Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami ucapkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA, atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih, terutama kepada beberapa
pihak diantaranya :
1. Bu Dewi Sari Mulia M. Si., Apt selaku pembimbing kami.
2. Pihak-pihak yang membantu pembuat makalah ini agar baik dan benar.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, baik dari segi penulisan, tata Bahasa, serta penyusunannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna menjadi bekal pengalaman
kami untuk menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Akhir kata kami ucapkan terima
kasih.

Palangka raya, 25 april 2019

Penyusun

1i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................................................... 1
Rumusa Masalah ................................................................................................................ 1
Tujuan ................................................................................................................................ 2
Manfaat ............................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit..............................................................3
2.2Perencanaan dan Seleksi..................................................................................................3
2.3 pngadaan …....................................................................................................................5
2.4 penerimaan……………………………………………………………………… ........ .7
2.5 Pengendalian… ………………………………………………………………………..7
2.6 pemusnahan… ………………………………………………………………………..7
2.7 pelaporan dan pencatatan… ………………………………………………………......11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 14
3.2 Saran ............................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

ii2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah adalah dengan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit yang antara lain dapat dicapai
dengan penggunaan obat-obatan yang rasional dan berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Siregar,
2004).
Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen terbesar dari
pengeluaran rumahsakit. Dibanyak Negara berkembang belanja obat di rumah sakit dadat
menyerap sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi
yang demikian besar tentunay harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini perlu
dilakukan mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan.
Kondisi diatas tentunya harus disikapi dengan baik-baik. Saat ini pada tataran global
telah dirintis prongram Good Governance In Pharmaceutical Sector atau lebih di kenal
dengan tata kelola obat yang baik si Sektor Farmasi. Indonesia termasuk salah satu Negara
yang berpartisipasi dalam program ini bersama 19 negara lainnya. Pemikiran tentang
perlunya tatkelola obat yang baik disektor farmasi berkembang mengingat banyaknya praktek
illegal di lingkungan kefarmasian mulai dari clinical trial, riser dan pengadaan , registrasi,
pendaftaran, paten, produksi, penetapan harga, pengadaan, seleksi, distribusi dan trasportasi.
Bentuk intransparansi dibidang farmasi antara lain : pemalsuan data keamanan dan

3
1
enyufikasi, penyuapan, kolosi, donasi, promo yang tidak etis maupun tekanan dari berbagai
pihak yang berkepentingan dengan obat.
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah bagian dari rumah sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkooadinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
pelayanan farmasi serta melaksanaan pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit,
sedangkan Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab tentang
penyusunan formularium rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang berlaku, maka
diperlukam tenaga professional dibidang tersebut. Untuk menyiapkan tenaga professional
tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat
digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS.

Mengingat pentingnya pelayanan farmasi di rumah sakit, maka calon


apoteker perlu memahami dan mengenal peranan apoteker di rumah sakit,
khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program Pendidikan
Profesi Apoteker apabila bekerja di rumah sakit.
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari pelayanan farmasi di rumah sakit?
2) Apa saja jenis-jenis pelayanan?
3) Seberapa penting tenaga kefarmasian di rumah sakit?
1.3 Tujuan
1) Untuk memperkenalkan dan menjelaskan tentang kefarmasian dan rumah sakit
2) Untuk mengetahui cara kefarmasian dalam pengelolaan obat di rumah sakit

1.4 Manfaat
1) Agar mengetahui bagaimana pengelolaan obat dirumah sakit
2) Agar mengetahui apa saja sistem perencanaan dan dalam pengelolaan obat dirumah
sakit

4
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit


Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup
layak, baik menyangkut kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya
mendapat makanan, pakaian, dan pelayanan kesehatan serta pelayanan sosial lain yang
diperlukan.
Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan
berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau
upaya kesehatan penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang kesehatan. Salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan adalah rumah sakit (Sheina,2010).
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi, penerimaan,
pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi,
pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang
ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna
(Quick,1997).
Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) mempunyai peran penting
dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit, oleh karena itu pengelolaan
obat yang kurang efisien pada tahap penyimpanan akan berpengaruh terhadap peran
rumah sakit secara keseluruhan (Sheina,2010).
2.2 Perencanaan dan Seleksi
a. Anggaran obat

Menurut Gomes, anggaran merupakan dokumen yang berusaha untuk mendamaikan


prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran
menggabungkan suatu pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka
waktu yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk aktivitas
tersebut atau untuk mencapai tujuan tersebut.

