitokimia harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan
peralatan minimal, bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan
untuk senyawa yang bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa
yang dipelajari (Septyaningsih, 2010).
Skrining fitokimia bertujuan untuk menganalisa suatu tumbuhan
agar dapat mengetahui kandungan pada tumbuhan tersebut yang
berguna dalam pengobatan dan untuk mengidentifikasi senyawa kimia
tertentu yang terkandung dalam daun kopasanda (Chromolaena folium)
yang dapat digunakan dalam pengobatan (Motaleb, 2013).
Ekstrasi adalah proses yang dilakukan cairan penyari untuk
menarik untuk keluar zat aktif yang beberapa terdapat pada tanaman
obat. Zat aktif berada dalam sel, sehingga untuk dapat mengeluarkan
zat aktif dari dalam sel diperlukannya suatu cairan penyari atau pelarut
tertentu. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah metano, etanol,
kloroform, n-heksan, eter, aseton,benzene, dan etil asetat (Najib A,
2018)
Adapun proses estraksi yang terjadi adalah masuknya cairan
penyari kedalam sel, masuknya cairan dalam sel (osmosis) akan
semakin mudah apabila dinding sel sudah tidak menjadi utuh lagi akibat
adanya proses penyerbukan. Cairan penyari yang masuk akan
membuat zat aktif yang berada dalam sel terlarut sehungga terjadi
perbedaan konsetrasi antara larutan zat aktif dalam sel dan cairan
penyari yang berada diluar sel, maka tahap ini terjadi proses difusi (
Najib A, 2018).
Adapun tahapan-tahapan ekstrasi menurut Besset, J. dkk, 1994
yaitu:
1. Mencampur bahan-bahan ekstraksi dengan pelarut dan dibiarkan
saling. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi
pada bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut (terjadi
ekstraksi).
2. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, kebanyakan dengan cara
penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan mendapatkan kembali
pelarut,umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut.
Pembagian metode ekstraksi terbagi atas dua yaitu (Anonim,
2019) :
1. Berdasarkan perbedaan suhu
a. Penyarian panas yaitu, destilasi uap air dan refluks
b. Penyarian dingin yaitu, maserasi, perlokasi, soxhlet
2. Berdasarkan proses tersarinya senyawa aktif
a. Berkesinambungan yaitu, perlokasi, soxhletasi dan refluks
b. Tidak berkesinambungan yaitu, maserasi dan destilasi uap air
Prinsip kerja ekstraksi menurut Underwood, A. L dan Day A. R.
1990 yaitu :
1. Prinsip maserasi
Penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyaring yang sesuai selama tiga hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyaring akan
masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di
luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar
dan diganti oleh cairan penyaring dengan konsentrasi rendah
(proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam
sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan
penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
2. Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam
bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan
penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui
sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena
gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang
menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan,
lalu dipekatkan.
3. Prinsip Soxhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas
bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola
menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam
klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari
telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali
ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi.
Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak
tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali.
Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
4. Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan
penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan
turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel
yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung
secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
5. Destilasi uap air
Memanfaatkan perbedaan titik didih zat cair. Prinsip analisis dengan
destilasi yakni dengan mencampur sampel dengan pelarut yang tidak
dapat bergabung dengan air, pada saat campuran dipanaskan maka
air dan pelarut akan menguap. Air yang mengalami penguapan (uap
air) kemudian dikondensasi menjadi aitr kembali. Total air yang
diperoreh dari hasil kondensasi kemudian ditetapkan sebagai kadar
air sampel (Iyoni akma,2018).
Penguapan di maksudkan untuk mendapatkan konsistensi ekstrak
yang lebih pekat, dan tujuan dilakukannya penguapan adalah untuk
menghilangkan cairan penyari yang digunakan, agar tidak mengganggu
pada proses partisi (Harbone, 2007).
Tujuan penguaoan untuk mendapatkan konsetrasi ekstrak yang
lebih pekat, meningkatkan jumlah solute atau senyawa terlarut (ekstrak
kental), dan untuk menghilangkan cairan penyari yang digunakan agar
pada ekstraksi cairan pisah diperoleh hanya dua lapisan.Ekstrak dibagi
menjadi tiga macam yaitu (Dirjen POM, 1979) :
1. Ekstrak cair adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian
bahan alam masih mengandung larutan penyari.
2. Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi
konsistensinya tetap cair pada suhu kamar.
3. Ekstrak kering adalah ekstrak yang telah mengalami proses
penguapan dan tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai
konsistensi padat (berwujud kering).
Salah satu cara adalah dengan menurunkan tekanan parsial
uap air menggunakan aliran gas, dalam hal ini udara, sehingga suhu
penguapan turun. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh laju
alir udara, laju alir umpan cair, konsentrasi dan arah aliian terhadap
koefisien perpindahan panas dan koefisien perpindahan massa di dalam
falling film evaporator untuk sistem larutan organik, larutan elektrolit dan
larutan biner serta menentukan persamaan empiris koefisien
perpindahan panas dan koefisen perpindahan massa falling film
evaporator (Ritson, 2007).
1. Vakum desikator
Desikator/eksikator terdiri dari panci bersusun dua yang bagian
bawahnya diisi bahan pengering. dengan penutup yang sulit dilepas
dalam keadaan dingin karena dilapisi vaseline. Ada 2 macam
desikator : desikator biasa dan vakum. Desikator vacum Desikator
vakum pada bagian tutupnya ada katup yang bisa dibuka tutup, yang
dihubungkan dengan selang ke pompa. Sedangkan desikator biasa
tidak memmpunyai katup. Bahan pengering yang digunakan adalah
silika gell.Fungsi : Tempat menyimpan sampel yang harus bebas air,
Mengeringkan padatan (Ritson, 2007).
2. Oven
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara
menguapkan air tersebut menggunakan energi panas. Umumnya
kandungan air bahan tersebut dikurangi agar mikroba tidak dapat
tumbuh lagi di dalamnya. Prinsip dari metode oven pengering adalah
bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila
bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105o C selama waktu tertentu.
Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah dipanaskan adalah
kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut (Ritson, 2007).
Rotary Vakum Evaporator (Rotavapor) adalah metode yang paling
umum digunakan, karena cara kerja yang efisien, cepat dan aman
dalam memisahkan cairan. Flask yang berputar menghasilkan transfer
panas yang efektif untuk proses penguapan yang cepat dan mencegah
overheating pada saat pencampuran. Akan tetapi alat ini cukup mahal
dan penggunaanya harus pada suhu dan tekanan tertentu (Rachman,
2009).
Ekstraksi padat cair adalah proses ekstraksi suatu konstituen yang
dapat larut (solute) pada suatu campuran solid dengan menggunakan
pelarut. Proses ini sering disebut leaching. Proses ini biasanya
digunakan untuk mengolah suatu larutan pekat dari suatu solute
(konstituen) dalam solid (leaching) atau untuk membersihkan suatu
solute inert dari kontaminannya dengan bahan (konstituen) yang dapat
larut (washing) (Asnadi, 2014).
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan suatu komponen dari
satu fasa cair ke fasa cair lainnya. Operasi ekstraksi cair-cair terdiri dari
beberapa tahap yaitu kontak antara pelarut dengan fasa cair yang
mengandung zat terlarut, kemudian zat terlarut akan berpindah ke fasa
pelarut. Kemudian pemisahan fasa yang tidak saling larut yaitu fasa
yang banyak mengandung pelarut disebut fasa ekstrak dan fasa yang
mengandung pelarut asal disebut fasa rafinat (Martunus, 2007).
Prinsip yaitu “ Like dissolves like”, dimana senyawa yang nonpolar
akan larut dalam pelarut nonpolar sedangkan senyawa yang polar akan
larut pada pelarut polar (Adi Budiman, 2003).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang
memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya.Kromatografi lapis tipis dapat di gunakan untuk pemisahan
senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik seperti lipida-lipida dan
hidrokarbon yang sukar dijelaskan dengan kromatografi kertas
(Kurniawan dan Santosa, 2004).
Bahan adsorben sebagai fasa diam digunakan silica gel, alumina,
dan serbuk selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di
permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-
molekul polar. Alumina lebih disukai untuk memisahkan senyawa-
senyawa polar lemah, sedangkan silica gel lebih disukai untuk
memisahkan molekul-molekul seperti asam-asam amino dan
gula.Magnesium silikat, kalsium silikat, dan arang aktif mungkin juga
dapat digunakan sebagai adsorben (Soebagio, 2002).
Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran
pelarut dengan susunan tertentu.Pelarut-pelarut pengembang harus
mempunyai kemurnian yang tinggi.Terdapatnya sejumlah kecil air atau
zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak
diharapkan (Soebagio, 2002).
Keuntungan KLT adalah lebih serba guna, cepat, kepekaannya
lebih tinggi dan pemisahan komponen senyawa lebih
sempurna.Sedangkan kelemahannya adalah pada prosedur pembuatan
lempengnya yang memerlukan tambahan waktu kecuali bila tersedia
lempeng yang diproduksi secara komersial. (Gritter,1991).
Satu kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputannya, pelat
kaca dengan penjerap.Kerja ini kemudian agak diringankan dengan
adanya penyaput otomatis.Meskipun begitu, dengan menggunakan alat
itu pun tetap diperlukan tindakan pencegahan tertentu (Harborne, 1987).
2.3 Prosedur Kerja
a. Skrining fitokimia
- Reaksi identifikasi golongan Tanin
1. Reaksi identifikasi terhadap katekol
a) Sampel dibasahi dengan larutan FeCl3 1 N, jika
mengandung katekol akan menghasilkan warna hijau.
2. Reaksi identifikasi terhadap pirogalotanin
a) Sampel dibasahi dengan larutan FeCl3 1 N, jika
mengandung pirogalotanin akan menghasilkan warna biru.
- Reaksi identifikasi golongan Dioksiantrakinon
Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditetesi dengan KOH 10% P b/v dalam etanol 95% P, jika
mengandung dioksiantrakinon akan menghasilkan warna merah.
- Reaksi identifikasi golongan Alkaloid
Ekstrak metanol dimasukkan kedalam masing-masing tabung
reaksi kemudian ditetesi :
1. HCl 0,5 N dan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid maka
akan menghasilkan endapan kuning.
2. HCl 0,5 N dan pereaksi Bauchardat, jika mengandung alkaloid
akan menghasilkan endapan coklat.
3. HCl 0,5 N dan pereaksi Dragendroff, jika mengandung alkaloid
akan menghasilkan endapan warna jingga.
- Reaksi identifikasi golongan Steroid
Serbuk dihaluskan dengan etanol kemudian didihkan selama
15 menit lalu disaring, filtrate diuapkan sampai kering.Ekstrak
kering ditambahkan n-heksane setelah terlebih dahulu
disuspensikan dengan sedikit air, bagian yang larut dalam n-
heksane dipisahkan. Lapisan n-heksane kemudian ditetesi dengan