5
3
Menurut Mulyadi, anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara
kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang
mencakup jangka waktu satu tahun.

Menurut Supriyono, penganggaran merupakan perencanaan keuangan perusahaan


yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan) keuangan perusahaan untuk periode
yang akan datang (Anonim,2012).

Jadi, anggaran obat adalah suatu perencanaan yang disusun berdasarkan kebutuhan obat yang
akan diadakan dalam suatu instalasi farmasi (Anonim,2012).

b. Sistem perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis, jumlah dan harga
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran dalam rangka
pengadaan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan. Perencanaan
berpedoman pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium RS, standart terapi
RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa
persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan rencana pengembangan (Quick,1997).

Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah
sakit.

c. Metode perencanaan

Ada tiga jenis metode perencanaan yaitu konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi
keduanya yang disesuaikan dengan anggaran setempat. Perencanaan dengan metode
konsumsi dilakukan berdasarkan data penggunaan obat diwaktu yang lalu, sedangkan metode
epidemiologi dilakukan berdasarkan data tingkat kejadian penyakit dan standart pengobatan
untuk penyakit tersebut. Data penggunaan obat waktu yang lalu untuk metode konsumsi
harus akurat. Metode konsumsi ini dapat menyebabkan penggunaan obat yang kurang
rasional akan terus terjadi berbeda dengan halnya metode epidemiologi yaitu mengambil
asumsi bahwa pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang ada atau terjadi pada saat
tertentu (Siregar,2004).

Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan mempertimbangkan dana


yang tersedia. Untuk mencapai efisiensi dalam penyusunan daftar kebutuhan obat digunakan
gabungan dua cara analisis, yaitu analisis VEN dan ABC (Paretto). Analisis VEN
mengelompokan obat berdasarkan tingkat kegawatdaruratan untuk pengobatan pasien.
Pembagian VEN adalah sebagai berikut :

i. Kategori V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus selalu disediakan
untuk menyelamatkan jiwa pasien
ii. (life-saving drug), misalnya insulin, heparin, adrenalin, atropin sulfat, albumin dan
obat-obat pelayanan kesehatan standar, misalnya serum antibisa ular.

46
iii. Kategori E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, misalnya obat jantung, obat hipertensi, obat diabetes.
iv. Kategori N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau boleh tidak
disediakan karena tidak membahayakan nyawa bila tidak tersedia, misalnya food
suplement dan vitamin (Quick,1997).

Analisis ABC/Paretto mengelompokkan obat berdasarkan volume and value of consumption


obat, yaitu sebagai berikut:


Kelompok A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis dengan resep dokter,
menyerap dana sebesar ± 80% dari total dana dengan jumlah item ± 20% dari total
item obat yang ada.
 Kelompok B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus dan sering keluar,
menyerap dana sebesar ± 15% dari total dana dengan jumlah item ± 60% total item
obat yang ada.
 Kelompok C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen saja. Menyerap
dana sebesar ± 5% dari total dana dengan jumlah item ± 20% total item obat yang ada
(Quick,1997).
2.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang telah direncanakan
dan disetujui, melalui:
1. Pembelian

2. Produksi atau pembuatan sediaan farmasi

3. Sumbangan/drooping atau hibah

Pembelian dengan penawaran yang kompetitif( tender) merupakan suatu metode penting
untuk mencapau keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih
pemasok, apoteker harus mendasarkan pada criteria berikut :

mutu produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu
pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan
pengemasan
A. Tujuan Pengadaan
Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancer, dan tidak memerlukan
tenaga serta waktu berlebihan.