pereaksi Liebermann-Burchard jika mengandung steroid akan
menghasilkan warna merah jambu.
- Reaksi identifikasi golongan Saponin
Serbuk dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan 10
ml air panas, didinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10
detik, terbentuk buih, lalu tambahkan 1 tetes asam klorida 2 N, buih
tidak hilang.
- Reaksi identifikasi golongan Flavonoid
Serbuk ditambahkan dengan FeCl3 dan HCl P, jika terjadi
warna merah menunjukkan adanya flavonoid.
b. Ekstraksi Sampel
1. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan serbuk simplisia
dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian kedalam
bejana maserasi (toples), kemudian ditambahkan 75 bagian
cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 3 hari disaring kedalam bejana penampang,
kemudian ampas diperas dan ditambahkan cairan penyari lagi
secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga
diperoleh sari yang maksimal.Sari yang diperoleh dipekatkan
dengan rotavapor.
2. Perkolasi
Simplisia atau bahan yang diekstraksi secara perkolasi diserbuk
dengan derajat halus yang sesuai dan ditimbang kemudian
dimaserasi selama 3 jam, kemudian massa dipindahkan kedalam
perkolator dan cairan penyari ditambahkan hingga selapis diatas
permukaan bahan, didiamkan selama 24 jam. Setelah itu kran
perkolator dibuka dan cairan penyari dibiarkan mengalir dengan
kecepatan 1 mL permenit.Ciran penyari ditambahkan secara
kontinyu hingga penyarian sempurna.Perkolat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor kemudian
dilakukan pengujian selanjutnya.
3. Destilasi uap air
Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia
selama 2 jam setelah itu dimasukkan kedalam bejana II, bejana I
diisi air dan pipa penyambung serta kondensor dan penampung
corong pisah dipasang dengan kuat. Api bunsen pada bejana I
dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang
selanjutnya masuk kedalam bejana II melalui pipa penghubung
untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil pada
bejana II, minyak menguap yang telah terisi selanjutnya menguap
ini mengalami kondensasi menjadi molekul – molekul minyak
menguap yang menetes kedalam corong pisah penampung yang
telah berisi air. Lapisan minyak menguap dan air dipisahkan dan
dilakukan pengujian selanjutnya.
c. Penguapan
1. Metode Penguapan Dengan Rotavapor
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dimasukkan
ekstrak cair sampel daun jati belanda kedalam labu alas bulat.
Kemudian dipasang labu alas bulat yang berisi sampel pada
ujung kondensor begitpun labu alas bulat yang akan digunakan
untuk menampung hasilnya. Diatur suhu waterbath 5-10oC (60
oC) di bawah titik didih pelarut yang digunakan, lalu diatur
kecepatan perputaran rotor, dan diaktifkan vakum. Setelah
proses penguapan selesai, hentikan pompa vakum, waterbath
dan tombol rotor diputa rkearah nol. Dipindahkan sampel
kedalam wadah. Kemudian labu alas bulat dikeluarkan dan
dipindahkan dalam wadah.
2. Metode Penguapan Sederhana Dengan Hairdrayer
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dimasukkan
ekstrak cair kedalam wadah.Kemudian diuapkan menggunakan
hairdryer.Dihentikan pemanasan ketika ekstrak terlihat lebih
Setelah penguapan selesai dan diperoleh ekstrak yang lebih
pekat, hasil ekstrak kemudian ditimbang.
d. Partisi ekstrak
1. Ekstraksi cair-cair
Ekstrak kental 3 g disuspensikan dengan air sebanyak 20 ml,
dimasukkan dalam corong pisah lalu ditambahkan n-heksan 40
ml, kocok sampai merata dan sesekali buka kran corong
pisah.Lalu diamkan sampai terjadi pemisahan dari fse air dan
fase n-heksan.Kemudian fase air dimasukkan kembali kedalam
corong pisah dan diekstraksi lagi dengan n-heksan sebanyak 30
ml dan dilakukan hingga jerinih (sebanyak 3 kali).Ekstrak n-
heksan yang diperoleh kemudian diuapkan sampai mendapatkan
ekstrak kental dan dimasukkan kedalam eksikator.
2. Ekstraksi padat-cair
Lapisan air dari hasil ekstraksi dengan n-heksan dimasukkan
dalam corong pisah kemudian diekstraksi dengan etil asetat
sebanyak 3 kali masing-masing 30 ml. lapisan asetat diuapkan
hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dibagi dan
dimasukkan kedalam vial dan diuapkan dalam ekstikator.
e. Identifikasi kromatografi lapis tipis (KLT)
1. Penyiapan lempeng silica gel
Lempeng silica gel F254 dipotong dengan ukuran 7 cm x 1 cm
(untuk satu ekstrak) kemudian lempeng diberi garis penotolan
menggunakan pensil 2B pada bagian bawah dengan jarak 1 cm
dan garis batas elusi 0,5 cm dari bagian atas.
2. Penjenuhan chamber
Disiapkan dua buah chamber yang bersih lengkap dengan
penutupnya kemudian chamber di isi dengan eluen yang tingkat
kepolarannya berbeda. Eluen yang digunakan yaitu etil asetat : n-
heksan (3 : 7). Kemudian dimasukkan potongan kertas saring
yang panjangnya lebih dari tinggi chamber dan kemudian tutup
eluen dibuarkan hingga naik ke kertas saring hingga melewati
penutup kaca.
3. Penotolan sampel pada lempeng
Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan lalu ekstrak etanol di
ambil dengan menggunakan pipa kapiler lalu ditotolkan pada
lempeng silica gel kemudian hasil penotolan di masukkan ke
dalam chamber tunggu hingga eluen naik dan mencapai batas
pada lempeng maka lempeng tersebut dapat di angkat kemudian
amati di bawah lampu uv.
2.4 Hasil
Adapun hasil dari praktikum fitokimia 1, yaitu :
Tabel 1. Hasil dari praktikum Skrining Fitokimia
IdentifikasiSenyaw
No Pereaksi Hasil
a
+
Tanin Katekol FeCI31 N
(larutan hijau)
1. Tanin -
FeCI31 N
Pirogalotanin (larutan hijau)
-
2 Dioksiantrakinon Etanol 95% + KOH 10%
(larutan hijau)
+
HCI + Mayer
(endapan kuning)
-
Alkaloid HCI + Bauchardat
3 (larutan hijau)
+
HCI + Dragendorff
(endapan jingga)
+
5. Saponin Air panas + HCI
(biuh tidak hilang)
Ekstrak etanol + Eter
-
Steroid Lapisan eter + Lieberman
6. (larutan hijau)
buchard
+
7. Flavonoid FeCl3+ HCl p
(larutan merah)

Tabel 2. Hasil praktikum Ekstraksi Sampel


Daun Jati Belanda
No. Pengamatan
Metode Maserasi Metode Perkolasi
1. Bobot sebelum diekstraksi (g) 500 gram 10 gram
2. Jumlah cairan penyari (mL) 2000 mL 100 mL
3. Jumlah ekstrak cair (mL) 1700 mL 70 mL
Tabel 3. Hasil praktikum dari Penguapan Pelarut Sampel
No Pengamatan Sampel I
1. Metode penguapan Rotavapor
2. Konsistensi Kental
3. Bobotekstrak 2,3 gram

Tabel 4. Hasil praktikum dari Partisi Ekstrak


No. Pengamatan Sampel
1 MetodeEkstraksi Partisicair-Cair
2 BobotEkstraketanol (g) 3g
3 BobotEkstrak n-heksan (g) 3,951 g
4 PersentaseEkstrak n-heksan (%) 1,317%
5 BobotEkstraketilasetat (g) 2,217 g
6 PersentaseEkstraketilasetat (%) 0,739%

Tabel 5. Hasil praktikum dari identifikasi golongan komponen


kimia dengan metode kromatografi lapis tipis ekstrak daun jati
belanda (Guazuma ulmifolia L.).
Pereaksi Bercak Hasil Komp. Kimia
Ekstrak
spesifik noda (cm) Rf Warna teridentifikasi

Rf 1 :
1:4 0,72cm
AlCl3 Kuning (+) flavonoid
2 : 5,3 Rf 2 : 0,96
cm
Etanol

FeCl3 1,0 1,181 Ungu (-) Fenolik

Vanilin
3,6 0,654 Violet (-) saponin
asam sulfat
Dragendorff 3,8 0,690 Merah (-) alkaloid
(-)
DPPH 2,7 0,490 Kuning
Antioksidan