1. Pembelian

Pembelian adalah rengakain proses pengadaan unutuk mendapatkan perbekalan


farmasi. Hal ini sesuai dengan peraturan presiden RI no 94 tahun 2007 tentang pengendalian
dan pengawasan atas pengadaan dan penyaluran bahan obat, obat spesifik dan alat kesehatan

7
5
yang berfungsi sebagai obat dan peraturan presiden RI no 95 tahun 2007 tentang perubahan
ketujuh atas keputusan presiden no 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan
barang atau jasa pemerintah.

Ada 4 metode pada proses pembelian :

 Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan
criteria yang telah ditentukan.
 b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya dilakukan pada
rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik
 Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak,
dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu
 Pembelian langsung, pembeli jumlah kecil, perlu segera tersedia. Harga tertentu,
relative agak lebih mahal.

2. Produksi

Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk,
dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Kriteria perbekalan farmasi yang di prosuksi :

a. Sediaan farmasi dengan formula khusus


b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e. Sedian farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstotusi sediaan perbekalan farmasi sitostasika
h. Sediaan farmasi yang harus selalu di buat baru

B. Sumbangan/hibah/droping
Pada prinsipn pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/ sumbangan, mengikuti kaidah
umum pengelolaan perbekalan farmasi regular. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai
untuk menunjang pelayanan kesehatan disaat situasi normal. (Depkes RI,2008)

2.4 Penerimaa
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan
sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan.

Penerimaan perbekalan farmasi harus dulakukan oleh petugas yang bertanggung jawab.
Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan
tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim
penerimaan harus ada tenaga farmasi.

68
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai
kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan

Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah
ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan :

1. Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk bahan berbahaya.

2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of origin.

3. Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)

2.5 Pengendalian
Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan/ kekosongan obat di unit-unit pelayanan.

Tujuan pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan perbekalan farmasi di
unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)

Kegiatan pengendalian mencakup :

a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini


disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan
agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari mulai
pemesanan sampai obat diterima (Depkes RI,2008)

Pengendalian obat di RS terdiri atas:

 Sistem satu pintu,


 Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
 Pengembalian wadah bekas,
 Penggunaan kartu kendali,
 Menghitung dosis obat,
 Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan dengan
unit cost yang diterima (Anonim,2012)

2.6 Pengapusan/Pemusnahan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat
usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.

Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi
syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi

79
beban penyimpanan maupun mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar
(Depkes RI,2008)

Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

a. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang


akan dimusnahkan,

b. Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan),

c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait,

d. Menyiapkan tempat pemusnahan,

e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan,

f. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, sekurang-kurangnya


memuat:

1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

3) Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

4) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,

5) Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan ditandatangani oleh


apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan.

Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU No.22 Tahun 1997, yaitu:

Pasal 60:

a) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat
digunakan dalam proses produksi,

b) Kadarluarsa,

c) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, atau

d) Berkaitan dengan tindak pidana.

Pasal 61:

1) Pemusnahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf a, b dan c


dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan yang bertanggung jawab atas produksi dan
atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu
dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk Menkes,

810
2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan pembuatan berita
acara yang sekurang-kurangnya memuat:

a) Nama, jenis, sifat dan jumlah,

b) Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan pemusnahan,

c) Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan.

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

Pasal 75:

Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:

a) Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya


penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

b) Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan


peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

c) Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi,

d) Memeriksa tanda pengenal diri tersangka, menyuruh berhenti orang yang diduga
melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta,

e) Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam


penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

f) Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika,

g) Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,

h) Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di


seluruh wilayah juridiksi nasional,

i) Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap


Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup,

j) Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah


pengawasan,

k) Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

l) Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA),
dan/atau tes bagian tubuh lainnya,

911
m) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka,

n) Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman,

o) Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan
lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika,

p) Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita,

q) Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor
Narkotika,

r) Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas
penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan

s) Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan


dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 91

1) Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan


barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan
status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan
pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/atau dimusnahkan.

2) Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan
pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam
waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala
kejaksaan negeri setempat.

3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24
(satu kali dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan
berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan
negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan.

4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan


berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.

6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan

12
10
kepada Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.

7) Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan
untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.

2.7 Pencataan dan Pelaporan


Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi
perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Adanya pencatatan akan
memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub
standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan
bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan
adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk (Anonim,2012).

Fungsi:

1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,


pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa),

2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1(satu) jenis perbekalan
farmasi yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran,

3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan
distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat
penyimpanan (Depkes RI,2008)

Hal-hal yang harus diperhatikan:

1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan farmasi bersangkutan,

2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari,

3) Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang,


rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok,

4) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Depkes RI,2008)

Informasi yang didapat:

1) Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),

2) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima,

3) Jumlah perbekalan farmasi yang keluar,

4) Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa,

13
11
5) Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:

1) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi,

2) Penyusunan laporan,

3) Perencanaan pengadaan dan distribusi,

4) Pengendalian persediaan,

5) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian,

6) Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.

Hal-hal yang harus Diperhatikan

1) Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan pengeluaran


perbekalan farmasi di Kartu Stok Induk.

2) Kartu Stok Induk adalah :

a) Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,

b) Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,

c) Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.

3) Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan :

a) Nama perbekalan farmasi tersebut,

b) Sumber/asal perbekalan farmasi,

c) Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan, dihitung sebesar waktu
tunggu,

d) Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan=sebesar stok


kerja+waktu tunggu+ stok pengaman.

4) Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan:

a) Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,

b) Nomor dan tanda bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,

c) Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim,

d) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber anggaran,

e) Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan,

14
12
f) Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan,

g) Keterangan yang dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun kadaluwarsa, nomor batch
dan lain-lain.

Pelaporan

Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi,
tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan.

Tujuan:

a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,

b) Tersedianya informasi yang akurat,

c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan,

d) Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan (Depkes RI,2008)

15
13
BAB III
KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN
Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang merupakan
siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan/produksi, penerimaan,
pendistribusian, pengawasan, pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi,
pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang
ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil guna.
Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya
adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan perbekalan farmasi di
rumah IFRS.Mengingat pentingnya pelayanan farmasi di rumah sakit, maka calon
apoteker perlu memahami dan mengenal peranan apoteker di rumah sakit, khususnya
Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan Program Pendidikan Profesi
Apoteker apabila bekerja di rumah sakit.

3.2 SARAN
Pengetahuan dan skill apoteker terkait proses perencanaan dan pengadaanharus terus
diperbaharui dan ditingkatkan mengingat pentingnya proses tersebutdalam menjamin kualitas
pelayanan kesehatan

1416
DAFTAR PUSTAKA

 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar


Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit
 Suciati, S. Adisasmito,W. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks
Krirtis Di Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
 Yusmainita. 2007. Pemberdayaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah
(Bagian II).
 Quick,J. 1997. The Selection, P, Distribution and use of pharmaceuticals. In
Managing Drug Supply. Second Edition. Kumarian Press Book on International
Development.
 Ultsch, A. 2002. Proof of Pareto’s 0/20 and Precise Limits for ABC Analysis.
 Istinganah. Danu, S. S. Santoso, A.P. 2006. Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari
Dana APBD Tahun 2001-2003 Terhadap Ketersediaan Dan Efisiensi Obat. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan
 Ratnaningrum, E. 2002. Pengembangan Model Pengadaan Alat Kesehatan Habis
Pakai Untuk Mencapai Efisiensi Biaya Di Instalasi Farmasi RSUD Kota Semarang
(Tesis). Semarang

17
MAKALAH MANAJEMEN AKUTANSI DAN FARMASI

PENGELOLAAN OBAT DI RUMAH SAKIT

DISUSUN OLEH

NOSTRA ISAH WAHYUNI

FEBRI HERYANTI

FILOSOPI LASANG NESENG

ANDRIANUR

KELOMPOK : 3 (TIGA)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA

2019

18

Anda mungkin juga menyukai