2.5 Pembahasan
Pada percobaan skrining ini menggunakan sampel bahan alam jati
belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Adapun bagian tumbuhan yang
digunakan adalah bagian daunjati belanda (Guazumae folium) dengan
memiliki khasiat mengatasi untuk menurunkan kolesterol dan
menurunkan berat badan.
Pada percobaan kali ini dilakukan pengujian reaksi identifikasi
terhadap golongan tanin yaitu katekol, dimana serbuk sampel
dimasukkan ke tabung reaksi ditambahkan FeCl3 1 N warnanya menjadi
hijau berarti mengandung katekol.Dan pirogalotanin, serbuk sampel
dimasukkan ke tabung reaksi ditambahkan FeCl3 1 N warnanya menjadi
hijau yang menandakan bahwa sampel tidak mengandung
pirogalotanin.Penambahan FeCl3 berfungsi untuk menentukan
kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada bagian inti.
Kemudian pada pengujian reaksi identifikasi terhadap
dioksiantrakinon dengan sampel yang telah di maserasi dengan etanol
95%, dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan KOH 10%
warnanya menjadi hijau sehingga sampel tidak positif mengandung tanin
(positif jika menghasilkan warna merah).
Selanjutnya pengujian reaksi identifikasi terhadap golongan
alkaloid dimana pertama-tama sampel yang telah di maserasi
dimasukkan kedalam 3 tabung. Masing-masing tabung yang berisi
ekstrak ditambahkan HCl 0,5 N kemudian pada tabung pertama
diteteskan pereaksi Mayer, tabung kedua pereaksi Bauchardat, dan
tabung ketiga pereaksi Dragendroff. Setelah itu amati perubahan yang
terjadi pada tiap tabung. Pada penambahan pereaksi Mayer, pereaksi
Bauchardat, dan pereaksi Dragendroff masing-masing menghasilkan
endapan berwarna kuning, larutan hujau, dan endapan jingga, maka
negatif mengandung alkaloid, (positif jika pereaksi Mayer terdapat
endapan kuning, pereaksi Bauchardat terdapat endapan coklat dan
pereaksi Dragendroff terdapat endapan jingga).
Kemudian pada pengujian golongan saponin, sampel yang telah di
maserasi dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan air panas
lalu dikocok kuat-kuat, terbentuk buih maka positif mengandung
saponin.Lalu ditambahkan pereaksi HCl 2 N tetap terdapat buih. (positif
jika terdapat buih).
Lalu pada pengujian golongan flavonoid yang mulanya sampel
yang telah di maserasi dimasukkan dimasukkan kedalam tabung dan
ditambahkan dengan FeCl3 dan HCl pekat, warnanya menjadi merah
maka positif mengandung flavonoid.
Dan uji skrining yang terakhir adalah uji steroid sampel yang telah
di maserasi dimasukkan kedalam cawan porselin lalu dipanaskan
selama 15 meint dan diuapkan sampai kering, ditambahkan n-heksane
setelah ekstrak disuspensikan dengan aquadest lalu bagian yang larut
dalam n-heksane dipisahkan dan ditambahkan pereaksi Lieberman-
Burchard hasilnya yaitu larutan warna hijau (positif jika menghasilakn
warna merah muda).
Penetapan susut pengeringan bertujuan untuk mendapatkan
persentase senyawa yang mudah menguap atau menghilang selama
proses pemanasan, tidak hanya menggambarkan air yang hilang tetapi
juga senyawa menguap lain, misalnya minyak atsiri dan sisa pelarut
organik. Hasil standarisasi susut pengeringan dari daun jati belanda
adalah 3,1%.
Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa aktif dari suatu
simplisia menggunakan pelarut tertentu, dimana ektraksi memiliki prinsip
umum yaitu difusi dan osmosis. Metode ekstraksi yang dilakukan yaitu
Maserasi, Perkolasi, dan destilasi uap air.
untuk pembuatan ekstrak daun jati belanda dengan menggunakan
metode maserasi digunakan serbuk simplisia sebanyak 500 gram dan
digunakan cairan penyari etanol sebanyak 2000 mL. Setelah
dilakukanmaserasi selama lebih dari tiga hari diperoleh juga ekstrak cair
sebanyak 1700 mL.
Sedangkan, untuk metode ekstraksi dengan perkolasi yaitu serbuk
simplisia berupa daun jati belanda sebanyak 10 gram dan cairan penyari
etanol sebanyak 100 mL. Setelah dimaserasi selama lebih dari tiga hari
diperoleh juga ekstrak cair yang setara dengan 3 buah capor.
Untuk metode ekstraksi selanjutnya digunakan destilasi uap air,
dimana cara kerjanya yaitu sampel yang akan diekstraksi direndam
dalam gelas kimia setelah itu dimasukkan kedalam bejana II, bejana I
diisi air dan pipa penyambung serta kondensor dan penampung corong
pisah dipasang dengan kuat. Mantel heat pada bejana I dinyalakan
sehingga airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk
kedalam bejana II melalui pipa penghubung untuk menyari sampel
dengan adanya bantuan api kecil pada bejana II, minyak menguap yang
telah terisi selanjutnya menguap ini mengalami kondensasi menjadi
molekul – molekul minyak menguap yang menetes kedalam corong
pisah penampung yang telah berisi air. Lapisan minyak menguap dan air
dipisahkan dan dilakukan pengujian selanjutnya.
Pada praktikum penguapan pelarut sampel digunakan alat
Rotavapor (Rotary vacuum evaporation).Ekstrak dari metode maserasi
yang sudah di saring dimasukkan ke dalam labu alas bulat sebanyak
500 mL kemudian di rotav selama 30 menit dengan suhu 70˚C, hasil
yang di dapatkan setelah rotav yaitu 100 mL dengan konsistensi yang
lebih pekat.
Proses penguapan dilanjutkan menggunakan cara sederhana yakni
dengan menggunakan hairdryer. Proses yang dilakukan yaitu dengan
ekstrak cair yang ingin diuapkan dimasukkan dalam mangkuk, kemudian
dipasang hairdryer pada statif dan diarahkan ke ekstrak yang
akandiuapan. Setelah terpasang, hairdryer dihidupkan dan dibiarkan
hingga diperoleh ekstrak kering.
Partisi cair-cair merupakan proses pemisahan suatu komponen dari
suatu fasa cair ke fasa cair lainnya. Dimana operasi eksternal fasa cair-
cair terdiri dari beberapa tahap yaitu kontak antara pelarut dengan fasa
cair yang mengandung zat terlarut.
Adapun tahap-tahap dalam melakukan partisi cair-cair dengan
menggunakan pelarut n-heksan yaitu ditimbang 3 gram ekstrak
kemudian disuspensikan dengan 15 mL air.Dimasukkan suspensi
tersebut kedalam corong pisah dan tambahkan dengan 40 mL n-
heksan.Kocok sampai merata dengan sesekali membuka kran corong
pisah.Diamkan sampai terjadi pemisahan, yaitu fase air berada dibagian
bawah dan fase n-heksan berada di bagian atas.Hal ini disebakan
karena air memiliki bobot jenis yang lebih besar daripada n-
heksan.Dipisahkan fase air dan fase n-heksan kemudian fase air
dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan ditambahkan lagi
dengan n-heksan sebanyak 30 mL.Dilakukan pengulangan sampai
jernih.Disatukan ekstrak n-heksan yang diperoleh dari beberapa kali
pemyarian kemudian diuapkan.
Setelah melakukan partisi cair-cair dengan menggunakan n-heksan
maka dilanjutkan dengan menggunakan etil asetat. Tahapan yang
dilakukan yaitu dengan cara fase air dari hasil ekstraksi dengan n-
heksan dimasukkan dalam corong pisah kemudian diekstraksi dengan
etil asetat sebanyak 2 kali masing-masing 30 mL. Lapisan etil asetat
ditampung kemudian diuapkan hingga diperoleh ekstrak.
Dari hasil yang didapatkan bahwapartisi ekstrak dengan
menggunakan metode cair cair dan didapatkan hasil persentase n-
heksan 1,317% serta hasil persentase etil asetat 0,739%
Pada praktikum Kromatografi lapis tipis, sebelumnya telah
dilakukan penjenuhan chamber untuk menghilangkan uap air didalam
chamber agar nantinya tidak mempengaruhi perambatan noda pada
lempeng, selain itu agar tekanan yang ada didalam chamber tidak
mempengaruhi proses perambatan noda dengan adanya penjenuhan
chamber.Dalam praktikum ini digunakan fase diam yaitu silika gel dan
fase gerak yaitu eluen. Eluen yang digunakan yaitu n-heksan : etil asetat
dengan menggunakan perbandingan 7 : 3 dalam 5 mL.
Lempeng yang digunakan lempeng silika gel 254 P dengan ukuran
7x1 cm. Lempeng yang digunakan pada praktikum ini berupa lempeng
aluminium.
Adapun hasil yang diperoleh dengan menggunakan eluen
n-heksan : etil asetat (7 : 3) dengan ekstrak etanol pada alkaloid diamati
dengan sinar tampak yaitu kuning. Pada flavanoid diamati pada UV 366
nm berflouresensi kuning dengan nilai Rf 1 0,72cm, Rf 2 0,96 cm. Pada
antioksidan, fenolik, saponin diamati dengan sinar tampak yaitu tidak
berwarna dengan nilai Rf yaitu untuk senyawa fenolik memiliki nilai Rf
0,181 cm, untuk saponin memiliki nilai Rf 0,654 cm, untuk senyawa
alkaloid memiliki nilai Rf 0,690 cm dan untuk senyawa antioksidan
memiliki nilai Rf 0,490 cm. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
semakin tinggi nilai Rf (semakin mendekati 1 atau = 1) maka bersifat
semakin polar.
Sedangkan, dalam identifikasi dengan penyemprotan lempeng KLT
digunakan 5 jenis pereaksi yaitu pereaksi Dragendorff digunakan untuk
mengidentifikasikan senyawa alkaloid, AlCl3digunakan untuk
mengidentifikasikan senyawa berupa alkaloid, FeCl3digunkan untuk
mengidentifikasikan senyawa fenolik, Vanilin asam sulfat digunakan
untuk mengidentifikasikan senyawa golongan saponindan DPPH (1,1
difenil 2-pikrilhidrazil) digunakan untuk mengidentifikasikan senyawa anti
oksidan. Dimana hasil yang diperoleh adalah ekstrak etanol daun jati
belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) hanya positif mengandung flavonoid.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum Fitokimia 1, yaitu:
1. Pada percobaan uji skrining yaitu daun jati belanda (Guazuma
ulmifolia L.) positif mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, tannin
(katekolasil) danhasil susut pengeringan dari daun jati belanda
adalah 3,1%.
2. Pada percobaan kali ini yaitu pada metode ekstraksi maserasi untuk
sampel daun Jati belanda ekstrak cair yang didapatkan sebanyak
1700 mL dan pada metode perkolasi jumlah ekstrak cair yang
didapatkan yaitu setara dengan 3 buah capor.
3. Pada percobaan penguapan pelarut ekstrak yaitu berat potkosong
6,514 gram, berat pot + ekstrak 8,814 gramsehingga diperoleh berat
ekstrak yaitu2,3 gram serta % rendamen yaitu 0.46 %.
4. Pada percobaan partisi ekstrak yaitu didapatkan bahwa parisi
ekstrak dengan menggunakan metode cair cair dan didapatkan hasil
persentase n-heksan 1,317% serta hasil persentase etil asetat
0,739%
5. Pada percobaan identifikasi golongan komponen kimia dengan
metode kromatografi lapis tipis ekstrak daun jati belanda (Guazuma
ulmifolia L.) positif mengandung flavonoid dengan nilai Rf 1: 0,72 cm
dan Rf 2: 0,96 cm. Dan negatif mengandung senyawa fenolik,
saponin, alkaloid dan antioksidan dengan nilai Rf 0,181 cm, 0,654
cm, 0,690 cm dan 0,490 cm.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Budiman, 2003, Skrining Fitokimia Ekstraksi Etanol 90% Daun Katuk
(sauropus androgynus L), jurnal farmasi udayana, vol.5, no 2,
Bali.

Anonim, 2019, Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia 1, Universitas


Muslim Indonesia Fakultas Farmasi, Makassar.

Asnadi, S., 2014, Pengaruh pH pada Pemisahan Ion Kobalt (II)


menggunakan Pengompleks Ditizon Dengan Menggunakan
Ekstraksi Cair-Cair, Jurnal Warta Akab, No. 32, Bogor.

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI : Jakarta.

Gritter J.R., James, M.B., (1991), “Pengantar Kromatografi.

Harborne, J.B., T.J., dan Mabry, H., 1987, The Flavonoids, 421, Chapman
and Hall, London.

Harborne, J.B, 2006, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan .bandung: penerbit ITB.

Iyani, Akma., 2018, Prinsip Analisis Komponen Pangan Makro & Mikro
Nutrien., Yogyakarta: Cv. Budi utama.

Kurniawan Y., dan Santosa. 2004. “Pengaruh JumLah Umpan dan Laju Alir
Eluen Pada Pemisahan Sukrosa dari Tetes Tebu Secara
Kromatografi”. Jurnal Ilmu Dasar.Vol 5 (1).

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas


Indonesia Press.

Kristianti, A., Aminah, M., 2008.“Fitokimia”. Jurusan Kimia FMIPA: Surabaya.

Martunus, 2007, Ekstraksi Dioksin Dalam Limbah Air Buangan Industri Pulp
Dan Kertas Dengan Pelarut N-Heksana, Jurnal Itenas, Vol. 10,
No. 4, Riau.

Najib., A., 2018., Ekstraksi Senyawa Bahan Alam., Yoyakarta: Cv.Budi utama
Purba, Ritson, dan Nugroho D.S., 2007. Analisis Fitokimia, dan Uji
Bioaktifitas, Jurnal Kimia Mulawarman,

Septyaningsih, D., 2010. “Isolasi Dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak


Biji Buah Merah (Pandanus conoideusLamk.)”. Universitas Sebelas
Maret : Surakarta

Suharmiati dan Maryani, 2003.“Khasiat dan Manfaat Daun Jati Belanda si


Pelangsing dan Peluruh Kolestrol”.PT. Agromedia. Jakarta.

Sulaksana, J., dan Jayusman, D. I., 2005. “Kemuning dan Jati


Belanda”.Penebar suadaya. Jakarta.

Soebagio. 2002. “Kimia Analitik II”.Malang : JICA.

Syamsuhidayat S.S., dan Hutapea j.r., 1991. “Infentaris Tanaman Obat


Indonesia jilid I”.Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Underwood, A. L dan Day A. R. 1990.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.


Jakarta: Erlangga
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja


A. Skrining fitokimia
1. Reaksi identifikasi Alkaloid

Ekstrak methanol dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3

+ HCl P + HCl P + HCl P


Mayer Bauchardat Dragendroff

endapan kuning endapan coklat endapan jingga

2. Reaksi identifikasi Dioksiantrakuinon


serbuk sampel

etanol 95%
+ KOH 10%

Warna merah

3. Reaksi identifikasi Tanin


a. Katekol
serbuk sampel

+ FeCl3 1N

Warna hijau
b. Pirogalotanin
serbuk sampel
+ FeCl3 1N

Warna biru

4. Saponin
serbuk sampel

Dimasukan ke tabung reaksi


+ air panas (jika terdapat buih)
+HCl 2N

Jika buih tidak hilang positif mengandung saponin

5. Flavanoid
serbuk sampel

+ FeCl3 2 tetes
+ HCl pekat 2 tetes

Warna merah

6. Steroid
serbuk sampel

+ n-heksan
+ air
+ Liebermann-Burchard

Warna merah jambu


B. Ekstraksi sampel
1. Maserasi
Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 200 gram

- Dimasukkan kedalam bejana maserasi (toples)


- Ditambahkan 75 bagian cairan penyari. Ditutup dan
dibiarkan selama 3 hari pada temperature kamar
terlindungi dari ahaya matahari.
- Setelah 3 hari sampel disaring
- Ditambahkan lagi cairan penyari dan kemudian disaring

Ekstrak cair

2. Perkolasi

Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 25 gram

- Dimasukkan kedalam percolator dan ditambahkan


cairan penyari
- Didiamkan selama 1 hari
- Dibuka kran percolator dan cairan penyari dibiarkan
mengalir

Ekstrak cair
C. Pnguapan pelarut pada sampel
1. Menggunakan Rotavapor

Sampelatauekstrakcair

- Dimasukkan ekstrak cair kedalam labu alas bulat dengan


volume 2/3 bagian dari labu alas bulat
- Dipasang labu pada ujung rotor yang terhubung dengan
kondensor
- Diatur suhu pada water bath, di tekan tombol on-off (suhu 5-
100C di bawah titik didih pelarut yang di gunakan
- Diputar tombol rotor dan di aktifkan juga pompa vakum
- Setelah proses penguapan selesai
- Ditekan tombol off pada water bath, di putar tombol rotor kenol
labu alas bulat di keluarkan
- Diputar kran vakum hingga udara dalam kondensor keluar
- Dipindahkan ekstrak kedalam wadah

EkstrakCair

2. Menggunakan Hair Dryer

Sampel atau ekstrak cair

- Dimasukkan ekstrak kedalam wadah


- Dihidupkan hair drayer
- Ditunggu sampai mengental
- Dipindahkan ekstrak kental kedalam cawan porselin
- Ditutup dengan aluminium foil
- Ditimbang

Ekstrakkental
D. Partisi ekstrak
1. Ekstraksi Cair-Cair dengan Pelarut n-heksan

Sampel / ekstrak kental

- Disuspensikan terebih dahulu ekstrak kental dengan 20 ml air.


- Dimasukkan kedalam corong pisah + n-heksan sebanyak 40
ml.
- Dikocok sampai merata dengan sesekali membuka kran
corong.
- Didiamkan sampai terjadi pemisahan antara fase air dan n-
heksan, dipisahkan antara fase air dan fase n-heksan.
- Fase n-heksan di tamping kedalam cawan porselin sedangkan
fase air dimasukkan kembali kedalam corong pisah.
- Dieksraksi kembali dengan n-heksan sebanyak 30 mL
sebanyak 3 kali.
- Ekstrak n-heksan yang diperoleh kemudian di uapkan dengan
hair dryer.

Ekstrak Kental

2. Ekstraksi Cair-Cair dengan Pelarut etil asetat

Sampel/ekstrak cair

- Dimasukkan Lapisan air dari hasil ekstraksi dengan n-heksan


dalam corong pisah.
- Diekstraksi dengan etil asetat sebanyak 30 mL (sebanyak 3
kali).
- Lapisan etil asetat yang diperoleh diuapkan dengan hair
dryer.

Ekstrak kental
E. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
1. Penyiapan lempeng

Lempeng

 Lempeng silika gel F254 yang berukuran 20 x 20


cm, dipotong dengan ukuran 7 cm x 1 cm
(untuk satu ekstrak).
 Lempeng diberi garis penotolan menggunakan
pensil 2B pada bagian bawah dengan jarak 1
cm dan garis batas elusi 0,5 cm dari bagian
atas.

Siap digunakan

2. Penyiapan chember

Siapkan chember

 Chamber diisi dengan eluen n-heksan : etil


asetat (7 : 3).
 Kemudian dimasukkan potongan kertas saring
yang panjangnya lebih dari tinggi chamber dan
kemudian ditutup.
 Eluen dibiarkan hingga naik melalui kertas
saring hingga melewati penutup kaca.

Siap digunakan
3. Penotolan sampel pada lempeng

Siapkan alat dan bahan

 Ekstrak etanol di dalam vial.


 Ekstrak etanol diambil dengan
menggunakan pipa kapiler, kemudian
ditotolkan hati-hati pada lempeng yang
telah disiapkan.
 Lempeng yang telah ditotol diangin-
anginkan sebentar untuk menguapkan
pelarutnya lalu dimasukkan ke dalam
chamber yang telah dijenuhkan.
 Bila eluen telah mencapai batas atas dari
lempeng silika gel, maka lempeng
tersebut dapat dikeluarkan.

Diamati menggunakan penampak bercak UV254 dan UV366.

Lampiran 2. Perhitungan
a. Skrining Fitokimia
% Susut Pengeringan = (a-b) x 100%
c
= 20,044 g – 20,013g x 100%
1g
= 3,1%
b. Penguapan Pelarut pada Sampel
Pot kosong = 6,514 gram
Pot + ekstrak = 8,814 gram
Ekstrak = 8,814 gram - 6,514 gram = 2,3 gram
a b
%rendamen :  x100%
c
8,814 g  6,514 g
 x100%
500 g
=0.46%
c. Partisi Ekstrak
1) N-Heksan
(𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑝𝑜𝑟+𝐼𝑠𝑖)− 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑝𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
% Kadar = x 100 %
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
55,972 𝑔𝑟−52,021 𝑔𝑟
= x 100 %
3 𝑔𝑟
3,951 𝑔𝑟
= x 100%
3 𝑔𝑟

= 1,317%
2) % Etilasetat
(𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑝𝑜𝑟+𝐼𝑠𝑖)− 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑎𝑝𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
% kadar = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙
55,134 𝑔𝑟−52,917 𝑔𝑟
= x 100 %
3 𝑔𝑟
2,217 𝑔𝑟
= x 100%
3 𝑔𝑟

= 0,739%
d. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Flavanoid
Jarak yang ditempuh noda 4,cm
𝑅𝑓1= Jarak yang ditempuh eluen = 5,5 cm = 0,72cm
Jarak yang ditempuh noda 5,3,cm
𝑅𝑓2= Jarak yang ditempuh eluen = 5,5 cm = 0,96 cm

Fenolik
Jarak yang ditempuh noda 1,0 𝑐𝑚
𝑅𝑓1= Jarak yang ditempuh eluen = 5,5 cm = 0,181 cm

Saponin
Jarak yang ditempuh noda 3,6 𝑐𝑚
𝑅𝑓1= = = 0,654 cm
Jarak yang ditempuh eluen 5,5 cm
Alkaloid
Jarak yang ditempuh noda 3,8 𝑐𝑚
𝑅𝑓1= Jarak yang ditempuh eluen = 5,5 cm = 0,690 cm

Anti Oksidan
Jarak yang ditempuh noda 2,7 𝑐𝑚
𝑅𝑓1= Jarak yang ditempuh eluen = 5,5 cm = 0,490 cm

Lampiran 3. Gambar
a. Skrining Fitokimia

Uji Tanin Uji Dioksiantrakuinon Uji Alkaloid

Uji Steroid Uji Saponin Uji flavanoid


b. Ekstraksi Sampel

Destilasi uap air

Perkolasi maserasi
c. Penguapan Pelarut pada Sampel

Pemekatan ekstrak dengan rotavapor


d. Partisi ekstrak

Ekstrak cair-cair dengan pelarut n-heksan

Ekstrak cair-cair dengan pelarut etil asetat


e. KLT (Kromatografi Lapis Tipis)

pada sinar tampak


Flavanoid UV 366 Alkaloid UV 366 Antioksidan UV 366

Flavanoid UV 254 Antioksidan UV 254

Setelah di semprot pereaksi spefisik

Anda mungkin juga menyukai